Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

BLOG AL ISLAM

Diberdayakan oleh Blogger.

Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha

Arsip Blog

Twitter

twitter
Latest Post

Keihlasan Khalid dan Abu Ubaidah

Written By sumatrars on Selasa, 06 Maret 2012 | Maret 06, 2012

Keihlasan Khalid dan Abu Ubaidah


Cuaca panas terik di akhir bulan Jumadil Akhir. Pasukan Islam dibawah komando Khalid sedang menunggu-nunggu serangan pasukan Romawi. Saat itu Gregorius sudah bergabung dengan pasukan Islam setelah menyatakan syahadatnya.

Tiba-tiba terlihat dari kejauhan seorang utusan datang menuju tentara Islam. Kuda tunggangannya dipecut dengan laju seperti ada berita penting yang ingin disampaikan segera.

"seorang utusan dari Madinah yang bernama Munajamah bin zanim datang. Dia membawa surat dari khalifah." kata panglima Yazid.

Khalid bin Walid yang saat itu sedang memberi taklimat terakhir kepada para ketua pasukan Islam segera menangguhkan ucapannya.

"Biarkan utusan itu masuk. Pastilah ada hal penting dari khalifah yang mau disampaikan." katanya.
kemudian utusan itu masuk dan khalid menyambutnya

"selamat datang wahai Munajamah, utusan dari Khalifah. Pasti ada perkara penting yang mau disampaikan. Aku tidak sabar untuk mendengarnya." ujar Khalid

"Memang benar kata tuan. ada hal penting dari khalifah yang mau saya sampaikan. Karena persoalan ini sulit dan rahasia, lebih baik hanya Panglima saya yang mendengarnya." kata Munajamah
Khalid memerintahkan yang lain untuk keluar dari kemah.

"saya membawa dua berita sedih dan satu berita gembira. Berita mana yang perlu saya sampaikan dahulu?" tanya nya

"Dahulukan berita sedih supaya hati saya terobati oleh berita gembira"  jawab khalid

"Khalifah Abu Bakar meninggal dunia pada 23 Jumadil akhir 13 Hijriah. Jenazahnya sudah dikebumikan bersebelahan dengan makam Nabi Muhammad."

"Innalillahi wa inna ilaihi rajiuun..." ucap khalid. dia merasa sedih. air matanya berlinang..

"Tangguhkan dahulu berita sedih yang kedua, sampaikan kepada saya berita gembira"
 ujar khalid

"Umar bin Khatab dilantik menjadi khalifah Islam yang kedua dengan disetujui oleh semua penduduk Islam di Makkah dan Madinah."  kata utusan itu

"Alhamdulillah"  ucap khalid.

"saya yakin Umar bin Khatab dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

Dia mampu meneruskan dasar pemerintahan yang diterapkan oleh Khalifah Abu Bakar"
"Boleh saya menyampaikan berita sedihnya?"  tanya munajamah
"silakan" khalid bin walid bersedia mendengarnya
Munajamah menatap wajah khalid sambil berkata,
"saya harap tuan tidak terkejut dengan berita yang ingin saya sampaikan ini.
Saya yakin tuan memiliki semangat yang kuat dan terbuka hati menerima kabar ini."
"Katakan saja karena saya ingin mendengarnya" balas khalid
"Umar bin Khattab selaku khalifah Islam memecatmu dari jabatan ketua panglima tentara Islam. Tempat tuan akan digantikan oleh panglima Abu Ubaidah (wakil khalid ketika itu).
Ini surat perintah dari khalifah dan saya diamanahkan menyampaikannya kepada tuan."
Khalid bin walid membuka surat itu dengan tenang lalu membacanya.
Wajahnya tidak menampakan perubahan
"Semua yang kita miliki di dunia ini hanya sementara. Kita harus ikhlas karena semua yang terjadi adalah dengan izin Allah. Karena itulah hati saya tidak marah atau sedih dengan keputusan khalifah Umar. Selain itu, dia salah seorang sahabat Nabi yang sudah dijamin masuk surga." kata Khalid bin Walid tenang

Subhanallah...

akhirnya mereka sepakat menjemput dan bertemu Abu Ubaidah. Abu ubaidah adalah sahabat Nabi yg shalih dan ikhlas. Dia menangis ketika mendengar khalifah Abu bakar meninggal. Terlebih ketika Umar bin Khatab dilantik menjadi khalifah, Abu Ubaidah menangis sekali lagi.
Kemudian ketika mengetahui Khalid bin Walid diberhentikan, dia terlihat semakin sedih. Setelah diberi tahu bahwa dia dilantik menjadi ketua panglima Islam untuk menggantikan Khalid, Abu Ubaidah menangis terisak-isak.
"Mengapa kamu menangis begini? apa tidak ada berita yang menggembirakan hatimu?" tanya khalid kepada Abu Ubaidah
"Bagaimana saya tidak sedih, kematian Khalifah abu Bakar adalah satu kehilangan besar, bukan saja kepada kita, tetapi kepada seluruh umat manusia" jawab Abu Ubaidah
"Mengapa tuan menangis ketika mendengar Umar bin Khatab dilantik menjadi khalifah?" tanya Munajamah
"Saya menangis karena gembira. Hanya Umar yang layak menggantikan Khalifah Abu Bakar. Pelantikan itu menjauhkan umat islam dari perpecahan perebutan jabatan khalifah" jawabnya
"Lalu mengapa engkau menangis ketika mengetahui saya dipecat oleh Umar?" tanya khalid
"Engkau berhati baja, berani, dan memiliki pengaruh di pasukan islam. Saya khawatir engkau menentang keputusan itu lalu meninggalkan medan perang. Akibatnya kita mengalami kekalahan karena hanya engkaulah yang layak membawa kemenangan." jelas Abu Ubaidah
"kemudian apakah pelantikanmu sebagai ketua panglima tidak menggembirakanmu?" tanya munajamah penasaran
"Saya malu menerima jabatan itu karena ada yang lebih layak dari saya di kalangan kita" jawab Abu ubaidah
kemudian Abu Ubaidah menyambung lagi, "saya teringat kata-katamu" Dia memandang Khalid bin Walid
"Jabatan bukanlah lambang kemegahan, tetapi tanggung jawab. Sekiranya tidak mampu ditunaikan, ia menjadi tanggung jawab di dunia dan akhirat. Saya merasa tidak layak memegang jabatan yang penting itu. Karena itulah saya menangis"
"Kita harus taat kepada perintah Umar, karena dia adalah khalifah" pesan khalid bin walid. "Dengan ini saya menyerahkan tugas sebagai ketua panglima tentara Islam kepada Panglima Abu Ubaidah bin Jarah"
"Saya menerima pelantikan ini sebagai amanah dari Allah, tetapi saya memiliki permintaan...." ujar Abu Ubaidah.
"Katakanlah, apa permintaanmu?" balas Khalid
"tentara kita sedang berhadapan dengan tentara Romawi. Biarkan mereka tetap berjuang. Saya minta berita ini tidak disampaikan kepada mereka sampai peperangan ini selesai"
"saya menyetujui permintaanmu" kata Khalid
"saya ada satu lagi permintaan" balas Abu Ubaidah
"teruskan.." balas khalid
"Walaupun saya jadi ketua penglima, tetapi engkau harus memimpin pasukan kita dalam menghadapi tentara Romawi. Engkau lebih berpengalaman. Teruskan siasatmu dan saya pasti mengikutinya" pinta abu Ubaidah
"Baiklah, saya setuju dengan permintaanmu. Saya berperang bukan karena Umar bin Khattab, tetapi karena Allah" Khalid tidak membantah
"terima kasih" ucap Abu Ubaidah dengan gembira. Hatinya lega karena Khalid tidak menolaknya
"Wahai munajamah, engkau datang kesini sebagai utusan bukan sebagai tentara. Karena itu saya perintahkan kamu untuk tidak mengikuti peperangan. Engkau duduk saja dalam kemah sampai peperangan selesai. Tangguhkan dulu kepulanganmu ke Madinah." kata khalid kepada Munajamah
Khalid bin walid dan abu Ubaidah keluar dari kemah seolah tidak terjadi apa-apa. Mereka sengaja merahasiakan percakapan tadi demi menjaga perasaan dan semangat pasukan Islam agar tidak luntur dan dapat berjuang sepenuh hati.
"Ya Allah, Khalid bin Walid memang selayaknya dikaruniakan gelar Saifullah (pedang Allah)" kata Panglima Abu Ubaidah dalam hati

