BLOG AL ISLAM
Kontributor
Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha
Arsip Blog
-
►
2011
(33)
- ► Januari 2011 (22)
- ► September 2011 (1)
-
►
2012
(132)
- ► April 2012 (1)
- ► Agustus 2012 (40)
- ► Oktober 2012 (54)
- ► November 2012 (4)
- ► Desember 2012 (3)
-
►
2013
(15)
- ► Maret 2013 (1)
-
▼
2015
(53)
- ► Januari 2015 (45)
- ▼ Maret 2015 (7)
- ► April 2015 (1)
-
►
2023
(2)
- ► Februari 2023 (1)
- ► Desember 2023 (1)
Live Traffic
Syarah Dzikir Sebelum Tidur (5)
Written By sumatrars on Minggu, 22 Maret 2015 | Maret 22, 2015
Transcribed on: 22 Maret 2015
Ingat Allah, Rasulullah dan Waliyullah
Bismillah Walhamdulillah
Semoga Allah SWT Senantiasa memberi perlindungan dan pertolongan kepada kita semua.
اَللَّهُمَّ إِنَّكَ خَلَقْتَ نَفْسِيْ وَأَنْتَ تَوَفَّاهَا، لَكَ مَمَاتُهَا وَمَحْيَاهَا، إِنْ أَحْيَيْتَهَا فَاحْفَظْهَا، وَإِنْ أَمَتَّهَا فَاغْفِرْ لَهَا. اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau menciptakan diriku, dan Engkaulah yang akan mematikannya. Mati dan hidupnya hanya milik-Mu. Apabila Engkau menghidupkannya, maka peliharalah ia. Apabila Engkau mematikannya, maka ampunilah ia. Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu keselamatan.”[1]
Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma.
Ungkapan نَفْسِيْ ‘jiwaku’, dengan kata lain, ruhku.
Ungkapan لَكَ مَمَاتُهَا وَمَحْيَاهَا ‘mati dan hidupnya hanya milik-Mu’, dengan kata lain, di tangan-Mu kekuasaan mematikan dan menghidupkannya. Tak seorang pun selain Engkau mampu untuk itu. Engkau Yang menghidupkan dan Engkau Yang mematikan. Dan Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.
Ungkapan إِنْ أَحْيَيْتَهَا ‘apabila Engkau menghidupkannya’, dengan kata lain, jika Engkau biarkan dia tetap hidup; فَاحْفَظْهَا ‘maka peliharalah’ dari segala sesuatu yang membahayakannya dan menjadikannya kasar.
Ungkapan وَإِنْ أَمَتَّهَا ‘apabila Engkau mematikannya’, dengan kata lain, jika Engkau pisahkan dia dari badanku. Karena mematikan ruh adalah ungkapan yang menunjukkan perpisahannya dengan badan.
Ungkapan أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ ‘aku mohon kepada-Mu keselamatan’. الْعَافِيَةَ adalah penjagaan Allah terhadap seorang hamba dari berbagai macam penyakit dan musibah.
Disalin dari Syarh Do’a dan Dzikir Hishnul Muslim oleh Madji bin Abdul Wahhab Ahmad dengan Korektor Syaikh Dr. Sa’id bin Ali Wahf Al-Qahthani, terbitan Darul Falah Jakarta, Hal. 296-297.
[1] Ditakhrij Muslim, (4/2083), no. 2712; dan Ahmad dengan lafazh darinya (2/79).
Akhiri dengan bacaan Alhamdulillah.
Insya Allah, Postingan ini dapat mengentarkan Kejalan Kebenaran, Amin.
Rewritten by : Rachmat Machmud end Republished by : Redaction Duta Asri Palem 3
| | 07:31:10 PM |
Syarah Dzikir Sebelum Tidur (4)
Doa/Dzikir Sebelum Tidur (4)
19/03/2015
بِاسْمِكَ رَبِّيْ وَضَعْتُ جَنْبِيْ، وَبِكَ أَرْفَعُهُ، فَإِنْ أَمْسَكْتَ نَفْسِيْ فَارْحَمْهَا، وَإِنْ أَرْسَلْتَهَا فَاحْفَظْهَا بِمَا تَحْفَظُ بِهِ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ
“Dengan menyebut nama-Mu, wahai Tuhanku aku merebahkan tubuhku, dengan menyebut nama-Mu aku angkat tubuhku. Jika Engkau hendak menahan jiwaku (mencabut nyawaku), maka kasihanilah; dan jika Engkau biarkan (hidup), maka jagalah sebagaimana Engkau menjaga hamba-hamba-Mu yang shalih.”[1]
Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu.
Disebutkan di bagian awal hadits:
إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ عَنْ فِرَاشِهِ ثُمَّ رَجَعَ إِلَيْهِ فَلْيَنْفُضْهُ بِصَنِفَةِ إِزَارِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَإِنَّهُ لَا يَدْرِي مَا خَلَفَهُ عَلَيْهِ بَعْدُ فَإِذَا اضْطَجَعَ فَلْيَقُلْ…
“Jika salah seorang dari kalian bangun dari kasurnya, lalu hendak kembali lagi kepadanya, hendaknya dia mengibasnya dengan ujung kain sarungnya tiga kali, karena sesungguhnya dia tidak mengetahui apa yang menggantikannya sepeninggalnya. Sedangkan jika berbaring hendaknya mengucapkan…”
Ungkapan بِصَنِفَةِ إِزَارِهِ ‘dengan ujung kain sarungnya’, صَنْفَة adalah bagian ujung kain sarung, yaitu setelah ikatan di bagian pinggang. Dikatakan pinggirannya, dengan kata lain, bagian tepinya mana pun. Sedangkan yang dimaksud di sini pokoknya adalah bagian ujung. Sedangkan dalam riwayat yang di dalamnya disebutkan: بِدَا خِلَةِ إِزَارِهِ ‘dengan bagian dalam kain sarungnya’, maka dikatakan, “Beliau tidak memerintahkan kepadanya dengan menggunakan bagian dalam kain sarung melainkan dengan bagian luarnya.” Karena yang demikian lebih jelas dan lebih bagus. Karena orang yang bersarung dia mengambil salah satu ujungnya di bagian kanannya. Sedangkan bagian yang lain di bagian kirinya. Lalu dia mengembalikan yang dipegang dengan tangan kirinya ke badannya. Itulah yang disebut dengan ‘bagian dalam kain sarung’. Sedangkan bagian yang dipegang dengan tangan kanannya dikembalikan pada kain sarung yang langsung bersentuhan dengan badannya. Lalu jika seseorang menuju kasurnya, lalu dia mengendurkan sarungnya, maka dia akan mengendurkan dengan menggunakan tangan kanannya atas bagian luar kain sarungnya sehingga tetaplah bagian dalam yang menggantung. Dengan bagian itulah dia kibaskan.
Ungkapan مَا خَلَفَهُ عَلَيْهِ ‘apa yang menggantikannya’, dengan kata lain, apa yang datang kepadanya sepeninggalnya. Yakni, kiranya binatang berbisa mendekat sehingga menjadi berada di atasnya setelah dirinya.
Ungkapan فَإِنْ أَمْسَكْتَ ‘jika Engkau tahan jiwaku’, dengan kata lain, ruhku. Sedangkan yang dimaksud dengan jiwa di sini adalah ruh karena adanya keterangan atas kata itu. Yakni jika Engkau menahannya di sisi-Mu dengan mematikannya, maka kasihilah dia. Sedangkan jika Engkau melepaskannya kembali ke badanku lagi, maka jagalah dia dari kejahatan syetan dan berbagai kerusakan yang ditimbulkan dunia dengan apa-apa yang dengannya Engkau jaga para hamba-Mu yang shalih.[]
Disalin dari Syarh Do’a dan Dzikir Hishnul Muslim oleh Madji bin Abdul Wahhab Ahmad dengan Korektor Syaikh Dr. Sa’id bin Ali Wahf Al-Qahthani, terbitan Darul Falah Jakarta, Hal. 294-296.
[1] Al-Bukhari, (11/126), no. 6320; dan Muslim, (4/2084), no. 2714.
Sumber Artikel; Doandzikir.wordpress.com
Hadits Palsu: Larangan Melihat Kemaluan Istri
Posted on 20/03/2015 by Ibnu Majjah
Nama eBook: Hadits Palsu Tentang Larangan Melihat Kemaluan Suami/Istri
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA حفظه الله
الحمد لله رب العالمين، والعاقبة للمتقين، والصلاة والسلام على إمام المرسلين، نبينامحمد، وعلى آله وصحبه أجمعين، أما بعد
Allah Tabaroka wa ta’ala telah menghalalkan hubungan suami istri, hanya saja sebagian manusia melarang melihat kemaluan pasangannya dengan dalil:
رُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ: إِذَا جَامَعَ أَحَدُكُمْ زَوْجَتَهُ أَوْ جَارِيَتَهُ فَلاَ يَنْظُرُ إِلَى فَرْجِهَا فَإِنَّ ذَلِكَ يُوْرِثُ الْعَمَى
Diriwayatkan dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم bahwa beliau bersabda: “Jika salah seorang darimu (suami) mengumpuli istri atau budaknya, maka janganlah dia melihat kemaluannya, karena hal itu akan menyebabkan kebutaan”
Bacalah eBook ini yang akan menjelaskan riwayat ini dari segi keabsahan hadits dan fikih haditsnya.
Mengkompromikan Dua Dalil Lebih Utama
Kaidah Fikih, Dalil, Fikih, Kaidah, Menyikapi, Pertentangan.
18/03/2015 by Ibnu Majjah
Alhamdulillah, kita memuji dan bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang dianugerahkan-Nya kepada kita, selanjutnya shalawat dan salam teruntuk Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, keluarga dan para sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat, Amma ba’du:
Kaedah Fikih yang kita posting pada kesempatan yang mulia ini adalah:
إِعْمَالُ الدَّلِيْلَيْنِ أَوْلَى مِنْ إِهْمَالِ أَحَدِهِمَا مَا أَمْكَنَ
“Mengamalkan dua dalil sekaligus lebih utama daripada meninggalkan salah satunyaselamamasihmemungkinkan”
Kaidah ini menjelaskan patokan yangharus dipegang ketika kita menemui dua dalil yang nampaknya berseberangan atau bertentangan. Maka sikap kita adalah menjamak dan menggabungkan dua dalil tersebut selama masih memungkinkan. Karena keberadaan dalil-dalil itu untuk diamalkan dan tidak boleh ditinggalkan kecuali berdasarkan dalil yang Lain. Jadi hukum asalnya adalah tetap mengamalkan dalil tersebut.
Apabila ada dua dalil yang nampaknya berseberangan maka ada tiga alternatif dalam menyikapinya.
Pertama. Kita menjamakkan dan mengkompromikan keduanya dengan mengkhusukan yang umum atau memberikan taqyid kepada yang mutlaq. Ini dilakukan apabila memang hal itu memungkinkan. Jika tidak memungkinmaka berpindah ke alternatif kedua, yaitu dengan an-naskh. Alternatif ini dilakukan dengan mencari dalil yang datangnya lebih akhirlalu kita jadikan sebagai nasikh (penghapus) kandungan dalil yang datang lebih awal, jika tidak memungkinkan juga, maka kita menempuh alternatif ketiga, yaitu kita mentarjih dengan memilih salah satu dari dua dalil tersebut mana yang lebih kuat.
Silahkan simak eBook ini lebih lanjut dan temukan contoh penerapannya…
Sejarah, Kemungkaran-kemungkaran dalam maulid nabi (1/2)
Category : Sejarah,Tarikh,Aqidah,Manhaj Source article: Abunamirah.Wordpress.com Oleh: al Ustadz Abu Mu’awiyyah Hammad Hafizhahullahu ...