BLOG AL ISLAM
Diberdayakan oleh Blogger.
Kontributor
Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha
Arsip Blog
-
►
2011
(33)
- ► Januari 2011 (22)
- ► September 2011 (1)
-
▼
2012
(132)
- ► April 2012 (1)
- ► Agustus 2012 (40)
- ▼ Oktober 2012 (54)
- ► November 2012 (4)
- ► Desember 2012 (3)
-
►
2013
(15)
- ► Maret 2013 (1)
-
►
2015
(53)
- ► Januari 2015 (45)
- ► April 2015 (1)
-
►
2023
(2)
- ► Februari 2023 (1)
- ► Desember 2023 (1)
twitter
Live Traffic
Latest Post
Oktober 18, 2012
Alloh menceritakan keadaan orang kafir Quraisy yang tidak
menerima dakwah Nabi Muhammad dalam firman-Nya, “Sesungguhnya mereka dahulu
apabila dikatakan kepada mereka: ‘Laa ilaaha Illalloh’ (Tiada Tuhan yang berhak
disembah melainkan Alloh) mereka menyombongkan diri. Dan mereka berkata:
‘Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena
seorang penyair gila?’.” (As Shoffat: 35-36)
Alloh berfirman, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka
dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji
lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Alloh mengetahui orang-orang yang benar (jujur) dan sesungguhnya
Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Al ‘Ankabut: 2-3)
Dikutip / disalin dari Sumber Artikel www.muslim.or.id Penulis: Nurdin Abu Yazid
Aqidah-Syarat Syahadat Laa Ilaaha Illallah
Written By sumatrars on Kamis, 18 Oktober 2012 | Oktober 18, 2012
Syarat Syahadat Laa Ilaaha Illallah
Pelajaran Dasar Agama Islam
Kategori: Aqidah14
Setiap ibadah memiliki rukun dan syarat yang harus dipenuhi
agar ibadah tersebut sah. Seseorang yang hendak sholat tentu akan berwudhu
terlebih dahulu, karena suci adalah syarat sah sholat. Begitu pula ibadah yang
lain seperti haji, puasa dan zakat juga memiliki rukun-rukun dan syarat yang
tidak boleh tidak harus dipenuhi. Segala sesuatu yang harus dipenuhi sebelum
mengerjakan sesuatu yang lain disebut syarat. Lalu bagaimana pula dengan
mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illalloh? Tidak diragukan lagi bahwa syahadat
adalah setinggi-tingginya derajat keimanan dan rukun islam yang paling utama.
Di sana ada syarat-syarat yang harus dipenuhi agar kalimat Laa Ilaaha Illalloh
yang kita ucapkan dianggap sah.
Para ulama menjelaskan bahwa syahadat Laa Ilaaha Illalloh
memiliki delapan syarat:
1. Ilmu
Sebuah pengakuan tidak dianggap kecuali dengan ilmu. Oleh
karena itu, wajib bagi kita untuk mengucapkan kalimat syahadat ini dengan
mengilmui makna dari kalimat tersebut. Alloh berfirman, “Dan sembahan-sembahan
yang mereka sembah selain Alloh tidak dapat memberi syafa’at; akan tetapi
(orang yang dapat memberi syafa’at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid)
dan mereka meyakini(nya).” (Az Zukhruf: 86). Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Barangsiapa mati dalam keadaan mengilmui Laa Ilaaha Illalloh pasti
masuk surga.” (HR. Al Bukhori dan Muslim). Dan makna yang benar dari kalimat
Laa Ilaaha Illalloh yaitu tidak ada sesembahan yang haq melainkan Alloh Ta’ala.
2. Yakin
Yakin adalah tidak ragu-ragu dengan kebenaran maknanya
sehingga tidak mudah terombang-ambing oleh berbagai cobaan. Alloh berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya
(beriman) kepada Alloh dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka
berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Alloh. Mereka
itulah orang-orang yang benar.” (Al Hujurat: 15)
Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
yang engkau jumpai dari balik dinding ini dia bersaksi Laa Ilaaha Illalloh
dengan keyakinan hatinya sampaikanlah kabar gembira untuknya bahwa dia masuk
surga.” (HR. Muslim)
3. Menerima
Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.
Inilah sifat orang kafir, tidak menerima kebenaran kalimat Laa ilaaha Illalloh.
Sungguh hanya Alloh lah yang berhak disembah dan diibadahi.
4. Tunduk
Maksudnya yaitu melaksanakan konsekuensinya lahir dan batin.
Alloh berfirman, “Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Alloh, sedang
dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada
buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Alloh-lah kesudahan segala urusan.”
(Luqman: 22)
Nabi bersabda, “Tidaklah sempurna iman kalian sehingga hawa
nafsunya tunduk mengikuti ajaranku.” (HR. Thabrani)
5. Jujur
Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tak seorang
pun bersaksi Laa Ilaaha Illalloh dan Muhammad hamba Alloh dan rasul-Nya dengan
kejujuran hati kecuali Alloh mengharamkan neraka untuk menyentuhnya.” (HR. Al
Bukhori dan Muslim)
Betapa kejujuran menjadi syarat sahnya syahadat. Lihatlah
bagaimana syahadat orang munafik ditolak oleh Alloh karena tidak jujur.
Sebagaimana firman-Nya, “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka
berkata: ‘Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Alloh.’ Dan
Alloh mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Alloh
mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang
pendusta.” (Al Munafiqun: 1)
6. Ikhlas
Ikhlas hakikatnya mengharapkan balasan dari Alloh saja,
tidak kepada selain-Nya. Alloh berfirman, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali
supaya menyembah Alloh dengan mengikhlaskan keta’atan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Al Bayyinah: 5)
Apa yang dimaksud dengan ikhlas?
Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh Alloh
mengharamkan bagi neraka menyentuh orang yang mengatakan Laa Ilaaha Illalloh
karena semata-mata mencari wajah Alloh.” (HR. Al Bukhori dan Muslim)
7. Cinta
Alloh berfirman, “Dan di antara manusia ada orang-orang yang
menyembah tandingan-tandingan selain Alloh; mereka mencintainya sebagaimana
mereka mencintai Alloh. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada
Alloh. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika
mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Alloh
semuanya dan bahwa Alloh amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (Al
Baqoroh: 165)
Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga hal
barangsiapa memilikinya pasti akan merasakan kelezatan iman: Alloh dan
rasul-Nya lebih dia cintai dibanding selain keduanya, dia mencintai seseorang
karena Alloh, dan dia benci untuk kembali kafir sebagaimana kebenciannya jika
dilempar ke dalam api.” (HR. Al Bukhori dan Muslim)
8. Mengingkari peribadatan kepada Thoghut.
Thoghut adalah segala sesuatu selain Alloh yang ridho
disembah/diibadahi. Alloh berfirman, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
(Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thoghut dan beriman kepada Alloh,
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang
tidak akan putus. Dan Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al Baqoroh:
256)
Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
mengucapkan Laa Ilaaha Illalloh dan mengingkari sesembahan selain Alloh,
haramlah harta dan darahnya sedang perhitungannya adalah terserah kepada Alloh
Azza Wa Jalla.” (HR. Muslim)
Perlu diperhatikan, syarat-syarat ini tidak bermanfaat sama
sekali jika sekedar dihafalkan, tanpa diamalkan. apakah kita sudah mengevaluasi
syahadat kita? Sudahkah terpenuhi delapan syarat ini dalam syahadat Laa Ilaaha
Illalloh yang kita ikrarkan? Belum terlambat. Berbenahlah! Semoga kita bertemu
dengan Alloh sebagai seorang yang bertauhid, bukan sebagai seorang musyrik. Wal
‘iyaadzu billah.
Rahmat Mahmud
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Oktober 18, 2012
Aqidah-Pelajaran Dasar Agama Islam untuk Seluruh Manusia
Pelajaran Dasar Agama Islam Agama Islam untuk Seluruh Manusia
Demi (Allah) Yang jiwa Muhammad di tanganNya, tidaklah
seorangpun di kalangan umat ini, Yahudi atau Nashrani, mendengar tentang aku,
kemudian dia mati, dan tidak beriman kepada apa yang aku diutus dengan-nya,
kecuali dia termasuk para peng-huni neraka. [Hadits Shohih Riwayat Muslim, no:
153, dari Abu Huroiroh]
Kategori: Aqidah3
Nabi Muhammad memiliki banyak keistimewaan. Salah satunya
adalah beliau diutus oleh Allah untuk seluruh manusia dan jin. Adapun seluruh
Nabi sebelum beliau hanyalah diutus untuk umatnya masing-masing.
Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لآ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ يُحْيِ وَيُمِيتُ فَئَامِنُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Katakanlah: “Hai manusia, sesung-guhnya aku adalah utusan
Alloh kepadamu semua, yaitu Alloh yang mempunyai kerajaan langit dan bumi;
tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan yang
mematikan, maka berimanlah kamu kepada Alloh dan RosulNya, Nabi yang ummi yang
beriman kepada Alloh dan kepada kalimat-kalimatNya (kitab-kitabNya) dan
ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk. [QS. Al-A’rof (7): 158]
Perintah Allah dalam ayat ini “Katakanlah: “Hai manusia,
sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua”, ini menunjukkan bahwa
Nabi Muhammad diutus untuk seluruh manusia, sebagaimana firman Allah,
وَمَآ أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ كَآفَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ
Dan Kami tidak mengutusmu, melainkan kepada umat manusia
seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan,
tetapi kebanyakan manusia tiada menge-tahui. [QS. Saba’ (34): 28]
Oleh karena itulah siapa saja yang telah mendengar dakwah
agama Islam, agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad , yang membawa kitab suci
Al-Qur’an, kemudian tidak beriman, tidak percaya dan tidak tunduk, maka dia
adalah orang kafir dan di akhirat menjadi penghuni neraka, kekal selamanya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَن يَكْفُرْ بِهِ مِنَ اْلأَحْزَابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ فَلاَ تَكُ فِي مِرْيَةٍ مِّنْهُ إِنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يُؤْمِنُونَ
Dan barangsiapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan
sekutu-sekutunya yang kafir kepada al-Qur’an, maka nerakalah tempat yang
diancam-kan baginya, karena itu janganlah kamu ragu-ragu terhadap al-Qur’an
itu. Sesungguhnya (al-Qur’an) itu benar-benar dari Robbmu, tetapi kebanyakan
manusia tidak beriman”. [QS. Hud (11): 17]
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ
يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ اْلأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ
وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
NABI-NABI DAHULU KHUSUS UNTUK KAUMNYA
Adapun seluruh Nabi sebelum Nabi Muhammad , maka mereka
semua di utus khusus kepada umatnya masing-masing. Perkara ini merupakan
perkara yang telah pasti di dalam agama Islam, sebagaimana disebutkan di dalam
hadits di bawah ini,
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ وَأُحِلَّتْ لِي الْمَغَانِمُ وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً
Dari Jabir bin Abdulloh, bahwa Nabi Muhammad bersabda: “Aku
diberi (oleh Allah) lima perkara, yang itu semua tidak diberikan kepada
seorang-pun sebelumku.
Aku ditolong (oleh Allah) dengan kegentaran (musuh sebelum
kedata-nganku) sejauh perjalanan sebulan;
Bumi (tanah) dijadikan untukku sebagai masjid (tempat
sholat) dan alat bersuci (untuk tayammum-pen). Maka siapa saja dari umatku yang
(waktu) sholat menemuinya, hendaklah dia sholat.
Ghonimah (harta rampasan perang) dihalalkan untukku, dan itu
tidaklah halal untuk seorangpun sebelumku.
Aku diberi syafa’at (oleh Allah).
Dan Nabi-Nabi dahulu (sebelum-ku) diutus khusus kepada
kaumnya, sedangkan aku diutus kepada manusia semuanya.
[Hadits Shohih Riwayat Bukhori, no: 335]
Di zaman ini banyak orang-orang Kristen menyebarkan agama
mereka ke berbagai pelosok dunia. Mereka menisbatkan agama mereka kepada Nabi
Isa bin Maryam , yang mereka menyebutnya dengan Yesus. Padahal Nabi Isa bin
Maryam hanya diutus kepada Bani Isroil. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَاءِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللهِ إِلَيْكُم مُّصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِن بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ
Dan (ingatlah) ketika Isa putera Maryam berkata: “Hai bani
Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Alloh kepadamu, membenarkan kitab (yang
turun) sebelumku, yaitu Taurot dan memberi khabar gembira dengan (datangnya)
seorang Rosul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)”. Maka
tatkala Rosul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata,
mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata”. [QS. Ash-Shoff (61): 6]
KESAKSIAN AYAT BIBEL
Dan ternyata kita masih menda-patkan di antara ayat-ayat
Bibel (Kitab yang dianggap suci oleh orang-orang Nashoro) menjelaskan dengan
tegas bahwa Nabi Isa (yang mereka sebut Yesus) hanya diutus kepada Bani Isroil
saja. Marilah kita perhatikan ayat-ayat di dalam kitab mereka:
1-Disebutkan di dalam Bibel: “Jawab Yesus: “Aku diutus hanya
kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel”. (Matius 15: 24)
2-Disebutkan di dalam Bibel: “Kedua belas murid itu diutus
oleh Yesus dan Ia berpesan kepada mereka: “Janganlah kamu menyim-pang ke jalan
bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang Samaria, melain-kan pergilah kepada
domba-domba yang hilang dari umat Israel”. (Matius 10: 6)
Walaupun ayat-ayat Bibel di atas begitu jelas menyatakan
bahwa ajaran Kristen hanya untuk Bani Israel, namun pengikut-pengikut Kristen
begitu giat menyebarkan agamanya kepada semua bangsa, termasuk di Indonesia.
Bahkan sampai ke ber-bagai pelosok yang tidak ada orang Bani Israel di sana!
Maka apakah manfaat bangsa selain Bani Israel yang mengikuti agama Kristen,
yang pembawa agama itu telah mene-gaskan bahwa agamanya hanya untuk umat
Israel?!
Atau mungkin mereka berpegang ayat lain pada kitab mereka
yang memerintahkan untuk menyebarkan agama Kristen kepada seluruh bangsa. Ayat
itu berbunyi: “Karena itu pergi-lah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku, dan
baptiskan mereka dalam nama Bapa dan anak dan Roh Kudus”. (Matius 28:19)
Ini berarti ayat ini bertentangan dengan ayat-ayat di
atasnya! Maka manakah yang benar? Yang pasti bahwa tidak ada jaminan kebenaran
terhadap semua isi kitab Bibel, bahkan bukti-bukti menunjukkan banyak ayat yang
dipalsukan. Maha benar Allah Ta’ala yang telah berfirman di dalam kitab suci
Al-Qur’an,
أَفَتَطْمَعُونَ أَن يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلاَمَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِن بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu,
padahal segolongan dari mereka (Ahli Kitab) mendengar firman Allah, lalu mereka
mengubahya setelah mereka memahaminya, sedang mereka menge-tahui? [QS. Al-Baqoroh
(2): 75]
Dan Allah mengancam dengan keras terhadap orang-orang yang
mengada-adakan kedustaan terhadap Allah dengan firmanNya,
فَوَيْلٌ لِّلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِندِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلاً فَوَيْلٌ لَّهُم مِّمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلُُلَّهُم مِّمَّا يَكْسِبُونَ
Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis
Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: “Ini dari Allah”,
(dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit (yakni kesenangan
duniawi-pen) dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka akibat
dari apa yang telah mereka tulis dengan tangan-tangan mereka, dan kecelakaan
besarlah bagi mereka akibat dari apa yang mereka kerjakan. [QS. Al-Baqoroh (2):
79]
Semoga Allah selalu menetapkan kita di atas jalan yang lurus.
-
Dikutip dari Artikel www.muslim.or.id Penulis: Ustadz Muslim Atsari
Dari artikel Agama Islam untuk Seluruh Manusia —
Muslim.Or.Id by null
Disalin oleh Rahmat Mahmud
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Oktober 18, 2012
Aqidah-Islam, Iman dan Ikhsan
Islam, Iman dan Ihsan
Dikutip dari Artikel www.muslim.or.id Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Penulisan ulang sesuwai dengan aslinya Oleh Rahmat Mahmud
Semoga artikel Pelajaran dasar Agama ini bermanfat.
Kategori: Aqidah
Pembaca yang budiman, di kalangan tarekat sufi sangat
terkenal adanya pembagian agama menjadi 3 tingkatan yaitu: Syari’at, Ma’rifat
dan Hakikat. Orang/wali yang sudah mencapai tingkatan ma’rifat sudah tidak lagi
terbebani aturan syari’at; sehingga dia tidak lagi wajib untuk sholat dan bebas
melakukan apapun yang dia inginkan… demikianlah sebagian keanehan yang ada di
seputar pembagian ini. Apakah pembagian semacam ini dikenal di dalam Islam?
Islam Mencakup 3 Tingkatan
Rosululloh shollallahu ‘alaihi wa sallam suatu hari pernah
didatangi malaikat Jibril dalam wujud seorang lelaki yang tidak dikenali
jatidirinya oleh para sahabat yang ada pada saat itu, dia menanyakan kepada
beliau tentang Islam, Iman dan Ihsan. Setelah beliau menjawab berbagai pertanyaan
Jibril dan dia pun telah meninggalkan mereka, maka pada suatu kesempatan
Rosululloh bertanya kepada sahabat Umar bin Khoththob, “Wahai Umar, tahukah
kamu siapakah orang yang bertanya itu ?” Maka Umar menjawab, “Alloh dan
Rosul-Nya lah yang lebih tahu”. Nabi pun bersabda, “Sesungguhnya dia itu adalah
Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.” (HR. Muslim).
Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh mengatakan: Di dalam (penggalan) hadits ini
terdapat dalil bahwasanya Iman, Islam dan Ihsan semuanya diberi nama ad
din/agama (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 23). Jadi agama Islam yang kita anut ini
mencakup 3 tingkatan; Islam, Iman dan Ihsan.
Tingkatan Islam
Di dalam hadits tersebut, ketika Rosululloh ditanya tentang
Islam beliau menjawab, “Islam itu engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan
(yang haq) selain Alloh dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Alloh, engkau
dirikan sholat, tunaikan zakat, berpuasa romadhon dan berhaji ke Baitulloh jika
engkau mampu untuk menempuh perjalanan ke sana”. Syaikh Ibnu Utsaimin
menjelaskan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini ialah bahwa
Islam itu terdiri dari 5 rukun (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 14). Jadi Islam yang
dimaksud disini adalah amalan-amalan lahiriyah yang meliputi syahadat, sholat,
puasa, zakat dan haji.
Tingkatan Iman
Selanjutnya Nabi ditanya mengenai iman. Beliau bersabda,
“Iman itu ialah engkau beriman kepada Alloh, para malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, para Rosul-Nya, hari akhir dan engkau beriman terhadap qodho’
dan qodar; yang baik maupun yang buruk”. Jadi Iman yang dimaksud disini
mencakup perkara-perkara batiniyah yang ada di dalam hati. Syaikh Ibnu
‘Utsaimin mengatakan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini adalah
pembedaan antara islam dan iman, ini terjadi apabila kedua-duanya disebutkan
secara bersama-sama, maka ketika itu islam ditafsirkan dengan amalan-amalan
anggota badan sedangkan iman ditafsirkan dengan amalan-amalan hati, akan tetapi
bila sebutkan secara mutlak salah satunya (islam saja atau iman saja) maka
sudah mencakup yang lainnya. Seperti dalam firman Alloh Ta’ala, “Dan Aku telah
ridho Islam menjadi agama kalian.” (Al Ma’idah : 3) maka kata Islam di sini
sudah mencakup islam dan iman… (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 17).
Tingkatan Ihsan
Nabi juga ditanya oleh Jibril tentang ihsan. Nabi bersabda,
“Yaitu engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya, maka
apabila kamu tidak bisa (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, maka sesungguhnya
Dia melihatmu”. Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: Diantara faedah yang bisa
dipetik dari hadits ini adalah penjelasan tentang ihsan yaitu seorang manusia
menyembah Robbnya dengan ibadah yang dipenuhi rasa harap dan keinginan,
seolah-olah dia melihat-Nya sehingga diapun sangat ingin sampai kepada-Nya, dan
ini adalah derajat ihsan yang paling sempurna. Tapi bila dia tidak bisa
mencapai kondisi semacam ini maka hendaknya dia berada di derajat kedua yaitu:
menyembah kepada Alloh dengan ibadah yang dipenuhi rasa takut dan cemas dari
tertimpa siksa-Nya, oleh karena itulah Nabi bersabda, “Jika kamu tidak bisa melihat-Nya
maka sesungguhnya Dia melihatmu” artinya jika kamu tidak mampu menyembah-Nya
seolah-olah kamu melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (Ta’liq Syarah
Arba’in hlm. 21). Jadi tingkatan ihsan ini mencakup perkara lahir maupun batin.
Bagaimana Mengkompromikan Ketiga Istilah Ini?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan yang maknanya, Bila
dibandingkan dengan iman maka Ihsan itu lebih luas cakupannya bila ditinjau
dari substansinya dan lebih khusus daripada iman bila ditinjau dari orang yang
sampai pada derajat ihsan. Sedangkan iman itu lebih luas daripada islam bila
ditinjau dari substansinya dan lebih khusus daripada islam bila ditinjau dari
orang yang mencapai derajat iman. Maka di dalam sikap ihsan sudah terkumpul di
dalamnya iman dan islam. Sehingga orang yang bersikap ihsan itu lebih istimewa
dibandingkan orang-orang mu’min yang lain, dan orang yang mu’min itu juga lebih
istimewa dibandingkan orang-orang muslim yang lain… (At Tauhid li shoffil awwal
al ‘aali, Syaikh Sholih Fauzan, hlm. 63)
Muslim, Mu’min dan Muhsin
Oleh karena itulah para ulama’ muhaqqiq/peneliti menyatakan
bahwa setiap mu’min pasti muslim, karena orang yang telah merealisasikan iman
sehingga iman itu tertanam kuat di dalam hatinya pasti akan melaksanakan
amal-amal islam/amalan lahir. Dan belum tentu setiap muslim itu pasti mu’min,
karena bisa jadi imannya sangat lemah sehingga hatinya tidak meyakini
keimanannya dengan sempurna walaupun dia melakukan amalan-amalan lahir dengan
anggota badannya, sehingga statusnya hanya muslim saja dan tidak tergolong
mu’min dengan iman yang sempurna. Sebagaimana Alloh Ta’ala telah berfirman,
“Orang-orang Arab Badui itu mengatakan ‘Kami telah beriman’. Katakanlah ‘Kalian
belumlah beriman tapi hendaklah kalian mengatakan: ‘Kami telah berislam’.” (Al
Hujuroot: 14). Dengan demikian jelaslah sudah bahwasanya agama ini memang
memiliki tingkatan-tingkatan, dimana satu tingkatan lebih tinggi daripada yang
lainnya. Tingkatan pertama yaitu islam, kemudian tingkatan yang lebih tinggi
dari itu adalah iman, kemudian yang lebih tinggi dari tingkatan iman adalah
ihsan (At Tauhid li shoffil awwal al ‘aali, Syaikh Sholih Fauzan, hlm. 64)
Kesimpulan
Dari hadits serta penjelasan di atas maka teranglah bagi
kita bahwasanya pembagian agama ini menjadi tingkatan Syari’at, Ma’rifat dan
Hakikat tidaklah dikenal oleh para ulama baik di kalangan sahabat, tabi’in
maupun tabi’ut tabi’in; generasi terbaik ummat ini. Pembagian yang syar’i
adalah sebagaimana disampaikan oleh Nabi yaitu islam, iman dan ihsan dengan
penjelasan sebagaimana di atas. Maka ini menunjukkan pula kepada kita alangkah
berbahayanya pemahaman sufi semacam itu. Lalu bagaimana mungkin mereka bisa
mencapai keridhoan Alloh Ta’ala kalau cara beribadah yang mereka tempuh justeru
menyimpang dari petunjuk Rosululloh ? Alangkah benar Nabi yang telah bersabda,
“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada dasarnya dari kami
maka amalan itu tertolak.” (HR. Muslim). Barangsiapa yang ingin mencapai
derajat muhsin maka dia pun harus muslim dan mu’min. Tidak sebagaimana anggapan
tarekat sufiyah yang membolehkan orang yang telah mencapai Ma’rifat untuk
meninggalkan syari’at. Wallohu a’lam.
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Sejarah, Kemungkaran-kemungkaran dalam maulid nabi (1/2)
Category : Sejarah,Tarikh,Aqidah,Manhaj Source article: Abunamirah.Wordpress.com Oleh: al Ustadz Abu Mu’awiyyah Hammad Hafizhahullahu ...