sepotong kisah di Yarmuk

Suasana di Yarmuk pagi itu cukup menegangkan. Kedua pasukan sudah saling berhadapan. Pasukan itu adalah pasukan Islam 40.000 orang dibawah komando Khalid bin Walid dan Abu Ubaidah sementara pasukan yang satunya adalah pasukan Romawi 240.000 orang dibawah pimpinan jenderal Theodore.
Tradisi sebelum perang dimulai adalah mengadakan pertandingan satu lawan satu.
"Majukan prajurit terbaikmu, kita adakan pertandingan satu lawan satu. Kalian akan merasakan kehebatan prajurit Roma yang terbaik!" tantang Theodore.
Saat itu pasukan Islam diwakilkan oleh Yazid untuk berhadapan dengan wakil dari Roma. Kemudian takdir Allah memenangkan Yazid.
Tiba-tiba muncul seorang prajurit yang maju membawa panji-panji pasukan Romawi. Prajurit berbaju zirah itu maju dengan gagah berani. Serentak bersamaan dengan majunya lelaki tersebut, seluruh pasukan Romawi terdengar gemuruh sorak dan tepuk tangan. Tampaknya lelaki tersebut adalah seorang prajurit andalan yang sangat dikagumi oleh para prajurit Romawi karena keberanian dan kehebatannya. Majunya lelaki tersebut membuat seluruh prajurit yakin bahwa kemenangan akan mereka raih.
"Nama saya Gregorius Theodorus, dalam bahasa arab disebut Jirjah Tudur. Saya belajar bahasa arab dari suku Ghasan. Saya ingin menantang Khalid bin Walid bertanding satu lawan satu!"
Khalid bin Walid segera turun dari kuda, "Wahai kepala besi, saya terima tantanganmu!"
Khalid bin Walid memanggilnya kepala besi karena kepala prajurit Romawi itu memakai penutup kepala dari besi, sedangkan ia hanya memakai sorban. Kemudian keduanya terlibat pertarungan sengit.
Ditengah denting pedang keduanya, tiba-tiba Gregorius bertanya kepada Khalid, "Bisakah kita berhenti sebentar?"
"Mengapa kita harus berhenti?" Khalid bertanya balik
"Ada yang ingin aku tanyakan kepadamu Khalid, aku minta engkau menjawab pertanyaanku dengan jujur" pinta Gregorius dengan nada tegas
"silakan" balas khalid
"Benarkah engkau mendapat julukan sebagai pahlawan Pedang Allah?"
"Benar"
"Benarkah Tuhanmu turun dari langit dengan membawa sebilah pedang lalu diserahkannya kepadamu?"
"Itu kabar bohong" jawab khalid tegas
"Lalu mengapa saudara dijuluki pahlawan Pedang Allah?"
"Tuhan kami mengutus seorang Rasulullah Muhammad kepada negeri kami. Awalnya saya juga penentangnya, tetapi kemudian saya mendapat petunjuk dari Allah dan saya menjadi pendukungnya. Pada suatu hari Rasulullah bersabda tentang saya, katanya saya adalah sebilah pedang dari pedang-pedang Allah yang terhunus kepada kaum musyrik" jelas khalid
"Rasulullah berdoa kepada Allah SWT agar saya selalu diberi kemenangan ketika berperang untuk menegakkan agamanya. Karena itulah akhirnya saya dijuluki sebagai Pedang Allah."
"Apa yang engkau serukan kepada manusia semasa menjalankan tugas yang dibebankan kepadamu sebagai panglima perang, khalid?"
"saya menyeru agar mereka mau bersaksi bahwa tiada Tuhan yang disembah selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah"
"Bagaimana jika mereka menolak seruanmu, khalid?" tanya Gregorius penuh rasa ingin tahu
"Mereka harus membayar jizyah/pajak"
(seperti kita ketahui, khalid menerapkan jizyah sebesar 1 dirham atau Rp 40.000 per bulan kepada warga persia. Saat itu warga persia yang tidak bersedia masuk islam pun bersuka cita, karena pajaknya jauh lebih kecil daripada Raja mereka terdahulu. Bahkan sepertinya jauh lebih kecil daripada pajak kita sekarang)
"Bagaimana jika mereka tidak mau juga?" lanjut Gregorius
"Kami akan memerangi mereka"
Melihat kedua panglima tersebut asyik bercakap ditengah medan laga, timbul tanda tanya diantara kedua pasukan. mereka menafsirkan menurut versinya masing-masing.
"Mungkin khalid sedang berunding dengan lawannya, kita biarkan saja mereka" gumam seorang prajurit
"Gregorius adalah seorang yang bijak, mungkin dia sedang bernegosiasi dengan Khalid" ujar Theodore. walau dihatinya tetap bertanya-tanya mengapa mereka berbicara lama sekali.
Mereka pun lanjut bertarung, walau sudah tidak seseru pertandingan sebelumnya.
kemudian sekali lagi pertandingan berhenti
"Khalid, saya ingin bertanya lagi"
"silakan" jawab khalid
"Jika hari ini ada orang menerima seruanmu dan memilih tawaran pertama yang engkau tawarkan tadi, bagaimana derajat orang itu di kalangan orang Islam?"
Khalid bin Walid terkejut. dia mulai paham mengapa Gregorius banyak bertanya. Khalid memuji Allah SWT dalam hatinya, sungguh hanya Allah-lah yang berkuasa untuk melembutkan hati hamba-Nya yang keras.
"Kedudukan setiap muslim itu sama. Islam tidak membedakan derajat seseorang berdasarkan kemuliaan, kehinaan, kemiskinan, atau kekayaan" jawab khalid
"Apakah orang yang baru memeluk Islam pada hari ini juga mendapat pahala dan kedudukan yang sama dengan saudara di sisi Tuhan?
"Gregorius, bahkan mereka lebih mulia dari kami, begitu menurut sabda Rasulullah" terang khalid
"Mengapa mereka yang baru masuk Islam lebih mulia, padahal kalian terlebih dahulu memeluk Islam?"
kemudian khalid menjawab,
"Kami pernah hidup bersama Rasulullah dan bisa melihat langsung kemuliaan dan mukjizat yang dimilikinya. Jadi, jika kami beriman kepada Allah itu wajar saja karena kami menyaksikan sendiri kebesarannya. Tetapi bagi mereka yang belum pernah bertemu Rasulullah, lalu menerima dan memeluk Islam dengan ikhlas, sungguh mereka lebih dimuliakan daripada kami"
"Benarkah yang kau katakan Khalid? Engkau tidak berbohong dan tidak sedang membujuk saya?" lanjut Gregorius.
Kemudian Gregosius berkata,
"Demi Tuhan, saya menyambut seruanmu Khalid, Asyhadualla ilaahaillallahu wa asyhadu anna muhammadarrasulullah... saya bersaksi bahwa tiada Tuhan yang disembah melainkan Allah, dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah..."
Allahu Akbar!

"Alhamdulillah. Gregorius saat ini engkau adalah saudara kami. Dan engkau tidak boleh kami bunuh" sambut khalid
keduanya saling bersalaman dan berpelukan. semua prajurit merasa aneh dengan kejadian tersebut. Mereka bertanya dalam hati apakah yang sebenarnya terjadi di tengah medan laga itu.
*dari buku khalid bin walid pedang allah yang terhunus

Suatu saat di camp pasukan Romawi

Perang Yarmuk baru saja usai dengan kemenangan gilang gemilang tentara Islam melawan Romawi. Saat itu tentara Islam berjumlah 40.000 orang dimana romawi berjumlah 240.000.
Sebelumnya kekuatan dunia ada pada dua Negara superpower, yakni Persia dan Romawi. Persia baru saja berhasil dibebaskan melalui panglima besar Islam, Khalid bin Walid
Maharaja Hercules (Heracles) menyambut kepulangan tentaranya dengan murka. Ia merasa sangat malu.
“Kalian adalah tentara yang tidak berguna! Bagaimana kalian bisa dikalahkan oleh tentara islam? Bukankah mereka seperti kamu juga, berasal dari golongan manusia?”
Marahnya tidak tertahankan. Kekalahan itu membuat dirinya malu. Hatinya sangat sakit ketika tentara Romawi kalah di tangan tentara Islam. Karena ia berpikir bahwa tentara Islam tidak memiliki kelebihan apapun. Tentara Islam tidak sebanding dengan tentaranya. Namun yang pasti adalah tentara Islam itu berhasil mengalahkan tentaranya!
“Benar Tuanku” Jawab Vartanius, pengganti Jenderal Theodore (adik dari Heracles) yang terbunuh oleh Khalid bin Walid ra. Dia terlihat sedikit takut dengan kemarahan yang terlihat jelas di wajah Maharaja Heracles.
“Pasukan mana yang lebih banyak diantara kalian?” Tanya Maharaja Hercules lagi. Kemarahannya semakin memuncak.
“Jumlah kami lebih banyak dari mereka” jawab Vartanius sambil menundukan kepalanya. Dia benar-benar takut untuk menyatakan kebenaran. Namun itulah kenyataannya. Dia sendiri heran bagaimana tentara Islam yang sedikit itu mampu mengalahkan mereka yang jumlahnya lebih banyak.
“Tentara Islam benar-benar hebat!” Dalam diam Vartanius mengakui kebenaran itu.
“Senjata siapa yang lebih hebat dan banyak?” Maharaja Hercules terus bertanya. Perasaan kesalnya memuncak, apalagi setelah mengetahui jumlah tentaranya lebih besar, berhasil dikalahkan oleh tentara Islam yang lebih kecil jumlahnya.
“Senjata kami lebih banyak dan hebat” Jawab Vartanius. Saat itu bahkan Romawi menurunkan pasukan gajahnya.
Suaranya yang bergetar ketakutan jelas terdengar. Dia benar-benar takut apa yang dikatakannya bias menambah kemarahan Maharaja Hercules
“Bagaimana kalian bisa kalah?” teriak Maharaja Hercules
Suaranya bergema. Tubuh panglima Vartanius terdorong ke belakang. Hatinya seperti mau luruh!
Vartanius hanya diam. Dia tidak berani lagi membuka mulut untuk menjawab pertanyaan Maharaja Hercules. Kedua bibirnya bagai terkunci rapat. Tubuhnya mulai dibanjiri keringat.
“Adikku, panglima Theodore turut terbunuh. Tentara kita banyak yang mati. Kita dikalahkan tentara Islam. Mengapa semua ini bisa terjadi?” Tanya Maharaja Hercules lagi.
Perasaan kecewa mulai menyelinap ketika teringat adiknya yang mati. Hatinya juga sakit ketika mengenang kekalahan yang mengorbankan banyak tentaranya. Dia mengeluh dengan kuat.
“Mengapa semua ini terjadi?” jeritnya lagi
Tidak ada seorang pun yang berani menjawab pertanyaannya. Panglima Vartanius juga tidak mampu memberikan alasan. Untuk menatap wajah Maharaja Hercules pun ia tidak berani karena kemarahan yang terlihat di wajahnya.

Tiba-tiba berdiri seorang tentara yang paling tua
“Tuanku, tentara kita berperang dengan suatu kaum yang berpuasa pada siang hari dan beramal ibadah pada waktu malam. Mereka berpegang teguh pada janji, saling berkasih sayang sesame mereka bagaikan saudara. Mereka senantiasa mengerjakan kebaikan dan tidak melakukan kemungkaran.” Dia berkata dengan jujur
“Sedangkan tentara kita suka minum arak, melakukan zina, selalu ingkar janji, suka berbuat jahat, dan melakukan kezaliman. Karena itulah kita kalah” Dia menguatkan diri agar dapat mengatakan hal itu di hadapan Maharaja Hercules. Walaupun sedikit gemetar karena ketakutan, tetapi dia dapat menjelaskan keadaan yang sebenarnya dengan baik.
Maharaja Hercules diam. Dalam hatinya, dia mengakui kebenaran kata-kata lelaki tua itu.
“Dari awal saya ingin berdamai, tetapi kalian bersikeras ingin berperang dengan mereka! Inilah balasannya!” Begitu kata Maharaja Hercules
Referensi : Khalid bin Walid, pedang Allah yang terhunus karya Abdul latip Talib.


?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

kematian abu darda dan Keikhlasan Khalid dan Abu Ubaidah

1. kematian abu darda

2. Keihlasan Khalid dan Abu Ubaidah

 Sebelum Abu Darda meninggal dunia, dia mengangkat kepalanya dan berkata,


"Sesungguhnya apabila Allah sudah menentukan suatu ketentuan, Dia lebih suka apabila ketentuan itu diterima dengan penuh keridhaan.

Apakah ada orang yang beramal untuk menghadapi kejadian seperti kematian yang sedang aku hadapi ini?

Apakah ada orang yang beramal untuk menghadapi kejadian seperti saat (maut) yang sedang aku hadapi ini?"

Kemudian dia membaca ayat :
"Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka..." (Al-An'an 110)

Setelah itu berkali-kali beliau mengatakan :
"Apakah ada laki-laki yang beramal untuk menghadapi seperti kematian yang sedang aku hadapi ini?

"Apakah ada laki-laki yang beramal untuk menghadapi seperti saat yang sedang aku hadapi ini?"

Yuk kita beramal kebajikan untuk persiapan menghadapi maut. Mulai dari yang kecil, mulai dari diri sendiri, dan mulai dari SEKARANG!


Keihlasan Khalid dan Abu Ubaidah


Cuaca panas terik di akhir bulan Jumadil Akhir. Pasukan Islam dibawah komando Khalid sedang menunggu-nunggu serangan pasukan Romawi. Saat itu Gregorius sudah bergabung dengan pasukan Islam setelah menyatakan syahadatnya.

Tiba-tiba terlihat dari kejauhan seorang utusan datang menuju tentara Islam. Kuda tunggangannya dipecut dengan laju seperti ada berita penting yang ingin disampaikan segera.

"seorang utusan dari Madinah yang bernama Munajamah bin zanim datang. Dia membawa surat dari khalifah." kata panglima Yazid.

Khalid bin Walid yang saat itu sedang memberi taklimat terakhir kepada para ketua pasukan Islam segera menangguhkan ucapannya.

"Biarkan utusan itu masuk. Pastilah ada hal penting dari khalifah yang mau disampaikan." katanya.

kemudian utusan itu masuk dan khalid menyambutnya

"selamat datang wahai Munajamah, utusan dari Khalifah. Pasti ada perkara penting yang mau disampaikan. Aku tidak sabar untuk mendengarnya." ujar Khalid

"Memang benar kata tuan. ada hal penting dari khalifah yang mau saya sampaikan. Karena persoalan ini sulit dan rahasia, lebih baik hanya Panglima saya yang mendengarnya." kata Munajamah

Khalid memerintahkan yang lain untuk keluar dari kemah.

"saya membawa dua berita sedih dan satu berita gembira. Berita mana yang perlu saya sampaikan dahulu?" tanya nya

"Dahulukan berita sedih supaya hati saya terobati oleh berita gembira" jawab khalid

"Khalifah Abu Bakar meninggal dunia pada 23 Jumadil akhir 13 Hijriah. Jenazahnya sudah dikebumikan bersebelahan dengan makam Nabi Muhammad."

"Innalillahi wa inna ilaihi rajiuun..." ucap khalid. dia merasa sedih. air matanya berlinang..

"Tangguhkan dahulu berita sedih yang kedua, sampaikan kepada saya berita gembira" ujar khalid

"Umar bin Khatab dilantik menjadi khalifah Islam yang kedua dengan disetujui oleh semua penduduk Islam di Makkah dan Madinah." kata utusan itu

"Alhamdulillah" ucap khalid. "saya yakin Umar bin Khatab dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Dia mampu meneruskan dasar pemerintahan yang diterapkan oleh Khalifah Abu Bakar"

"Boleh saya menyampaikan berita sedihnya?" tanya munajamah

"silakan" khalid bin walid bersedia mendengarnya

Munajamah menatap wajah khalid sambil berkata,
"saya harap tuan tidak terkejut dengan berita yang ingin saya sampaikan ini. Saya yakin tuan memiliki semangat yang kuat dan terbuka hati menerima kabar ini."

"Katakan saja karena saya ingin mendengarnya" balas khalid

"Umar bin Khattab selaku khalifah Islam memecatmu dari jabatan ketua panglima tentara Islam. Tempat tuan akan digantikan oleh panglima Abu Ubaidah (wakil khalid ketika itu). Ini surat perintah dari khalifah dan saya diamanahkan menyampaikannya kepada tuan."

Khalid bin walid membuka surat itu dengan tenang lalu membacanya. Wajahnya tidak menampakan perubahan

"Semua yang kita miliki di dunia ini hanya sementara. Kita harus ikhlas karena semua yang terjadi adalah dengan izin Allah. Karena itulah hati saya tidak marah atau sedih dengan keputusan khalifah Umar. Selain itu, dia salah seorang sahabat Nabi yang sudah dijamin masuk surga." kata Khalid bin Walid tenang

Subhanallah...

akhirnya mereka sepakat menjemput dan bertemu Abu Ubaidah. Abu ubaidah adalah sahabat Nabi yg shalih dan ikhlas. Dia menangis ketika mendengar khalifah Abu bakar meninggal. Terlebih ketika Umar bin Khatab dilantik menjadi khalifah, Abu Ubaidah menangis sekali lagi.

Kemudian ketika mengetahui Khalid bin Walid diberhentikan, dia terlihat semakin sedih. Setelah diberi tahu bahwa dia dilantik menjadi ketua panglima Islam untuk menggantikan Khalid, Abu Ubaidah menangis terisak-isak.

"Mengapa kamu menangis begini? apa tidak ada berita yang menggembirakan hatimu?" tanya khalid kepada Abu Ubaidah

"Bagaimana saya tidak sedih, kematian Khalifah abu Bakar adalah satu kehilangan besar, bukan saja kepada kita, tetapi kepada seluruh umat manusia" jawab Abu Ubaidah

"Mengapa tuan menangis ketika mendengar Umar bin Khatab dilantik menjadi khalifah?" tanya Munajamah

"Saya menangis karena gembira. Hanya Umar yang layak menggantikan Khalifah Abu Bakar. Pelantikan itu menjauhkan umat islam dari perpecahan perebutan jabatan khalifah" jawabnya

"Lalu mengapa engkau menangis ketika mengetahui saya dipecat oleh Umar?" tanya khalid

"Engkau berhati baja, berani, dan memiliki pengaruh di pasukan islam. Saya khawatir engkau menentang keputusan itu lalu meninggalkan medan perang. Akibatnya kita mengalami kekalahan karena hanya engkaulah yang layak membawa kemenangan." jelas Abu Ubaidah

"kemudian apakah pelantikanmu sebagai ketua panglima tidak menggembirakanmu?" tanya munajamah penasaran

"Saya malu menerima jabatan itu karena ada yang lebih layak dari saya di kalangan kita" jawab Abu ubaidah

kemudian Abu Ubaidah menyambung lagi, "saya teringat kata-katamu" Dia memandang Khalid bin Walid

"Jabatan bukanlah lambang kemegahan, tetapi tanggung jawab. Sekiranya tidak mampu ditunaikan, ia menjadi tanggung jawab di dunia dan akhirat. Saya merasa tidak layak memegang jabatan yang penting itu. Karena itulah saya menangis"

"Kita harus taat kepada perintah Umar, karena dia adalah khalifah" pesan khalid bin walid. "Dengan ini saya menyerahkan tugas sebagai ketua panglima tentara Islam kepada Panglima Abu Ubaidah bin Jarah"

"Saya menerima pelantikan ini sebagai amanah dari Allah, tetapi saya memiliki permintaan...." ujar Abu Ubaidah.

"Katakanlah, apa permintaanmu?" balas Khalid

"tentara kita sedang berhadapan dengan tentara Romawi. Biarkan mereka tetap berjuang. Saya minta berita ini tidak disampaikan kepada mereka sampai peperangan ini selesai"

"saya menyetujui permintaanmu" kata Khalid

"saya ada satu lagi permintaan" balas Abu Ubaidah

"teruskan.." balas khalid

"Walaupun saya jadi ketua penglima, tetapi engkau harus memimpin pasukan kita dalam menghadapi tentara Romawi. Engkau lebih berpengalaman. Teruskan siasatmu dan saya pasti mengikutinya" pinta abu Ubaidah

"Baiklah, saya setuju dengan permintaanmu. Saya berperang bukan karena Umar bin Khattab, tetapi karena Allah" Khalid tidak membantah

"terima kasih" ucap Abu Ubaidah dengan gembira. Hatinya lega karena Khalid tidak menolaknya

"Wahai munajamah, engkau datang kesini sebagai utusan bukan sebagai tentara. Karena itu saya perintahkan kamu untuk tidak mengikuti peperangan. Engkau duduk saja dalam kemah sampai peperangan selesai. Tangguhkan dulu kepulanganmu ke Madinah." kata khalid kepada Munajamah

Khalid bin walid dan abu Ubaidah keluar dari kemah seolah tidak terjadi apa-apa. Mereka sengaja merahasiakan percakapan tadi demi menjaga perasaan dan semangat pasukan Islam agar tidak luntur dan dapat berjuang sepenuh hati.

"Ya Allah, Khalid bin Walid memang selayaknya dikaruniakan gelar Saifullah (pedang Allah)" kata Panglima Abu Ubaidah dalam hati
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Syyidina Ali Lima Mutiara Keberuntungan

Lima Mutiara Keberuntungan

Sayyidina Ali berkata : "Wahai manusia, jagalah lima wasiatku.
Jika kamu memegangnya erat-erat dengan segala kesiapan sehingga kamu dapat
melaksanakannya, kamu tidak akan dapat keuntungan yang lebih besar darinya.

wasiat itu adalah :

1. Hendaklah kamu tidak berharap kecuali kepada Tuhanmu

2. Hendaklah kamu tidak takut kecuali kepada dosa-dosamu

3. Hendaklah kamu tidak malu untuk belajar jika tidak tahu

4. Hendaklah orang yang berilmu berkata :'aku tidak tahu' apabila dia
memang tidak tahu

5. Dan bukankah yang kelima darinya adalah Sabar? karena sesungguhnya
kedudukan sabar dari iman adalah seperti kedudukan kepala dari badan.
Barangsiapa yang tidak mempunyai kesabaran, mereka itu adalah orang
yang tidak mempunyai iman. Orang yang tidak mempunyai kepala tidak
akan mempunyai jasad.

Tidak ada kebaikan yang akan diperoleh dalam membaca kecuali dengan tadabbur (mencerna).

Tidak ada kebaikan yang akan diperoleh dalam beribadah kecuali dengan tafakkur (penghayatan).

Tidak ada kebaikan yang akan didapat dalam bersikap mulia kecuali
dengan adanya ilmu.

Maukah aku katakan kepada kamu tentang orang-orang yang benar-benar berilmu?
Mereka adalah orang yang tidak menghiasi kedurhakaan (maksiat) kepada Allah
bagi hamba-hamba-Nya dan tidak mendoakan kesusahan untuk mereka serta tidak
membuat mereka putus asa dari tingkah lakunya."

Semoga para pembaca, bisa menjalankan wasiat Sayyidina Ali ini. amiin
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Wasiat Abu Bakar Ash Shidiq ra

wasiat Abu Bakar Ash Shidiq ra

Ketika abu bakar ash-shidiq ra akan meninggal dunia, dia memerintahkan seseorang memanggil umar bin khaththab ra. Setelah umar hadir, dia berkata :

"Sesungguhnya aku hendak mewasiatkan sesuatu kepadamu, jika kamu mau menerimanya :

'Sesungguhnya Allah mempunyai hak thdpmu pd malam hari yg tdk akan Dia terima apabila hak itu kamu bayar pd siang hari.

Dan sesungguhnya Allah SWT mempunyai hak thdpmu pd siang hari yg tdk akan Dia terima apabila kamu bayarkan pd malam hari

Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal-amal sunahmu kecuali apabila kamu sudah melaksanakan amal2mu yg fardhu.

Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya mizan (timbangan) amal seseorang akan menjadi berat di akhirat krn mereka mengikuti kebenaran di dunia, sedangkan untuk melakukan hal itu adl berat bagi mereka.

Maka adalah hak dari mizan itu untuk menjadi berat apabila ia diisi dgn kebenaran.

Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya mizan amal seseorang akan ringan di akhirat krn mereka mengikuti kebatilan di dunia, sedangkan utk melakukan itu adl ringan bagi mereka.

Maka adalah hak dr mizan itu untuk menjadi ringan apabila ia diisi dgn kebatilan.

Bukankah kamu mengetahui bahwa Allah menurunkan dlm alquran ayat2 yg menunjukan harapan beriringan dgn ayat2 yg menunjukan ketakutan (ancaman) dan sebaliknya ayat2 yg menunjukan ketakutan beriringan dgn ayat2 yg menunjukan harapan?

Semua itu agar setiap hamba-Nya selalu dlm keadaan harap bercampur cemas atau senang bercampur hati2 agar dia tdk masuk ke jurang kehancuran dan agar seorang hamba tdk berprasangka yg tdk benar kpd Allah.

Jika engkau memegang wasiatku ini, maka tdk akan ada hal gaib yg lebih engkau sukai selain maut, sedangkan maut itu adl sesuatu yg TIDAK AKAN engkau elakkan. Akan tetapi jika engkau menyia-nyiakan wasiatku ini, maka tidak akan ada hal gaib yg lebih engkau benci selain maut."

Suatu hari di Mekah

Muhammad bin Abdullah menyatakan dirinya Nabi dan Rasul utusan Allah swt. Mendengar itu, Abdullah bin ‘Utsman –lebih masyhur dengan panggilan kuniyahnya: Abu Bakar—menemui Rasulullah saw. untuk menyatakan keimanannya keada Rasulullah saw. Setelah berhadapan dengan Rasulullah saw., Abu Bakar berkata, “Wahai Abu Al-Qasim –ini kuniyah Rasulullah saw.–, engkau tampaknya tidak mendapat dukungan dari kaummu, dan mereka menuduhmu telah menghina nenek moyang mereka dan tidak menghormati pandangan dan keyakinan mereka.”

Rasulullah saw. menjawab, “Aku ini Rasulullah. Dan aku akan mendoakanmu kepada Allah.”

Setelah Rasulullah saw. selesai berdoa, Abu Bakar menyatakan diri masuk Islam. Betapa bahagianya Rasullah saw. atas masuk Islamnya Abu Bakar. Setelah itu Abu Bakar pergi. Ia menemui Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin ‘Awam, Sa’ad bin Abi Waqash. Abu Bakar mengajak mereka masuk Islam. Mereka semua menyatakan keislamannya.

Keesok harinya Abu Bakar mendatangi Utsman bin Mazh’un dan Abu Ubaidah bin Jarah. Abu Bakar mengajak keduanya masuk Islam. Kedua orang ini pun masuk Islam.

Ketika para sahabat telah berjumlah 38 orang, Abu Bakar mendesak Rasulullah saw. untuk mendakwahkan Islam secara terang-terangan. Mendengar pemintaan itu, Rasulullah saw. menjawab, “Wahai Abu Bakar, golongan kita jumlahnya masih sangat sedikit.”

Namun Abu Bakar terus-menerus mendesak Rasulullah saw. untuk berdakwah secara terang-terangan, sehingga pada akhirnya Rasulullah saw.pun setuju melaksanakannya. Para sahabat menyebar di berbagai penjuru Masjidil Haram. Setiap kelompok dipimpin oleh satu orang. Kemudian Abu Bakar berpidato di hadapan orang-orang, sementara Rasulullah saw. duduk memperhatikannya.

Abu Bakar adalah orang yang pertama kali berpidato di hadapan khalayak ramai. Ia secara terang-terangan mengajak khalayak ramai untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Mendengar itu, kaum musyrikin marah. Mereka mengumpat dan mencaci maki Abu Bakar dan kaum muslimin secara umum. Lalu mereka beramai-ramai memukuli kaum muslimin yang bertebaran di penjuru masjid. Mereka juga memukuli Abu Bakar.

Utbah bin Rabi’ah menghampiri Abu Bakar, lalu menghantamkan kedua sandalnya ke wajahnya. Utbah melempar sendalnya dan mengenai perut Abu Bakar.

Abu Bakar menerima banyak pukulan di sekujur tubuhnya. Hidung dan wajah Abu Bakar bersimbah darah. Untung, Bani Taim menolongnya. Orang-orang yang memukulinya pun berhamburan menjauhi Abu bakar. Bani Taim membawa Abu Bakar ke rumahnya. Setelah yakin Abu Bakar tidak tewas, mereka kembali ke Masjidil Haram mendatangi orang-orang musyrikin.

Kepada orang-orang musyrikin, Bani Taim berkata, “Demi Allah, seandainya Abu Bakar mati, niscaya kami akan membunuh Utbah.” Setelah itu mereka kembali melihat kondisi Abu Bakar sambil melontarkan caci makian kepada Utbah. Mereka berpesan kepada Ummu Khair binti Shakhar bin ‘Amir, ibunda Abu Bakar, “Tolong perhatikan, apakah engkau memiliki makanan dan minuman untuknya.”

Setelah orang-orang Bani Taim pergi, Ummu Khair menghampiri Abu Bakar, Abu Bakar bertanya kepada ibunya, “Bagaimana keadaan Rasulullah saw.?” Ibunya menjawab, “Demi Allah, aku tidak mengenal temanmu itu.” Lalu Abu Bakar berkata, “Tolong Ibu pergi ke rumah Ummu Jamil bin Al-Khaththab. Tanyakan kepadanya tentang keberadaan Rasulullah saw.”

Ummu Khair segera pergi menemui Ummu Jamil. Kepada Ummu Jamil, ia berkata, “Abu Bakar memintaku untuk menanyakan kepadamu tentang keberadaan Muhammad bin Abdullah.” Mendengar itu Ummu Jamil menjawab, “Aku tidak kenal dengan Abu Bakar dan Muhammad bin Abdullah. Tetapi, jika engkau tidak keberatan untuk membawaku ke hadapan anakmu, maka lakukanlah.” “Baiklah,” tukas Ummu Khair.

Kemudian kedua wanita itu pergi mendatangi Abu Bakar yang ketika itu sedang merintih kesakitan. Melihat hal itu, Ummu Jamil menjerit sehingga mengagetkan Abu Bakar. “Demi Allah, suatu kaum telah melakukan tindakan yang tidak terpuji, yang biasa dilakukan oleh orang-orang fasik dan orang-orang musyrik. Aku berharap semoga Allah membalas perlakuan mereka terhadapmu,” kata Ummu Jamil.

Namun, Abu Bakar justru bertanya tentang keadaan Rasulullah saw. “Bagaimana keadaan Rasulullah?” Ummu Jamil menjawab, “Ini ibumu, dengarkanlah.” Kemudian Abu Bakar bertanya, “Apakah ibu tidak mengetahui keadaannya?” Maka Ummu Jamil berkata, “Beliau selamat dan tidak terjadi apa-apa dengan beliau.” Lalu Abu Bakar bertanya, “Dimana dia sekarang?” “Beliau ada di rumah Al-Arqam,” jawab Ummu Jamil. Mendengar jawaban ini Abu Bakar berkata, “Allah telah melarangku menikmati makanan dan minuman sebelum bertemu dengan Rasulullah saw.”

Kemudian setelah situasi sudah tenang dan jalanan telah lenggang, Ummu Jamil dan Ummu Khair secara diam-diam memapah Abu Bakar hingga sampai ke hadapan Rasulullah saw.

Rasulullah saw. dan semua kaum muslimin yang tengah berada di tempat itu segera menyambut Abu Bakar dan berkumpul mengelilinginya. Rasulullah begitu sedih dan prihatin melihat kondisi Abu Bakar yang babak-belur. Abu Bakar berkata, “Aku tidak merasakan apa-apa selain perasaan sakit akibat pukulan yang dilakukan orang-orang musyrikin di atas wajahku. Inilah ibuku yang telah menyelamatkan anaknya, dan engkau orang yang paling diberkati. Karena itu, aku berharap sudilah kiranya engkau memintanya untuk beriman kepada Allah dan berdoa kepada Allah dengan harapan Allah menyelamatkannya dari api neraka.”

Rasulullah saw. pun berdoa untuk keselamatan Ummu Khair, lalu mengajaknya untuk masuk Islam. Ummu Khair, ibunda Abu Bakar, pun masuk Islam. Mereka tinggal bersama Rasulullah saw. di rumah Al-Arqam selama sebulan. Ya, seluruh kaum muslimin yang berjumlah 39 orang berkumpul di rumah Al-Arqam selama sebulan.

Pada hari Abu Bakar mendapat siksaan kaum musyrikin, Hamzah bin Abdul Muthalib menyatakan dirinya masuk Islam. Kemudian Rasulullah saw. berdoa kepada Allah swt. untuk keislaman Umar bin Khaththab dan Abu Jahal bin Hisyam. Ternyata yang masuk Islam adalah Umar bin Khaththab. Rasulullah saw. memanjatkan doa itu hari Rabu dan keesokan harinya di hari Kamis Umar menyatakan diri masuk Islam.

Mendengar kalimat syahadat dari lisan Umar, Rasulullah saw. mengumandangkan takbir. Segenap kaum muslimin yang berada di rumah Arqam pun ikut bertakbir, sehingga gemanya terdengar sampai dataran tinggi kota Mekkah.

Pada suatu hari Umar berkata kepada Rasulullah saw., “Ya Rasulullah, kenapa kita mesti bersembunyi-sembunyi mendakwahkan dan menjalankan agama kita, padahal agama kita itu agama yang benar, sementara mereka (orang-orang musyrikin) berani secara terang-terangan mendakwahkan agama mereka padahal agama mereka itu batil?”

Rasulullah saw. menjawab, “Jumlah kita masih sedikit dan kamu telah menyaksikan penderitaan yang kami terima akibat menyatakan keimanan.”

Kemudian pada suatu hari Umar pergi thawaf di Baitullah. Ia berpapasan dengan kaum Quraisy yang ternyata sedang menunggu kedatangannya. Ketika Umar lewat di hadapan mereka, Abu Jahal bin Hisyam spontan bertanya kepadanya, “Seseorang telah menerangkan bahwa kamu telah berpaling dan meninggalkan agamamu?” Umar menjawab, “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hamba-Nya dan Rasul-Nya.”

Mendengar jawaban itu, kaum musyrikin dengan serta merta melompat dan menyerang Umar. Namun Umar dengan cepat melompat dan balas menyerang Utbah bin Rabi’ah. Umar berhasil menamparkan jari-jari tangannya ke arah dua mata Utbah. Utbah menjerit kesakitan.

Melihat kejadian itu, orang-orang musyrikin lari ketakutan. Mereka menghindari diri dari serangan Umar. Akhirnya tidak ada seorang pun yang berani mendekati Umar. Mereka lari menjauhi Umar. Kemudian Umar mendatangi tempat-tempat pertemuan yang pernah didatanginya yang dulu ia di sana membicarakan berbagai macam kekufuran. Kali ini ia datang ke sana untuk menjelaskan tentang keimanan.

Setelah melakukan itu semua, Umar mendatangi Rasulullah saw. secara terang-terangan. Orang-orang Quraisy hanya bisa melihat dari kejauhan. Kepada Rasulullah saw., Umar berkata, “Demi Allah, tidak ada satu majelis pun yang pernah aku datangi pada masa lalu di mana di dalamnya dibicarakan masalah kekufuran, melainkan aku telah menjelaskan di dalamnya tentang masalah keimanan tanpa ada rasa takut dan khawatir sedikitpun.

Kemudian Rasulullah saw. pergi didampingi Umar dan Hamzah bin Abdul Muthalib untuk melaksanakan thawaf di Baitullah. Beliau mengerjakan shalat Zhuhur secara terang-terangan, dan setelah itu Rasulullah saw. pun pulang ke rumahnya.

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Kisah Hamzah Pemimpin Syuhada

1.Pemimpin Para Syuhada'

2. Kisah Masuk Islam

3. Lamaran Hamzah kepada Khadijah untuk Rasulullah saw.

Hamzah bin Abdul Muthalib r.a. (1)

Hamzah bin Abdul Muthalib r.a.
Pemimpin Para Syuhada’ dan Paman Nabi saw.


Siapakah dia?

Dia adalah Hamzah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushayy, keturunan asli suku Quraisy dari keluarga Bani Hasyim. Hamzah adalah seorang pahlawan medan pertempuran, singa Allah dan Rasul-Nya saw. Selain itu, ia juga merupakan paman Nabi saw dan saudara susunya, karena keduanya pernah disusui oleh Tsuwaibah maulah(1) Abu Lahab. Hamzah biasa dipanggil dengan nama Abu Umarah dan Abu Ya’la.

Ibunda Hamzah bernama Halah binti Uhaib bin Abdi Manaf, putri dari paman Sayidah Aminah binti Wahab bin Abdi Manaf, putrid dari paman Sayyidah Aminah binti Abdi Manaf, ibunda Rasulullah saw.

Hamzah r.a. memiliki beberapa orang anak dari tiga orang istri, yaitu Ya’la dan Amir (ibu mereka adalah putrid Mallah bin Ubadah dari kaum Anshar), dan Umarah (ibunya adalah Khaulah binti Qais bin Qahdin dari kaum anshar), serta yang terakhir adalah Umamah (ibunya adalah Salma binti Umais saudara perempuan dari Asma’ binti Umais) Umamahh inilah yang diperebutkan oleh Ali bin Abi Thalib r.a., Ja’far bin Abi Thalib r.a., dan Zaid binHaritsah r.a. Masing-masing dari mereka ingin mengambil Umamah untuk dirawat di rumah mereka.

Ketika Nabi Muhammad saw. Dan sahabat yang bersamanya keluar dari Mekah, setelah pelaksanaan ibadah Umrah pada tahun ketujuh Hijriah, tepatnya satu tahun sebelum penaklukan kota Mekah, Umamah putrid Hamzah r.a. ingin ikut bersama Nabi seraya memanggilnya “pamanku…pamanku…!”

Lantas, Ali bin Abi Thalib r.a. segera menghampiri Umamah dan memegang tangannya, kemudian berkata pada istrinya, Fatimah binti Rasulullah saw.,”Ambillah putri pamanmu ini!” Kemudian Fatimah membawanya.

Dari peristiwa di atas, terjadilah perselisihan antara Ali bin Abi Thalib r.a., Jafar bin Thalib r.a., dan Zaid bin Haritsah r.a..
Ali bin Abi Thalib r.a. berkata,”Aku yang lebih berhak mengasuh Umamah, karena dia adalah anak dari pamanku.”

Ja’far bin Abi Thalib menjawab,”Dia adalah putri pamanku dan bibinya berada di bawah tanggunganku(2), maka akulah yang lebih berhak.
Zaid bin Haritsah ikut menimpali dengan perkataannya, “Dia itu adalah anak perempuan saudaraku, maka aku juga berhak mengambilnya”(3)

Melihat perselisihan tersebut, Nabi memutuskan bahwa Umamah lebih layak tinggal bersama bibinya, seraya bersabda,

“Posisi seorang bibi itu sama kedudukannya dengan ibu.”

Pada lain kesempatan, Ali pernah bertanya kepada Rasulullah saw., “Mengapa engkau tidak menikahi putrid Hamzah?”nabi menjawab,

“Putri Hamzah itu adalah anak perempuan saudara susuku ”.(4)


(1)Maulah:Budak atau pengikut
(2)Maksudnya:Istrinya (Asma binti Umais r.a.)
(3)Karena Rasulullah telah menjadikan hubungan saudara antara Hamzah r.a. dan Zaid r.a..
(4)Hr Imam Muslim, dalam kitab nikah, hadits 5100

Hamzah bin Abdul Muthalib r.a. (2)

Lamaran Hamzah kepada Khadijah untuk Rasulullah saw.

Khadijah binti Khuwailid adalah seorang pengusaha wanita yang memiliki kemuliaan dan kekayaan. Khadijah mempekerjakan para kaum lelaki dengan system bagi hasil. Ketika Khadijah mendengar berita tentang kejujuran, kesungguhan Nabi dalam mengemban amanah, serta kemuliaan budi pekertinya, Khadijah langsung meminta Nabi untuk pergi ke negeri Syam dengan membawa barang dagangannya,dengan ditemani pembantunya yang bernama Maysarah. Selain itu, ia juga memberikan Rasulullah saw. Kepercayaan yang lebih dibandingkan kepercayaannya kepada pekerja lainnya.

Rasulullah saw. Menerima tawaran Khadijah dan pergi berdagang dengan barang dagangan tersebut bersama Maysarah, hingga sampai di negeri Syam. Sesampainya di sana, Rasulullah berteduh di bawah pohon yang dekat dengan tempat bertapa para pendeta. Ketika Rasulullah sedang beristirahat, seorang pendeta menghampiri Maysarah dan bertanya kepadanya,”Siapa laki-laki yang sedang berteduh di bawah pohon itu?” Maysarah menjawab,”Laki-laki itu adalah orang Quraisy dari tanah Haram.” Mendengar jawaban tersebut , pendeta itu langsung berkata kepada Maysarah, ”Lelaki yang sedang berteduh di bawah pohon itu adalah seorang Nabi.”

Di negeri Syam, Rasulullah saw. menjual dagangan yang beliau bawa dan juga membeli barang-barang yang beliau inginkan.

Ketika Rasulullah saw. kembali ke kota Mekah, beliau langsung menghadap Khadijah r.a. dengan membawa keuntungan yang berlipat ganda. Tanpa sepengetahuan Rassulullah, Maysarah menceritakan kepada perkataan seorang pendeta tentang Rasulullah dan kejadian-kejadian luar biasa yang ia lihat pada diri Rasulullah saw.

Khadijah r.a. adalah seorang wanita yang tegas, mulia, cerdas, serta memiliki sifat-sifat mulia lainnya. Ketika Maysarah menceritakan kepadanya tentang berbagai kelebihan yang ada pada diri Rasulullah seraya berkata kepadanya,”Sepupuku…!, sungguh aku suka kepadamu karena sifat kekerabatanmu, kemuliaanmu di antara kaummu, sifat amanah , keluhuran budi pekerti dan kejujuran bicaramu”. Khadijah mengungkapkan rasa kagumnya kepada Rasulullah saw. Padahal ia adalah seorang wanita Quraisy yang paling tinggi kedudukannya, baik dari segi keturunan maupun kekayaan. Sebenarnya banyak sekali lelaki dari kaum Quraisyy yang ingin melamar Khadijah.

Setelah Khadijah mengungkapkan isi hatinya kepada Rasulullah, Rasulullah langsung menyampaikan hal tersebut kepada paman-pamannya. Walaupun sebagai seorang paman, Hamzah r.a. mengenal Muhammad bukan hanya sebagai keponakan saja, tetapi juga ia mengenal Muhammad sebagai seorang saudara dan teman dekat. Karena Rasulullah dan Hamzah merupakan satu generasi dan umur mereka berdekatan sehingga mereka tumbuh, bermain dan menjalin persaudaraan dalam kebersamaan.

Dengan kedekatannya itu, Hamzah r.a. langsung merespon apa yang Rasulullah ungkapkan dan langsung menemaninya untuk mendatangi Khuwailid bin Asad dengan maksud meminang putrinya untuk Rasulullah saw. Dengan lamaran tersebut Rasul menikahi Khadijah.


Hamzah bin Abdul Muthalib r.a. (3)

Kisah Masuk Islam Hamzah r.a.

Pada suatu hari , Abu Jahal Abu al-Hakam Amr bin Hisyam bertemu dengan Rasulullah saw. di dekat bukit Shafa. Karena kebenciannya terhadap Islam, Abu Jahal menyakiti dan mencaci Rasulullah saw.. Selain itu, ia juga menghina dan merendahkan Islam serta ajarannya. Namun, Rasulullah hanya diam dan tidak menghiraukannya.

Melihat tidak ada respon dari Rasulullah, Abu Jahal memukul kepala beliau dengan batu dan melukainya hingga kepalanya mengalirkan darah. Kemudian, Abu Jahal pergi meninggalkan Rasulullah saw. Menuju tempat perkumpulan kaum Quraisy di dekat Ka’bah dan duduk bersama mereka.

Di saat yang bersamaan, seorang budak milik Abdullah bin Jad’an yang tinggal di bukit Shafa mendengar dan melihat kejadian tersebut. Kemudian, ketika ia menjumpai Hamzah bin Abdul Muthalib r.a. yang pada saat itu masih musyrik seperti kaumnya, kebetulan ia baru saja kembali dari berburu dan masih membawa anak panah. Budak itu langsung menceritakan kepada Hamzah tentang kejadian yang ia lihat dan juga perlakuan buruk Abu Jahal terhadap Rasulullah saw..

Mendengar berita itu, Hamzah r.a., yang pada saat itu merupakan seorang pemuda terkuat dan paling tangguh di kalangan Quraisy, sangat marah.
Ia langsung pergi mengejar Abu Jahal. Tidak ada seoang pun yang diincarnya kecuali Abu Jahal, dan jika saja ia bertemu Abu Jahal maka ia akan langsung menghajarnya.

Ketika Hamzah memasuki Masjidil Haram, ia melihat Abu Jahal sedang duduk ditengah-tengah kaumnya. Lantas, dengan sigap, Hamzah segera berjalan menuju tempat Abu Jahal duduk, dan setelah ia berdiri tepat di hadapan Abu Jahal, ia mengambil anak panah dan menusuk Abu Jahal dengan anak panah tersebut hingga melukainya. Kemudian, Hamzah r.a. berkata, “Kenapa kamu mencaci Muhammad padahal aku berada dalam agamanya. Aku membenarkan apa yang ia katakan. Ingatlah, lawanlah aku jika kamu menganggap dirimu pemberani!!”

Melihat hal tersebut, beberapa orang dari Bani Makhzum, yaitu penduduk satu daerah dengan Abu Jahal menjadi marah, dan mereka mencoba menghentikan pukulan Hamzah untuk menolong Abu Jahal dari serangan Hamzah berikutnya, sambil berkata, “Hamzah! Kami menganggapmu telah keluar dari golongan kami.”

Mendengar perkataan itu, Hamzah r.a. segera menjawab,”Siapa saja yang melarangku, sungguh jelas balasannya nanti. Karena aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan apa yang ia katakan adalah kebenaran, maka aku tidak akan memusuhinya. Halangilah diriku jika kamu menganggap dirimu orang yang benar.”

Akhirnya, Abu Jahal berkata, ”Tinggalkan Abu Umarah! Memang aku telah menghina keponakannya dengan hinaan yang sangat buruk.
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Masih Kisah Hamzah bin Abdul Muthalib

Islamnya Hamzah bin Abdul Muththalib

Ibnu Ishaq menceritakan proses keislaman Hamzah r.a sebagai berikut: 

pada suatu hari Abu Jahl berpapasan dengan Rasulullah Saw,di shafa. Tanpa basa-basi lebih dulu ia langsung memaki maki dan menghina beliau Saw, sedemikian rupa,sebagai pelampiasan nafsu permusuhan terhadap dakwahnya yang merendahkan agama keberhalaan orang-orang Quraisy. Namun Beliau Saw, tidak menghiraukan gangguan tersebut. Abu Jahl kemudian berjalan menuju sebuah tempat dekat Ka'bah yang biasa digunakan sebagai tempat pertemuan orang-orang Quraisy. Disana ia berkumpul dengan mereka.

Peristiwa di Shafa itu diketahui dan didengar oleh seorang perempuan hamba sahaya Abdullah bin jud'an yang ketika itu sedang berada dirumahnya, di Shafa.

Tidak lama kemudian tampak Hamzah bin abdul muththalib menyandang busur habis berburu lewat di hadapannya. Telah menjadi kebiasaan Hamzah, seusai berburu dia tidak langsung pulang kerumah, tetapi singgah lebih dulu ke Kabah untuk melakukan thawaf. Pada saat-saat seperti itu bila ia melihat orang-orang Quraisy berkumpul, ia selalu menghampiri mereka, mengucapkan salam, dan bercakap-cakap sebentar. Dikalangan Quraisy, Hamzah merupakan salah seorang yang disegani, mudah tersinggung dan cepat marah. Dalam perjalananya itu ia bertemu dengan perempuan hamba sahaya yang menyaksikan perbuatan Abu Jahl terhadap Rasullullah saw. di Shafa. Kepada Hamzah perempuan itu memberitahu peristiwa yang baru saja disaksikannya,ia berkata:"Hai Abu 'Umarah (nama panggilan Hamzah),bagaimanakah perasaan anda jika, Anda tadi melihat kemenakan Anda, Muhammad, dimaki-maki dan dihina oleh Abu-Hakani bin Hisyam (Abu Jahl), Setelah itu ia pergi dan Muhammad tidak menjawab."

Hamzah sangat marah dan darahnya mendidih.Perbuata Abu Jahl terhadap Rasulullah Saw,dipandangnya sebagai penghinaan terhadap keluarga Bani Abdul Muthathalib. Seketika itu juga ia mencari-cari Abu Jahl untuk membalas perbuatannya.Setibahnya di Kabah ia melihat Abu Jahal sedang duduk bersama sejumlah orang Quraisy. Ia langsung menghampirinya, dan ketika tiba didepannya, Hamzah langsung memukul kepalanya dengan busur hingga berdarah. Kepadanya, Hamzah berkata dengan beringas: "Engkau berani memaki-maki Muhammad? Tahukah kamu aku membenarkan agamanya dan aku pun membenarkan semua yang dikatakannya? Ayo! lawanlah aku kalau engkau benar-benar berani!"

Orang-orang Bani Makhzum (kabilah Abu Jahl) yang berada di tempat itu bangun serentak hendak mengeroyok Hamzah,membantu Abu Jahl,tetapi Abu Jahl mencegah sambil berkata:"Biarkan Abu 'Umarah! Demi Alloh, aku memang sudah memaki-maki kemenakannya!"

Semenjak peristiwa itu Hamzah memeluk Islam dan mengikuti semua yang dikatakan oleh Rasulullah Saw.Dengan keislaman Hamzah r.a kaum musyrikin mengetahui kedudukan Rasulullah Saw.Kini bertambah kuat, dan Hamzah pasti akan membela dan melindungi keselamatan beliau. karena itu mereka mengurangi gangguan-gangguan yang selama ini dilancarkan terhadap beliau Saw.
Mengenai kisah keislaman Hamzah r.a. itu Ibnu Ishaq menambahkan, konon Hamzah r.a. pernah menceritakan pengalamannya itu kepada beberapa orang sahabat:

"Ketika aku marah kepada Abu Jahl dan mengucapkan kata,"kubenarkan semua yang dikatakan Muhammad", aku merasa agak menyesal, karena dengan ucapan itu berarti aku meninggalkan agama nenek moyangku dan agama orang orang Quraisy.kaumku sendiri. Aku tercekam perasaan was-was dan bimbang ragu hingga tak dapat tidur. Keesokan harinya aku datang ke Kabah, disana aku menghadapkan diri kepada Alloh SWT, mohon dilapangkan dadaku untuk menerima kebenaran dan dihilangkan kebimbangan dari hatiku.Dengan khusuk aku terus-menerus berdoa hingga Alloh berkenan mengabulkan permohonanku, kebatilan lenyap dari hatiku dan berubah menjadi penuh keyakinan akan kebenaran-Nya.Setelah itu aku pergi menemui Rasulullah saw,untuk memberitahu beliau perubahan apa uang terjadi dalam pikiran dan perasaanku. Beliau kemudian berdoa agar Alloh SWT memantapkan keimananku..."


Setelah memeluk Islam Hamzah r.a. bersyair:
Kupanjatkan puji dan syukur ke hadirat Ilahi
Atas hidayat yang terlimpah ke dalam hatiku ini.
Hingga kupeluk agama Islam yang bersih dan suci
Agama Alloh bagi umat manusia di muka bumi

Agama yang datang dari Alloh Maha Kuasa
Maha Mengetahui dan Maha Lembut akan hamba-NYa
Bila kepada kita dibacakan firman-firman-Nya.
Yang tekun berpikir meneteskan air mata

Firman-firman yang dibawakan oleh Muhammad
Kepada setiap insan yang beroleh hidayat
Melalui ayat-ayat yang jelas berhikmat
Menabur rahmat bagi makhluk sejagat.
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

FATIMAH AZ-ZAHRA AS, PENGHULU WANITA SEMESTA

Written By sumatrars on Senin, 05 Maret 2012 | Maret 05, 2012

 FATIMAH AZ-ZAHRA AS, PENGHULU WANITA SEMESTA

Pandangan ini benar-benar telah membuat nilai wanita terpuruk dan terpisah dari naluri serta nilai-nilai kemanusiaan. Kita juga menyaksikan keretakan keluarga, perceraian yang terjadi di dalam masyarakat Barat telah sedemikian mengkuatirkan.

Dalam pandangan dunia Barat, wanita telah berubah menjadi seonggok barang yang tidak berharga lagi, baik dalam dunia perfilman, iklan, promosi, ataupun dalam dunia kontes kecantikan.
Teman-teman, marilah kita sejenak menengok sosok teladan kaum wanita dalam Islam yang terwujud dalam kehidupan putri Rasulullah tercinta.

Dialah Siti Fatimah Az-Zahra as.
Putri tersayang Nabi Muhammad saw.
Istri tercinta Imam Ali as.
Bunda termulia Hasan, Husain, dan Zainab as.

Hari Lahir

Fatimah as dilahirkan pada tahun ke-5 setelah Muhammad saw diutus menjadi Nabi, bertepatan dengan tiga tahun setelah peristiwa Isra' dan Mikraj beliau.
Sebelumnya, Jibril as telah memberi kabar gembira kepada Rasulullah akan kelahiran Fatimah. Ia lahir pada hari Jumat, 20 Jumadil Akhir, di kota suci Makkah.

Fatimah di Rumah Wahyu

Fatimah as hidup dan tumbuh besar di haribaan wahyu Allah dan kenabian Muhammad saw. Beliau dibesarkan di dalam rumah yang penuh dengan kalimat-kalimat kudus Allah SWT dan ayat-ayat suci Al-Qur'an.

Acapkali Rasulullah saw melihat Fatimah masuk ke dalam rumahnya, beliau langsung menyambut dan berdiri, kemudian mencium kepala dan tangannya.

Pada suatu hari, ‘Aisyah bertanya kepada Rasulullah saw tentang sebab kecintaan beliau yang sedemikian besar kepada Fatimah as.

Beliau menegaskan, “Wahai ‘Aisyah, jika engkau tahu apa yang aku ketahui tentang Fatimah, niscaya engkau akan mencintainya sebagaimana aku mencintainya. Fatimah adalah darah dagingku. Ia tumpah darahku. Barang siapa yang membencinya, maka ia telah membenciku, dan barang siapa membahagiakannya, maka ia telah membahagiakanku.”

Kaum muslimin telah mendengar sabda Rasulullah yang menyatakan, bahwa sesungguhnya Fatimah diberi nama Fatimah karena dengan nama itu Allah SWT telah melindungi setiap pecintanya dari azab neraka.
Fatimah Az-Zahra’ as menyerupai ayahnya Muhammad saw dari sisi rupa dan akhlaknya.

Ummu Salamah ra, istri Rasulullah, menyatakan bahwa Fatimah adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah. Demikian juga ‘Aisyah. Ia pernah menyatakan bahwa Fatimah adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah dalam ucapan dan pikirannya.

Fatimah as mencintai ayahandanya melebihi cintanya kepada siapa pun.

Setelah ibunda kinasihnya, Khadijah as wafat, beliaulah yang merawat ayahnya ketika masih berusia enam tahun. Beliau senantiasa berusaha untuk menggantikan peranan ibundanya bagi ayahnya itu.

Pada usianya yang masih belia itu, Fatimah menyertai ayahnya dalam berbagai cobaan dan ujian yang dilancarkan oleh orang-orang musyrikin Makkah terhadapnya. Dialah yang membalut luka-luka sang ayah, dan yang membersihkan kotoran-kotoran yang dilemparkan oleh orang-orang Quraisy ke arah ayahanda tercinta.

Fatimah senantiasa mengajak bicara sang ayah dengan kata-kata dan obrolan yang dapat menggembirakan dan menyenangkan hatinya. Untuk itu, Rasulullah saw memanggilnya dengan julukan Ummu Abiha, yaitu ibu bagi ayahnya, karena kasih sayangnya yang sedemikian tercurah kepada ayahandanya.

Pernikahan Fatimah as

Setelah Fatimah as mencapai usia dewasa dan tiba pula saatnya untuk beranjak pindah ke rumah suaminya (menikah), banyak dari sahabat-sahabat yang berupaya meminangnya. Di antara mereka adalah Abu Bakar dan Umar. Rasulullah saw menolak semua pinangan mereka. Kepada mereka beliau mengatakan, “Saya menunggu keputusan wahyu dalam urusannya (Fatimah as).”

Kemudian, Jibril as datang untuk mengkabarkan kepada Rasulullah saw, bahwa Allah telah menikahkan Fatimah dengan Ali bin Ali Thalib as. Tak lama setelah itu, Ali as datang menghadap Rasulullah dengan perasaan malu menyelimuti wajahnya untuk meminang Fatimah as. Sang ayah pun menghampiri putri tercintanya untuk meminta pendapatnya seraya menyatakan, “Wahai Fatimah, Ali bin Abi Thalib adalah orang yang telah kau kenali kekerabatan, keutamaan, dan keimanannya. Sesungguhnya aku telah memohonkan pada Tuhanku agar menjodohkan engkau dengan sebaik-baik mahkluk-Nya dan seorang pecinta sejati-Nya. Ia telah datang menyampaikan pinangannya atasmu, bagaimana pendapatmu atas pinangan ini?"

Fatimah as diam, lalu Rasulullah pun mengangkat suaranya seraya bertakbir, “Allahu Akbar! Diamnya adalah tanda kerelaannya.”

Acara Pernikahan

Rasulullah saw kembali menemui Ali as sambil mengangkat tangan sang menantu seraya berkata, “Bangunlah! 'Bismillah, bi barakatillah, masya’ Allah la quwwata illa billah, tawakkaltu 'alallah.”

Kemudian, Nabi saw menuntun Ali dan mendudukkannya di samping Fatimah. Beliau berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya keduanya adalah makhluk-Mu yang paling aku cintai, maka cintailah keduanya, berkahilah keturunannya, dan peliharalah keduanya. Sesungguhnya aku menjaga mereka berdua dan keturunannya dari setan yang terkutuk.”

Rasulullah mencium keduanya sebagai tanda ungkapan selamat berbahagia. Kepada Ali, beliau berkata, “Wahai Ali, sebaik-baik istri adalah istrimu.”

Dan kepada Fatimah, beliau menyatakan, “Wahai Fatimah, sebaik-baik suami adalah suamimu”.
Di tengah-tengah keramaian dan kerumunan wanita yang berasal dari kaum Anshar, Muhajirin, dan Bani Hasyim, telah lahir sesuci-suci dan seutama-utamanya keluarga dalam sejarah Islam yang kelak menjadi benih bagi Ahlulbait Nabi yang telah Allah bersihkan kotoran jiwa dari mereka dan telah sucikan mereka dengan sesuci-sucinya.

Acara pernikahan kudus itu berlangsung dengan kesederhanaan. Saat itu, Ali tidak memiliki sesuatu yang bisa diberikan sebagai mahar kepada sang istri selain pedang dan perisainya. Untuk menutupi keperluan mahar itu, ia bermaksud menjual pedangnya. Tetapi Rasulullah saw mencegahnya, karena Islam memerlukan pedang itu, dan setuju apabila Ali menjual perisainya.

Setelah menjual perisai, Ali menyerahkan uangnya kepada Rasulullah saw. Dengan uang tersebut beliau menyuruh Ali untuk membeli minyak wangi dan perabot rumah tangga yang sederhana guna memenuhi kebutuhan keluarga yang baru ini.

Kehidupan mereka sangat bersahaja. Rumah mereka hanya memiliki satu kamar, letaknya di samping masjid Nabi saw.

Hanya Allah SWT saja yang mengetahui kecintaan yang terjalin di antara dua hati, Ali dan Fatimah. Kecintaan mereka hanya tertumpahkan demi Allah dan di atas jalan-Nya.

Fatimah as senantiasa mendukung perjuangan Ali as dan pembelaannya terhadap Islam sebagai risalah ayahnya yang agung nan mulia. Dan suaminya senantiasa berada di barisan utama dan terdepan dalam setiap peperangan. Dialah yang membawa panji Islam dalam setiap peperangan kaum muslimin. Ali pula yang senantiasa berada di samping mertuanya, Rasulullah saw.

Fatimah as senantiasa berusaha untuk berkhidmat dan membantu suami, juga berupaya untuk meringankan kepedihan dan kesedihannya. Beliau adalah sebaik-baik istri yang taat. Beliau bangkit untuk memikul tugas-tugas layaknya seorang ibu rumah tangga. Setiap kali Ali pulang ke rumah, ia mendapatkan ketenangan, ketentraman, dan kebahagiaan di sisi sang istri tercinta.

Fatimah as merupakan pokok yang baik, yang akarnya menghujam kokoh ke bumi, dan cabangnya menjulang tinggi ke langit. Fatimah dibesarkan dengan cahaya wahyu dan beranjak dewasa dengan didikan Al-Qur'an.

Keluarga Teladan

Kehidupan suami istri adalah ikatan yang sempurna bagi dua kehidupan manusia untuk menjalin kehidupan bersama.

Kehidupan keluarga dibangun atas dasar kerjasama, tolong menolong, cinta, dan saling menghormati.
Kehidupan Ali dan Fatimah merupakan contoh dan teladan bagi kehidupan suami istri yang bahagia. Ali senantiasa membantu Fatimah dalam pekerjaan-pekerjaan rumah tangganya. Begitu pula sebaliknya, Fatimah selalu berupaya untuk mencari keridhaan dan kerelaan Ali, serta senantiasa memberikan rasa gembira kepada suaminya.

Pembicaraan mereka penuh dengan adab dan sopan santun. "Ya binta Rasulillah"; wahai putri Rasul, adalah panggilan yang biasa digunakan Imam Ali setiap kali ia menyapa Fatimah. Sementara Sayidah Fatimah sendiri menyapanya dengan panggilan “Ya Amirul Mukminin”; wahai pemimpin kaum mukmin.
Demikianlah kehidupan Imam Ali as dan Sayidah Fatimah as.

Keduanya adalah teladan bagi kedua pasangan suami-istri, atau pun bagi orang tua terhadap anak-anaknya.

Buah Hati

Pada tahun ke-2 Hijriah, Fatimah as melahirkan putra pertamanya yang oleh Rasulullah saw diberi nama “Hasan”. Rasul saw sangat gembira sekali atas kelahiran cucunda ini. Beliau pun menyuarakan azan pada telinga kanan Hasan dan iqamah pada telinga kirinya, kemudian dihiburnya dengan ayat-ayat Al-Qur'an.

Setahun kemudian lahirlah Husain. Demikianlah Allah SWT berkehendak menjadikan keturunan Rasulullah saw dari Fatimah Az-Zahra as. Rasul mengasuh kedua cucunya dengan penuh kasih dan perhatian. Tentang keduanya beliau senantiasa mengenalkan mereka sebagai buah hatinya di dunia.

Bila Rasulullah saw keluar rumah, beliau selalu membawa mereka bersamanya. Beliau pun selalu mendudukkan mereka berdua di haribaannya dengan penuh kehangatan.

Suatu hari Rasul saw lewat di depan rumah Fatimah as. Tiba-tiba beliau mendengar tangisan Husain. Kemudian Nabi dengan hati yang pilu dan sedih mengatakan, “Tidakkah kalian tahu bahwa tangisnya menyedihkanku dan menyakiti hatiku.”

Satu tahun berselang, Fatimah as melahirkan Zainab. Setelah itu, Ummu Kultsum pun lahir. Sepertinya Rasul saw teringat akan kedua putrinya Zainab dan Ummu Kultsum ketika menamai kedua putri Fatimah as itu dengan nama-nama tersebut.

Dan begitulah Allah SWT menghendaki keturunan Rasul saw berasal dari putrinya Fatimah Zahra as.

Kedudukan Fatimah Az-Zahra’ as

Meskipun kehidupan beliau sangat singkat, tetapi beliau telah membawa kebaikan dan berkah bagi alam semesta. Beliau adalah panutan dan cermin bagi segenap kaum wanita. Beliau adalah pemudi teladan, istri tauladan dan figur yang paripurna bagi seorang wanita. Dengan keutamaan dan kesempurnaan yang dimiliki ini, beliau dikenal sebagai “Sayyidatu Nisa’il Alamin”; yakni Penghulu Wanita Alam Semesta.

Bila Maryam binti ‘Imran, Asiyah istri Firaun, dan Khadijah binti Khuwalid, mereka semua adalah penghulu kaum wanita pada zamannya, tetapi Sayidah Fatimah as adalah penghulu kaum wanita di sepanjang zaman, mulai dari wanita pertama hingga wanita akhir zaman.

Beliau adalah panutan dan suri teladan dalam segala hal. Di kala masih gadis, ia senantiasa menyertai sang ayah dan ikut serta merasakan kepedihannya. Pada saat menjadi istri Ali as, beliau selalu merawat dan melayani suaminya, serta menyelesaikan segala urusan rumah tangganya, hingga suaminya merasa tentram bahagia di dalamnya.

Demikian pula ketika beliau menjadi seorang ibu. Beliau mendidik anak-anaknya sedemikian rupa atas dasar cinta, kebaikan, keutamaan, dan akhlak yang luhur dan mulia. Hasan, Husain, dan Zainab as adalah anak-anak teladan yang tinggi akhlak dan kemanusiaan mereka.

Kepergian Sang Ayah

Sekembalinya dari Haji Wada‘, Rasulullah saw jatuh sakit, bahkan beliau sempat pingsan akibat panas dan demam keras yang menimpanya. Fatimah as bergegas menghampiri beliau dan berusaha untuk memulihkan kondisinya. Dengan air mata yang luruh berderai, Fatimah berharap agar sang maut memilih dirinya dan merenggut nyawanya sebagai tebusan jiwa ayahandanya.

Tidak lama kemudian Rasul saw membuka kedua matanya dan mulai memandang putri semata wayang itu dengan penuh perhatian. Lantas beliau meminta kepadanya untuk membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Fatimah pun segera membacakan Al-Qur'an dengan suara yang khusyuk.

Sementara sang ayah hayut dalam kekhusukan mendengarkan kalimat-kalimat suci Al-Qur'an, Fatimah pun memenuhi suasana rumah Nabi. Beliau ingin menghabiskan detik-detik akhir hayatnya dalam keadaan mendengarkan suara putrinya yang telah menjaganya dari usia yang masih kecil dan berada di samping ayahnya di saat dewasa.

Rasul saw meninggalkan dunia dan ruhnya yang suci mi’raj ke langit.

Kepergian Rasul saw merupakan musibah yang sangat besar bagi putrinya, sampai hatinya tidak kuasa memikul besarnya beban musibah tersebut. Siang dan malam, beliau selalu menangis.

Belum lagi usai musibah itu, Fatimah as mendapat pukulan yang lebih berat lagi dari para sahabat yang berebut kekuasaan dan kedudukan.

Setelah mereka merampas tanah Fadak dan berpura-pura bodoh terhadap hak suaminya dalam perkara khilafah (kepemimpinan), Fatimah Az-Zahra’ as berupaya untuk mempertahankan haknya dan merebutnya dengan keberanian yang luar biasa.

Imam Ali as melihat bahwa perlawanan terhadap khalifah yang dilakukan Sayidah Fatimah as secara terus menerus bisa menyebabkan negara terancam bahaya besar, hingga dengan begitu seluruh perjuangan Rasul saw akan sirna, dan manusia akan kembali ke dalam masa Jahiliyah.

Atas dasar itu, Ali as meminta istrinya yang mulia untuk menahan diri dan bersabar demi menjaga risalah Islam yang suci.

Akhirnya, Sayidah Fatimah as pun berdiam diri dengan menyimpan kemarahan dan mengingatkan kaum muslimin akan sabda Nabi, “Kemarahannya adalah kemarahan Rasulullah, dan kemarahan Rasulullah adalah kemarahan Allah SWT.”

Sayidah Fatimah as diam dan bersabar diri hingga beliau wafat. Bahkan beliau berwasiat agar dikuburkan di tengah malam secara rahasia.

Kepergian Putri Tercinta Rasul

Bagaikan cahaya lilin yang menyala kemudian perlahan-lahan meredup. Demikianlah ihwal Fatimah Az-Zahra’ as sepeninggal Rasul saw. Ia tidak kuasa lagi hidup lama setelah ditinggal wafat oleh sang ayah tercinta. Kesedihan senantiasa muncul setiap kali azan dikumandangkan, terlebih ketika sampai pada kalimat Asyhadu anna Muhammadan(r) Rasulullah.

Kerinduan Sayidah Fatimah untuk segera bertemu dengan sang ayah semakin menyesakkan dadanya. Bahkan kian lama, kesedihannya pun makin bertambah. Badannya terasa lemah, tidak lagi sanggup menahan renjana jiwanya kepada ayah tercinta.

Demikianlah keadaan Sayidah Fatimah as saat meninggalkan dunia. Beliau tinggalkan Hasan yang masih 7 tahun, Husain yang masih 6 tahun, Zainab yang masih 5 tahun, dan Ummi Kultsum yang baru saja memasuki usia 3 tahun.

Yang paling berat dalam perpisahan ini, ia harus meninggalkan suami termulia, Ali as, pelindung ayahnya dalam jihad dan teman hidupnya di segala medan.

Sayidah Fatimah as memejamkan mata untuk selamanya setelah berwasiatkan kepada suaminya akan anak-anaknya yang masih kecil. Beliau pun mewasiatkan kepada sang suami agar menguburkannya secara rahasia. Hingga sekarang pun makam suci beliau masih misterius. Dengan demikian terukirlah tanda tanya besar dalam sejarah tentang dirinya.

Fatimah Az-Zahra’ as senantiasa memberikan catatan kepada sejarah akan penuntutan beliau atas hak-haknya yang telah dirampas. Sehingga umat Islam pun kian bertanya-tanya terhadap rahasia dan kemisterian kuburan beliau.

Dengan penuh kesedihan, Imam Ali as duduk di samping kuburannya, diiringi kegelapan yang menyelimuti angkasa. Kemudian Imam as mengucapkan salam, “Salam sejahtera bagimu duhai Rasulullah ... dariku dan dari putrimu yang kini berada di sampingmu dan yang paling cepat datang menjumpaimu.

"Duhai Rasulullah! Telah berkurang kesabaranku atas kepergian putrimu, dan telah berkurang pula kekuatanku ... Putrimu akan mengabarkan kepadamu akan umatmu yang telah menghancurkan hidupnya. Pertanyaan yang meliputinya dan keadaan yang akan menjawab. Salam sejahtera untuk kalian berdua!”[]

Riwayat Singkat Sayidah Fatimah as

Nama        : Fatimah.
Julukan    : Az-Zahra’, Al-Batul, At-Thahirah.
Ayah         : Mahammad.
Ibu            : Khadijah binti Khuwailid.
Kelahiran : Jumat 20 Jummadil Akhir.
Tempat     : Makkah Al-Mukarramah.
Wafat       : MadinahAl-Munawarah, Tahun 11 H.
Makam    : Tidak diketahui.

Saran dan komentar and sangatlah bermanfaat untuk semua pembaca.
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Gratis Download eBook Tayammum

Written By sumatrars on Jumat, 02 Maret 2012 | Maret 02, 2012

Nama eBook: Tayammum: Sudahkah Kita Mengilmuinya

Penyusun: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi خفظه الله
Pengantar:

Alhamdulillah, kemudian shalawat beserta salam salam bagi Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, keluarga, sahabat dan yang mengikut mereka dengan baik. Amma ba’du..

Telah kita posting dua eBook yang membahas tentang wudhu’ yakni  Sifat Wudhu’ Nabi oleh Syaikh Ibn Jibrin رحمه الله yang disertai gambar dan Kemudahan dalam Sifat Wudhu’ Nabi tulisan Ustadz Abu ‘Abdul Muhsin As-Soronji, MA yang membahas masalah wudhu’ dengan rinci.  Maka…Alhamdulillah pada kesempatan ini kita posting pula eBook yang membahasa tentang salah satu cara Thaharah yakni ‘TAYAMMUM’, sungguh tayammum ini merupakan keistimewaan ummat Islam, maka bagimanakah tatacara tayammum dan hal-hal yang berkaitan dengannya, simaklah eBook ini….

Download:

Tayammum atau ZIP file
Tulisan Terkait:

Sifat Wudhu’ Nabi
Kemudahan dalam Sifat Wudhu’
10 Faedah Seputar Thaharah
Sifat Shalat Nabi oleh Syaikh bin Baz
Sifat Sholat Nabi bergambar oleh Syaikh Ibn Jibrin
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Sejarah, Kemungkaran-kemungkaran dalam maulid nabi (1/2)

Category : Sejarah,Tarikh,Aqidah,Manhaj Source article: Abunamirah.Wordpress.com Oleh: al Ustadz Abu Mu’awiyyah Hammad Hafizhahullahu ...

Translate

 
Support : Blog author | Rachmat.M,MA | Duta Asri Palem 3
Copyright © 2013. BLOG AL ISLAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger