Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

BLOG AL ISLAM

Diberdayakan oleh Blogger.

Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha

Arsip Blog

Twitter

twitter
Latest Post

Soal Jawab - MELURUSKAN KATA "SAYYIDINA"

Written By sumatrars on Jumat, 21 Februari 2014 | Februari 21, 2014



MELURUSKAN KATA "SAYYIDINA"

Soal:

Apakah bersholawat dengan tambahan kata sayyidina di-syari'atkan, atau termasuk perkara baru?

Jawab:

Bersholawat dengan tambahan kata sayyidina (artinya: penghulu kami) tidak pernah disyari'atkan, bahkan ini termasuk perkara baru dalam agama, lebih-lebih ketika diucapkan dalam sholat, hal ini karena beberapa hal:
Semua lafadz sholawat yang diajarkan oleh Nabi صلي الله عليه وسلم tidak ada satu pun tambahan kalimat sayyidina.#
Para sahabat رضي الله عنهم adalah manusia yang paling cinta dan menghormati Rosululloh صلي الله عليه وسلم, akan tetapi mereka tidak mengucapkan sayyidina dalam ucapan sholawat mereka. Ini berarti apabila kita mengaku cinta dan menghormati Nabi صلي الله عليه وسلم maka kita harus mengikuti jejak para sahabat رضي الله عنهم yang sangat cinta kepada Rosululloh صلي الله عليه وسلم.
Apabila maksud perkataan sayyidina adalah penghormatan kepada Rosululloh صلي الله عليه وسلم, berarti harus ditambah kalimat lain sebagai penghormatan, seperti uswatuna (teladan kami), musthofana (pilihan kami), habibina (kekasih kami), mukhtarina (pilihan kami), dan semisalnya, yang semuanya tidak pernah dicontohkan oleh Nabi صلي الله عليه وسلم dan para sahabat yang mengikuti beliau صلي الله عليه وسلم, sehingga akhirnya agama Islam ini menjadi rusak, sedangkan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi  kita صلي الله عليه وسلم.
Tidak satu pun dari para imam madzhab mengajarkan tambahan sayyidina dalam sholawat, bahkan Imam Syafi'i رحمه الله dalam kitab-kitabnya (seperti dalam muqoddimah kitab al-Um) menulis sholawat dengan kalimat "Allohumma sholli 'ala Muhammad" tanpa ditambah sayyidina, maka barangsiapa mengaku pengikut Imam Syafi'i hendaknya mengikuti petunjuk beliau yang sesuai dengan petunjuk Nabi صلي الله عليه وسلم ini, sebagaimana yang dilakukan oleh penerus madzhab Syafi'i yaitu Imam Ibnu Hajar al-Asqolani رحمه الله. Allohu alam.[]
Disalin dari:
Majalah Al-Furqon No.75 Ed.5 Th.7 1428 H/ 2007 M, Rubrik Soal-Jawab asuhan Ustadz Abu Ibrohim Muhammad Ali AM خفظه الله, hal.4-5



[1]   Lihat Fadho'il ash-Sholat wa as-Salam 'ala Muhammad Khoiril Anam oleh Muhammad bin Jamil Zainu رحمه الله hal. 10-11, dan perkataan semisal oleh Ibnu Utsaimin رحمه الله dalam Syarh Bulugh al-Marom dalam penjelasan hadits Ibnu Mas'ud رضي الله عنه 249

Semoga artikel ini Bermanfaat



Daftar Artikel

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Dzikir Berjamaah Setelah Shalat Wajib

Pengantar

الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ


Amma ba’du….

Sungguh kita di masjid-masjid yang ada di Negeri kita ini banyak yang melakukan dzikir bersama-sama setelah selesai shalat wajib yang dipimpin oleh Imam Shalat atau yang ditunjuknya, sungguh dzikir ini sangat bersemangat dan sampai pada lafazh لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ  , kita mendengar seakan-akan kalimat yang terucap hanya لَا إِلَهَ nya saja., Semoga Allah memperbaiki keadaan kita, amin….
Dalam risalah ini penulis menjelaskan akan pandangan Al-Qur’an, Hadits, Sahabat dan mengkhususkan pandangan para ulama Mazhab Syafi’i [dimana mayoritas muslim Indonesia mengaku bermadzhab dengan Madzhab Syafi'i] tentang Dzikir berjama’ah setelah shalat fardhu yang dilakukan pula dengan suara keras.
Untuk menambah manfaat Artikel ini, kami sertakan lafazh dzikir setelah shalat fardhu yang sesuai dengan as-Sunnah serta peringatan penting seputar kesalahan  dalam [setelah] shalat dari buku Dzikir Pagi Petang dan Sesudah Shalat Fardhu Menurut al-Qur’an dan as Sunnah yang Shahih buah karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas

berkaitan dengan topik ini yang pantas pula kita pelajari diantaranya:
  1. Dzikir Pagi Petang dan Setelah Shalat Fardhu oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas
  2. Sifat Shalat Nabi صلي الله عليه وسلم oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
  3. Sifat Shalat Nabi صلي الله عليه وسلم Bergambar oleh Syaikh Ibn Jibrin
Semoga eboook-ebook lainnya bermanfaat bagi kaum muslimin dan akhirnya kita berdo’a semoga amal-amal kita diterima disisi-Nya.
Ibnu Majjah 4 Ummat Muslim

Untuk Mendapatkan Ebook Insya Allah akan kami Posting dalam waktu sesingkatnya. 

Pengantar Penerbit

 Segala puji hanya bagi Allah dengan pu­jian yang melimpah, semoga shalawat serta salam kepada Rasulullah صلي الله عليه وسلم tercurah, tiada daya dan upaya kecuali kepada-Nya kita pasrah dan berserah.
Wa ba’du;

Dengan izin Allah-lah, akhirnya, kami dapat menerbitkan risalah "Apa Kata Imam Syafi'i Tentang Dzikir Berjama'ah Setelah Shalat Wajib Dengan Suara Keras?" buah pena Ustadz Ibnu Saini. Dalam kesempatan ini, tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada penulis yang telah mempercayakan kepada pustaka al ‘Ilmu. Dan semua pihak yang telah mendukung secara moril atau­pun materil, sehingga berdirinya pustaka al 'Ilmu, khususnya guru kami Ustadz Abdul Hakim Abdat hafizhahullah.
Kami telah berusaha untuk mengeluar­kan buku ini dengan sebaik mungkin. Oleh karenanya kami membuka pintu untuk sa­ran dan kritik dari para sidang pembaca yang sangat kami hormati. Semoga semua usaha ini memudahkan kami untuk meraih Sorga-Nya yang seluas langit dan bumi... Allahumma amiin.
Pustaka al 'Ilmu

Daftar Terkait :

  1. Ayat-Ayat Al Qur'an yang Menerangkan Bahwa Berdzikir dan Berdo'a Tidaklah Dengan Suara Keras
  2. Beberapa Hadits Nabi yang Melarang Dari Berdzikir dan Berdo'a Dengan Suara Keras
  3. Sikap Para Shahabat  Terhadap Mereka yang Berdzikir Dengan Suara Keras dan Berjama'ah & Sekilas Tentang Sejarahnya
  4. Pernyataan Dari Para Ulama Madzhab Imam Syafi'i Tentang Berdzikir Setelah Selesai Shalat Dengan Suara Keras & Berjama'ah
  5. Pengganti yang Disunnahkan
  6. Kesimpulan
  7. Penutup
  8. Maraji'
Dzikir Setelah Shalat Fardhu
Peringatan Penting Seputar Kesalahan Dalam [Setelah] Shalat


Daftar Artikel

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Berdzikir Berjama'ah Dengan Suara keras BAB III

Bab: III

Apa kata Imam Syafi'i Tentang Dzikir Berjama'ah Setelah Shalat Wajib Dengan Suara Keras.

Sikap Para Shahabat  Terhadap Mereka yang Berdzikir Dengan Suara Keras dan Berjama'ah & Sekilas Tentang Sejarahnya

Dalam bab ini akan saya turunkan beberapa contoh dari pernyataan dan sikap para ulama dari generasi Shahabat yang mereka adalah panutan kita semua terhadap mereka yang melakukan dzikir dengan suara keras dan berjama'ah dan dikomandoi oleh seorang, seperti yang dilakukan oleh kebanyakan orang pada zaman kita hidup ini!

PERTAMA: Sikap Umar bin Khththab رضي الله عنه :

Abu 'Utsman an Nahdiy mengatakan:

Seorang pegawai Umar bin Khaththab رضي الله عنه melaporkan kepadanya: Bahwa di wilayahnya ada sekelompok orang yang (sering) berkumpul untuk mengadakan do'a (bersama) untuk kaum muslimin dan penguasa. Maka Umar mengirimkan surat balasan kepadanya (yang isinya): Hadapkan mereka itu kepadaku bersamamu! Kemudian Umar meminta disiapkan untuknya sebuah cambuk, ketika mereka itu masuk menghadap Umar, langsung beliau menyambuk dengan sebuah cambukan kepada pemimpin mereka. Maka aku berkata: Wahai Umar! Kami bukanlah orang-orang yang di maksud, mereka itu adalah orang-orang yang akan datang dari arah Timur.1

KEDUA: Sikap Ibnu Mas'ud & Abu Musa al Asy'ariy رضي الله عنهما

Dahulu di kota Kufah (wilayah Iraq saat ini) ada sekelompok orang yang mengadakan dzikir secara berjama'ah di masjid setelah shalat Maghrib, yang salah seorang dari mereka memimpin dengan mengatakan: bertasbihlah kalian sebanyak 100 kali, dan seterusnya, maka hal itu dilaporkan oleh Abu Musa al Asy'ariy رضي الله عنه kepada Ibnu Mas'ud رضي الله عنه (sebagai walikota Kufah saat itu), maka mereka berdua langsung mendatangi sekolompok orang yang sedang mengadakan dzikir berjama'ah itu untuk melarang mereka dari perbuatan itu, seraya Ibnu Mas'ud berkata kepada mereka:

"Demi Dzat Yang tidak berhak untuk disembah dengan benar kecuali Dia, kalian semua telah berbuat sebuah bid'ah dengan zhalim, dan kalian juga telah merasa lebih berilmu daripada para Shahabat Muhammad صلي الله عليه وسلم "?!'.

Maka 'Amr bin 'Utbah menyangkal: 

Kami hanya beristigfar kepada Allah. Ibnu Mas'ud berkata lagi: "Hendaklah kalian cukup mengikuti Sunnah, dan pegang teguhlah Sunnah itu, karena bila kalian mengambil dari sana dan sini (selain apa yang telah ditetapkan Sunnah), maka kalian akan tersesat dengan kesesatan yang jauh". 2
Bahkan Ibnu Mas'ud صلي الله عليه وسلم juga pernah menghancurkan sebuah masjid yang dibangun kota Kufah yang biasa digunakan untuk berdzikir berjama'ah oleh 'Amr bin 'Ut-bah bersama para pengikutnya. 3

KETIGA: Sikap Khabbab bin Art :

Setelah sempat hilang, maka bid'ah ini muncul kembali setelah wafatnya Shahabat Ibnu Mas'ud, sekitar tahun 32 atau 33 H.

Abdullah bin Khabbab bin Art, pernah duduk bersama beberapa orang yang memimpin dzikir mereka, maka ketika ayahnya Khabbab bin Art رضي الله عنه melihatnya berbuat demikian, iapun memanggilnya dan mengambil sebuah cambuk untuk memukul kepala putranya itu, lalu putranya bertanya: Mengapa engkau memukulku? "Karena engkau duduk bersama orang-orang Amaliqah 4" jawabnya.
5
Begitulah juga sikap yang ditunjukkan oleh para ulama dari kalangan Tabi-'in dan para ulama yang datang setelah mereka rahimahumullahul jami 6

Sekilas Tentang Sejarah Dzikir Berjama'ah Setelah Shalat Wajib Di Masjid:

Adapun yang pertamakah mengadakan dzikir "Takbir" berjama'ah adalah: Ma'dhad bin Yazid al 'Ijliy bersama kelompok (dzikirnya) di kota Kufah,7 sebelum tahun 32 atau 33 H, kemudian dilarang oleh Ibnu Mas'ud رضي الله عنه lalu muncul kembali pada masa Khabbab bin Art رضي الله عنه seperti tertera di atas, lalu pada tahun 116 H Khalifah al Makmun memerintahkan orang-orang untuk bertakbir setiap selesai shalat wajib di masjid, dan ini merupakan salah satu bid'ah yang diadakan olehnya.
8

Ibnu Majjah 4 Ummat Muslim

1 Kisah ini telah diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam kitabnya al Bida Wan Nahyu 'Anha hal. 10 dan Ibnu Abi Syaibah di dalam kitabnya al Mushannaf (VIll: 746) no: 6242 dengan sanad yang hasan, sebagaimana dikemukakan oleh DR. Al Khumais di dalam kitabnya adz DzikrulJama'iy Bainal Ittiba' WalIbtida' hal. 29. [Kembali keatas]
2 Kisah ini telah diriwayatkan oleh ad Darimi di dalam kitab Sunannya (I: 68-69), Ibnu Wadhdhah di dalam kitabnya al Bida' Wan Nahyu 'Anha hal. 5 dari banyak jalan, Ibnul Jauziy di dalam kitabnya Talbisul Iblis hal. 28-29. Dan telah disebutkan oleh Imam Suyuthiy di dalam kitabnya al Amru bil Ittiba' hal. 83-84, dan Syaikh Masyhur Alu Salman berkata di dalam catatan kakinya: Atsar ini shahih; karena jalannya yang banyak. [Kembali Keatas]
3 Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam kitabnya al Bida' Wan Nabyu 'Anha hal. 5.
4 Maksudnya adalah: Karena kamu telah berbuat suatu urusan yang teramat besar dalam Agama ini.
5 Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam kilahnya al Bida' Wan Nahyu 'Anha hal. 10, dan Ibnu Abi Syaibah di dalam kitabnya al Mushannaf (VIII: 559).
6 Lihat keterangannya di kitab al Bida' Wan Nahyu 'Anha karya Imam Ibnu Wadhdhah al Qurthubiy
7 Majmu' Fatawa (XXXV: 41), sebagaimana yang disebutkan oleh DR. Nashir al ‘Aql di dalam kitabnya Rasaa-il Wal Dirasat Fil Ahwaa-i Wal Iftiraq Wal Bida' (I: 226).
8 Lihat kitab al Bidayah Wan Nihayah (X: 270)
[Kembali ke 45678]
Bersambung  BAB IV [Pernyataan Dari Para Ulama Madzhab Imam Syafi'i  Tentang Berdzikir Setelah Selesai Shalat Dengan Suara Keras Dan Berjama'ah]



Daftar Artikel

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Dzikir Berjama'ah setelah Shalat Wajib BAB II

Bab: II

Beberapa Hadits Nabi yang Melarang Dari Berdzikir dan Berdo'a Dengan Suara Keras

HADITS PERTAMA:

Nabi صلي الله عليه وسلم telah bersabda:

عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ ، كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَجَعَلَ النَّاسُ يَجْهَرُونَ بِالتَّكْبِيْرِ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:أَيُّهَا النَّاسُ اِرْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِنَّكُمْ لَيْسَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا، إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا، وَهُوَ مَعَكُم

Dari Abu Musa al Asy'ariy, ia berkata: Kami pernah pergi safar bersama Nabi صلي الله عليه وسلم kemudian para Shahabatpun me<­ninggikan suara mereka pada saat bertakbir,laku Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda kepada mereka:

Wahai manusia, hendaklah kamu menyayangi diri kamu sendiri, karena sesungguhnya kamu tidaklah menyeru Dzat Yang tuli dan jauh, bahkan kalian menyeru Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia itu bersama kalian (dengan ilmu serta pengawasan-Nya)."1

HADITS KEDUA:

Nabi  صلي الله عليه وسلم  juga telah bersabda:

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ قَالَ: اِعْتَكَفَ رسول الله صلي الله عليه وسلم فِيْ الـــمَسْجِدِ فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُونَ بِالْقِرَاءَةِ، فَكَشَفَ السِّتْرَ وَقَالَ: أَلاَ إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ، فَلاَ يُــؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلاَ يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَيْ بَعْضٍ فِيْ القِرَاءَةِ

Dari Abu Said, ia berkata, "Rasu­lullah  صلي الله عليه وسلم  pernah i'tikaf di masjid, lalu beliau mendengar (sebagian Shahabat) mengeraskan bacaan (mereka), maka beliau membuka tabir (kemahnya yang berada di masjid) dan bersabda, 'Ketahuilah! Sesungguhnya tiap-tiap kamu itu bermunajah (berbisik) kepada Rabb-nya, oleh ka­rena itu janganlah sebagian kamu mengganggu sebagian yang lain, dan janganlah sebahagian kamu mengeraskan bacaannya kepada seba­gian yang lain"2

Ibnu Majjah 4 Ummat Muslim

[1] Muttafaq 'Alaihi: Bukhari no: 2992, Muslim no: 2704, dan Abu Dawud no: 1526,1527,1528
[2]Shahih: Abu Dawud no: 1332, Ibnu Khuzaimah no: 1162, Ahmad di dalam kitab Musnadnya no: 11913, dan telah dishahihkan oleh Imam al Albani di dalam kitab Shahih Abi Dawud (I: 365), dalam kitab Shahih Ja-mi' ash Shaghir no: 2639 dan ash Shahihah (IV: 134)
Bersambung ; BAB III { Sikap Para Shahabat  Terhadap Mereka yang Berdzikir Dengan Suara Keras dan Berjama'ah & Sekilas Tentang Sejarahnya }



Daftar Artikel

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Pandangan Madzhab Syafii Dzikir Berjamaah BAB IV

Bab: IV

Pernyataan Dari Para Ulama Madzhab Imam Syafi'i  Tentang Berdzikir Setelah Selesai Shalat Dengan Suara Keras & Berjama'ah

Setelah ini saya akan membawakan per¬nyataan dalam masalah berdzikir setelah shalat wajib dan juga berdzikir serta berdo'a secara umum dari para ulama kita dari kalangan madzhab Imam Syafi'I  رحمه الله  bahkan juga dari perkataan Imam Syafi'inya  رحمه الله  sendiri:

PERTAMA:
Imam Syafi'I  رحمه الله  sendiri telah berkata di dalam kitabnya yang tersohor "al Umm" (1/127):1
Dan aku (Imam Syafi'i) lebih memilih bagi para imam dan makmum untuk berdzikir sete-lah shalat (yang lima waktu) dengan cara me¬nyembunyikannya (yakni tidak mengeraskan suaranya), kecuali bila imam harus mengajar¬kannya kepada makmum, maka ia (boleh) untuk mengeraskannya sampai mereka bisa mengikutinya, tetapi  kemudian  ia (imam) kembali menyembunyikannya (lagi seperti semula), karena sesungguhnya Allah  سبحانه و تعالي  telah berfirman:
وَلاَ تَجْهَرْ بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا
"dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula merendahkannya..."[QS. Al Isra': 110]; maksudnya adalah wallahu Ta'ala a'lam (ketika) berdo'a; "...dan janganlah kamu mengeraskannya.." (maksudnya adalah: janganlah) kamu mengangkat (suaramu ketika berdo'a), " dan janganlah pula kamu merendahkannya" sehingga tidak terdengar oleh dirimu sendiri.2
KEDUA:lmam Nawawi
Imam Nawawi telah menyatakan di il.iliim kitab al Majm’ Syarah Muhadzdzab (III: 484-488)3 sebagai berikut:
Telah terjadi kesepakatan antara Imam Syafi'i dan para ulama pengikut madzhab Syafi'I rahimahumullahul Jami' tentang disunnahkannya dzikir setelah selesai dari Salam, dan hal itu berlaku bagi imam maupun makmum (shalat berjama'ah), dan bagi seorang yang shalat sendirian, baik dia adalah seorang laki-laki maupun wanita, ataupun dia seorang yang sedang safar ataupun tidak... Imam Syafi'i mengatakan:  (kemudian Imam Nawawi membawakan pernyataan Imam Syafi'i di atas). Dan demikianlah juga apa yang telah dinyatakan oleh para ulama dari kalangan madzhab Syafi'i: Bahwa dzikir dan do'a yang dilakukan setelah shalat itu disunnahkan untuk disembunyikan, kecuali bila seorang imam yang hendak mengajarkannya kepada orang-orang, maka dia boleh untuk mengeraskannya, agar mereka dapat belajar (lafazhlafazh dzikir tersebut darinya), dan mereka telah dapat belajar darinya, maka hendaklah ia tidak mengeraskannya lagi,  adapun yang biasa dilakukan oleh kebanyakan orang dengan menugaskan imam untuk khusus (berdzikir dan) berdo'a (untuk sekalian jama'ahnya) pada shalat Shubuh dan Ashar, maka hal itu tidak ada dasarnya (dalam Agama).  Bahkan yang disunnahkan bagi imam untuk menghadap kepada jema'ahnya (setelah selesai shalat). Wallahu a'lam.

KETIGA:
Imam Nawawi juga telah berkata di tempat yang lainnya di dalam kitabnya Syarah Muslim (V/84)4:
Dalam sebuah riwayat: "Bahwa meninggikan suara di saat berdzikir ketika manusia baru sa-ja menyelesaikan shalat wajib itu adalah hal yang biasa terjadi pada masa Nabi   صلي الله عليه وسلم "  dan Ibnu  Abbas  رضي الله عنهما  pernah mengatakan:
كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ
"Dahulu aku mengetahui selesainya (Nabi   صلي الله عليه وسلم  dan para Shahabatnya  رضي الله عنهم)  dari shalat wajib dengannya (mendengar suara dzikir mereka).[5]
Sedangkan (Para ulama) yang lainnya, mereka semuanya sepakat, bahwa mengeraskan suara di saat berdzikir dan bertakbir itu tidaklah disukai. Dan Imam Syafi'i telah memahami bahwa hadits-hadits ini dimaksudkan untuk dilakukan pada batas waktu yang singkat, sehingga sang imam dapat mengajarkan lafazh dzikir itu kepada makmumnya. Dan tidak berarti bahwa mereka mengeraskannya secara terus menerus.
Ia berkata: Bahwa Imam Syafi'i lebih memilih, bagi Imam dan makmum untuk menyembunyikan bacaan dzikir mereka (setelah shalat wajib, yakni; sendiri-sendiri dan tidak dengan suara yang keras .-pen), kecuali bila sang imam hendak mengajarkan bacaan dzikir itu kepada makmumnya, maka dia boleh untuk mengeraskannya, sehingga dia melihat bahwa para makmumnya telah mampu untuk berdzikir (sendiri-sendiri). Bila demikian, maka hendaknya dia (imam) menyembunyikan (lagi seperti semula).
Beginilah caranya Imam Syafi'i memahami hadits-hadits di atas (dan yang semisalnya).

KEEMPAT:

Ia juga telah menyatakan di dalam kitab at Tahqiq (hal. 219) sebagai berikut:
Dan telah disunnahkan untuk berdikir dan berdo'a setiap setelah selesai dari salam; dengan cara menyembunyikan (tidak mengeraskan) bacaan (dzikir dan do'anya itu), terkecuali bila seorang imam yang hendak mengajarkan bacaan-bacaan dzikir tersebut, maka dia boleh untuk mengeraskan bacaannya tersebut. Namun, bila dia melihat bahwa orang-orang (makmum) telah belajar darinya bacaan-bacaan tersebut, maka hendaklah dia kembali untuk menyembunyikan kembali.6
KELIMA:
Kemudian Imam Diyaa-uddin al Azdra'i (w. 731 H) [7] pernah menyatakan:
Imam Syafi'I  رحمه الله  memahami  hadits-hadits yang menunjukkan bahwa berdzikir (setelah shalat itu) dengan suara yang keras, bahwa hal itu dimaksudkan bagi orang yang hendak mengajarkan (lafazh dzikir-dzikir tersebut). [8 ]

KEENAM: Al Hafizh Ibnu Hajar:

Al Hafizh Ibnu Hajar telah berkata di dalam kitabnya Fath-hul Bari (II/326)9:
Dan di dalam redaksi hadits di atas ada isyarat bahwa para Shahabat, tidaklah meninggikan suara mereka di dalam berdzikir, di saat yang telah disebutkan oleh Ibnu Abbas di atas.
Saya (Ibnu Hajar) katakan: Bahwa mengkaitkan perbuatan tersebut kepada para Shahabat, perlu diteliti kembali, sebab pada saat Itu tidak tertinggal dari para Shahabat kecuali sedikit.
Imam Nawawi mengatakan: Dan Imam Syafi'i telah memahami bahwa hadits-hadits ini dimaksudkan dilakukan pada batas waktu yang singkat, sehingga sang imam dapat mengajarkan lafazh dzikir itu kepada makmumnya, dan tidak berarti bahwa mereka mengeraskannya secara terus menerus. Ia berkata: Bahwa Imam Syafi'i lebih memilih bagi Imam dan makmum untuk menyembunyikan bacaan dzikir mereka (setelah shalat wajib sendiri-sendiri dan tidak dengan suara yang tinggi), kecuali bila imam hendak mengajarkan bacaan dzikir itu kepada makmumnya.

KETUJUH:

Syaikh Zainuddin bin Abdil Aziz al Malibari di dalam kitabnya Fat-hul Mu'in (III: 185-186)10 setelah membawakan pernyataan Imam Syafi'i di atas secara lengkap dari kitab al Umm, maka ia mengatakan:
Faidah: Syaikh kami mengatakan: Adapun (berdzikir atau berdo'a) dengan suara yang sangat keras di dalam masjid, sehingga mengganggu orang yang sedang shalat, maka sudah selayaknya hal seperti ini untuk DIHARAMKAN.

KEDELAPAN:
Lihat juga nukilan di atas beserta sedikit keterangannya di kitab Hasyiyah I'anatith Thalibin (1:185), karya Sayyid al Bakriy bin Sayyid Muhammad Syatha' ad Dimyathiy.
Setelah kita mengetahui pernyataan Imam Syafi'i di atas, jelaslah bagi kita bahwa madzhab beliau dalam masalah berdzikir setelah shalat yang lima waktu adalah dengan sendiri-sendiri, tidak berjama'ah/beramai-ramai, serta tidak dengan mengeraskan suara, sedangkan yang biasa diamalkan oleh saudara-saudara kita kaum muslimin di negeri ini khususnya, maka saya tidak mengetahui, dalil apa serta madzhab siapa yang mereka ikuti itu!!
Kemudian, di bawah ini akan saya bawakan juga sebagian keterangan dari para ulama madzhab Syafi'i yang lainnya tentang sifat (cara) berdzikir yang benar, apakah dengan suara yang keras atau bagaimana?

KESEMBILAN: Imam Ghazaliy

Imam Abu Hamid al Gazaliy asy Syafi'I  رحمه الله  telah berkata di dalam kitabnya Ihya' 'Ulumuddin (I/358)11 ketika menerangkan adab-adab dalam berdo'a, ia menyebutkan:
Keempat: Dengan merendahkan suara, antara diam dan keras (seperti seorang yang sedang berbisik) dengan dalil yang diriwayatkan dari Abu Musa al Asy'ari [12 ]
'Aisyah  رضي الله عنها  pernah berkata ketika menafsirkan firman Allah:

وَلاَ تَجْهَرْ بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا

dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya... [QS. al Isra': 110] Maksudnya "dalam shalatmu" adalah "dalam do'amu (kepada Allah)."
Allah juga telah memuji Nabi-Nya Zakariya  عليه السلام  dengan firman-Nya:

إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاء خَفِيّاً

Yaitu tatkala la berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. [Maryam: 3]
Allah سبحانه و تعالي juga telah berfirman:

ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعاً وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. [QS. Al A'raf: 55].

KESEPULUH: Imam Nawawi

Kemudian Imam Nawawi juga telah menukil pernyataan Imam al Ghazaliy di atas dengan ringkas di kitabnya al Adzkar hal. 470.

KESEBELAS:

Imam Nawawi  رحمه الله  juga telah berkata di dalam kitab Syarah Muslim (III/ 308)13:
Bab (yang di dalamnya terdapat pembahasan tentang) disukainya kita untuk merendahkan suara pada saat berdzikir, kecuali pada tempat-tempat yang diperintahkan oleh Agama untuk dikeraskan, seperti pada saat bertalbiyah, dan lain-lain. Serta (bab) tentang sabda beliau kepada para shahabatnya, ketika mereka mengeraskan suara dalam bertakbir: Wahai manusia, hendaklah kamu menyayangi diri kalian sendiri, karena sesungguhnya kamu tidaklah menyeru Dzat Yang tuli dan jauh, bahkan kalian menyeru Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia itu bersama kalian (dengan ilmu serta pengawasan-Nya)."
Makna kata  "( اِرْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ)"  adalah:  Kasihanilah diri kalian sendiri dengan cara merendahkan suara kalian (di dalam berdzikir), karena meninggikan suara itu hanyalah dilakukan oleh seseorang yang sedang memanggil orang yang berada jauh darinya, agar orang yang berada jauh darinya itu dapat mendengarnya.  Sedangkan kalian saat ini sedang menyeru Allah Ta'ala, dan Dia tidak tuli dan tidak juga jauh, bahkan Dia itu Maha Mendengar dan Dekat. Dan Dia selalu berserta kalian dengan Ilmu dan pengawasan-Nya. Maka dalam hadits ini ada (faidah):  Disunnahkannya kita untuk merendahkan suara di saat berdzikir, bila tidak ada manfaatnya bagi kita untuk meninggikan suara. Karena sesungguhnya bila seseorang itu merendahkan suaranya di saat berdzikir, maka hal itu dapat membuat dia lebih mengagungkan dan meninggikan Allah. Dan bila memang diperlukan untuk meninggikan suara di saat berdzikir, maka boleh untuk meninggikannya sebagaimana yang telah disebutkan di dalam beberapa hadits. Sabda beliau yang disebutkan di dalam riwayat yang lain dari hadits ini: "Bahwa Dzat Yang kalian serukan itu lebih dekat kepada kalian daripada leher hewan tunggangan kalian," maka lafazh itu haruslah difahami seperti yang telah lalu (yakni Allah itu sangat dekat kepada hamba-hamba-Nya, sehingga tidak perlu untuk mengeraskan suara di dalam berdzikir -pen).

KEDUA BELAS: Imam Baihaqiy

(Imam) Baihaqi—salah seorang pembesar ula¬ma madzhab Syafi'i (w. 458 H) berdalil dengan hadits ini dan yang lainnya dalam hal menyembunyikan bacaan dzikir dan do'a (artinya: Tidak mengeraskannya).14

KETIGA BELAS: Al 'Izz bin Abdis Salam

Imam al 'Izz bin 'Abdis Salam asy Syafi'iy (w. 660 H) telah menjawab sebuah pertanyaan yang diajukan kepadanya, sebagaimana yang tercantum di dalam Fatawanya hal. 46-47 no: 15 sebagai berikut:
Soal: Apakah disunnahkan bagi kita untuk berjabatan tangan setelah shalat Shubuh dan Ashar? Dan apakah juga disunnahkan bagi imam untuk berdo'a setelah selesai salam (shalat) atau tidak? Dan bila engkau mengatakan bahwa hal itu disunnahkan, maka apakah imam itu juga harus menghadap ke kiblat atau tidak? Kemudian apakah boleh untuk mengeraskan suaranya atau justru menyembunyikannya? Kemudian, apakah seorang yang berdo'a (saat) itu juga boleh untuk mengangkat kedua tangannya atau tidak? Karena ini bukan merupakan tempat-tempat yang di situ Nabi  صلي الله عليه وسلم  mengangkat kedua tangannya.
Jawab: Berjabatan tangan setelah selesai dari shalat Shubuh dan Ashar termasuk perbuatan bid'ah [15] Dan Nabi it biasa membaca beberapa dzikir/wirid setelah shalat, dan mengucapkan istigfar tiga kali, kemudian beliau pergi (dari tempatnya) Dan kebaikan itu hanyalah kita dapati dengan cara meneladani Rasuli. Imam Syafi'i pun menyukai agar seorang imam itu segera meninggalkan tempatnya setelah selesai salam (pastinya, setelah membaca beberapa wirid/dzikir yang disyari'atkan Nabi  صلي الله عليه وسلم)  Dan tidaklah disukai bagi seorang pun untuk mengangkat kedua tangannya di saat berdo'a, kecuali pada saat-saat dan tempat yang di situ Rasulullah  صلي الله عليه وسلم,  mengangkat kedua tangannya, dan juga tidak diperbolehkan untuk mengusapkan kedua tangannya itu ke mukanya setelah selesai dia berdo'a, karena tidak ada yang melakukannya, kecuali orang-orang yang jahil (bodoh).

KEEMPAT BELAS: Imam Ibnu Katsir

Imam Ibnu Katsir asy Syafi'I  رحمه الله  berkata di dalam kitab Tafsirnya (III/307-308)16:
Maka Dia berfirman: "Berdoalah kepada Tu¬hanmu... [QS. Al A'raf: 205].
Ibnu Juraij mengatakan dari 'Atha al Khurasani dari Ibnu Abbas, ia berkata dalam rangka menafsirkan ayat di atas: Maksudnya adalah (berdo'a) dengan tersembunyi. Imam Ibnu Jarir berkata menafsirkan ayat di atas: Maksudnya adalah dengan merendahkan diri dalam rangka menta'ati Allah, dan berdo'a dengan penuh kekhusyuan hati dan keyakinan akan ke-Esaan-Nya dan ke-Mahakuasaan-Nya hanya antara kalian dan Dia semata dengan tidak mengeraskan suara dan riya... Ibnu Juraij mengatakan: Dimakruhkan untuk mengeraskan suara di dalam berdzikir dan berdo'a, begitu juga dimakruhkan untuk berteriak ketika berdo'a, akan tetapi justru kita diperintahkan untuk melakukannya dalam keadaan merendah diri dan tenang.
Al Hafizh Ibnu Katsir juga berkata di tempat yang lainnya (III/389)17:
Adapun Firman-Nya: "dengan merendahkan diri dan rasa takut" maksudnya adalah: Ingatlah akan Tuhanmu di dalam hatimu dengan penuh rasa harap dan takut (yang berpadu), dan dengan bisikan lisan bukanlah dengan suara yang tinggi, untuk itulah Dia (lebih menegaskannya  lagi dengan) firman-Nya: "Dan dengan tidak mengeraskan suara," begitulah seharusnya cara seseorang berdzikir kepada Allah, dan bukannya dengan suara yang tinggi dan sangat keras.

KELIMA BELAS: Al Hafizh Ibnu Hajar:

Imam Ibnu Hajar al 'Asqalani , seorang ulama yang dikenal menganut madzhab Syafi'i telah berkata di dalam kitabnya Fat-hul Baari (VI/240)18:
Maksud dari sabda beliau di dalam hadits:  (اِرْبَعُوا)  adalah: "kasihanilah (dirimu sendiri)." Imam ath Thabari mengatakan: Di dalam hadits ini ada larangan untuk mengeraskan suara di dalam berdo'a dan berdzikir, dan seperti itulah pendapat umumnya kaum Salaf dari kalangan para Shahabat dan Tabi'in.
Semua ini adalah pendapat dari para ulama kalangan madzhab Imam Syafi'iy  رحمهم الله. Dan begitulah juga pendapat para ulama dari madzhab yang empat lainnya.19

 Ibnu Majjah 4 Ummat Muslim


1 Dalam buku aslinya Penulis (Ibnu Saini) mencantumkan perkataan para ulama dari Madzhab Syafi’Ii dalam teks arab, bagi yang menginginkannya silahkan beli bukunya (Ibnu Majjah)
2 Bagi yang mampu untuk berbahasa Arab; silahkan merujuk ke kitab al Umm di bagian akhir pembahasan masalah shalat bab:

كَلَامُ الإِمَامِ وَجُلُوسِهِ بَعْد السَّلَامِ

Atau bagi mereka yang belum mampu untuk berbahasa Arab, bisa juga untuk merujuk ke kitab al Umm edisi terjemahan jilid: I hal: 296, pada Bab: "Berkata-katanya imam dan duduknya sesudah memberi salam," disebutkan sebagai berikut:
"Saya memandang baik bagi imam dan makmum. Bahwa berdzikir kepada Allah, sesudah keluar dari shalat. Keduanya itu menyembunyikan dzikir. Kecuali bahwa dia itu (adalah seorang) imam yang harus orang belajar dari padanya. Maka ia (boleh untuk) mengeraskan suaranya. Sehingga ia melihat bahwa orang (lain) telah mempelajari (lafazh dzikir itu) dari padanya, (maka) kemudian ia (kembali) mengecilkan suaranya. Allah 'azza wa Jalla berfirman:

وَلاَ تَجْهَرْ بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا

'Dan janganlah engkau sembahyang dengan suara keras dan jangan pula diam saja.' Yakni Allah Yang maha Tahu. Ialah: Do'a. Tidak engkau keraskan: Artinya: Tidak engkau tinggikan suara. Dan tidak diam saja: Artinya: Sehingga tidak dapat engkau dengar sendiri."
Alhamdulillah kitab terjemahan ini telah lama dan banyak beredar di negeri kita ini. Dengan demikian saya tidak akan dituduh mengada-ada dalam hal ini
3 Tepatnya di Kitabush Shalah setelah pembahasan salam.
4 Tepatnya di kitab:  الــمَسَاجِدِ وَمَوَاضِع الصَّلَاةِ, bab: الذِّكْرُ بَعْدَ الصَّلَاةِ ,  ketika mensyarah hadits no: 583
5 Shahih: Diriwayatkan oleh Bukhari no: 841 dan Abu Dawud no: 1002 & 1003
6 Lihat: adz Dzikrul Jama'iy, Bainal Ittiba' Wal lbtida hal. 46, karya DR. Muhammad al Khumais
7 Lihat: riwayat hidupnya di kitab al A'lam karya az Zerikli (IV: 291)
8 Lihat: kitab Ishlahul Masajid hal. 111 oleh Syaikh Jamaluddin al Qasimi, dan kitab adz Dzikir al jama'i Bainal Ittiba' wal Ibtida' hal. 14, oleh DR. Muhammad bin 'Abdirrahman al Khumais.
9 Tepatnya di kitab:  (الأَذَان), bab:الذِّكْرُ بَعْدَ الصَّلَاة,  Ketika mensyarahkan hadits no: 841.
10 Tepatnya di kitab: Shalat, pada pembahasan dzikir dan do'a setelah shalat.
11 Tepatnya di kitab:  (الأَذْكَرُ والدَّعَوَاتُ)  bab:

(فِيْ أَدَبِ الدُّعَاءِ وَفَضْلِهِ وَفَضْلِ بَعْدِ الأَدْعِيَةِ الــمَأْثُوْرَةِ وَفَضِيْلَةِ الاِسْتِغْفَارِ(

Kitab ini juga banyak beredar di negeri kita ini, walhamdulillah.
12 Muttafaq 'Alaihi: Al Bukhari no: 2992, Muslim no: 2704, akan tetapi lofazh yang disebutkan di atas merupakan lafazh hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud no: 1526, 1527
13 Tepatnya ketika beliau mensyarah hadits no: 2704
14 Lihat nukilannya di kitab Majmu’ Syarah Muhadzdzab (III: 452) dan kitab Fat-hul Mu’in (I: 185), bersama kitab I’anatuth Thalibin
15 Dan saya telah terangkan tentang kesepakatan para ulama madzhab untuk membid’ahkan berjabatan tangan setelah shalat wajib, di risalah saya Hukum Berjabatan Tangan di dalam Islam, Pustaka al ‘Ilmu. Silahkan merujuk ke risalah tersebut bagi siapa yang menginginkannya
16 Tepatnya ketika beliau menafsirkan ayat ke-205 dari surat al A'raf, silahkan merujuk ke kitab Tafsir Ibnu Katsir yang juga telah banyak beredar di negeri kita ini, walhamdulillah
17 Tepatnya ketika beliau menafsirkan ayat ke-55 dari surat al A'raf, silahkan merujuk ke kitab Tafsir Ibnu Katsir yang juga telah banyak beredar di negeri kita ini, walhamdulillah
18 Tepatnya ketika beliau mensyarah hadits no: 2992
19 Lihat keterangannya di kitab al Hawadits Wal Bida’ hal.66 dan adz Dzikirul Jama’i hal.43-51.


Daftar Artikel

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Dzikir Berjama'ah Pandangan Madzhab Syafi'i BAB V

Bab: V

Pengganti yang Disunnahkan


Kalau ada di antara sidang pembaca yang terhormat bertanya: "Jadi sebenarnya, bagaimanakah cara berdzikir yang benar menurut petunjuk al Qur'an dan Sunnah?"

Maka saya jawab dengan mengharap petunjuk dan bimbingan dari Allah سبحانه و تعالي bahwa berdzikir yang dicontohkan oleh Ra­sulullah صلي الله عليه وسلم adalah sebagaimana yang telah disebutkan oleh Imam Syafi'i di atas, yakni dengan cara berdzikir secara tersembunyi, tidak dengan suara yang keras, sendiri-sendiri dan tidak beramai-ramai serta dipimpin atau dikomandoi oleh seseorang.

Hal seperti itu juga akan membuat orang-orang awam tidak mau berusaha un­tuk menghafalkan dzikir-dzikir setelah shalat wajib, seperti yang diajarkan oleh Rasu­lullah صلي الله عليه وسلم dan lebih dari itu, mereka juga me­nyerahkan urusan do'a mereka kepada imam shalat, tanpa diketahui apa isi do'a yang dipanjatkan imamnya itu kepada Allah سبحانه و تعالي, dan ini merupakan bentuk kebodohan,1 Allahul musta'an.

Kemudian, bila ada di antara sidang pembaca yang terhormat bertanya lagi: "Ba­gaimanakah lafazh dzikir yang disunnahkan itu?"

Saya katakan: Bahwa risalah ini bukan­lah maksudnya untuk menurunkan lafazh dzikir setelah selesai shalat yang lima wak­tu, karena keterangan tentang hal itu cukup panjang dan beragam cukup banyak, se­dangkan risalah ini bukan dimaksudkan untuk menerangkan hal itu.

Saya persilahkan kepada para sidang pembaca yang terhormat untuk merujuk ke kitab-kitab Hadits yang mu'tabar. 
Dan alhamdulilah semua itu telah dikumpulkan oleh banyak ulama kita, diantaranya oleh: Imam Nawawi di dalam kitab al Adzkar dan Majmu' Syarah Muhadzdzab (III: 447-452),2 Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah di kitab Maj­mu' Fatawtaya (XXII: 493-494), atau Syaikhul Islam Ibnul Qayyim di kitabnya Zadul Ma'ad (I: 285-295), atau bisa membaca risa­lah Sifat Dzikir Nabi صلي الله عليه وسلم Sesudah Shalat Yang Fardhu/Wajib, yang ditulis oleh guru kami Ustadz Abdul Hakim bin 'Amir Abdat.3 Atau juga yang ditulis secara ringkas oleh Guru kami Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas di kitabnya Kumpulan Do'a dari al Qur'an dan as Sunnah yang shahih hal. 80-85. Silahkan sidang pembaca yang terhormat merujuk ke kitab-kitab tersebut, karena di dalamnya ada keterangan yang mencukupi sekali, insya Allahu Ta'ala.4




1 Adapun menetapkan adanya dzikir dan do'a di setiap selesai shalat yang lima waktu dengan mengang­kat kedua tangan, secara berjama'ah, dipimpin dan di­komandoi oleh seorang imam, maka hal ini telah dibid'ahkan oleh para ulama. Lihat: Majmu' Fatawa (XXII: 495-dst) di kitab itu ada bantahan terhadap syubhat da­lam masalah ini, Zadul Ma'ad (II: 249-250), al I'tisham hal. 455-456, Majmu' Fatawa Bin Bazz (IV: 256-258), Fatawa Lajnah Daa-imah (VII: 103-105), al Qaulul Mubin Fil Akhtaa-il Mushallin hal. 304-306, Risalah Bid'ah hal. 189 no: 111, Kumpulan Do'a Dan Wirid hal. 86
2 Awalnya saya hendak mencantumkan di risalah ini apa yang tercantum di dua kitab tersebut secara ringkas, akan tetapi saya melihat terlalu panjang untuk dicantumkan di sini, maka saya biarkan di dalam kitab aslinya: Bukti-bukti Penyelisikan Kaum Muslimin... .
3 Atau juga yang tercantum di dalam kitabnya al Masaa-il war Rasaa-il jilid pertama, masalah ke-11
4 Kami tambahkan dalam ebook ini Dzikir Setelah Shalat Fardhu dan Peringatan Penting Seputar Kesalahan Dalam [Setelah] Shalat, buah karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas dalam Buku Beliau yang berjudul Dzikir Pagi Petang dan Sesudah Shalat Fardhu Menurut al-Qur’an dan as Sunnah yang Shahih, alhamdulillah buku tersebut juga tersedia ebooknya pada Blog Kami di http://ibnumajjah.wordpress.com/



Daftar Artikel

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Dzikir Berjama'ah Setelah Shalat Wajib BAB I

"Apa kata imam syafi'i tentang dzikir berjama'ah setelah shalat wajib dengan suara keras"

Bab: I

Ayat-ayat Al Qur'an yang Menerangkan Bahwa Berdzikir dan Berdo'a Tidaklah Dengan Suara Keras

AYAT PERTAMA:

Telah berfirman: سبحانه و تعالي

ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعاً وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut, Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.[QS. Al A'raf: 55]

AYAT KEDUA:

Kemudian Allah سبحانه و تعالي  ulangi lagi dengan lebih memperinci untuk memberikan penekanan di dalam permasalahan ini:

وَاذْكُر رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعاً
وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلاَ تَكُن
مِّنَ الْغَافِلِينَ

Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, di waktu pagi dan petang,dan dengan tidak mengeraskan suara,dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. [QS. Al A'raf: 205]

AYAT KETIGA:

Allah  سبحانه و تعالي  juga telah berfirman di dalam al Qur'an:

قُلِ ادْعُواْ اللّهَ أَوِ ادْعُواْ الرَّحْمَـنَ أَيّاً مَّا تَدْعُواْ فَلَهُ الأَسْمَاء الْحُسْنَى وَلاَ تَجْهَرْ
بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلاً

Katakanlah: "Serulah (berdo'alah kepada) Allah atau serulah Ar Rahman [1] Dengan Nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul-husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu,[2] dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu". [QS. Al Isra': 110]

AYAT KEEMPAT:

ذِكْرُ رَحْمَةِ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَرِيَّا.
إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاء خَفِيّاً

(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria. Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. [QS. Maryam: 2-3].

Keempat ayat al Qur'an di atas sangatlah jelas melarang kita dari berdo'a atau berdzikir kepada Allah dengan suara yang keras, tanpa perlu keterangan lagi, walhamdulillah.

 Ibnu Majjah 4 Ummat Muslim
[1] Sebutan "Ar Rahman" merupakan salah satu Nama dari Nama-nama Allah yang indah dan sempurna

[2] Maksud shalat di sini adalah: do'a, sebagaimana disebutkan oleh sebagian ulama




Daftar Artikel

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Imam Syafii - SIKAP IMAM SYAFI’I TERHADAP ORANG YANG MENGUTAMAKAN SYAIR DARIPADA AL-QUR’AN

SIKAP IMAM SYAFI’I TERHADAP ORANG YANG MENGUTAMAKAN SYAIR DARIPADA AL-QUR’AN

Sebagai kelanjutan dari serial Mengenal Aqidah Imam Syafi’i Lebih Dekat pada pembahasan kali ini kita angkat topik “Celaan Imam Syafi’i رحمه الله terhadap orang yang mengutamakan lantunan syair-syair zuhud dari membaca dan memahami Al-Qur’an” 

Pada zaman sekarang banyak sekali bentuk metode ibadah yang dibuat-buat oleh orang-orang yang ingin mencari keuntungan duniawi. Tanpa memperhatikan tentang kaidah-kaidah yang diterangkan oleh syariat. Bahkan sesuatu yang maksiat dijadikan ibadah.

قال الإمام الشافعي رحمه الله تعالى : تركت بالعراق شيئا يقال له : "التغيير" أحدثته الزنادقة يصدون الناس عن القرآن


 Berkata Imam Syafi’i رحمه الله, “Aku tinggalkan sesuatu di Baghdad yang disebut “At Tahgbiir“, hal tersebut dilakukan orang-orang zindiq untuk melalaikan manusia dari Al-Qur’an.”[1]



Menurut para ulama “At-Tahgbiir” adalah berzikir atau melantunkan sya’ir-sya’ir zuhud dengan suara merdu, hal ini kebiasaan orang-orang sufi.[2]

 Ditanah air banyak kita dapatkan hal-hal seperti ini, kadang-kadang dalam membaca Al-Qur’an atau salawat didendangkan dengan irama-irama nyanyi dangdut atau yang seumpanya. Waktunya kadang-kadang sebelum adzan atau setelah adzan. Bahkan ada sebuah acara yang yang mereka sebut dubaan atau terbangan, disitu mereka melantunkan syair-syair yang di iringi gendang-gendang, isi syair-syiar tersebut kadang-kadang dicampuri kesyirikan, mereka berkumpul untuk melakukannya setelah shalat Isya’ sampai larut malam. Mereka menganggap hal tersebut sebuah ibadah yang utama untuk dilakukan. Pesertanya biasanya kebanyakan orang-orang yang sering kali tidak shalat, kalaupun shalat tidak pernah berjamaah. Apa yang dinyatakan oleh Imam Syafi’i bahwa mereka melalaikan manusia dari Al-Qur’an sangat nyata. Termasuk juga yang telah melaikan sebagian orang dimasa sekarang kesenangan kepada nasyid-nasyid. Jiwa mereka sulit untuk tersentuh dengan Al-Qur’an tetapi lebih tersentuh dengan lagu-lagu.

Imam Syafi’i menghukum mereka sebagai orang-orang zindiq.

Para ulama menjelaskan istilah zindiq sering digunakan untuk orang-orang munafik.[3]


Demikian sekilas tentang keyakinan Imam Syafi’i.

 Keyakinan yang bersumber pada Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah صلى الله عليه وسلم. 
Keyakinan yang wajib diimani oleh setiap orang yang mengaku sebagai muslim.
Wallahu A’lam, washalallahu ‘ala nabiyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi wasallam

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت وأستغفرك وأتوب إليك

Penulis Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra, M.A.
Artikel http://www.dzikra.com/ dimuat ulang di www.soaldanjawab.wordpress.com serta www.ibnumajjah.wordpress.com


[1]  Diriwayatkan Al Khaalal dalam Al Amru bil Ma’ruuf: 107, Abu Nu’aim dalam Al Hilyah: 9/147, Ibnul Jauzy dala Talbiis Ibliis: 282-283.
[2] Lihat Al Fahrasat karangan Ibnu Nadim: 445.
[3]  Lihat perkataan Ibnu Mubaarak dalam Al Ibaanah Al Kubra: 2/703


Daftar Artikel

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

KISAH NABI ADAM ALAIHI SALAM

Kisah Nabi Adam: Dari Awal Penciptaan Hingga Turun ke Bumi Kisah Nabi Adam menceritakan terciptanya manusia pertama yang kelak a...

Translate

 
Support : Blog author | Rachmat.M,MA | Duta Asri Palem 3
Copyright © 2013. BLOG AL ISLAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger