Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

BLOG AL ISLAM

Diberdayakan oleh Blogger.

Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha

Arsip Blog

Twitter

twitter
Latest Post

Memaknai Tahun Baru Bagi Seorang Muslim

Written By sumatrars on Selasa, 20 Januari 2015 | Januari 20, 2015



Category : Bahasan Utama, Manhaj
Source article: Muslim.Or.Id

Segala puji bagi Allah yang menjadikan malam dan siang silih berganti sebagai ‘ibrah (pelajaran) bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada suri tauladan kita, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, hamba-Nya yang paling bersyukur, dan utusan-Nya yang mengajarkan bagaimana bersyukur dengan sebaik-baiknya kepada umatnya, amma ba’du.

Di dalam berjalannya waktu, silih bergantinya hari dan berlalunya bulan dan tahun, terdapat pelajaran yang berharga bagi orang yang mau merenungkannya.

Tidak ada satu tahun pun berlalu dan tidak pula satu bulan pun menyingkir melainkan dia menutup lembaran-lembaran peristiwanya saat itu, pergi dan tidak kembali, jika baik amal insan pada masa tersebut, maka baik pula balasannya, namun jika buruk, penyesalanlah yang mengikutinya

Setiap masuk tahun baru (Hijriyyah), manusia menitipkan lembaran-lembaran tahun yang telah dilewatinya, sedangkan dihadapannya ada tahun baru yang menjelang

Bukanlah inti masalah ada pada kapan tahun baru usai dan menjelang, akan tetapi yang menjadi inti masalah adalah dengan apa kita dahulu mengisi tahun yang telah berlalu itu dan bagaimana kita akan hiasi tahun yang akan datang.

Dalam menyongsong tahun baru (Hijriyyah), seorang mukmin adalah sosok insan yang suka tafakkur (berpikir) dan tadzakkur (merenung)”

Tafakkur (berpikir) yang pertama, yaitu tafakkur hisab (intropeksi)

Dia memikirkan dan menghitung-hitung amalannya di tahun yang telah silam, lalu dia teringat (tadzakkur) akan dosa-dosanya, hingga hatinya menyesal, lisannya pun beristighfar memohon ampun kepada Rabbnya.

Tafakkur yang kedua, yaitu tafakkur isti’daad (persiapan)

Dia mempersiapkan ketaatan pada hari-harinya yang menjelang, sembari memohon pertolongan kepada Tuhannya,agar bisa mempersembahkan ibadah yang terindah kepada Sang Penciptanya, terdorong mengamalkan prinsip hidupnya yang terdapat dalam ayat,

{إياك نعبد وإياك نستعين }

Hanya kepada-Mulah, kami beribadah dan hanya kepada-Mulah kami menyembah”.

(Olah artikel Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili, dalam halaman web http://www.al-rehaili.net/rehaili/index.php?page=article&action=article&article=23).

Bukankah hidup ini hakikatnya adalah perjalanan?

Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كلّ الناسِ يغدو؛ فبائعٌ نَفسَه فمُعتِقها أو موبِقها

Setiap hari, semua orang melanjutkan perjalanan hidupnya, keluar mempertaruhkan dirinya. Ada yang membebaskan dirinya dan ada pula yang mencelakakannya” (Hadits Riwayat Imam Muslim).

Tujuan hidup seorang Muslim

Sesungguhnya seorang Muslim, ketika meniti perjalanan hidupnya memiliki tujuan. Ia melakukan perjalanan hidupnya agar dapat mengenal siapa Allah. Dengan mengetahui nama, sifat, dan perbuatan-Nya. Inilah tujuan perjalanan hidup yang pertama ma’rifatullah (dalilnya: QS.Ath-Thalaaq: 12). Kemudian dia iringi ma’rifatullah itu dengan ‘Ibadatullah (beribadah dan ta’at kepada Allah). Dan inilah tujuan perjalanan hidup yang kedua bagi seorang Muslim, yaitu agar dia bisa beribadah hanya kepada-Nya saja dengan benar (dalilnya QS.Adz-Dzaariyaat : 56), ia persembahkan jiwa raganya untuk Allah.

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

(162) “Katakanlah sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.

لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

(163) “Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” (QS. Al-An’aam:162-163).

Akhir perjalanan hidup seorang Muslim

Demikianlah kehidupan seorang Muslim terus melakukan perjalanan hidup, berpindah dari satu bentuk ibadah ke bentuk ibadah yang lainnya, baik dengan ibadah lahiriyah, hati, maupun keduanya, tanpa henti-hentinya.

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu sesuatu yang diyakini (ajal)” (QS. Al-Hijr: 99).

Adapun akhir perjalanan adalah surga, di dalamnyalah tempat peristirahatan muslim yang abadi, istirahat dari letihnya perjalanan sewaktu di dunia dahulu, menikmati kenikmatan yang tidak pernah dilihat mata, tak pernah didengar telinga, dan tak pernah terbetik dalam hati manusia.

وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa” (QS.Ali ‘Imran : 133).

Lebih dari itu, ia akan merasakan kenikmatan tertinggi, yaitu bisa melihat wajah Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman,

لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ

Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya” (QS.Qaaf : 35). (Olah dari artikel Syaikh Abdur Razzaq, dalam halaman web http://al-badr.net/detail/OYHpkq7Dav5t).

Ironis

Negara kita yang tercinta ini, dengan penduduk yang mayoritas kaum muslimin, yang seharusnya memiliki prinsip dan sikap seperti apa yang telah disebutkan di atas ternyata setiap malam tahun baru masehi, di setiap kota besar khususnya, marak bermunculan acara-acara besar untuk merayakan tahun baru tersebut. Dan jujur kita katakan, bahwa barangkali tidak ada satu pun dari acara-acara tersebut yang terbebas dari kemaksiatan. Bahkan, mungkin Anda bergumam Bukan hanya maksiat, tapi juga menelan dana yang besar.

Coba renungkan, berapa puluh milyar anggaran yang dikeluarkan untuk menyambut tahun baru di ibu kota negara maupun kota-kota provinsi? Dengan biaya itulah, ratusan panggung “hiburan” di berbagai penjuru kota-kota besar justru difasilitasi secara resmi dengan segala hingar bingarnya yang didukung dengan besarnya dana. Uang pun dihambur-hamburkan untuk menghiasi jalan-jalan kota, “pesta” terompet, mercon, dan kembang api .

Berbagai bentuk kemaksiatan pun dapat mudah ditemukan di banyak tempat, bukan hanya di tengah kota, jalan besar, taman kota, hotel, dan kafe. Sampai-sampai di sebagian lapangan desa dan jalan kampung pun, tidak jarang kemaksiatan mudah ditemukan di malam tahun baru masehi itu.

Pertanyaannya:

Kapan kemaksiatan-kemaksiatan itu dan pemborosan tersebut terjadi?

Hanya di satu malam saja.

Dimana terjadinya ?

Di negara kaum muslimin ini.

Padahal kemaksiatan hakikatnya adalah musibah yang menimpa agama seorang muslim, sedangkan pemborosan uang adalah musibah yang menimpa dunianya. Kita berlindung kepada Allah dari terkena musibah yang menimpa agama dan dunia kita, amiin.

Article : Blog Al-Islam


Back to Top

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Kaedah Fikih (17): Ibadah yang Tidak Ada Tuntunan



Category : Ilmu Ushul, Kaedah,Fiqih
Source article: Desember 27, 2014 Muhammad Abduh Tuasikal, MSc.,Rumaysho.Com

Dalam kaedah fikih kali ini akan dibicarakan mengenai ibadah yang tidak ada tuntunan.

Syaikh As Sa’di mengatakan dalam bait syairnya,

وليس مشروعا من الأمور

غير الذي في شرعنا مذكور

Suatu ibadah boleh dilakukan

Hanya jika ada dalil yang disebutkan dalam syariat kita

Dalil Kaedah

Demikian adanya karena Allah menciptakan manusia untuk ibadah. Ibadah itu mesti dengan dalil dari Al Qur’an dan disebutkan lewat lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di samping itu, ibadah mesti dilakukan dengan ikhlas untuk mengharapkan ridho-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ

Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS. Al Ahzab: 21).

Juga didukung dengan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718). Dalam riwayat lain disebutkan,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718).

Contoh Ibadah yang Tidak Ada Tuntunan

  1. Beribadah atau mendekatkan diri pada Allah dengan teput tangan dan musik.
  2. Perayaan tahun baru
  3. Perayaan maulid nabi
  4. Shalat tasbih karena dibangun berdasarkan hadits dhoif.
    Tambahan yang Tidak Ada Tuntunan dalam Ibadah Apakah Membatalkan Ibadah?

Jika ada tambahan yang tidak ada tuntunan dalam ibadah apakah membatalkan ibadah? Di sini perlu dipahami dua hal:

  1. Tambahan tersebut bersambung dengan ibadah itu sendiri, maka ibadah yang ditambah itu menjadi batal. Contoh: melaksanakan shalat Zhuhur lima raka’at, shalat tersebut menjadi batal. Karena satu raka’at tambahan bersambung langsung dengan shalat.
  2. Tambahan tersebut terpisah dan tidak kembali pada pokok ibadah. Contoh: melakukan basuhan ketika wudhu sebanyak empat kali. Kali yang keempat tidak dituntunkan, maka basuhan ketiga yang jadi asal, tidaklah batal.
    Syariat Sebelum Islam, Apakah Jadi Dalil?

Syariat sebelum kita bisa dibagi menjadi:

  1. Nukilannya dari umat sebelum kita, seperti itu tidak dijadikan dalil karena nukilan tersebut tidaklah tsiqoh (bukan dari yang kredibel).
  2. Nukilannya dari Al Quran dan As Sunnah, di sini ada tiga macam:
  1. Yang disetujui oleh syariat kita seperti puasa Asyura, maka itu menjadi syariat bagi umat Islam.
  2. Yang dihapus oleh syariat kita seperti haramnya musik, maka bukan lagi menjadi syariat kita.
  3. Yang didiamkan artinya tidak ada kata setuju maupun menghapus, maka para ulama ushul berbeda pendapat, yang tepat adalah tetap sebagai hujjah (dalil) asalkan disebutkan nukilannya dari Al Quran dan As Sunnah.

Semoga bermanfaat.

Referensi:

Risalah fil Qowa’id Al Fiqhiyyah, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, Pensyarh: Dr. Su’ud bin ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman Al Ghorik, terbitan Dar At Tadmuriyyah, cetakan pertama, tahun 1432 H.

Syarh Al Manzhumatus Sa’diyah fil Qowa’id Al Fiqhiyyah, Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir bin ‘Abdul ‘Aziz Asy Syatsri, terbitan Dar Kanuz Isybiliya, cetakan kedua, 1426 H.

Article : Blog Al-Islam


Back to Top



?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Mengatakan Allah Punya Anak, Hampir-Hampir Langit Terbelah

Category : Aqidah,

Mengatakan Allah Punya Anak, Hampir-Hampir Langit Terbelah

Pantaskah Allah dikatakan punya anak seperti yang disuarakan oleh orang Nashrani? Sungguh perkataan ini adalah perkataan mungkar yang hampir membuat langit terbelah.

Allah Ta’ala berfirman,

وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا (٨٨) لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا (٨٩) تَكَادُ السَّمَوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا (٩٠) أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا (٩١) وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا (٩٢)

“Dan mereka berkata: “Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka menda’wakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” (QS. Maryam: 88-92)

Inilah sanggahan yang telak pada orang yang menyatakan Allah memiliki anak seperti yang disuarakan oleh orang Nashrani. Orang Nashrani menyatakan Isa sebagai putera Allah. Juga orang Yahudi menyatakan bahwa Uzair itu putera Allah. Sedangkan orang musyrik menyatakan bahwa malaikat adalah anak perempuan Allah. Maha Suci Allah akan perkataan busuk mereka.

Allah pun membantah bahwa sungguh perkataan tersebut sangat-sangat keji. Yang menunjukkan bahayanya perkataan semacam itu, Allah katakan bahwa hampir-hampir saja langit runtuh. Gara-gara perkataan itu pula, bumi hampir saja terbelah. Gunung-gunung pun ikut hancur lantaran perkataan mungkar tersebut.

Ingatlah, Allah tidak pantas dikatakan demikian. Apabila dinyatakan Allah memiliki anak, itu menunjukkan adanya sifat kekurangan dan itu sama saja menandakan Allah itu butuh pada makhluk. Padahal Allah itu “al ghoniy al hamiid”, yang Maha Cukup (artinya: tidak butuh pada makhluk-Nya) dan Maha Terpuji.

Begitu pula jika ada yang mengatakan Allah memiliki anak, berarti anak itu akan serupa dengan orang tuanya. Padahal tidak ada yang serupa dengan Allah Ta’ala. Demikian yang dikatakan oleh Syaikh As Sa’di dalam kitab tafsirnya, Taisir Al Karimir Rahman.

Berarti kekeliruan dari pernyataan Allah itu memiliki anak: (1) Allah itu tidak butuh pada makhluk, (2) Allah itu tidak serupa dengan makhluk sebagaimana kemiripan antara orang tua dan anak.

Ka’ab Al Ahbar mengatakan,

غضبت الملائكة، واستعرت النار ، حين قالوا ما قالوا

Malaikat akan murka, api neraka akan panas menyala ketika mereka menyuarakan apa yang mereka katakan.

Meski dikatakan seperti itu, Allah masih tetap memberikan rezeki. Meskipun disakiti, Allah tetap memberikan maaf. Dalam hadits yang dikeluarkan dalam shahihain,

لَيْسَ أَحَدٌ – أَوْ لَيْسَ شَىْءٌ – أَصْبَرَ عَلَى أَذًى سَمِعَهُ مِنَ اللَّهِ ، إِنَّهُمْ لَيَدْعُونَ لَهُ وَلَدًا ، وَإِنَّهُ لَيُعَافِيهِمْ وَيَرْزُقُهُمْ

Tidak ada sesuatu pun yang lebih sabar dari bentuk disakiti yang ia dengar selain Allah. Mereka menyatakan bahwa Allah memiliki anak. Meski demikian, Allah masih memaafkan mereka dan tetap memberikan mereka rezeki.” (HR. Bukhari no. 6099 dan Muslim no. 2804, dari Abu Musa). Demikian pelajaran dari Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya Ibnu Katsir rahimahullah.

Namun tetap perkataan “Allah itu punya anak” adalah mungkar.

Ibnu Katsir menyatakan,

وأنه لا إله إلا هو، وأنه لا شريك له، ولا نظير له ولا ولد له، ولا صاحبة له، ولا كفء له، بل هو الأحد الصمد:
وفي كُلّ شَيءٍ له آيةٌ … تَدُل على أنه واحِدُ …

Tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak ada yang serupa dengan-Nya. Allah tidaklah memiliki anak dan istri. Tidak ada yang semisal dengan-Nya. Allah itu Al Ahad Ash Shomad (Maha Esa dan semua makhluk bergantung pada-Nya).

Pada segala sesuatu terdapat ayat (tanda kuasa Allah), itu semua menunjukkan Allah itu Esa.” Demikian dinukil dari Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim.

Dari sini, apakah pantas seorang muslim mengucapkan selamat natal, padahal maksud natal adalah memperingati kelahiran Isa sebagai anak Tuhan?! Tidak pantas menyatakan pula mengucapkan natal masuk dalam perselisihan fikih, dan bukan dalam ranah akidah.

Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Source article: Desember 26, 2014 Muhammad Abduh Tuasikal, MSc. Rumaysho.Com,

Article : Blog Al-Islam


Back to Top

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Saat Zakariya di Usia Tua, Akhirnya Dikarunia Yahya



Category : Tafsir Al Qur'an
Source article: Desember 23, 2014 Muhammad Abduh Tuasikal, MSc, Rumaysho.Com,

Pelajaran dari Surat Maryam (seri 3): Saat Zakariya di usia tua, akhirnya dikaruniai Yahya. Itulah buah hati yang dinanti padahal istrinya sebenarnya mandul dan ia pun sudah berada dalam usia senja. Namun doa seorang hamba tak mungkin disia-siakan.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ اسْمُهُ يَحْيَى لَمْ نَجْعَلْ لَهُ مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا (٧) قَالَ رَبِّ أَنَّى يَكُونُ لِي غُلَامٌ وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا وَقَدْ بَلَغْتُ مِنَ الْكِبَرِ عِتِيًّا (٨) قَالَ كَذَلِكَ قَالَ رَبُّكَ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَقَدْ خَلَقْتُكَ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ تَكُ شَيْئًا (٩)

“Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia. Zakaria berkata: “Ya Rabbku, bagaimana akan ada anak bagiku, padahal isteriku adalah seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua.” Allah berfirman: “Demikianlah.” Allah berfirman: “Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesunguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali.” (QS. Maryam: 7-9).

Akhirnya Dikaruniai Yahya

Allah memberikan kabar gembira pada Zakariya lewat malaikat bahwa ia akan dikaruniai seorang putra bernama Yahya. Nama tersebut sesuai dengan namanya yang berarti hidup yang nyata (hayat hissiyah). Itulah nikmat sempurna yang diberi pada Zakariya. Sedangkan nikmat hidup maknawiyah yaitu hidupnya hati dengan wahyu, ilmu dan diin (agama).

Hayat (kehidupan) intinya ada dua yaitu yang nampak (disebut hayat hissiyah) dan yang sifatnya maknawi yaitu kehidupan hati.

Perlu dipahami bahwa tidak ada sebelumnya yang bernama dengan nama Yahya.

Zakariya Kaget dengan Mendapatkan Anak di Usia Tua

Zakariya kaget dengan mendapatkan anak di usia tua. Ia mengatakan,

رَبِّ أَنَّى يَكُونُ لِي غُلَامٌ وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا وَقَدْ بَلَغْتُ مِنَ الْكِبَرِ عِتِيًّا

Ya Rabbku, bagaimana akan ada anak bagiku, padahal isteriku adalah seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua

Kekagetan Zakariya dikarenakan dua sebab: (1) istrinya mandul dan (2) Zakariya sudah mencapai usia tua.

Ibnu Katsir menyatakan, “Zakariya benar-benar kaget karena doa yang ia pinta pun terkabul yaitu diberi kabar kembira akan dikarunia anak. Ia gembira riang. Ia pun bertanya-tanya bagaimana bisa diberi keturunan sedangkan istrinya saja mandul sejak dulu hingga sepuh seperti saat ini tak juga diberikan keturunan.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 5: 210).

Semuanya Mudah Bagi Allah

Untuk mendapatkan anak di usia tua seperti itu mudah bagi Allah. Segala sesuatu yang Allah kehendaki pastilah terjadi,

كَذَلِكَ قَالَ رَبُّكَ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَقَدْ خَلَقْتُكَ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ تَكُ شَيْئًا

Allah berfirman: “Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesunguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali.

Syaikh As Sa’di menyatakan, “Ini hal yang tidak normal terjadi dan jarang terjadi dalam ketetapan Allah. Akan tetapi jika Allah kehendaki untuk terjadi tanpa ada sebab apa-apa, maka itu mudah bagi Allah. Allah pun sebelumnya telah menciptakan dari sesuatu yang belum ada sama sekali.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 490).

Sesuatu yang lebih menakjubkan dari apa yang dialami Zakariya sama seperti disebutkan dalam surat lainnya tentang Nabi Adam ‘alaihis salam,

هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا

Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?” (QS. Al Insan: 1).

Itulah bukti bahwa doa tak mungkin disia-siakan.

Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Referensi:

Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, tahqiq: Abu Ishaq Al Huwaini, terbitan Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1431 H.
Taisir Al Karimir Rahman, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1423 H.

Article : Blog Al-Islam


Back to Top

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Sejarah, Kemungkaran-kemungkaran dalam maulid nabi (1/2)

Category : Sejarah,Tarikh,Aqidah,Manhaj Source article: Abunamirah.Wordpress.com Oleh: al Ustadz Abu Mu’awiyyah Hammad Hafizhahullahu ...

Translate

 
Support : Blog author | Rachmat.M,MA | Duta Asri Palem 3
Copyright © 2013. BLOG AL ISLAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger