Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

BLOG AL ISLAM

Diberdayakan oleh Blogger.

Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha

Arsip Blog

Twitter

twitter
Latest Post

Makna “Afiat” Dan Urgensinya

Written By sumatrars on Minggu, 08 Juni 2014 | Juni 08, 2014

Category : Doa dan Zikir, afiyah, afiyat, do'a, Dzikir, hidup sehat, kesehatan muslim, sehat
Source article: Muslim.Or.Id

Transcribed on : 7 June 2014,

Kata afiat dalam bahasa kita sudah berpadu dengan kata sehat sehingga terbentuklah frase ‘sehat wal afiat’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (hlm.11) , kata afiat merupakan sinonim dari kata ‘sehat’, sehingga pengertian frase tersebut menjadi (dalam kondisi) ‘sehat dan sehat’.

Kata afiat sesungguhnya termasuk serapan dari Bahasa Arab ( الْعَافِيَةُ, al-‘âfiyah). Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wasallam mempergunakan kata itu dalam rangkaian doanya. Maka, pemahaman terhadap kata tersebut akan tepat bila mengacu dalam buku-buku literatur Islam.

Pengertian afiyat dalam Islam cakupannya luas dan berdimensi dunia dan akhirat. Luasnya makna ‘âfiat tampak secara tekstual pada doa yang diajarkan Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wasallam berikut ini:

اللهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةَ, اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِيْ دِيْنِيْ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ…

Ya Allah, sesungguhnya aku betul-betul memohon kepadaMu maaf, dan ‘afiyat di dunia dan akhirat. Ya Allah, sesungguhnya aku betul-betul memohon kepadaMu maaf dan ‘afiyat pada agamaku, keluargaku dan hartaku…” (HR. Abu Daud 5074, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud)

Secara global, afiat adalah perlindungan Allâh bagi hambaNya dari berbagai macam penyakit dan bencana.
Makna afiat di dunia dan akhirat yaitu memperoleh keselamatan dari hal-hal yang buruk, yang otomatis mencakup seluruh keburukan yang telah berlalu maupun yang akan datang.

Afiyat mencakup keselamatan dari berbagai fitnah, penyakit, musibah dan hal-hal buruk lainnya yang terjadi di dunia ini. Sementara afiyat di akhirat, mencakup keselamatan dari siksa setelah kematian, seperti siksa kubur, siksa Neraka dan kengerian yang terjadi antara keduanya, hisab dan kesulitan-kesulitan lainnya.

Permohonan Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam akan afiat dalam agama bermakna memohon perlindunganNya dari segala perkara yang merusak din atau memperburuknya. Sementara permohonan afiyat untuk keluarga, agar keluarga mendapat perlindungan Allâh dari beragam fitnah, bencana dan musibah. Adapun permohonan afiyat pada harta dimaksudnya supaya memperoleh penjagaan Allâh Ta’âla dari kejadian-kejadian yang melenyapkannya seperti hanyut dalam banjir, mengalami kebakaran, pencurian, dan peristiwa buruk lainnya. Dengan demikian doa ini mencakup permohonan perlindungan Allâh Ta’âla dari segala kejadian-kejadian yang berisi gangguan bagi manusia yang muncul tanpa dapat diprediksi dan mara bahaya yang menyengsarakan.

Maka tak heran, orang yang mendapatkan karunia afiat, ia telah memperoleh karunia yang sangat besar. Barang siapa dianugerahi afiat di dunia dan akhirat, maka ia telah memperoleh porsi kebaikan yang sempurna.

Dari Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallâhu ‘anhu, sesungguhnya Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wasallam menegaskan:

سَلُوْا الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فَإِنَّ أَحَدًا لَمْ يُعْطَ بَعْدَ الْيَقِيْنِ خَيْرًا مِنَ الْعَافِيَةِ

Mohonlah ampunan dan afiat. Sesungguhnya seorang hamba tidak memperoleh karunia yang lebih baik setelah (memperoleh) al-yaqiin dari menerima afiat” (HR. At Tirmidzi 3558, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ 3632)

Untuk itu, tatkala Al-Abbâs bin ‘Abdul Muththalib radhiyallâhu ‘anhu meminta petunjuk kepada Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wasallam mengenai apa yanga diminta dalam doanya kepada Allâh Ta’ala , Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wasallam memerintahkan pamannya untuk memohon afiat.

Dari al-‘Abbâs bin ‘Abdil Muththalib radhiyallâhu ‘anhu , paman Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam, ia berkata, “Ya Rasulullah, ajarkanlah kepadaku sesuatu yang aku minta kepada Allâh Azza wa Jalla!”. Beliau menjawab, ‘Mintalah afiat’. Selang beberapa hari kemudian, aku bertanya, ‘Ya Rasulullah, ajarkanlah kepadaku sesuatu yang aku minta kepada Allâh Azza wa Jalla!”. Beliau bersabda kepadaku, “Wahai ‘Abbas, paman Rasûlullâh, mintalah kepada Allâh afiat di dunia dan akhirat”.

Dengan demikian, karunia ‘fisik sehat’ yang dinikmati seseorang sudah masuk dalam bingkai afiah yang diperolehnya dari Allâh Ta’âla. Semoga Allâh Ta’âla berkenan menganugerahkan kepada kita ‘afiat di dunia dan akhirat. Wallâhu a’lam.

Article : Blog Al-Islam


Ingin mendapatkan Artikel/Posting dari kami /Berlangganan, Silahkan kirimkan Alamat eMail  Anda pada kolom dibawah, demgan demikian anda akan mendapatkan setiap ada artikel yang terbit dari kami.
Want to get article / post from our / Subscribe, Please send your eMail address in the fields below, so you will get every article published from us.

Delivered by FeedBurner

Back to Top
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Salahkah Ucapan “Subhaanallah” Ketika Kagum/Takjub?

Alhamdulillah. Asshalaatu wassalaamu ‘ala nabiiyihi alkariim.

Beberapa tulisan di dunia maya menyebutkan kelirunya ungkapan “subhaanallah” ketika seseorang takjub atau kagum terhadap sesuatu. Pernyataan yang benar, insya Allah, bahwa salah satu ungkapan yang dilirihkan seorang muslim ketika takjub atau kagum terhadap sesuatu adalah ungkapan ‘subhaanallah’.

Berikut beberapa dalilnya,

Dalil pertama

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي الألْبَابِ الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau (سبحانك), maka peliharalah kami dari siksa neraka”” (QS. Ali Imraan: 190-191)

Segi pendalilan dalam ayat ini adalah terdapat tanda-tanda kebesaran Allah dalam penciptaan langit dan bumi beserta hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan di dalamnya. Lisan orang yang berakal menyenandungkan tasbih kepada Allah ketika melihat dan memikirkan tentang segala sesuatu yang Allah ciptakan[1].

Mereka berkata, seperti dalam ayat di atas: “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau (سبحانك), maka peliharalah kami dari siksa neraka”. Tentang ayat ini, Dr Muhammad ibn Ishaq berkata dalam kitabnya yang berjudul at-Tasbih fiy al-Kitab was Sunnah: “Dalam ayat ini terdapat seruan kepada kamu muslimin untuk merenungi penciptaan dan bertasbih kepada Allah ketika takjub yang menandakan kebesaran dan keagungan Allah dan bahwasanya hanya Dialah illah yang berhak diibadahi dengan benar”[2].

Dalil kedua

Allah membuka surat Al-Israa’ dengan ungkapan tasbih:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidilharam ke Al Masjidilaksa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS. Al-Israa’: 1).

Ayat yang mengagumkan ini mengandung sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh siapapun kecuali Allah semata. Oleh sebab itu Allah membuka surat al-Israa’ dengan tasbih sebagai sebagai bentuk takjub terhadap mu’jizat yang menandakan kebesaran dan keagungan-Nya, kebenaran kenabian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beserta kedudukan beliau yang tingga di sisi Allah [3].

Sebagian ulama berkata: “ungkapan ‘subhaana (سبحان)’ dalam ayat di atas adalah untuk ta’ajjub (takjub/kagum)”[4].

Kesimpulan

Masih banyak nash yang lain mengindikasikan bahwa ungkapan “subhanallah” juga digunakan sebagai bentuk ta’ajjub. Begitu pula ungkapan para ulama dalam tema ini.
Tidak tepat jika menyalahkan orang yang mengungkapkan “subhanallah” ketika takjub/kagum.
Penggunaan ungkapan “subhanallah” digunakan atau diungkapkan pada banyak kondisi seperti penyucian terhadap Allah ketika melihat atau mendengar sesuatu yang tidak disenangi, kesalahan aqidah, ta’ajjub dan kondisi lain yang disebutkan para ulama.
Kami sangat menyarankan untuk membaca kitab at-Tasbih fiy al-Kitab was Sunnah wa ar-Raddu ‘ala Mafaahim al-Khathi’ah Fiyhi yang dikarang oleh Dr. Muhammad ibn Ishaq diterbitkan oleh Maktabah Daar al-Minhaaj, Riyadh. Kitab ini terdiri dari 2 jilid tebal mengulas panjang lebar tentang tasbih. Catatan sederhana ini banyak mengambil faidah dari kitab tersebut jilid 2.

Subhaanaka allahumma wabihamdika asyhadu allaa ilaaha illaa anta asytaghfiruka wa atuubu ilaika.

Direvisi kembali kamis sore, Asrama LIPIA Jakarta, 24 Muharram 1435 H

Catatan Kaki

[1]  Lihat kitab at-Tasbih fiy al-Kitab was Sunnah oleh Dr Muhammad ibn Ishaq, hal 32, jilid 2.

[2] Ibid, hal 33.

[3] Lihat kitab at-Tasbih fiy al-Kitab was Sunnah, hal 33, jilid 2

[4] Lihat kitab al-Hujjah fiy Bayaani al-Muhajjah wa Syarhi ‘Aqiidati ‘Ahli as-Sunnah 1/511. Kami kutip dari kitab at-Tasbih fiy al-Kitab was Sunnah, hal 33, jilid 2

Referensi

Al-Qur-an digital dan terjemahannya
at-Tasbih fiy al-Kitab was Sunnah wa ar-Raddu ‘ala Mafaahim al-Khathi’ah Fiyhi oleh Dr. Muhammad ibn Ishaq, jilid 2, diterbitkan oleh Maktabah Daar al-Minhaaj, Riyadh.

Penulis: Fachriy Aboe Syazwiena

Artikel Muslim.Or.Id

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Mengenal Jenis Dzikir

Ada pelajaran yang amat menarik dari Ibnul Qayyim rahimahullah. Dalam kitab beliau Al Wabilush Shoyyib, juga kitab beliau lainnya yaitu Madarijus Salikin dan Jala-ul Afham dibahas mengenai berbagai jenis dzikir. Dari situ kita dapat melihat bahwa dzikir tidak terbatas pada bacaan dzikir seperti tasbih (subhanallah), tahmid (alhamdulillah) dan takbir (Allahu akbar) saja. Ternyata dzikir itu lebih luas dari itu. Mengingat-ingat nikmat Allah juga termasuk dzikir. Begitu pula mengingat perintah Allah sehingga seseorang segera menjalankan perintah tersebut, itu juga termasuk dzikir. Selengkapnya silakan simak ulasan berikut yang kami sarikan dari penjelasan beliau rahimahullah.

Dzikir itu ada tiga jenis:

Jenis Pertama:

Dzikir dengan mengingat nama dan sifat Allah serta memuji, mensucikan Allah dari sesuatu yang tidak layak bagi-Nya.

Dzikir jenis ini ada dua macam:

Macam pertama: Sekedar menyanjung Allah seperti mengucapkan “subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar”, “subhanallah wa bihamdih”, “laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir”.

Dzikir dari macam pertama ini yang utama adalah apabila dzikir tersebut lebih mencakup banyak sanjungan dan lebih umum seperti ucapan “subhanallah ‘adada kholqih” (Maha suci Allah sebanyak jumlah makhluk-Nya). Ucapan dzikir ini lebih afdhol dari ucapan “subhanallah” saja.

Macam kedua: Menyebut konsekuensi dari nama dan sifat Allah atau sekedar menceritakan tentang Allah. Contohnya adalah seperti mengatakan, “Allah Maha Mendengar segala yang diucapkan hamba-Nya”, “Allah Maha Melihat segala gerakan hamba-Nya, “tidak mungkin perbuatan hamba yang samar dari  penglihatan Allah”, “Allah Maha menyayangi hamba-Nya”, “Allah kuasa atas segala sesuatu”, “Allah sangat bahagia dengan taubat hamba-Nya.”

Dan sebaik-baik dzikir jenis ini adalah dengan memuji Allah sesuai dengan yang Allah puji pada diri-Nya dan memuji Allah sesuai dengan yang Nabi-Nyashallallahu ‘alaihi wa sallam memuji-Nya, yang di mana ini dilakukan tanpa menyelewengkan, tanpa menolak makna, tanpa menyerupakan atau tanpa memisalkan-Nya dengan makhluk.

Jenis Kedua:

Dzikir dengan mengingat perintah, larangan dan hukum Allah.

Dzikir jenis ini ada dua macam:

Macam pertama: Mengingat perintah dan larangan Allah, apa yang Allah cintai dan apa yang Allah murkai.

Macam kedua: Mengingat perintah Allah lantas segera menjalankannya dan mengingat larangan-Nya lantas segera menjauh darinya.

Jika kedua macam dzikir (pada jenis kedua ini) tergabung, maka itulah sebaik-baik dan semulia-mulianya dzikir. Dzikir seperti ini tentu lebih mendatangkan banyak faedah. Dzikir macam kedua (pada jenis kedua ini), itulah yang disebut fiqih akbar. Sedangkan dzikir macam pertama masih termasuk dzikir yang utama jika benar niatnya.

Jenis ketiga:

Dzikir dengan mengingat berbagai nikmat dan kebaikan yang Allah beri.

Dzikir dengan Hati dan Lisan

Dzikir bisa jadi dengan hati dan lisan. Dzikir semacam inilah yang merupakan seutama-utamanya dzikir.

Dzikir kadang pula dengan hati saja. Ini termasuk tingkatan dzikir yang kedua.

Dzikir kadang pula dengan lisan saja. Ini termasuk tingkatan dzikir yang ketiga.

Sebaik-baik dzikir adalah dengan hati dan lisan. Jika dzikir dengan hati saja, maka itu lebih baik dari dzikir yang hanya sekedar di lisan. Karena dzikir hati membuahkan ma’rifah, mahabbah (cinta), menimbulkan rasa malu, takut, dan semakin mendekatkan diri pada Allah. Sedangkan dzikir yang hanya sekedar di lisan tidak membuahkan hal-hal tadi.

Pelajaran

Jika kita perhatikan dengan seksama apa yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim di atas, dapat kita simpulkan bahwa duduk di majelis ilmu yang membahas bagaimana mengenal Allah melalui nama dan sifat-Nya, bagaimana mengetahui secara detail hukum-hukum Allah berupa perintah dan larangan-Nya, itu semua termasuk dzikir. Bahkan jika sampai ilmu itu membuahkan seseorang bersegera taat pada Allah dan menjauhi larangan-Nya, itu bisa menjadi dzikir yang utama sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim sebagai fiqih akbar. Namun jika sekedar mengilmuinya saja, itu pun sudah termasuk dzikir. Itu berarti bukan suatu hal yang sia-sia jika seseorang berlama-lama duduk di majelis ilmu untuk mendengarkan nasehat para ulama yang di mana di dalamnya dibahas hal yang lebih detail tentang Allah, dibahas pula berbagai perintah dan larangan-Nya. Ini sungguh merupakan dzikir yang amat utama.

Semoga Allah menganugerahkan pada kita semangat dan keistiqomahan untuk terus belajar dan tidak lalai dari dzikir pada-Nya.

Panggang-Gunung Kidul, 20 Jumadal Ula 1432 H (23/04/2011)

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.muslim.or.id

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

[VIDEO] Waktu Pagi Penuh Berkah

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berdoa “Ya Allah berkahilah ummatku di pagi harinya“.

 

Oleh: Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc (pimred Muslim.Or.Id)

Subscribe untuk mendapatkan update video-video bermanfaat dari muslim.or.id pada channel Muslim.Or.Id di Youtube

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Buku Pegangan Sufi, Sarat Hadits-Hadits Palsu

Kemunculan firqah-firqah yang menggulirkan banyak perkara baru dalam agama (bid’ah-bid’ah), seperti golongan Sufi, telah mendatangkan fitnah dan ujian tersendiri terhadap keyakinan dan amaliah umat Islam. Fitnah ini salah satunya dalam bentuk ajakan mengagungkan Rasûlullâh hanya melalui ucapan-ucapan lisan saja, dengan mengesampingkan ajakan mengikuti perbuatan-perbuatan beliau. Dengan begitu, mereka telah berseberangan dengan perintah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan jalan para Sahabat yang mulia, para Khulafa Rasyidin dan ulama-ulama setelah mereka.

Saudaraku, ketahuilah, di antara landasan pokok kaum Sufi dan ciri khas mereka, adalah menyebarluaskan hadits-hadits lemah, palsu, dan cerita-cerita khayalan (khurafat) disertai mengamalkan kandungan-kandungannya. Landasan dasar mereka yang lain, mentashhih hadits-hadits palsu itu (menilai hadits shahih) melalui kasyf, manâmât (bisikan dan mimpi) yang menyelisihi kaedah Ulama Hadits dalam menilai satu hadits.

Bila diperhatikan, akan cukup sulit bagi Saudara untuk menjumpai dan mendengarkan hadits shahih dalam ceramah dan khutbah-khutbah golongan Sufi. Jarang sekali mereka menyampaikan hadits shahih. Kalaulah mengetengahkan hadits shahih, itu pun dengan memenggalnya dan dijadikan sebagai dalil dalam masalah yang tidak pada tempatnya. Pasalnya, tumpuan utama mereka pada hadits-hadits yang didustakan atas nama Rasûlullâh (hadits palsu), hadits-hadits gharib, dan cerita-cerita khurafat, yang semua ini ditonjolkan untul melegalkan keyakinan-keyakinan yang sesat, praktek syirik dan bid’ah-bid’ah.

Jumlah hadits-hadits dusta dan palsu yang di kalangan Sufi tidak terhitung, baik muncul karena kedangkalan ilmu mereka terhadap hadits maupun kesengajaan. Hadits-hadits dusta dan palsu ini disebarluaskan di tengah umat sampai mengakibatkan diikutinya hadits-hadits yang tertolak dan terbengkalainya hadits-hadits shahih. Pada dasarnya, mereka mengakui kurang menguasai hadits dan kitabt-kitabnya, perbedaan hadits shahih dengan hadits yang bermasalah. Siapa saja memperhatikan buku-buku rujuan penting mereka, akan menjumpai contoh-contoh tersebut dengan jelas sekali.

Tokoh Sufi kontemporer, ‘Abdullâh al-Ghimâri mengaku,” …buku-buku tentang maulid Nabi sarat dengan hadits-hadits palsu, namun telah menjadi akidah yang mengakar pada benak orang awam”.

Sungguh, hadits-hadits dusta sangat banyak (dalam buku-buku Sufi). Dalam konteks ini, ada sebagian orang yang ditokohkan dalam agama yang telah menyusun sebuah kitab berisi berbagai macam kedustaan atas nama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat yang mudah memperdayai orang-orang jahil. Meskipun si penulis kitab mungkin tidak punya niat untuk sengaja berdusta atas nama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan orang itu mencintai beliau, mengagungkan beliau, namun ia melakukannya (menulis hadits-hadits dusta dalam kitabnya) lantaran tidak memiliki kemampuan menyeleksi hadits yang benar dan hadis palsu.

Kalangan Sufi telah menjadikan aktifias menekuni membaca buku Dalâil Khairât (petunjuk-petunjuk kebaikan-kebaikan) sebagai pengganti membaca al-Qur`ân. Padahal dalam buku ini terdapat kedustaan atas nama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan generasi Salaf, serta dipenuhi dengan hadits-hadits palsu dan dusta.

Begitu pula, buku pegangan lain berjudul Raudhul Rayâhîn, ar-Raudhul Fâiq, Majâlisu al-’Arâis dan kitab Maulid Ibni Hajr. Kalangan Sufi lebih menggemari membacari buku-buku yang berbahaya tesebut yang memuat keburukan, hadits palsu dan bid’ah yang disertai ajakan untuk menghidupkannya dengan memalsukan hadits-hadits untuk itu. Mereka tidak memperdulikan kitab-kitab hadits standar yang menjadi landasan umat Islam umumnya, semisal Shahîh al-Bukhâri, Shahîh Muslim, kitab Sunan, Muwaththa, Musnad dan kitab-kitab hadits lain yang menjadi perbendaharaan Islam dalam bidang hadits yang sarat dengan ajaran-ajaran Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Saudaraku Muslim, jangan sampai engkau membaca buku-buku beracun lagi penuh dusta tersebut, juga jangan membelinya. Kewajiban kita adalah memegangi Kitâbullâh dan Sunnah Rasul-Nya. Ambillah dari sumber-sumbernya yang terstandar, yaitu kitab-kitab hadits yang telah popular seperti Shahîhain, kitab Sunan, Musnad-musnad, kitab Mushannaf, Muwatha dan kitab-kitab hadits lainnya yang sudah jelas menjadi rujukan umat. Kitab-kitab hadits ini sudah sangat memadai bagi kita, tanpa perlu melihat buku-buku penuh racun yang tersebar di kalangan Sufi.

Selain itu, masih ada kitab-kitab lain yang bermanfaat dalam bahasan ini, seperti Jalâul Afhâm fi ash-Shalâti was Salâmi ‘ala Khairil Anâm karya Imam Ibnul Qayyim, al-Adzkâr dan Riyâdhus Shâlihîn karya Imam Nawawi, al-Kalimu ath-Thayyibi karya Syaikhul Islam.

(Diangkat dari makalah Taqwîmu al-Mafâhîm al-Khâthi`ah ‘Indal Ghulâti wal Jufaati fi ad-Difâ’i ‘anin Nabiyyi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, DR. Ali Musri, MA, hlm. 37-38. Disampaikan dalam ”Muktamar Internasional” dengan tema ”Nabi Rahmat, Muhammad shallallâhu ’alaihi wa sallam” tanggal 2-4 Oktober 2010 di kota Riyadh, Saudi Arabia)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XV/1433H/2012M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

Sumber Artikel : Abunamira.wordpress.com

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Menafsirkan Al Qur’an dengan Logika

Salah satu lagi cara menafsirkan Al Qur’an yang keliru adalah menafsirkan Al Qur’an dengan logika, akal pikiran, tanpa ilmu.

Ibnu Katsir mengatakan, “Menafsirkan Al Qur’an dengan logika semata, hukumnya haram.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 1: 11).

 

Dalam hadits disebutkan,

وَمَنْ قَالَ فِى الْقُرْآنِ بِرَأْيِهِ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

Barangsiapa berkata tentang Al Qur’an dengan logikanya (semata), maka silakan ia mengambil tempat duduknya di neraka” (HR. Tirmidzi no. 2951. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini dho’if).

Masruq berkata,

اتقوا التفسير، فإنما هو الرواية عن الله

“Hati-hati dalam menafsirkan (ayat Al Qur’an) karena tafsir adalah riwayat dari Allah.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 1: 16. Disebutkan oleh Abu ‘Ubaid dalam Al Fadhoil dengan sanad yang shahih)

Asy Sya’bi mengatakan,

والله ما من آية إلا وقد سألت عنها، ولكنها الرواية عن الله عز وجل

“Demi Allah, tidaklah satu pun melainkan telah kutanyakan, namun (berhati-hatilah dalam menafsirkan ayat Al Qur’an), karena ayat tersebut adalah riwayat dari Allah.” (Idem. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, sanadnya shahih).

Ibrahim An Nakho’i berkata,

كان أصحابنا يتقون التفسير ويهابونه

“Para sahabat kami begitu takut ketika menafsirkan suatu ayat, kami ditakut-takuti ketika menafsirkan.” (Idem. Diriwayatkan oleh Abu ‘Ubaid dalam Al Fadhoil, Ibnu Abi Syaibah dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, sanadnya shahih).

Cara Menafsirkan Al Qur’an yang Benar

Ibnu Katsir menunjukkan bagaimana cara terbaik menafsirkan Al Qur’an sebagai berikut:

  1. Menafsirkan Al Qur’an dengan Al Qur’an. Jika ada ayat yang mujmal (global), maka bisa ditemukan tafsirannya dalam ayat lainnya.
  2. Jika tidak didapati, maka Al Qur’an ditafsirkan dengan sunnah atau hadits.
  3. Jika tidak didapati, maka Al Qur’an ditafsirkan dengan perkataan sahabat karena mereka lebih tahu maksud ayat, lebih-lebih ulama sahabat dan para senior dari sahabat Nabi seperti khulafaur rosyidin yang empat, juga termasuk Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Umar.
  4. Jika tidak didapati, barulah beralih pada perkataan tabi’in seperti Mujahid bin Jabr, Sa’id bin Jubair, ‘Ikrimah (bekas budak Ibnu ‘Abbas), ‘Atho’ bin Abi Robbah, Al Hasan Al Bashri, Masruq bin Al Ajda’, Sa’id bin Al Musayyib, Abul ‘Aliyah, Ar Robi’ bin Anas, Qotadah, dan Adh Dhohak bin Muzahim. (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya Ibnu Katsir, 1: 5-16)

Hanya Allah yang memberi taufik.

Referensi:

Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, terbitan Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1431 H.

Disusun di pagi hari penuh berkah, 16 Rabi’uts Tsani 1435 H di Panggang, Gunungkidul

Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal

Sumber Artikel : Rumaysho.Com

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Cara Tobat Bahasa Dari Harta Haram

Cara Tobat Bahasa Dari Harta Haram

Posted on 13/02/2014 by Ibnu Majjah

Nama eBook: Taubat Bahasa Dari HARTA HARAM
Penulis: Ustadz Muhammad Arifin Badri Dr, MA حفظه الله

الحمد لله رب العالمين وصلى الله وسلم على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين, أما بعد

Hidup di 'masyarakat Yang heterogen seperti di Negeri inisial tentunya memiliki Dinamika Yang berbeda Artikel Baru Hidup di' masyarakat Yang homogen. Budaya Perbedaan, ideologis, Dan tingkat kepatuhan 'masyarakat terhadap Hukum agamanya Tampak Nyata Artikel Baru.

Dalam, pergaulan Dan Istimewa Dalam, keadaan seperti inisial Ulasan Sangat mungkin menjerumuskan kitd kedalam ' memakan Harta haram ', Dalam, eBook Suami Akan dijelaskan mengapa sebuah Harta menjadi haram Dan bagaimana Cara bertobat Bahasa Dari Harta haram nihil * Bagi Yang terjerumus atau' menjerumuskan 'Diri didalamnya ...

Kita berdoa kepada Allah Rabb Yang membolak balikkan hati agar kiranya kitd Tetap istiqomah Dan terhindar Bahasa Dari Harta haram Dan mengampuni dosa Segala kitd, Dan Dia Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang, amin ...

Download: atau Dan atau
Ambil CHMAmbil ZIPDownload PDFAmbil Firman


http://ubuntuone.com/6uRaRJ6WoYGUbkMDPnoEXe

https://sites.google.com/site/abiabdurrohman/download/Bertaubat%20dari%20Harta%20Haram.zip?attredirects=0&d=1

http://imnasution.files.wordpress.com/2014/01/bertaubat-dari-harta-haram.pdf

https://archive.org/download/IbnuMajjahdotComPartIII/Bertaubat%20dari%20HARTA%20HARAM.doc

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Sifat Sholat Nabi Full Gambar

Nama eBook: Sifat Sholat Nabi Full Gambar
Penyusun:
Tim Majelis Ilmu Publiser

Pengantar:

الحمد الله وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، أما بعد

Pujian yang tak berhingga selalu kita ucapkan untuk mengungkap rasa syukur kita kepada Allah عزّوجلّ, yang telah menjadikan nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم sebagai teladan kita dalam segala sisi kehidupan.

Berikut ini adalah Sifat Sholat Nabi صلى الله عليه وسلم yang kita mesti meneladani cara beliau sholat, berikut ini kami ketengahkan kepada kita semua Sifat Sholat Nabi Full Gambar yang kami scaning dari kalender tahun 1434 H edisi Sifat Sholat Nabi صلى الله عليه وسلم, Gambar dalam eBook tersebut berdasarkan karya dan pemeriksaan al-Ustadz Arif Fathul Ulum L.c -semoga Allah menjaganya-.

Kami sarankan para pembaca juga membaca berbagai eBook dalam kategori sholat untuk memperdalam pemahaman. Akhirnya kami berharap eBook ini menjadi amal jariyah bagi pembuat, penyusun dan menyebarkannya, amin…

Download:
Download PDF

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

SEJAUH MANAKAH KITA DIPERBOLEHKAN IKUT BERPOLITIK?

Oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied Al-Hilaly

Pertanyaan
politik  syar`iyah

Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied Al-Hilaly ditanya : Sebelumnya anda nyatakan bahwa dakwah salaf menyeru kepada Islam secara menyeluruh, salaf menyeru kepada rukun Islam, jihad dan politik. Pertanyaan kami, sejauh manakah diperbolehkan ikut serta dalam pertarungan politik?

Jawaban
Islam adalah agama yang paripurna (syamil) dan diridhai Allah untuk kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Sesungguhnya Agama yang diridhai Allah di sisiNya adalah Islam”.

“Artinya : Barang siapa yang mencari agama selain Islam maka tidak akan diterima darinya dan kelak hari kiamat dia termasuk orang-orang yang merugi”.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyeru untuk masuk kedalam Islam secara menyeluruh dengan firman-Nya:

“Artinya : Hai orang-orang yang berfiman masuklah kedalam As-Silmi (Islam) secara keseluruhan”.

Dalam menafsirkan kata As-Silmi, Ibnu Abbas berkata :” As-Silmi” adalah Islam. Jadi Allah memerintahkan kita untuk masuk kedalam agama ini secara menyeluruh, atau masuk secara total kedalamnya.

Adapun “As-Siyasah”(politik) dialah hakikat Islam, karena makna siyasah sendiri adalah mengatur kemaslahatan umat dengan hal-hal yang tidak bertentangan dengan Kitabullah dan Sunnah RasulNya. Dalam merealisasikannya dibutuhkan suatu manhaj, ilmu ataupun orang-orang yang paham kemaslahatan umat. Para ulama Islam telah mengarang berbagai macam literatur siyasah syar’iyyah (politik dalam syariat Islam) diantaranya : Buku Al-Ahkam As-Sultaniyyah karya Al-Imam Al-Mawardi, As-Siyasah As-Syar’iyyah karya Ibn Taimiyyah dan Abu Ya’la al-Musili dan At-Turuq Al-Hukmiyyah karya Ibn Al-Qayyim dan sebagainya yang keseluruhannya menerangkan bahwa Islam memiliki manhaj da’wah, Islam merupakan agama seluruh nabi-nabi, Rasululullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Bani Israil dipimpin oleh para nabi, jika seorang nabi wafat maka akan digantikan dengan nabi lainnya”.

Beliau juga bersabda :

“Artinya : Akan datang setelahku para khulafa (pemimpin), yang mampu memahami kemaslahatan suatu ummat setelah para nabi adalah para ulul amri yakni al-hukkam (para pemimpin) dan ulama”.

Merekalah yang berhak untuk masuk kedalam kancah perpolitikan ini untuk kemaslahatan umat. Para pemimipin bertugas menjalankan syari’at Allah, sedangkan para ulama bertugas mengarahkan umat dan menunjuki para umara, yang berkompeten dalam hal ini adalah orang yang berilmu dan paham dengan hukum syari’at, karena kemaslahatan umat memerlukan pemahaman agama yang sempurna.

Adapun kata “politik ” yang dipahami pada zaman ini sebenarnya tidak pernah dikenal oleh Islam, karena pengertian berpolitik di era ini adalah sebatas kemampuan untuk berdebat, menggerakkan massa, kemampuan berkelit, berubah-ubah warna, kemunafikan dan selalu mengikuti kemana arah angin bertiup. Islam berlepas diri dari “politik ” yang seperti ini, karena tidak akan mendatangkan kemaslahatan kepada ummat.

Inilah perbedaan makna “politik” yang diinginkan Allah dengan makna yang dipahami oleh orang-orang sekarang, yang tidak lain target utamanya agar sampai ketampuk kekuasaan, karena itu seorang politikus rela untuk bekerja sama dengan segala macam kelompok dan segala macam mazhab. Demi ambisi ini dia rela untuk ganti-ganti warna, bersikap plin-plan dan berbuat kemunafikan dengan politikus lainnya, walaupun bertentangan dengan Allah Tuhan alam semesta.

Adapun siyasah syar’iyyah akan selalu dibawah pimpinan seorang alim yang rabbani, Allah berfirman :

“Artinya : Tetapi jadilah kalian ulama yang Rabbani dengan apa-apa yang kalian ajarkan dari alkitab dan dengan apa-apa yang kalian pelajari”.

Cir-ciri alim Rabbani adalah seorang yang mendidik umat dengan masalah-masalah yang sederhana terlebih dahulu sebelum masuk kepada masalah-masalah yang besar. Dia paham betul apa yang dibutuhkan umat, karena itu, dengan cara perlahan da’i mendidik ummat hingga sampai kepada kesempurnaan dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 

Sumber Artikel : Abunamira.wordpress.com

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

7 Keistimewaan Lailatul Qadar

Setiap muslim pasti menginginkan malam penuh kemuliaan, Lailatul Qadar. Malam ini hanya dijumpai setahun sekali. Orang yang beribadah sepanjang tahun tentu lebih mudah mendapatkan kemuliaan malam tersebut karena ibadahnya rutin dibanding dengan orang yang beribadah jarang-jarang.

Edisi kali ini kita akan melihat keistimewaan Lailatul Qadar yang begitu utama dari malam lainnya.

  1. Lailatul Qadar adalah waktu diturunkannya Al Qur’an

    Ibnu ‘Abbas dan selainnya mengatakan, “Allah menurunkan Al Qur’an secara utuh sekaligus dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah yang ada di langit dunia. Kemudian Allah menurunkan Al Qur’an kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- tersebut secara terpisah sesuai dengan kejadian-kejadian yang terjadi selama 23 tahun.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14: 403). Ini sudah menunjukkan keistimewaan Lailatul Qadar.

     

  2. Lailatul Qadar lebih baik dari 1000 bulan

    Allah Ta’ala berfirman,

    لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ

    Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al Qadar: 3).

    An Nakha’i mengatakan, “Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan.” (Latha-if Al Ma’arif, hal. 341). Mujahid, Qotadah dan ulama lainnya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu bulan adalah shalat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar. (Zaadul Masiir, 9: 191). Ini sungguh keutamaan Lailatul Qadar yang luar biasa.

  3. Lailatul Qadar adalah malam yang penuh keberkahan

    Allah Ta’ala berfirman,

    إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ

    Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS. Ad Dukhon: 3).

    Malam penuh berkah ini adalah malam ‘lailatul qadar’ dan ini sudah menunjukkan keistimewaan malam tersebut, apalagi dirinci dengan point-point selanjutnya.

  4. Malaikat dan juga Ar Ruuh -yaitu malaikat Jibril- turun pada Lailatul Qadar

    Keistimewaan Lailatul Qadar ditandai pula dengan turunnya malaikat. Allah Ta’ala berfirman,

    تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا

    Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril” (QS. Al Qadar: 4)

    Banyak malaikat yang akan turun pada Lailatul Qadar karena banyaknya barokah (berkah) pada malam tersebut. Karena sekali lagi, turunnya malaikat menandakan turunnya berkah dan rahmat. Sebagaimana malaikat turun ketika ada yang membacakan Al Qur’an, mereka akan mengitari orang-orang yang berada dalam majelis dzikir -yaitu majelis ilmu-. Dan malaikat akan meletakkan sayap-sayap mereka pada penuntut ilmu karena malaikat sangat mengagungkan mereka. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14: 407)

    Malaikat Jibril disebut “Ar Ruuh” dan dispesialkan dalam ayat karena menunjukkan kemuliaan (keutamaan) malaikat tersebut.

  5. Lailatul Qadar disifati dengan ‘salaam’

    Yang dimaksud ‘salaam’ dalam ayat,

    سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْر

    Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar” (QS. Al Qadr: 5)

    yaitu malam tersebut penuh keselamatan di mana setan tidak dapat berbuat apa-apa di malam tersebut baik berbuat jelek atau mengganggu yang lain. Demikianlah kata Mujahid (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14: 407). Juga dapat berarti bahwa malam tersebut, banyak yang selamat dari hukuman dan siksa karena mereka melakukan ketaatan pada Allah (pada malam tersebut). Sungguh hal ini menunjukkan keutamaan luar biasa dari Lailatul Qadar.

  6. Lailatul Qadar adalah malam dicatatnya takdir tahunan

    Allah Ta’ala berfirman,

    فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ

    Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah” (QS. Ad Dukhan: 4).

    Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya (12: 334-335) menerangkan bahwa pada Lailatul Qadar akan dirinci di Lauhul Mahfuzh mengenai penulisan takdir dalam setahun, juga akan dicatat ajal dan rizki. Dan juga akan dicatat segala sesuatu hingga akhir dalam setahun. Demikian diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, Abu Malik, Mujahid, Adh Dhahhak dan ulama salaf lainnya.

    Namun perlu dicatat -sebagaimana keterangan dari Imam Nawawi rahimahullah­ dalam Syarh Muslim (8: 57)- bahwa catatan takdir tahunan tersebut tentu saja didahului oleh ilmu dan penulisan Allah. Takdir ini nantinya akan ditampakkan pada malikat dan ia akan mengetahui yang akan terjadi, lalu ia akan melakukan tugas yang diperintahkan untuknya.

  7. Dosa setiap orang yang menghidupkan malam ‘Lailatul Qadar’ akan diampuni oleh Allah

Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 1901)

Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan bahwa yang dimaksud ‘iimaanan’ (karena iman) adalah membenarkan janji Allah yaitu pahala yang diberikan (bagi orang yang menghidupkan malam tersebut). Sedangkan ‘ihtisaaban’ bermakna mengharap pahala (dari sisi Allah), bukan karena mengharap lainnya yaitu contohnya berbuat riya’. (Fathul Bari, 4: 251)[1]

Ya Allah, mudahkanlah kami meraih keistimewaan Lailatul Qadar dengan bisa mengisi hari-hari terakhir kami di bulan Ramadhan dengan amalan shalih.

Aamin Yaa Mujibas Saa-ilin.

 

[1] Bahasan ini termotivasi dari tulisan Syaikh Sholih Al Munajjid pada Fatwa Al Islam Sual wa Jawab.

 

Sumber ArtikelMuslim.Or.Id

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Sejarah, Kemungkaran-kemungkaran dalam maulid nabi (1/2)

Category : Sejarah,Tarikh,Aqidah,Manhaj Source article: Abunamirah.Wordpress.com Oleh: al Ustadz Abu Mu’awiyyah Hammad Hafizhahullahu ...

Translate

 
Support : Blog author | Rachmat.M,MA | Duta Asri Palem 3
Copyright © 2013. BLOG AL ISLAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger