Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

BLOG AL ISLAM

Diberdayakan oleh Blogger.

Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha

Arsip Blog

Twitter

twitter
Latest Post

Hukum dan Syarat Haji

Written By sumatrars on Minggu, 02 September 2012 | September 02, 2012

Fikih Haji (1): Hukum dan Syarat Haji
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Bahasan ini sengaja kami susun bagi kaum muslimin yang akan menunaikan haji, barangkali tahun ini atau tahun-tahun akan datang. Materi ini amatlah ringkas, yang kami sarikan dari beberapa buku haji. Semoga kami pun bisa mengambil manfaat dari apa yang kami susun. Bahasan ini dibagi menjadi delapan pembahasan:
  1. Hukum dan syarat haji
  2. Tiga cara manasik haji
  3. Rukun haji
  4. Wajib haji
  5. Larangan ketika ihram
  6. Miqot
  7. Tata cara manasik haji
  8. Kesalahan-kesalahan ketika haji
HUKUM HAJI
Hukum haji adalah fardhu ‘ain, wajib bagi setiap muslim yang mampu, wajibnya sekali seumur hidup. Haji merupakan bagian dari rukun Islam. Mengenai wajibnya haji telah disebutkan dalam Al Qur’an, As Sunnah dan ijma’ (kesepakatan para ulama).
1. Dalil Al Qur’an
Allah Ta’ala berfirman,
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali Imron: 97). Ayat ini adalah dalil tentang wajibnya haji. Kalimat dalam ayat tersebut menggunakan kalimat perintah yang berarti wajib. Kewajiban ini dikuatkan lagi pada akhir ayat (yang artinya), “Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. Di sini, Allah menjadikan lawan dari kewajiban dengan kekufuran. Artinya, meninggalkan haji bukanlah perilaku muslim, namun perilaku non muslim.
2. Dalil As Sunnah
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mengaku Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji dan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16). Hadits ini menunjukkan bahwa haji adalah bagian dari rukun Islam. Ini berarti menunjukkan wajibnya.
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
« أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا ». فَقَالَ رَجُلٌ أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَسَكَتَ حَتَّى قَالَهَا ثَلاَثًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhutbah di tengah-tengah kami. Beliau bersabda, “Wahai sekalian manusia, Allah telah mewajibkan haji bagi kalian, maka berhajilah.” Lantas ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah setiap tahun (kami mesti berhaji)?” Beliau lantas diam, sampai orang tadi bertanya hingga tiga kali. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Seandainya aku mengatakan ‘iya’, maka tentu haji akan diwajibkan bagi kalian setiap tahun, dan belum tentu kalian sanggup.” (HR. Muslim no. 1337). Sungguh banyak sekali hadits yang menyebutkan wajibnya haji hingga mencapai derajat mutawatir (jalur yang amat banyak) sehingga kita dapat memastikan hukum haji itu wajib.
3. Dalil Ijma’ (Konsensus Ulama)
Para ulama pun sepakat bahwa hukum haji itu wajib sekali seumur hidup bagi yang mampu. Bahkan kewajiban haji termasuk perkara al ma’lum minad diini bidh dhoruroh (dengan sendirinya sudah diketahui wajibnya) dan yang mengingkari kewajibannya dinyatakan  kafir.
SYARAT WAJIB HAJI
  1. Islam
  2. Berakal
  3. Baligh
  4. Merdeka
  5. Mampu
Kelima syarat di atas adalah syarat yang disepakati oleh para ulama. Sampai-sampai Ibnu Qudamah dalam Al Mughni berkata, “Saya tidak mengetahui ada khilaf (perselisihan) dalam penetapan syarat-syarat ini.” (Al Mughni, 3:164)
Catatan:
  1. Seandainya anak kecil berhaji, maka hajinya sah. Namun hajinya tersebut dianggap haji tathowwu’ (sunnah). Jika sudah baligh, ia masih tetap terkena kewajiban haji. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama (baca: ijma’).
  2. Syarat mampu bagi laki-laki dan perempuan adalah: (a) mampu dari sisi bekal dan kendaraan, (b) sehat badan, (c) jalan penuh rasa aman, (d) mampu melakukan perjalanan.
  3. Mampu dari sisi bekal mencakup kelebihan dari tiga kebutuhan: (1) nafkah bagi keluarga yang ditinggal dan yang diberi nafkah, (2) kebutuhan keluarga berupa tempat tinggal dan pakaian, (3) penunaian utang.
  4.  Syarat mampu yang khusus bagi perempuan adalah: (1) ditemani suami atau mahrom, (2) tidak berada dalam masa ‘iddah.
SYARAT SAHNYA HAJI
  1. Islam
  2. Berakal
  3. Miqot zamani, artinya haji dilakukan di waktu tertentu (pada bulan-bulan haji), tidak di waktu lainnya. ‘Abullah bin ‘Umar, mayoritas sahabat dan ulama sesudahnya berkata bahwa waktu tersebut adalah bulan Syawwal, Dzulqo’dah, dan sepuluh hari (pertama) dari bulan Dzulhijjah.
  4. Miqot makani, artinya haji (penunaian rukun dan wajib haji) dilakukan di tempat tertentu yang telah ditetapkan, tidak sah dilakukan tempat lainnya. Wukuf dilakukan di daerah Arafah. Thowaf dilakukan di sekeliling Ka’bah. Sa’i dilakukan di jalan antara Shofa dan Marwah. Dan seterusnya.
 -bersambung insya Allah-
Sumber Artikel Oleh: www.muslim.or.id



Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner

Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Mengkafirkan Orang Kafir Dan Musyrik

Wajibnya Mengkafirkan Orang Kafir Dan Musyrik
Di antara prinsip ajaran Islam yaitu seorang muslim mesti meyakini kafirnya non muslim dan orang musyrik, tidak ragu akan kekafiran mereka, juga tidak sampai membenarkan ajaran mereka. Demikian dijelaskan oleh para ulama mengenai akidah yang mesti diyakini setiap muslim. Jika tidak meyakini hal tersebut, Islam seseorang jadi tidak sah.
Mengkafirkan Yahudi, Nashrani dan Orang Musyrik
Wajib bagi setiap muslim mengkafirkan orang yang dinyatakan kafir oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah telah menyatakan kafirnya orang musyrik yaitu para pengagung berhala dan orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan dalam ibadah. Begitu juga seorang muslim harus meyakini kafirnya orang yang tidak beriman pada para rasul atau tidak beriman pada sebagian Rasul -seperti kafirnya orang Nashrani yang tidak mau beriman pada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Sebagaimana dalam Al Qur’an pun telah ditegaskan akan kafirnya orang Yahudi, Nashrani, pengagung berhala dan orang musyrik secara umum. Seorang muslim harus meyakini kafirnya orang-orang tadi sebagaimana Allah dan Rasul-Nya telah menyatakan kafirnya mereka. Sebagai buktinya disampaikan dalam ayat-ayat berikut ini:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putera Maryam”.” (QS. Al Maidah: 17). Ayat ini menunjukkan seorang muslim harus meyakini kafirnya orang Nashrani.
وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ وَلُعِنُوا بِمَا قَالُوا
Orang-orang Yahudi berkata: “Tangan Allah terbelenggu”, sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dila’nat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu.” (QS. Al Maidah: 24). Orang Yahudi dalam ayat ini dilaknat karena mereka telah mensifati Allah dengan sifat pelit sedangkan merekalah yang ghoni (berkecukupan atau kaya).[1]
لَقَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَاءُ
Sesungguhnya Allah telah mendengar perkatan orang-orang yang mengatakan: “Sesunguhnya Allah miskin dan kami kaya”.” (QS. Ali Imran: 181). Ayat-ayat di atas menceritakan tentang kafirnya ahli kitab, yaitu Yahudi dan Nashrani.
Kita pun bisa menghukumi kafirnya mereka karena mereka mengingkari kenabian Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal kenabian tersebut telah tercatat dalam kitab mereka sendiri. Sebagaimana dijelaskan dalam ayat,
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آَمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (157) قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآَمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (158)
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung. Katakanlah: “Wahai sekalian manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk”.” (QS. Al A’rof: 157-158). Dalam ayat ini disebutkan bahwa penyebutan Nabi Muhammad sudah ada dalam kitab taurat dan injil. Dan juga disebutkan “Wahai sekalian manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua”, ayat ini adalah umum yaitu seruan untuk ahli kitab dan seluruh umat. Jadi siapa saja yang tidak mengimani keumuman risalah Nabi Muhammadshallallahu ‘alaihi wa sallam walau ia meyakini Muhammad adalah utusan Allah, akan tetapi ia mengatakan bahwa kerasulan Muhammad hanya khusus untuk orang Arab dan tidak pada umat yang lainnya, maka ia kafir. Bagaimana jika ia tidak mengimani risalah Muhammad sama sekali? Tentu yang terakhir ini lebih parah kekafirannya.
Sama halnya, seorang muslim pun harus meyakini kafirnya orang musyrik. Karena syirik itu membatalkan persaksian dua kalimat syahadat dan membatalkan keislaman, juga merusak tauhid. Jadi, wajib bagi setiap muslim mengkafirkan orang musyrik terserah dari bangsa Arab atau non Arab yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan bagi Allah.
Satu ayat lagi yang menjadi bukti pernyataan kafir dari Allah pada orang Yahudi, Nashrani dan orang musyrik yaitu pada ayat,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al Bayyinah: 6). Ayat ini secara tegas mengatakan mereka kafir.
Ragu akan Kafirnya Mereka
Begitu pula orang yang ragu akan kafirnya Yahudi, Nashrani dan orang musyrik, maka ia pun kafir. Contohnya seseorang yang mengatakan bahwa ia tidak mengetahui bahwa mereka tadi kafir ataukan tidak. Orang seperti ini dihukumi kafir karena terdapat keraguan dalam agamanya antara kafir dan iman, tidak bisa membedakan antara ini dan itu.
Yang Lebih Parah Jika Sampai Membenarkan Ajaran Mereka
Yang lebih parah dari itu jika sampai seseorang membenarkan ajaran agama lain atau ajaran orang musyrik. Begitu banyak saat ini orang-orang yang mengatasnamakan diri mereka Islam namun berprinsip seperti ini. Mereka sampai membenarkan dan mendukung ajaran Yahudi dan Nashrani. Inilah yang dikenal dengan “dakwah penyatuan agama”, yaitu menyatukan antara Islam, Yahudi dan Nashrani. Semua agama ini dianggap sama karena semuanya sama-sama beriman kepada Allah. Jadi, kata mereka jangan sampai dikafirkan. Mereka lebih parah dari orang yang sekedar ragu akan kafirnya agama lain. Contoh membenarkan agama non Islam dengan mengatakan, “Mereka sama-sama beriman pada Allah, sama-sama mengikuti para nabi. Yahudi mengikuti ajaran Musa, sedangkan Nashrani mengikuti ajaran ‘Isa.”
Bantahan: Sebenarnya mereka tidak mengikuti Musa, tidak pula mengikuti Isa. Jika mereka benar-benar mengikuti keduanya, tentu mereka akan beriman pada Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Dalam Taurat orang Yahudi yang diturunkan pada Musa sudah termaktub nama Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka.” (QS. Al A’rof: 157).
Begitu pula dalam Injil Nashrani yang diturunkan pada Nabi Isa ada juga penyebutan Muhammad. Bahkan Nabi Isa sampai tegas menyebutkannya sebagaimana kita dapat menyaksikan dalam ayat,
وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ
Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)”.” (QS. Ash Shoff: 6). Siapa yang datang setelah Nabi Isa? Yaitu Nabi kita Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Dan dalam ayat ini disebut dengan nama Ahmad, di antara nama nabi kita yang mulia. Bahkan di akhir zaman, Isa akan turun dan akan mengikuti nabi kita Muhammad, akan berhukum dengan syari’at Islam dan bukan membawa ajaran yang baru.
Jadi, barangsiapa yang tidak mengimani Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan tidak mengikuti  ajaran beliau, ia kafir. Inilah akidah yang wajib diyakini setiap muslim. Jangan sampai ia keluar dari Islam sedangkan ia dalam keadaan tidak tahu. Seseorang bisa keluar dari Islam karena tidak mengkafirkan orang kafir atau bahkan sampai membenarkan ajaran mereka. Sehingga tidak pantas mereka non muslim dianggap sebagai saudara layaknya saudara seiman.
Yahudi dan Nashrani Tidak Akan Senang
Perlu dipahami bahwa Yahudi dan Nashrani tidak ingin kaum muslimin tetap eksis di atas agama mereka. Allah Ta’alaberfirman,
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.” (QS. Al Baqarah: 120).
وَقَالُوا كُونُوا هُودًا أَوْ نَصَارَى تَهْتَدُوا
Dan mereka berkata: “Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk”.” (QS. Al Baqarah: 135). Jadi orang Yahudi dan Nashrani menganggap bahwa jika seseorang tidak berada di atas ajaran mereka, maka mereka tidak mendapat petunjuk, alias ‘sesat’. Inilah yang disebutkan dalam ayat Al Qur’an, kalam Allah. Tentu saja ini alasan kita menganggap mereka kafir. Bagaimana kita bisa ragu akan kekafiran mereka?
Sekali lagi, akidah seorang muslim tidaklah sah sampai ia mengimani kafirnya orang kafir. Ia harus bisa membedakan antara yang benar dan yang salah, antara iman dan kekafiran, antara musyrik dan muwahhid (ahli tauhid).
Semoga Allah selalu menunjuki kita pada akidah yang lurus. Wallahu waliyyut taufiq.
 (*) Dikembangkan dari tulisan Syaikhuna -guru kami- Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan -hafizhohullah- dalam kitab “Durus fii Syarh Nawaqidhil Islam”, terbitan Maktabah Ar Rusyd, tahun 1425 H, hal. 78-83.
Dirampungkan menjelang Zhuhur di Ponpes Darush Sholihin, Warak-Girisekar, Panggang-Gunung Kidul, 12 Syawal 1433 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber Artikel Oleh:  Muslim.Or.Id
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Al Islam Menuju Persatuan Umat

Sebab Menuju Persatuan Umat

by Yulian Purnama
Setiap umat Islam ingin umatnya bersatu, tidak ada yang ingin umat ini terpecah belah. Namun ada yang menganggap berbeda-beda dalam prinsip beragama yang penting hati kita menyatu. Logikanya saja, bagaimana mungkin bisa bersatu jika satu pihak berkeyakinan bolehnya sesajen dan ruwatan, yang lainnya ingin umat itu bertauhid. Bagaimana bisa pula bersatu jika yang satu ingin agar umat cinta pada tradisi, namun tradisi yang ada jika tidak mengandung syirik, yah mengandung bid’ah. Dan mustahil syirik dan bid’ah itu menyatu dengan tauhid dan sunnah.
1- Memperbaiki akidah umat.
Yang dimaksud memperbaiki akidah adalah membersihkan akidah umat dari kesyirikan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ
Sesungguhnya agama ini adalah agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.” (QS. Al Mu’minun: 52). Karena akidah yang benar akan menyatukan umat dan akan menghilangkan rasa saling benci. Berbeda halnya jika umat itu berbeda-beda pemahaman dalam akidah atau beraneka ragam sesembahan.  Karena setiap kelompok akan mengklaim akidahnya-lah yang paling benar, sesembahannya-lah yang lebih pantas diagungkan, lalu menganggap keliru ajaran yang lain. Bersatu di atas akidah dan sesembahan yang benar tentu lebih baik. Allah Ta’ala berfirman,
أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ
Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?” (QS. Yusuf: 39). Orang Arab di masa jahiliyah dahulu berpecah belah dan mereka menjadi kaum lemah di muka bumi. Ketika Islam datang, akidah mereka menjadi benar, lalu menyatulah mereka di atas satu daulah.
2- Taat pada ulil amri kaum muslimin.
Mendengar dan taat pada ulil amri kaum muslimin (yaitu pemerintah yang sah). Oleh karenanya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا
Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa pada Allah, dengarlah dan taatlah (pada ulil amri kalian) walau ia seorang budak dari negeri Habasyah. Karena siapa saja di antara kalian yang hidup sesudahku akan melihat perselisihan yang banyak.” (HR. Abu Daud no. 4607, shahih kata Syaikh Al Albani). Membangkang pada ulil amri, itulah sebab perpecahan.
3- Mengembalikan segala perselisihan kepada Al Qur’an dan As Sunnah.
Mengembalikan dan menyelesaikan segala perselisihan kepada Al Qur’an dan As Sunnah ketika terjadi perpecahan. AllahTa’ala berfirman,
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa’: 59). Janganlah kembalikan perselisihan tersebut kepada perkataan si fulan atau perkataan seseorang, namun rujukannya adalah Al Kitab dan As Sunnah.
4- Melakukan ishlah.
Melakukan ishlah atau memperbaiki hubungan antar sesama ketika terjadi perpecahan, ini juga di antara jalan menyatunya umat. Allah Ta’ala berfirman,
وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.” (QS. Al Anfal: 1)
5- Memusnahkan para pemberontak dan Khawarij.
Ini juga di antara jalan menyatunya umat yaitu memusnahkan kelompok yang  biasa menimbulkan perpecahan yaitu dari kalangan pemberontak dan Khawarij. Kelompok-kelompok ini sebenarnya ingin kaum muslimin terpecah belah. Allah Ta’alaberfirman,
فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي
Tapi kalau yang satu memberontak (melanggar perjanjian) terhadap yang lain, hendaklah yang memberontak itu kamu perangi.” (QS. Al Hujurat: 9). Oleh karena itu, amirul mukminin ‘Ali bin Abi Tholib pernah memberantas para pemberontak dan Khawarij. Inilah yang menjadi keutamaan dan keunggulan ‘Ali -semoga Allah senantiasa meridhoi beliau-.
Semoga Allah menyatukan kaum muslimin di atas akidah yang benar dan di atas sunnah shahihah. Wallahu waliyyut taufiq.

(*) Tulisan di atas dikembangkan dari tulisan Syaikhuna  -guru kami- Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan mengenai sebab dan jalan menuju persatuan umat Islam dalam kitab “As-ilah Al Manahij Al Jadidah”, tanya jawab dengan beliau, dikumpulkan oleh Jamal bin Farihan Al Haritsi.
 @ Pesantren Darush Sholihin, Warak-Girisekar, Panggang, Gunung Kidul, 9 Syawal 1433 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber Artikel oleh: Muslim.Or.Id
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Sejarah, Kemungkaran-kemungkaran dalam maulid nabi (1/2)

Category : Sejarah,Tarikh,Aqidah,Manhaj Source article: Abunamirah.Wordpress.com Oleh: al Ustadz Abu Mu’awiyyah Hammad Hafizhahullahu ...

Translate

 
Support : Blog author | Rachmat.M,MA | Duta Asri Palem 3
Copyright © 2013. BLOG AL ISLAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger