BLOG AL ISLAM
Diberdayakan oleh Blogger.
Kontributor
Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha
Arsip Blog
-
►
2011
(33)
- ► Januari 2011 (22)
- ► September 2011 (1)
-
▼
2012
(132)
- ► April 2012 (1)
- ► Agustus 2012 (40)
- ▼ Oktober 2012 (54)
- ► November 2012 (4)
- ► Desember 2012 (3)
-
►
2013
(15)
- ► Maret 2013 (1)
-
►
2015
(53)
- ► Januari 2015 (45)
- ► April 2015 (1)
-
►
2023
(2)
- ► Februari 2023 (1)
- ► Desember 2023 (1)
twitter
Live Traffic
Latest Post
Oktober 30, 2012
Baca Selengkapnya
Sebelum Saudara/i Berpindah ke Artikel Lain atau ke Blog kesedian-nya untuk meninggalkan Terima kasih.....
E T I K A BERCAKAP-CAKAP
Written By sumatrars on Selasa, 30 Oktober 2012 | Oktober 30, 2012
Adab Berbicara
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, kemudian shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, keluarga dan sahabatnya serta yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari yang dijanjikan.
Dalam kehidupan ini sebagai makluk sosial manusia tidak akan pernah lepas dari berkomunikasi, satu dengan yang lainnya. Terkadang untuk suatu keperluan dan terkadang juga sekadar basa-basi. Tapi, kadangkala adab dalam bercakap-cakap ini diabaikan, sehingga tidak sedikit membuat kesal dan tersinggung lawan bicaranya.
Karena itu, inilah eBook yang menjelaskan beberapa etika yang perlu diperhatikan agar percakapan kita menjadi berfaedah dan penuh dengan hikmah, selamat menyimak…
Baca Selengkapnya
Sebelum Saudara/i Berpindah ke Artikel Lain atau ke Blog kesedian-nya untuk meninggalkan Terima kasih.....
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Label:
akhlaq dan nasehat,
index
Oktober 30, 2012
Sebelum Saudara/i Berpindah ke Artikel Lain atau ke Blog kesedian-nya untuk meninggalkan Terima kasih.....
Iman - Malu adalah Identitas Muslim
Malu adalah Identitas Muslim
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Malulah kalian
kepada Allah dengan sebenar-benar malu”. Kami berkata, “Wahai Nabi Allah,
sesungguhnya kami malu, Alhamdulillah (segala puji bagi Allah)”. Rasulullah SAW
bersabda, “Bukan begitu, tetapi malu kepada Allah dengan sebenar-benar malu itu
ialah kamu menjaga kepala dan apa yang ada di dalamnya, kamu menjaga perut
dengan segala isinya, dan hendaklah kamu mengingat mati dan kehancuran.
Barangsiapa menghendaki akhirat dengan meninggalkan kemewahan dunia, orang yang
berbuat demikian, maka ia telah malu yakni kepada Allah dengan sebenar-benar
malu”. [HR Tirmidzi juz 4, hal. 53, no. 2575]
Manusia merupakan makhluk Allah SWT yang paling sempurna. Kesempurnaan itu
tampak dari dianugerahkannya akal, sehingga manusia seharusnya mampu memilah
antara yang hak dan batil. Berbeda dengan makhluk tumbuhan dan binatang, dimana
nafsu lebih mendominasi tanpa akal.
Malu merupakan sifat yang mulia. Sifat yang telah diwariskan oleh para Nabi.
Islam menganjurkan umatnya agar menjadikan malu sebagai penghias hidupnya.
Hiasan yang membawa kebaikan bagi pemiliknya dan menjadi jalan menuju surga.
Rasa malu memang merupakan rem yang sangat ampuh dalam mengontrol perilaku kita.
Sekiranya tidak ada rasa malu pada diri kita, tentu apa yang diisyaratkan hadis
di atas akan benar-benar terjadi. Kita akan melakukan apa saja yang diinginkan
tanpa kekangan. Kalau sudah seperti itu, maka berbagai penyelewengan dan
penyimpangan tentu akan dilakukan tanpa adanya perasaan bersalah.
Bahkan mungkin, berbagai penyimpangan dikemas dalam tampilan yang soleh dan
agamis. Tanpa adanya rasa malu, apa yang tidak layak menjadi pantas, dan apa
yang terlarang menjadi boleh dan dipandang baik. Tuntunan menjadi tontonan, dan
sebaliknya tontonan menjadi tuntunan.
Penting untuk dipahami bahwa rasa malu disini dalam konteks apa-apa yang dibenci
Allah SWT bukan dalam hal-hal yang benar. Sehingga didalam perjuangan menegakkan
kebenaran dan kejujuran wajib dikedepankanlah keberanian. Tidak semestinya
seorang malu untuk menuntut apa yang memang menjadi haknya. Tapi, ia seharusnya
malu jika mengambil apa-apa yang bukan haknya, walaupun tidak ada seorang
manusiapun yang mengetahui perbuatannya.
Alangkah indah sekiranya kaum Muslimin memilika rasa malu yang kuat, sehingga
rasa malu itu menjadi penuntun kearah perilaku yang mulia. Setiap kali
bisikan-bisikan buruk menggoda, maka akan kita katakan, “Sungguh saya malu pada
Allah untuk berbuat yang semacam ini.”
Sudah saatnya malu menjadi budaya yang harus selalu dijaga dan dipelihara, baik
oleh individu, kelompok, terlebih bangsa ini. Kita sadari betapa tidak
berhentinya petaka, bencana, yang melanda bangsa ini mungkin salah satunya
diakibatkan oleh hilangnya rasa malu.
Seorang siswa yang
tahu nikmatnya mencari ilmu tidak akan pernah malu dalam bertanya. Kenapa harus
takut dan malu untuk memburu ilmu yang sedang dipelajari? Sebaliknya dia akan
malu ketika ada bisikan-bisikan untuk mencontek atau memberikan contekan juga.
Seorang Muslim akan
merasa malu ketika melihat tontonan acara tv yang tersuguh dalam bentuk gossip
dan fitnah. Acara mengumbar maksiyat dan kedurhakaan sudah pasti dimatikan bagi
yang masih mempuyai rasa malu.
Seorang pejabat merasa
malu jika menyelewengkan kekuasaan terkait profesinya. Jabatannya merupakan
amanah yang harus diemban. Dia menjadi pejabat bukan karena kehebatannya,
melainkan kepercayaan konstituen kepadanya.
Seorang wanita merasa malu mempertononkan auratnya pada orang yang tidak
memiliki hak atasnya. Dia berpikir bahwa ini merupakan karunia Allah SWT yang
harus dijaga sesuai aturan yang telah digariskan.
Seorang pengusaha merasa
malu jika terlambat memberi upah pada karyawannya. Kesuksesan usahanya adalah
berkat kerja keras para karyawannya. Tak ada artinya dia tanpa bantuan karyawan.
Seorang penguasa merasa
malu jika tidak memberikan pelayanan terbaiknya kepada rakyat. Kekuasaan yang
dimilikinya sangat terbatas oleh ruang dan waktu. Namun, kekuasaan Allah SWT
bersifat kekal. Ketakutannya kepada Allah SWT mendorongnya untuk berbuat adil
dan bijaksana. Semua akan ditanyakan di alam akherat tidak tersisa bab sekecil
apapun.
Apakah masih ada rasa malu di hati kita? Jika kita tidak malu melakukan maksiyat
kecil maka bersiaplah akan hanyut dalam kemungkaran dan maksiyat yang lebih
besar.
Satu lagi, kalau malu hanya berpatokan pada pandangan manusia, maka hal itu akan
melahirkan manusia-manusia yang bersikap munafik. Di depan banyak orang, dia
akan bersikap baik, santun, ramah, dan sebagainya. Begitu tidak terlihat banyak
manusia, dia akan berkhianat, korupsi, menyengsarakan orang lain, serta
melakukan kejahatan kejam lainnya.
Rasa malu merupakan identitas bagi setiap Muslim.
Dari Zaid bin Thalhah bin Rukanah, ia mengatakannya dari Nabi SAW, Rasulullah
SAW bersabda, “Bagi tiap-tiap agama itu ada akhlaqnya, dan akhlaq Islam adalah
malu”. [HR Malik, di dalam Muwaththa' : 905]
Artinya, rasa malu merupakan bagian yang tak boleh terpisahkan dari diri setiap
Muslim.
Begitu hilang rasa malunya, maka hilang pula kepribadiannya sebagai seorang
Muslim. Ia akan terbiasa berbuat dosa, baik terang-terangan maupun tersembunyi.
Makanya, sangat wajar jika Rasulullah SAW murka terhadap orang yang tak punya
rasa malu.
Dari Abu Mas’ud, ia berkata : Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya diantara apa-apa
yang didapati orang-orang dari perkataan para Nabi dahulu ialah : Apabila kamu
sudah tidak malu, maka berbuatlah sekehendakmu”. [HR. Bukhari juz 7, hal. 100]
Betul! Silahkan berbuat sesukamu tanpa malu sehingga Allah akan murka. Dan
bersiaplah untuk menjalani hidup yang sempit di akhirat dan didunia. Mari kita
jaga dan budayakan sifat MALU ketika akan berbuat kemungkaran dan selalu BERANI
dalam memperjuangkan kebenaran.
Sumber : R,Chan
Sebelum Saudara/i Berpindah ke Artikel Lain atau ke Blog kesedian-nya untuk meninggalkan Terima kasih.....
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Label:
akhlaq dan nasehat,
index
Oktober 28, 2012
Aqidah Makna Tauhid
Written By sumatrars on Minggu, 28 Oktober 2012 | Oktober 28, 2012
Aqidah Makna Tauhid
Pada artikel kali ini kita akan memahami MAKNA TAUHID
Makna Tahid saya kutib dari Blog : www.muslim.or.id
Makna Tahid saya kutib dari Blog : www.muslim.or.id
Tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fi’il wahhada-yuwahhidu (dengan
huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu saja. Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Makna ini tidak tepat kecuali diikuti
dengan penafian. Yaitu menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita
jadikan satu saja, kemudian baru menetapkannya” (Syarh Tsalatsatil Ushul,
39).
Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah
menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar dengan segala
kekhususannya (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39). Dari makna ini sesungguhnya
dapat dipahami bahwa banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa
jadi berupa Malaikat, para Nabi, orang-orang shalih atau bahkan makhluk Allah
yang lain, namun seorang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai
satu-satunya sesembahan saja.
Pembagian Tauhid
Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang
dilakukan para ulama sejak dahulu hingga sekarang, mereka menyimpulkan bahwa
ada tauhid terbagi menjadi tiga: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan
Tauhid Al Asma Was Shifat.
Yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyyah adalah
mentauhidkan Allah dalam kejadian-kejadian yang hanya bisa dilakukan oleh
Allah, serta menyatakan dengan tegas bahwa Allah Ta’ala adalah Rabb, Raja, dan
Pencipta semua makhluk, dan Allahlah yang mengatur dan mengubah keadaan mereka.
(Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Meyakini rububiyah yaitu
meyakini kekuasaan Allah dalam mencipta dan mengatur alam semesta, misalnya
meyakini bumi dan langit serta isinya diciptakan oleh Allah, Allahlah yang
memberikan rizqi, Allah yang mendatangkan badai dan hujan, Allah menggerakan
bintang-bintang, dll. Di nyatakan dalam Al Qur’an:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَجَعَلَ
الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ
“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan
bumi dan Mengadakan gelap dan terang” (QS. Al An’am: 1)
Dan perhatikanlah baik-baik, tauhid rububiyyah ini diyakini
semua orang baik mukmin, maupun kafir, sejak dahulu hingga sekarang. Bahkan
mereka menyembah dan beribadah kepada Allah. Hal ini dikhabarkan dalam Al
Qur’an:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
“Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang
kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan mereka?’, niscaya mereka akan
menjawab ‘Allah’ ”. (QS. Az Zukhruf: 87)
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
“Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang
kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan langit dan bumi serta
menjalankan matahari juga bulan?’, niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’ ”.
(QS. Al Ankabut 61)
Oleh karena itu kita dapati ayahanda dari Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam bernama Abdullah, yang artinya hamba Allah. Padahal ketika
Abdullah diberi nama demikian, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tentunya
belum lahir.
Adapun yang tidak mengimani rububiyah Allah adalah kaum
komunis atheis. Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “Orang-orang komunis
tidak mengakui adanya Tuhan. Dengan keyakinan mereka yang demikian, berarti
mereka lebih kufur daripada orang-orang kafir jahiliyah” (Lihat Minhaj
Firqotin Najiyyah)
Pertanyaan, jika orang kafir jahiliyyah sudah menyembah dan
beribadah kepada Allah sejak dahulu, lalu apa yang diperjuangkan oleh
Rasulullah dan para sahabat? Mengapa mereka berlelah-lelah penuh penderitaan
dan mendapat banyak perlawanan dari kaum kafirin? Jawabannya, meski orang kafir
jahilyyah beribadah kepada Allah mereka tidak bertauhid uluhiyyah kepada Allah,
dan inilah yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat.
Tauhid Uluhiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam
segala bentuk peribadahan baik yang zhahir maupun batin (Al Jadid Syarh
Kitab Tauhid, 17). Dalilnya:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada
Engkaulah Kami meminta pertolongan” (Al Fatihah: 5)
Sedangkan makna ibadah adalah semua hal yang dicintai oleh
Allah baik berupa perkataan maupun perbuatan. Apa maksud ‘yang dicintai Allah’?
Yaitu segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, segala
sesuatu yang dijanjikan balasan kebaikan bila melakukannya. Seperti shalat, puasa,
bershodaqoh, menyembelih. Termasuk ibadah juga berdoa, cinta, bertawakkal, istighotsah dan isti’anah.
Maka seorang yang bertauhid uluhiyah hanya meyerahkan semua
ibadah ini kepada Allah semata, dan tidak kepada yang lain. Sedangkan orang
kafir jahiliyyah selain beribadah kepada Allah mereka juga memohon, berdoa,
beristighotsah kepada selain Allah. Dan inilah yang diperangi Rasulullah, ini
juga inti dari ajaran para Nabi dan Rasul seluruhnya, mendakwahkan tauhid uluhiyyah.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا
اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Sungguh telah kami utus Rasul untuk setiap uumat dengan
tujuan untuk mengatakan: ‘Sembahlah Allah saja dan jauhilah thagut‘” (QS.
An Nahl: 36)
Syaikh DR. Shalih Al Fauzan berkata: “Dari tiga bagian
tauhid ini yang paling ditekankan adalah tauhid uluhiyah. Karena ini
adalah misi dakwah para rasul, dan alasan diturunkannya kitab-kitab
suci, dan alasan ditegakkannya jihad di jalan Allah. Semua itu adalah agar
hanya Allah saja yang disembah, dan agar penghambaan kepada selainNya
ditinggalkan” (Lihat Syarh Aqidah Ath Thahawiyah).
Perhatikanlah, sungguh aneh jika ada sekelompok ummat Islam
yang sangat bersemangat menegakkan syariat, berjihad dan memerangi orang kafir,
namun mereka tidak memiliki perhatian serius terhadap tauhid uluhiyyah. Padahal
tujuan ditegakkan syariat, jihad adalah untuk ditegakkan tauhid
uluhiyyah. Mereka memerangi orang kafir karena orang kafir tersebut tidak
bertauhid uluhiyyah, sedangkan mereka sendiri tidak perhatian terhadap tauhid uluhiyyah??
Sedangkan Tauhid Al Asma’ was Sifat adalah
mentauhidkan Allah Ta’ala dalam penetapan nama dan sifat
Allah, yaitu sesuai dengan yang Ia tetapkan bagi diri-Nya dalam Al Qur’an dan Hadits Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam. Cara bertauhid asma wa sifat Allah ialah dengan
menetapkan nama dan sifat Allah sesuai yang Allah tetapkan bagi diriNya dan
menafikan nama dan sifat yang Allah nafikan dari diriNya, dengan tanpa tahrif,
tanpa ta’thil dan tanpa takyif (Lihat Syarh
Tsalatsatil Ushul). Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
“Hanya milik Allah nama-nama yang husna, maka memohonlah
kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya” (QS. Al A’raf: 180)
Tahrif adalah memalingkan makna ayat atau hadits tentang
nama atau sifat Allah dari makna zhahir-nya menjadi makna lain yang
batil. Sebagai misalnya kata ‘istiwa’ yang artinya ‘bersemayam’
dipalingkan menjadi ‘menguasai’.
Ta’thil adalah mengingkari dan menolak sebagian
sifat-sifat Allah. Sebagaimana sebagian orang yang menolak bahwa Allah berada
di atas langit dan mereka berkata Allah berada di mana-mana.
Takyif adalah menggambarkan hakikat wujud Allah.
Padahal Allah sama sekali tidak serupa dengan makhluknya, sehingga tidak ada
makhluk yang mampu menggambarkan hakikat wujudnya. Misalnya sebagian orang
berusaha menggambarkan bentuk tangan Allah,bentuk wajah Allah, dan lain-lain.
Adapun penyimpangan lain dalam tauhid asma wa sifat Allah
adalah tasybih dan tafwidh.
Tasybih adalah menyerupakan sifat-sifat Allah
dengan sifat makhluk-Nya. Padahal Allah berfirman yang artinya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah. Sesungguhnya
Dia Maha Mendengar Lagi Maha Melihat” (QS. Asy Syura: 11)
Kemudian tafwidh, yaitu tidak menolak nama atau
sifat Allah namun enggan menetapkan maknanya. Misalnya sebagian orang yang
berkata ‘Allah Ta’ala memang ber-istiwa di atas ‘Arsy namun kita tidak tahu
maknanya. Makna istiwa kita serahkan kepada Allah’. Pemahaman
ini tidak benar karena Allah Ta’ala telah mengabarkan sifat-sifatNya dalam
Qur’an dan Sunnah agar hamba-hambaNya mengetahui. Dan Allah telah
mengabarkannya dengan bahasa Arab yang jelas dipahami. Maka jika kita
berpemahaman tafwidh maka sama dengan menganggap perbuatan
Allah mengabarkan sifat-sifatNya dalam Al Qur’an adalah sia-sia karena tidak
dapat dipahami oleh hamba-Nya.
Pentingnya mempelajari tauhid
Banyak orang yang mengaku Islam. Namun jika kita tanyakan
kepada mereka, apa itu tauhid, bagaimana tauhid yang benar, maka sedikit sekali
orang yang dapat menjawabnya. Sungguh ironis melihat realita orang-orang yang
mengidolakan artis-artis atau pemain sepakbola saja begitu hafal dengan nama,
hobi, alamat, sifat, bahkan keadaan mereka sehari-hari. Di sisi lain seseorang
mengaku menyembah Allah namun ia tidak mengenal Allah yang disembahnya. Ia
tidak tahu bagaimana sifat-sifat Allah, tidak tahu nama-nama Allah, tidak
mengetahui apa hak-hak Allah yang wajib dipenuhinya. Yang akibatnya, ia tidak
mentauhidkan Allah dengan benar dan terjerumus dalam perbuatan syirik. Wal’iyydzubillah.
Maka sangat penting dan urgen bagi setiap muslim mempelajari tauhid yang benar,
bahkan inilah ilmu yang paling utama. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
berkata: “Sesungguhnya ilmu tauhid adalah ilmu yang paling mulia dan
paling agung kedudukannya. Setiap muslim wajib mempelajari, mengetahui, dan
memahami ilmu tersebut, karena merupakan ilmu tentang Allah Subhanahu
wa Ta’ala, tentang nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan hak-hak-Nya atas
hamba-Nya” (Syarh Ushulil Iman, 4).
Dikutip dari Sumber Artikel www.muslim.or.id dan Sumber
Penulis: Yulian Purnama
Semoga Artikel kali
bermanfaat, dan jangan lupa sebelum pindah ke lain artikel untuk meninggalkan
komentar Anda!
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Oktober 27, 2012
Penulis: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi خفظه الله
Pengantar:
Beliau Berkata:
Imam Syafi’i VS Ahlu Bathil
atau
Tulisan terkait:
Baca eBook-eBook dalam tulisan Madzhab Syafi’i
Imam Syafii VS Ahlu Bathil
Written By sumatrars on Sabtu, 27 Oktober 2012 | Oktober 27, 2012
Imam Syafi’i VS Ahlu Bathil
Nama eBook: Imam Syafi’i VS Ahlul BathilPenulis: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi خفظه الله
Pengantar:
Alhamdulillah, segala puji bagi Rabb semesta alam, kemudian shalawat dan
salam bagi Rasulullah صلى الله عليه وسلم, keluarganya, sahabatnya dan yang
mengikuti mereka hingga suatu hari yang pasti, amma ba’du:
Tak
diragukan lagi bahwa ulama adalah pewaris para nabi, Salah satu dereten Ulama
yang mulia adalah Imam Syafi’i رحمه الله, Imam pembela sunnah, sang pembela
hadits, yang konsisten mengikuti al-Qur’an dan as-Sunnah serta menentang para
pelaku kebatilan dari golongan ahlu ahwa dan ahlu bid’ah, kami kutipkan dilaman
ini:
Imam Syafi’i VS Syi’ah
Imam Syafi’i
memperingatkan keras kepada kita akan kejelekan Syiah. Beliau رحمه الله menyebut
mereka dengan kelompok yang paling jelek. Beliau juga mengatakan:
لَـمْ أَرَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ الأَهْوَاءِ أَشْهَدَ بِالزُّوْرِ مِنَ
الرَّافِضَةِ
“Saya tidak mendapati seorang
pun dari pengekor hawa nafsu yang lebih pendusta daripada kaum Rafidhah.”
Imam Syafi’i VS SufiBeliau Berkata:
لَوْ أَنَّ رَجُلًا تَصَوَّفَ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ لَـمْ يَأْتِ عَلَيْهِ
الـظُّهْرِ إِلَّا وَجَدْتَهُ أَحْـمَقَ
“Seandainya seorang menjadi
sufi di awal siang hari, maka sebelum zhuhur akan engkau dapati dia termasuk
orang yang pandir.”
أَسُّ تَصَوَّفِ الْـكَسْلُ
“Pokok utama tasawuf adalah
kemalasan.”
خَلَّفْتُ بِبَغْدَادَ شَيْئًا أَحْدَثَتْهُ الزَّنَادِقَةُ يُسَمُوْنَهُ
“التَّغْبِـيْرَ” يُشْغِلُوْنَ بِهِ النَّاسَ عَنِ الْقُرآنِ
“Saya tinggalkan kota Baghdad
sesuatu yang dibuat oleh orang-orang zindiq, mereka menamainya dengan
taghbir untuk melalaikan manusia dari al-Qur’an.”
Demikianlah
sekelumit peringatan keras imam Syafi’i رحمه الله terhadap kelompok yang
menyimpang, simak eBook ini untuk melihat pelajaran berharga dari beliau…
Download:Imam Syafi’i VS Ahlu Bathil
atau
Tulisan terkait:
Baca eBook-eBook dalam tulisan Madzhab Syafi’i
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Label:
ebook,
fatwa ulama,
index
Oktober 26, 2012
Fiqih Mencacah Daging Qurban di dalam masjid
Written By sumatrars on Jumat, 26 Oktober 2012 | Oktober 26, 2012
Mencacah Daging Qurban di dalam Masjid
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, wa ba’du,
Satu tradisi yang banyak tersebar di masyarakat kita, menyembelih
qurban di lingkungan masjid dan
mencacah daging untuk pembagian yang dilakukan di dalam masjid. Bagi masyarakat
yang kurang perhatian dengan kebersihan, fenomena ini dianggap sebagai masalah
biasa. Apalagi ketika mereka kurang terdidik untuk memuliakan masjid.
Ada beberapa catatan penting yang bisa kita kupas terkait kasus mencacah daging qurban di
dalam masjid:
Pertama, selaku orang yang beriman, kita diwajibkan menghormati tempat ibadah kita, yaitu masjid. Karena masjid adalah tempat yang dimuliakan Allah. Hanya mereka yang beriman kepada Allah dan hari akhir, yang sanggup memakmurkan dan memuliakan masjid Allah,
Pertama, selaku orang yang beriman, kita diwajibkan menghormati tempat ibadah kita, yaitu masjid. Karena masjid adalah tempat yang dimuliakan Allah. Hanya mereka yang beriman kepada Allah dan hari akhir, yang sanggup memakmurkan dan memuliakan masjid Allah,
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ الله مَنْ آمَنَ بِالله وَالْيَوْمِ الآخِرِ
“Orang yang memakmurkan masjid Allah, hanyalah orang yang beriman kepada Allah
dan hari akhir.” (QS. At-Taubah:
18).
Dalam rangka memuliakan masjid, Allah perintahkan seluruh umat manusia agar
menggunakan pakaian sopan
ketika masuk masjid.
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ
“Wahai anak Adam
(manusia), pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid..” (QS.
Al-A’raf: 31)
Dalam hadis, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
أَحَبُّ البلاد إلى الله مساجدها، وأبغض البلاد إلى الله أسواقها
“Tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid dan tempat yang paling dibenci
Allah adalah pasar.” (HR. Muslim
no. 671).
Termasuk bukti kita mencintai Allah adalah mencintai sesuatu yang Allah cintai,
diantaranya adalah masjid.
Diantara contoh penerapan menghormati masjid, telah dinyatakan dalam hadis yang
diceritakan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, tentang kedatangan orang
badui pelosok, yang nyelonong masuk masjid nabawi kemudian kencing di dalam
masjid. Para sahabat yang geram karena ingin memukuli orang ini, dicegah oleh
sang Nabi yang sangat penyantun. Setelah selesai, beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam berpesan kepada si badui:
إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لاَ تَصْلُحُ لِشَىْءٍ مِنْ هَذَا الْبَوْلِ وَلاَ
الْقَذَرِ إِنَّمَا هِىَ لِذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالصَّلاَةِ وَقِرَاءَةِ
الْقُرْآنِ
“Sesungguhnya masjid tidak selayaknya digunakan untuk kencing atau kotoran.
Masjid hanya untuk dzikrullah, shalat,
dan membaca Al-Quran.” (HR.
Muslim no. 285).
Hadis ini memberi pelajaran bagi kita, semua kegiatan yang bertentangan atau
mengganggu berlangsungnya fungsi utama masjid, seperti dzikrullah, kajian islam, shalat,
atau membaca Al-Quran, tidak selayaknya dilakukan di dalam masjid. Tak
terkecuali kegiatan yang menimbulkan sesuatu yang berbau, yang bisa mengganggu
orang yang melakukan fungsi utama masjid.
Kedua, dalam kegiatan
penyembelihan hewan qurban, kita
tidak akan lepas dari kotoran, darah, bau daging, dst. Tentu saja, semua ini
bisa menjadi sebab ketidak-nyamanan bagi orang yang butuh konsentrasi, baik
ketika ibadah maupun
kegiatan lainnya. Lebih dari itu, mayoritas ulama menyatakan bahwa darah yang
memancar ketika proses penyembelihan, hukumnya najis. Allah berfirman:
قُل لاَّ أَجِدُ فِيمَا أُوْحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّماً عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلاَّ
أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَماً مَّسْفُوحاً أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ
أَوْ فِسْقاً أُهِلَّ لِغَيْرِ اللّهِ بِهِ
Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu
yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu
bangkai, atau darah
yang mengalir atau daging
babi karena sesungguhnya semua itu najis atau binatang haram yang disembelih
atas nama selain Allah. (QS. Al-Anam:
145).
Bahkan sebagian ulama, semacam imam Ahmad, menyatakan bahwa ulama sepakat, bahwa
darah memancar dari binatang hukumnya najis. (Simak Syarh Umdatul Fiqh, 1/105).
Karena alasan di atas, sebagian ulama melarang keras penyembelihan yang
dilakukan di lingkungan masjid. Apalagi jika dagingnya dicacah di serambi masjid.
Berikut keterangan Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi – rahimahullah –
Mufti KSA Bagian Selatan, ketika beliau ditanya oleh salah seorang pelajar
indonesia, tentang hukum menyembelih
di masjid atau halaman masjid yang bisa mengotori masjid.
ذبح الأضحية إما في المجزرة أو في الفضاء وإلا فكل واحد يذبح أضحيته في بيته. اتقوا
الله يا أهل أندونسيا لا تنجسوا المساجد بالدم المسفوح الذي هو نجس بصريح القرآن
وبإجماع العلماء من زمن الصحابة إلى الآن.
“Menyembelih hewan qurban seharus dilakukan di tempat penyembelihan, atau tanah
lapang. Atau kalau tidak, masing-masing orang menyembelih hewan qurbannya di
rumahnya. Karena itu, bertaqwalah kepada Allah wahai penduduk indonesia, jangan
menajisi masjid dengan
darah yang memancar, yang hukumnya najis berdasarkan dalil tegas Al-Quran dan
sepakat ulama dari zaman sahabat hingga saat ini.
(dikutip dari Artikel KonsultasiSyariah.com).
Allahu a’lam
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Oktober 23, 2012
Anas bin Malik pernah mengatakan, “Hari Arafah lebih utama dari 10.000 hari-hari lainnya."[1] Siapa saja yang berpuasa ketika itu akan mendapatkan ampunan dosa (yaitu dosa kecil) untuk dua tahun.
Mengenai hari Arafah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Di antara hari yang Allah banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah hari Arafah. Dia akan mendekati mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada para malaikat. Kemudian Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?” [2]
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hari Arafah adalah hari pembebasan dari api neraka. Pada hari itu, Allah akan membebaskan siapa saja yang sedang wukuf di Arafah dan penduduk negeri kaum muslimin yang tidak melaksanakan wukuf. Oleh karena itu, hari setelah hari Arafah –yaitu hari Idul Adha- adalah hari ‘ied bagi kaum muslimin di seluruh dunia. Baik yang melaksanakan haji dan yang tidak melaksanakannya sama-sama akan mendapatkan pembebasan dari api neraka dan ampunan pada hari Arafah.” [3]
Ibnu Rajab selanjutnya menjelaskan bahwa siapa yang ingin mendapatkan pembebasan dari api neraka dan pengampunan dosa pada hari Arafah, maka lakukanlah hal-hal berikut. [4]
PERTAMA :
Melaksanakan puasa Arafah (bagi yang tidak berhaji). Dari Abu Qatadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,:
“Puasa Arafah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” [5]
KEDUA :
Menjaga anggota badan dari hal-hal yang diharamkan pada hari tersebut.
KETIGA :
Memperbanyak syahadat tauhid, keikhlasan dan kejujuran pada hari tersebut karena semuanya tadi adalah asas agama ini yang Allah sempurnakan pada hari Arafah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri sering memperbanyak hal-hal tadi dan beliau menyebutkannya setelah menyebutkan bahwa do’a pada hari Arafah adalah sebaik-baik do’a. Disebutkan dalam hadits,
“Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari Arafah. Dan sebaik-baik yang kuucapkan, begitu pula diucapkan oleh para Nabi sebelumku adalah ucapan “Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘ala kulli sya-in qodiir (Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Miliki-Nya segala kerajaan, segala pujian dan Allah yang menguasai segala sesuatu)”. [6]
KEEMPAT :
Memerdekakan seorang budak jika mampu. Karena barangsiapa yang memerdekakan seorang budak mukmin, maka Allah akan membebaskan anggota tubuhnya dari api neraka karena anggota tubuh budak yang ia merdekakan.
KELIMA :
Memperbanyak do’a ampunan dan pembebasan dari api neraka ketika itu karena hari Arafah adalah hari terkabulnya do’a. Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari Arafah.” [7]
Dan untuk mendapatkan pembebasan dari api neraka dan pengampunan dosa, hendaklah pula dijauhi segala dosa yang dapat menghalangi dari mendapatkan ampunan. Di antara yang harus dijauhi adalah:
Itulah yang dinasehatkan oleh Ibnu Rajab agar seseorang bisa mendapatkan ampunan dan pembebasan dari api neraka pada hari Arafah.
Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang mendapatkan ampunan dan pembebasan dari api neraka pada hari tersebut.
Ya Allah, terimalah setiap amalan kami di hari Arafah yang mulia ini dan jadikanlah kami termasuk orang-orang yang mendapatkan pengampunan dosa dan pembebasan dari api neraka. Sesungguhnya engkau Maha Mengijabahi setiap do’a-do’a kami.
Segala puji bagi Allah yang dengan setiap nikmat-Nya segala kebaikan menjadisempurna.
Sumber Penulis :Muhammad Abduh Tuasikal Sumber Artikel : Muslim.or.id
[1]Latho-if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 489, Al Maktab Al Islamiy, cetakan pertama, tahun 1428 H.
[2] HR. Muslim no. 1348, dari ‘Aisyah.
[3] Latho-if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 482.
[4] Ini adalah penjelasan yang kami olah dari pemaparan Ibnu Rajab dengan sedikit penambahan dari kami.
[5] HR. Muslim no. 1162, dari Abu Qotadah.
[6] HR. Tirmidzi no. 3585, dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
[7] Idem
[8] HR. Bukhari no. 5783, dari Ibnu ‘Umar.
[9] Lihat Latho-if Al Ma’arif , 493-496.
Haji - Sebab Mendapatkan Ampunan di Hari Arafah
Written By sumatrars on Selasa, 23 Oktober 2012 | Oktober 23, 2012
Sebab Mendapatkan Ampunan di Hari Arafah
Hari Arafah adalah hari di mana Allah menyempurnakan Islam dan menyempurnakan nikmat-Nya ketika itu. Hari Arafah adalah hari haji Akbar menurut mayoritas
salaf. Hari Arafah juga adalah hari istimewa bagi umat ini.
Anas bin Malik pernah mengatakan, “Hari Arafah lebih utama dari 10.000 hari-hari lainnya."[1] Siapa saja yang berpuasa ketika itu akan mendapatkan ampunan dosa (yaitu dosa kecil) untuk dua tahun.
Mengenai hari Arafah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُولُ مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ
“Di antara hari yang Allah banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah hari Arafah. Dia akan mendekati mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada para malaikat. Kemudian Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?” [2]
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hari Arafah adalah hari pembebasan dari api neraka. Pada hari itu, Allah akan membebaskan siapa saja yang sedang wukuf di Arafah dan penduduk negeri kaum muslimin yang tidak melaksanakan wukuf. Oleh karena itu, hari setelah hari Arafah –yaitu hari Idul Adha- adalah hari ‘ied bagi kaum muslimin di seluruh dunia. Baik yang melaksanakan haji dan yang tidak melaksanakannya sama-sama akan mendapatkan pembebasan dari api neraka dan ampunan pada hari Arafah.” [3]
Ibnu Rajab selanjutnya menjelaskan bahwa siapa yang ingin mendapatkan pembebasan dari api neraka dan pengampunan dosa pada hari Arafah, maka lakukanlah hal-hal berikut. [4]
PERTAMA :
Melaksanakan puasa Arafah (bagi yang tidak berhaji). Dari Abu Qatadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,:
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
“Puasa Arafah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” [5]
KEDUA :
Menjaga anggota badan dari hal-hal yang diharamkan pada hari tersebut.
KETIGA :
Memperbanyak syahadat tauhid, keikhlasan dan kejujuran pada hari tersebut karena semuanya tadi adalah asas agama ini yang Allah sempurnakan pada hari Arafah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri sering memperbanyak hal-hal tadi dan beliau menyebutkannya setelah menyebutkan bahwa do’a pada hari Arafah adalah sebaik-baik do’a. Disebutkan dalam hadits,
خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
“Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari Arafah. Dan sebaik-baik yang kuucapkan, begitu pula diucapkan oleh para Nabi sebelumku adalah ucapan “Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘ala kulli sya-in qodiir (Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Miliki-Nya segala kerajaan, segala pujian dan Allah yang menguasai segala sesuatu)”. [6]
KEEMPAT :
Memerdekakan seorang budak jika mampu. Karena barangsiapa yang memerdekakan seorang budak mukmin, maka Allah akan membebaskan anggota tubuhnya dari api neraka karena anggota tubuh budak yang ia merdekakan.
KELIMA :
Memperbanyak do’a ampunan dan pembebasan dari api neraka ketika itu karena hari Arafah adalah hari terkabulnya do’a. Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ
“Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari Arafah.” [7]
Dan untuk mendapatkan pembebasan dari api neraka dan pengampunan dosa, hendaklah pula dijauhi segala dosa yang dapat menghalangi dari mendapatkan ampunan. Di antara yang harus dijauhi adalah:
PERTAMA :
Sifat sombong dan takabbur. Allah Ta’ala berfirman,
وَاللَّهُ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.(QS. Al Hadid: 23)
Sebagaimana pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ
“Allah tidak akan memandang siapa saja yang menjulurkan celananya (di bawah mata kaki) dengan sombong.” [8]
KEDUA :
Tidak terus menerus dalam melakukan dosa-dosa besar (al kaba-ir).[9]
Itulah yang dinasehatkan oleh Ibnu Rajab agar seseorang bisa mendapatkan ampunan dan pembebasan dari api neraka pada hari Arafah.
Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang mendapatkan ampunan dan pembebasan dari api neraka pada hari tersebut.
Ya Allah, terimalah setiap amalan kami di hari Arafah yang mulia ini dan jadikanlah kami termasuk orang-orang yang mendapatkan pengampunan dosa dan pembebasan dari api neraka. Sesungguhnya engkau Maha Mengijabahi setiap do’a-do’a kami.
Segala puji bagi Allah yang dengan setiap nikmat-Nya segala kebaikan menjadisempurna.
Sumber Penulis :Muhammad Abduh Tuasikal Sumber Artikel : Muslim.or.id
[1]Latho-if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 489, Al Maktab Al Islamiy, cetakan pertama, tahun 1428 H.
[2] HR. Muslim no. 1348, dari ‘Aisyah.
[3] Latho-if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 482.
[4] Ini adalah penjelasan yang kami olah dari pemaparan Ibnu Rajab dengan sedikit penambahan dari kami.
[5] HR. Muslim no. 1162, dari Abu Qotadah.
[6] HR. Tirmidzi no. 3585, dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
[7] Idem
[8] HR. Bukhari no. 5783, dari Ibnu ‘Umar.
[9] Lihat Latho-if Al Ma’arif , 493-496.
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Label:
haji dan umrah,
index
Oktober 23, 2012
Haji Mabrur (3): Benarkah Dianjurkan Tinggal 8 Hari di Kota Madinah?
Haji Mabrur (3): Benarkah Dianjurkan Tinggal 8 Hari di Kota Madinah?
Hadits ini adalah hadits yang lemah,
karena di dalamnya ada seorang perawi yang bernama Nubaith. Dan dia
adalah seorang perawi yang majhul, majhul
‘ain (tidak
diketahui orangnya) dan juga majhul
hal (keadaannya).
Dan keutamaan yang di dapat atas hadits ini menyeluruh di setiap
masjid yang didirikan shalat berjama’ah, di daerah manapun dan tidak
khusus hanya di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Wallahu a’lam.
Sabtu, 26 Syawwal 1432H Dammam KSA
Sumber Penulis: Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc Sumber Artikel Muslim.Or.Id
Pertanyaan: “Saya
pernah mendengar bahwa barangsiapa yang shalat di Masjid Nabawi
sebanyak 40 kali shalat dituliskan baginya keterlepasan dari sifat
munafik, Apakah hadits ini shahih (benar)?”
Jawaban: “Segala
puji hanya bagi Allah Ta’ala, semoga shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, no hadits: 12173, dari Anas
bin Malik radhiyallahu
‘anhu, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَلَّى فِي مَسْجِدِي أَرْبَعِينَ صَلاةً لا يَفُوتُهُ صَلاةٌ
كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنْ النَّارِ ، وَنَجَاةٌ مِنْ الْعَذَابِ ،
وَبَرِئَ مِنْ النِّفَاقِ
Artinya: “Barangsiapa yang shalat di Masjidku sebanyak 40 kali
shalat, ia tidak ketinggalan shalat maka niscaya dituliskan baginya
kelepasan dari api neraka dan keselamatan dari adzab dan terlepas
dari kemunafikan.”
Nubaith adalah seorang perawi yang majhul
hal, karena tidak
ada seorangpun dari para ahli hadits yang menyatakan dia adalah
perawi yang tsiqah (terpercaya),
kecuali Ibnu Hibban dan Al Haitsamy serta Al Mundziry.
Adapun Ibnu Hibban menyatakan tsiqah (terpercaya) karena sebagaimana
yang diketahui oleh para ahli hadits bahwa Ibnu Hibban sering
menjadikan perawi-perawi yang majhul menjadi
perawi tsiqah (terpercaya).
Adapun Al Haitsamy, pendapatnya berdasarkan pendapat Ibnu Hibban.
Sedangkan Al Mundziry tidak terlalu jelas penyebutannya tentang
Nubaith, bahwa dia adalah perawi yang tsiqah, dan Al Mundziry
sendiri telah keliru dalam pernyataannya, karena Nubaith bukanlah
seorang perawi dari perawi-perawi yang ada di dalam kitab Shahih
Bukhari dan Muslim bahkan bukan perawi yang ada di dalam kitab-kitab
hadits yang enam, yaitu Shahih Bukhari, Muslim, Sunan Abu Daud,
Tirmidzi, Ibnu Majah dan An Nasai.
Dan Nubaith adalah perawi yang majhul
‘ain karena tidak
ada yang meriwayatkan haditsnya kecuali dari jalan Abdurrahman bin
Abi Laila dan Nubaith sendiri hanya meriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu, lalu kapan wafatnya Nubaith juga tidak diketahui,
sehingga memungkinkan dengannya, kita mengetahui apakah ia
benar-benar bertemu dengan Anas bin Malik atau tidak. Lihat kitab Silsilat
Al Ahadits Adh Dha’ifah, no. 364.
Oleh sebab inilah Al Albani di dalam kitab Silsilat
Al Ahadits Adh dha’ifah, no. 364 menyatakan hadits ini “Lemah”
bahkan dalam kitab Dha’ifut
Targhib, no hadits: 755 bahwa hadits tersebut mungkar (istilah
di dalam ilmu hadits yang maksudnya adalah: hadits yang lemah
menyelisihi hadits yang shahih).
Beliau juga mengatakan di dalam kitab beliau “Hajjatun Nabiyyi
shallallahu ‘alaihi wasallam”, hal: 185:
“أن من بدع زيارة المدينة النبوية التزام زوار المدينة الإقامة فيها
أسبوعا حتى يتمكنوا من الصلاة في المسجد النبوي أربعين صلاة ، لتكتب
لهم براءة من النفاق وبراءة من النار”
Termasuk perbuatan bid’ah saat ziarah ke kota Madinah Nabawiyyah
adalah keharusan para penziarah untuk menetap di sana selama
seminggu sehingga memungkinkan bagi mereka untuk shalat di masjid
Nabawi 40 kali shalat, agar dituliskan bagi mereka keterlepasan dari
sifat munafik dan siksa neraka
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata:
“Adapun apa yang tersebar di masyarakat bahwa seorang penziarah (kota
Madinah) hendaklah ia berdiam (maksudnya di kota Madinah-pent)
selama 8 hari sehingga dapat shalat 40 kali, maka seperti ini
meskipun diriwayatkan di dalamnya sebagian hadits: “Barangsiapa yang
shalat didalamnya sebanyak 40 kali shalat, maka niscaya dituliskan
baginya lepas dari api neraka dan keselamatan dari adzab dan
terlepas dari kemunafikan”, akan tetapi hadits ini adalah hadits
yang lemah menurut para pakar peneliti hadits, tidak bisa dijadikan
sandaran, karena di dalam hadits ini telah menyendiri seorang perawi
yang tidak dikenal dengan hadits dan periwayatan, dan telah
dikuatkan oleh orang yang tidak disandarkan penguatannya jika ia
menyendiri periwayatannya, jadi yang jelas bahwa hadits yang di
dalamnya ada keutamaan 40 shalat di dalam masjid nabawi adalah
hadits yang lemah tidak bisa dijadikan sandaran, dan berziarah tidak
mempunyai batasan yang tertentu dan jika menziarahinya selama 1 jam
atau dua jam atau sehari atau dua hari atau lebih banyak daripada
itu maka tidak mengapa”. Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, juz
17/hal:406.
Dan hadits yang lemah ini sudah ditutupi oleh sebuah hadits yang
derajatnya hasan diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, no hadits: 241,
tentang keutamaan selalu menjaga akan takbiratul ihram bersama
jama’ah, dari shahabat Anas bin Malikradhiyallahu ‘anhu,
beliau berkata: “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِي جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ
التَّكْبِيرَةَ الأُولَى كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَتَانِ بَرَاءَةٌ مِنْ
النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنْ النِّفَاقِ”.
Artinya: “Barangsiapa
yang shalat untuk Allah selama 40 hari di dalam jama’ah, ia
mendapati takbir yang pertama, maka niscaya dituliskan baginya dua
keterlepasan, lepas dari neraka dan lepas dari kemunafikan”. Dihasankan
oleh Imam Al Albani di dalam kitab Shahihut Tirmidzi, no hadits:
200.
Dan berdasarkan atas ini maka barangsiapa yang selalu menjaga shalat
selama 40 hari, ia mendapati takbiratul ihram bersama jama’ah maka
niscya dituliskan baginya dua keterlepasan,lepas dari neraka dan
lepas dari kemunafikan, baik itu di masjid Nabawi atau Mekkah atau
selain keduanya dari masjid-masjid yang ada.
Sebelum diakhiri tulisan ini, perlu diingatkan akan beberapa keadaan
yang semestinya tidak terjadi, yaitu sebagian para penziarah kota
Madinah yang berkeyakinan bahwa selama di kota Madinah mengerjakan
40 kali shalat di Masjid Nabawi, setelah merampungkan jumlah
shalatnya sebanyak 40 kali shalat, maka sebagian mereka tidak mau
lagi menghadiri shalat berjamaah di Masjid Nabawi dengan keyakinan
di atas tadi, yaitu sudah selesai 40 kali shalat!
Padahal shalat di masjid Nabawi mendapatkan pahala 1000 shalat
dibandingkan masjid lain selain masjid Al Haram Mekkah.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم-
قَالَ « صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ
فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ ».
Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu meriwayatkan
bahwa Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallambersabda: “Satu
shalat di masjidku ini lebih utama dari 1000 shalat dari masjid
lainnya kecuali masjid Al Haram”. HR.
Bukhari dan Muslim.
Akibat keyakinan diatas, sebagian para penziarah kota Madinah yang
notabenenya kebanyakan mereka adalah para jamaah haji baik sebelum
atau sesudah pelaksanaan ibadah haji, telah melewatkan keutamaan
yang tidak di dapatkan kecuali di Masjid Nabawi.
Sabtu, 26 Syawwal 1432H Dammam KSA
Sumber Penulis: Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc Sumber Artikel Muslim.Or.Id
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Label:
haji dan umrah,
index
Oktober 23, 2012
13 Perkara Yang Wanita Islam Perlu Jaga
13 Perkara Yang Wanita Islam Perlu Jaga
1.
Bulu kening
Menurut Bukhari, Rasullulah
melaknat perempuan yang mencukur atau menipiskan bulu kening atau meminta
supaya dicukurkan bulu kening – Petikan dari Hadis Riwayat Abu Daud Fi Fathil
Bari.
2.
Kaki (tumit kaki)
Dan janganlah mereka (perempuan)
membentakkan kaki (atau mengangkatnya) agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan – Petikan dari Surah An-Nur Ayat 31.
Keterangan : Menampakkan kaki dan
menghayunkan/ melenggokkan badan mengikut hentakan kaki terutamanya pada mereka
yang mengikatnya dengan loceng…sama juga seperti pelacur dizaman jahiliyyah ….
3.
Wangian
Siapa sahaja wanita yang memakai
wangi-wangian kemudian melewati suatu kaum supaya mereka itu mencium baunya,
maka wanita itu telah dianggap melakukan zina dan tiap-tiap mata ada zinanya
terutamanya hidung yang berserombong kapal kata orang sekarang hidong belang –
Petikan dari Hadis Riwayat Nasaii, Ibn Khuzaimah dan Hibban.
4.
Dada
Hendaklah mereka (perempuan)
melabuhkan kain tudung hingga menutupi bahagian hadapan dada-dada mereka –
Petikan dari Surah An-Nur Ayat 31.
5.
Gigi
Rasullulah melaknat perempuan yang
mengikir gigi atau meminta supaya dikikirkan giginya – Petikan dari Hadis
Riwayat At-Thabrani, Dilaknat perempuan yang menjarangkan giginya supaya
menjadi cantik, yang merubah ciptaan Allah – Petikan dari Hadis Riwayat Bukhari
dan Muslim.
6.
Muka dan leher
Dan tinggallah kamu (perempuan) di
rumah kamu dan janganlah kamu menampakkan perhiasan mu seperti orang jahilliah
yang dahulu. Keterangan : Bersolek (make-up) dan menurut Maqatil sengaja
membiarkan ikatan tudung yang menampakkan leher seperti orang Jahilliyah.
7.
Muka dan Tangan
Asma Binti Abu Bakar telah menemui
Rasullulah dengan memakai pakaian yang tipis. Sabda Rasullulah: Wahai Asma!
Sesungguhnya seorang gadis yang telah berhaid tidak boleh baginya menzahirkan
anggota badan kecuali pergelangan tangan dan wajah sahaja – Petikan dari Hadis
Riwayat Muslim dan Bukhari.
8.
Tangan
Sesungguhnya kepala yang ditusuk
dengan besi itu lebih baik daripada menyentuh kaum yang bukan sejenis yang
tidak halal baginya – Petikan dari Hadis Riwayat At Tabrani dan Baihaqi.
9.
Mata
Dan katakanlah kepada perempuan
mukmin hendaklah mereka menundukkan sebahagian dari pemandangannya – Petikan
dari Surah An Nur Ayat 31.
Sabda Nabi Muhamad SAW, Jangan
sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya. Kamu hanya boleh pandangan
yang pertama sahaja manakala pandangan seterusnya tidak dibenarkan, hukumnya
haram – Petikan dari Hadis Riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi.
10.
Mulut (suara)
Janganlah perempuan-perempuan itu
terlalu lunak dalam berbicara sehingga berkeinginan orang yang ada perasaan
serong dalam hatinya, tetapi ucapkanlah perkataan-perkataan yang baik – Petikan
dari Surah Al Ahzab Ayat 32.
Sabda Nabi Muhammad SAW,
Sesungguhnya akan ada umatku yang minum arak yang mereka namakan dengan yang
lain, iaitu kepala mereka dilalaikan oleh bunyi-bunyian (muzik) dan penyanyi
perempuan, maka Allah akan tenggelamkan mereka itu dalam bumi – Petikan dari
Hadis Riwayat Ibn Majah.
11.
Kemaluan
Dan katakanlah kepada
perempuan-perempuan mukmin, hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan
menjaga kehormatan mereka – Petikan dari Surah An Nur Ayat 31.
Apabila seorang perempuan itu
solat lima waktu, puasa di bulan Ramadan, menjaga kehormatannya dan mentaati
suaminya, maka masuklah ia ke dalam Syurga daripada pintu-pintu yang ia
kehendakinya – Hadis Riwayat Riwayat Al Bazzar.
Tiada seorang perempuan pun yang
membuka pakaiannya bukan di rumah suaminya, melainkan dia telah membinasakan
tabir antaranya dengan Allah – Petikan dari Hadis Riwayat Tirmidzi, Abu Daud
dan Ibn Majah.
12.
Pakaian
Barangsiapa memakai pakaian yang
berlebih-lebihan terutama yang menjolok mata , maka Allah akan memberikan
pakaian kehinaan di hari akhirat nanti – Petikan dari Hadis Riwayat Ahmad, Abu
D , An Nasaii dan Ibn Majah.
Petikan dari Surah Al Ahzab Ayat
59. Bermaksud : Hai nabi-nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin, hendaklah mereka memakai baju
jilbab (baju labuh dan longgar) yang demikian itu supaya mereka mudah diken ali
. Lantaran itu mereka tidak diganggu. Allah maha pengampun lagi maha penyayang.
Sesungguhnya sebilangan ahli
Neraka ialah perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi telanjang yang condong
pada maksiat dan menarik orang lain untuk melakukan maksiat. Mereka tidak akan
masuk Syurga dan tidak akan mencium baunya – Petikan dari Hadis Riwayat Bukhari
dan Muslim. Keterangan : Wanita yang berpakaian tipis/jarang, ketat/ membentuk
dan berbelah/membuka bahagian-bahagian tertentu.
13.
Rambut
Wahai anakku Fatimah! Adapun
perempuan-perempuan yang akan digantung rambutnya hingga mendidih otaknya dalam
Neraka adalah mereka itu di dunia tidak mahu menutup rambutnya daripada dilihat
oleh lelaki yang bukan mahramnya – Petikan dari Hadis Riwayat Bukhari dan
Muslim.
Sumber Artikel : CahayaIslam.net dan kisahwanita.com
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Sejarah, Kemungkaran-kemungkaran dalam maulid nabi (1/2)
Category : Sejarah,Tarikh,Aqidah,Manhaj Source article: Abunamirah.Wordpress.com Oleh: al Ustadz Abu Mu’awiyyah Hammad Hafizhahullahu ...