Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

BLOG AL ISLAM

Diberdayakan oleh Blogger.

Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha

Arsip Blog

Twitter

twitter
Latest Post

Hadits Tentang Haji (02): Pakaian Ihram

Written By sumatrars on Kamis, 21 Agustus 2014 | Agustus 21, 2014

Related categories : Bahasan Utama, Haji, ihram, umrah

Transcribed : 20 Agust 2014, 20 Syawal 1435 H

Bagaimana bentuk pakaian yang digunakan oleh orang yang berhaji atau umrah saat berihram? Apakah ada bentuk pakaian tertentu dan larangan dari pakaian tertentu?

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ada seseorang yang berkata pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا يَلْبَسُ الْمُحْرِمُ مِنَ الثِّيَابِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « لاَ يَلْبَسُ الْقُمُصَ وَلاَ الْعَمَائِمَ وَلاَ السَّرَاوِيلاَتِ وَلاَ الْبَرَانِسَ وَلاَ الْخِفَافَ ، إِلاَّ أَحَدٌ لاَ يَجِدُ نَعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسْ خُفَّيْنِ ، وَلْيَقْطَعْهُمَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ ، وَلاَ تَلْبَسُوا مِنَ الثِّيَابِ شَيْئًا مَسَّهُ الزَّعْفَرَانُ أَوْ وَرْسٌ »

Wahai Rasulullah, bagaimanakah pakaian yang seharusnya dikenakan oleh orang yang sedang berihram (haji atau umrah, -pen)?

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh mengenakan kemeja, sorban, celana panjang kopiah dan sepatu, kecuali bagi yang tidak mendapatkan sandal, maka dia boleh mengenakan sepatu. Hendaknya dia potong sepatunya tersebut hingga di bawah kedua mata kakinya. Hendaknya dia tidak memakai pakaian yang diberi za’faran dan wars (sejenis wewangian, -pen).” (HR. Bukhari no. 1542)

Dalam riwayat Bukhari disebutkan,

وَلاَ تَنْتَقِبِ الْمَرْأَةُ الْمُحْرِمَةُ وَلاَ تَلْبَسِ الْقُفَّازَيْنِ

Hendaknya wanita yang sedang berihram tidak mengenakan cadar dan sarung tangan.” (HR. Bukhari no. 1838).

Larangan ketika haji ada tiga macam: (1) Larangan khusus pada laki-laki, (2) larangan khusus pada perempuan, (3) larangan pada laki-laki dan perempuan, inilah yang lebih banyak.

Larangan yang khusus bagi laki-laki: mengenakan pakaian al makhith yang membentuk lekuk tubuh dan berjahit, maksudnya seperti kemeja, kaos dalam, celana dalam, celana pendek maupun celana panjang. Juga laki-laki dilarang menutup kepala dengan topi dan pecis saat berihram.

Pakaian Ihram Saat Haji dan Umrah

Begitu juga larangan yang khusus bagi laki-laki adalah memakai sepatu dari bahan apa pun. Namun jika tidak mendapati sepatu, maka sepatu yang ada dipotong sampai bagian mata kaki terbuka, sehingga sepatu tersebut beralih menjadi sendal. Akan tetapi, untuk hal ini hanya masa di awal-awal pensyariatan, setelah itu jadi terhapus. Yang ada saat ini adalah diperintahkan untuk menggunakan sendal saat ihram.

Larangan yang ditujukan pada laki-laki dan perempuan: memakai wewangian atau parfum. Namun tetap yang sedang berihram diperkenankan untuk bersih-bersih (mandi). Namun ketika telah berniat ihram, maka tidak boleh lagi menggunakan wewangian seperti minyak misk dan lainnya. Akan tetapi sesuatu yang berbau wangi, namun tidak digunakan untuk tujuan wewangian, maka tidaklah mengapa digunakan.

Larangan yang khusus bagi perempuan: terlarang memakai penutup wajah kecuali jika ada laki-laki bukan mahram, ia sengaja menutupi khimarnya tidaklah masalah. Begitu pula wanita dilarang mengenakan sarung tangan.

Namun wanita masih diizinkan menggunakan baju warna apa pun itu, baik putih, kuning, merah, atau hijau dan dari bahan apa pun. Yang tidak dibolehkan adalah jika pakaian tersebut diberi wewangian.

Demikian penjelasan singkat dari hadits yang dibahas di atas mengenai pakaian ihram saat haji dan umrah. Moga bermanfaat.

Referensi:

Syarh ‘Umdatil Ahkam, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Darut Tauhid, cetakan pertama, tahun 1431 H.

Sources of articles by : Muslim.Or.Id and authors by : 

Rewritten by : Rachmat Machmud  end Republished by : Redaction Duta Asri Palem 3

Kembali Keatas

|

Daftar Artikel

Silahkan Masukkan Alamat Email pada kolom dibawah untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.

If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.

Delivered by FeedBurner

Kembali ke Atas

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Ikhlas, Itukah Yang Anda Cari?

Written By sumatrars on Minggu, 17 Agustus 2014 | Agustus 17, 2014

Category : Aqidah
Source article: Muslim.Or.Id

Ikhlas itukah yang Anda cari?

Berbicara tentang ikhlas pun membutuhkan keikhlasan. Ikhlas dibutuhkan dimana pun dan kapan pun, oleh siapa pun.

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Sebagaimana telah diketahui, ikhlas adalah pondasi amalan. Selain harus sesuai tuntunan, amalan juga harus dilandasi dengan keikhlasan. Tanpanya, amal dan kebaikan hanya akan menjadi sirna. Bagaikan debu-debu yang beterbangan.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, sejak kapan kiranya kita mendengar kata ikhlas? Ya, mungkin ada diantara kita yang sudah mendengarnya belasan atau puluhan tahun. Kita harus ikhlas, karena kalau tidak ikhlas maka amal kita tidak diterima di sisi Allah, sebesar apapun amal itu.

Kita sudah mengetahui hal itu sejak lama. Namun, pada kenyataannya seringkali nilai-nilai keikhlasan itu terkikis, terkoyak, tercabik-cabik oleh berbagai ambisi dan kepentingan dunia. Ambisi terhadap kedudukan, pujian, sanjungan, pangkat dan jabatan. Orang rela mencurahkan segala energi dan potensinya, hanya demi mengejar popularitas dan ketenaran belaka.

Amal demi amal dia tumpuk. Kebaikan demi kebaikan dia kerjakan. Prestasi demi prestasi dia koleksi dan banggakan. Setiap jengkal bumi seolah menjadi saksi akan langkah dan segenap jasa yang dia berikan kepada umat manusia dan peradaban. Akan tetapi, Allah Yang Maha Mengetahui isi hati tidak bisa ditipu mengenai apa yang terdapat di dalam hatinya. Apakah dia seorang yang mukhlis/benar-benar ikhlas. Ataukah itu semuanya hanya topeng dan pemanis belaka…

Saudaraku yang dirahmati Allah, Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah pernah menafsirkan tentang makna ahsanu amalan; amalan yang terbaik. Kata beliau, ahsanu ‘amalan itu adalah ‘akhlashuhu wa ashwabuhu’ yaitu yang paling ikhlas dan paling benar. Amal yang Allah terima adalah yang ikhlas dan benar. Ikhlas jika dilakukan karena Allah, sedangkan benar maknanya jika ia berada di atas tuntunan/as-Sunnah. Poin yang ingin kita petik di sini adalah perihal keikhlasan…

Syi’ar orang-orang yang ikhlas itu adalah seperti yang Allah kisahkan perkataan mereka, “Sesungguhnya kami memberikan makanan kepada kalian demi mencari wajah Allah, kami tidak ingin balasan ataupun ucapan terima kasih.” Demikianlah syi’ar dan isi hati mereka. Tidak mengharapkan balasan dan imbalan dari manusia. Yang mereka inginkan adalah keridhaan Allah. Mereka juga tidak mencari sanjungan dan simpati massa. Sebab yang mereka cari adalah wajah Allah semata. Inilah potret keikhlasan yang sering kita lupakan.

Kita pun pernah mendengar kisah, tentang tiga orang yang pertama kali diadili pada hari kiamat. Seorang mujahid, seorang yang berilmu dan pandai membaca al-Qur’an, dan seorang kaya yang suka memberikan bantuan dan kepedulian. Ketiga-tiganya harus menerima kenyataan pahit bahwa amal mereka ditolak di sisi Allah dan membuat mereka masuk ke dalam neraka.

Bukan karena amalan itu tidak sesuai Sunnah, bukan karena amalan itu kecil atau tidak memberikan manfaat untuk umat, bukan karena amalan itu remeh. Namun, karena amal-amal besar yang mereka lakukan telah tercabut dari akar keikhlasan. Amal dan kebaikan mereka hangus gara-gara tidak ditegakkan di atas niat yang ikhlas… Sungguh benar ucapan Abdullah bin al-Mubarok rahimahullah, “Betapa banyak amal yang kecil menjadi besar karena niatnya. Dan betapa banyak amal yang besar justru menjadi kecil juga karena niatnya.

Marilah kita renungkan! Apa beda takbirnya orang yang ikhlas seratus karat dengan takbirnya orang yang munafik tulen? Apa bedanya? Tidak ada bedanya. Karena ucapan takbir ‘Allahu akbar’ ketika sholat diucapkan siapa pun, entah dia muslim atau munafik. Jadi, masalah ikhlas ini bukan masalah penampilan, tata-cara dan sifat fisik yang bisa ditangkap dengan indera. Ikhlas adalah persoalan hati. Sesuatu yang tertancap dan bergolak di dalam hati seorang insan.

Ikhlas ini harus berjuang mati-matian untuk bisa eksis dan berjaya di pentas pertarungan antara pasukan tauhid dan pasukan kemusyrikan, perang yang dahsyat antara brigade iman dengan gerombolan kekafiran, ikhlas harus menang dan mengatasi keadaan. Banyak musuh yang mengincarnya. Musuh mengetahui bahwa ikhlas itulah yang menjadi rahasia kemenangan dan gerbang keselamatan. Sebagaimana kisah Yusuf ‘alaihis salam yang begitu menyentuh dan menegangkan. Keikhlasan beliau adalah pintu cahaya Allah, kunci hidayah dan kesucian diri. Godaan wanita cantik dan berkedudukan tak berhasil menyeretnya dalam kenistaan.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, ikhlas selalu berada dalam incaran dan ancaman. Musuh mengintai dan terus mengawasi gerak-gerik hati. Sebisa mungkin mereka menargetkan agar hati itu terus terbuai oleh kenikmatan semu dan kebahagiaan palsu yang dibungkus dengan selebung ketenaran dan harumnya popularitas. Bahkan, setan berusaha menanamkan pikiran kepada si manusia bahwa jerih payah memburu popularitas inilah sejatinya cermin dari keikhlasan. Dia ingin memberikan wajah ikhlas kepada kesyirikan. Na’udzu billahi min dzalik.

Berbicara tentang ikhlas pun membutuhkan keikhlasan. Ikhlas dibutuhkan dimana pun dan kapan pun, oleh siapa pun. Oleh sebab itu, wajarlah jika Imam Bukhari rahimahullah menempatkan hadits innamal a’malu bin niyaat; bahwa amal dinilai dengan niatnya di bagian awal kitab Sahihnya. Demikian pula Imam Abdul Ghani al-Maqdisi dalam kitabnya ‘Umdatul Ahkam serta Imam an-Nawawi dalam kitabnya Riyadhus Shalihin dan al-Arbain an-Nawawiyah. Ini semua menunjukkan kepada kita tentang pentingnya meluruskan niat dan menjaga keikhlasan.

Sebagian ulama salaf bahkan mengatakan, “Tidaklah aku berjuang menundukkan diriku dengan perjuangan yang lebih berat seperti perjuangan untuk mencapai ikhlas.” Sebagian mereka juga mengatakan, “Ikhlas itu adalah ‘barang’ yang paling mahal.” Ada juga yang mengatakan, “Ikhlas sesaat adalah kunci keselamatan untuk selama-lamanya.” Ada pula yang menasihatkan, “Wahai jiwaku, ikhlaslah kamu niscaya kamu akan selamat.

Pada hari kiamat nanti, di padang mahsyar, tatkala matahari didekatkan sejarak satu mil. Ketika itu manusia bermandikan peluh dan terjebak dalam genangan keringatnya masing-masing. Di saat itulah Allah berkenan memberikan naungan Arsy-Nya untuk sebagian hamba pilihan. Hamba-hamba yang menghiasi dirinya dengan rona keikhlasan dan semangat ketulusan. Diantara mereka itu adalah, “Seorang lelaki yang berzikir kepada Allah dalam kesendirian lalu mengalirlah air matanya.” Inilah air mata keikhlasan dan rasa takut kepada Allah. Ada juga “Seorang lelaki yang memberikan sedekah dengan sembunyi-sembunyi sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.” Ini semua adalah cerminan keikhlasan.

Article : Blog Al-Islam


Daftar Artikel

Ingin mendapatkan Artikel/Posting dari kami /Berlangganan, Silahkan kirimkan Alamat eMail  Anda pada kolom dibawah, demgan demikian anda akan mendapatkan setiap ada artikel yang terbit dari kami.
Want to get article / post from our / Subscribe, Please send your eMail address in the fields below, so you will get every article published from us.

Delivered by FeedBurner

Back to Top
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Hadits Tentang Haji (01): Masalah Miqat bagi yang Berhaji

Category : Bahasan Utama, Haji, miqat, umrah

Transcribed : 16 Aug 2014, 20 Syawal 1435 H

Masalah miqat bagi yang berhaji wajib dipahami.

Seputar haji dengan mengutarakan dalil-dalil. Sebelumnya untuk panduan haji sudah dibahas secara global tanpa disertakan dalil yang lengkap. Kali ini bahasan lebih mendetail pada dalil dengan penjelasan ringkas dari para ulama.

Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

إِنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَقَّتَ لأَهْلِ الْمَدِينَةِ ذَا الْحُلَيْفَةِ ، وَلأَهْلِ الشَّأْمِ الْجُحْفَةَ ، وَلأَهْلِ نَجْدٍ قَرْنَ الْمَنَازِلِ ، وَلأَهْلِ الْيَمَنِ يَلَمْلَمَ ، هُنَّ لَهُنَّ وَلِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِهِنَّ ، مِمَّنْ أَرَادَ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ ، وَمَنْ كَانَ دُونَ ذَلِكَ فَمِنْ حَيْثُ أَنْشَأَ ، حَتَّى أَهْلُ مَكَّةَ مِنْ مَكَّةَ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan miqat untuk penduduk Madinah di Dzul Hulaifah, penduduk Syam di Juhfah, penduduk Nejd di Qarnul Manazil dan penduduk Yaman di Yalamlam.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Miqat-miqat tersebut sudah ditentukan bagi penduduk masing-masing kota tersebut dan juga bagi orang lain yang hendak melewati kota-kota tadi padahal dia bukan penduduknya namun ia ingin menunaikan ibadah haji atau umrah. Barangsiapa yang kondisinya dalam daerah miqat tersebut, maka miqatnya dari mana pun dia memulainya. Sehingga penduduk Makkah, miqatnya juga dari Makkah.” (HR. Bukhari no. 1524 dan Muslim no. 1181).

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« يُهِلُّ أَهْلُ الْمَدِينَةِ مِنْ ذِى الْحُلَيْفَةِ وَأَهْلُ الشَّامِ مِنَ الْجُحْفَةِ وَأَهْلُ نَجْدٍ مِنْ قَرْنٍ ». قَالَ عَبْدُ اللَّهِ وَبَلَغَنِى أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « وَيُهِلُّ أَهْلُ الْيَمَنِ مِنْ يَلَمْلَمَ »

Penduduk Madinah hendaknya memulai ihram dari Dzul Hulaifah, penduduk Syam dari Juhfah, dan penduduk Nejd dari Qarn (Qarnul Manazil).

Abdullah menuturkan bahwa ada kabar yang telah sampai padanya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Penduduk Yaman memulai ihram dari Yalamlam.” (HR. Bukhari no. 130 dan Muslim no. 13).

Dalam riwayat lain disebutkan, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَقَّتَ لأَهْلِ الْعِرَاقِ ذَاتَ عِرْقٍ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan untuk penduduk Irak Dzatu ‘Irqin.” (HR. Abu Daud no. 1739, An Nasai no. 2654. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Dalam riwayat lain disebutkan, dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

وَمُهَلُّ أَهْلِ الْمَشْرِقِ مِنْ ذَاتِ عِرْقٍ

Penduduk masyriq (dari arah timur jazirah) beriharam dari Dzatu ‘Irqin.” (HR. Ibnu Majah no. 2915. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Tempat Miqat

Miqat makaniyah yaitu tempat mulai berihram bagi yang punya niatan haji atau umrah. Ada lima tempat:

(1) Dzul Hulaifah (sekarang dikenal: Bir ‘Ali), miqat penduduk Madinah, miqat yang jaraknya paling jauh.

(2) Al Juhfah, miqat penduduk Syam dan penduduk Maghrib (dari barat jazirah).

(3) Qarnul Manazil (sekarang dikenal: As Sailul Kabiir), miqat penduduk Najed.

(4) Yalamlam (sekarang dikenal: As Sa’diyah), miqat penduduk Yaman.

(5) Dzatu ‘Irqin (sekarang dikenal: Adh Dhoribah), miqat pendudk Irak dan penduduk Masyriq (dari timur jazirah).

miqat_haji_01

Masuk Daerah Miqat Harus Berihram

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

هُنَّ لَهُنَّ وَلِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِهِنَّ

Miqat-miqat tersebut sudah ditentukan bagi penduduk masing-masing kota tersebut dan juga bagi orang lain yang hendak melewati kota-kota tersebut padahal dia bukan penduduknya namun ia ingin menunaikan ibadah haji atau umrah.” Itu berarti siapa saja yang melewati kota atau daerah miqat tersebut haruslah dalam keadaan berihram. Termasuk juga bagi yang bukan penduduk kota tersebut yang berasal dari luar ketika melewati miqat tadi, maka harus dalam keadaan berihram.

Seperti misalnya penduduk Najed (kota Riyadh, Qasim sekitarnya), ada yang mengambil miqat bukan di Qarnul Manazil, namun ia mengambil miqat dari Dzatu ‘Irqin yang merupakan miqat penduduk Irak. Seperti itu dibolehkan.

Sebagaimana dibolehkan pula jika penduduk Syam dan Mesir mengambil miqat dari miqatnya penduduk Madinah yaitu di Dzul Hulaifah, bukan di Juhfah.

Melewati Miqat Tanpa Berihram

Kata Syaikh As Sa’di rahimahullah, “Siapa saja yang melewati daerah miqat tanpa berihram, maka ia harus kembali ke miqat tersebut. Ia harus kembali berihram dari miqat yang teranggap tersebut. Jika tidak kembali, maka ia punya kewajiban membayar dam.” (Syarh Umdatil Ahkam, hal. 389).

Contoh penduduk Indonesia yang ingin langsung berhaji atau umrah menuju Makkah, ada yang tidak berniat ihram padahal sudah melewati miqat Yalamlam. Ini merupakan kekeliruan dan ia terkena dam seperti kata Syaikh As Sa’di di atas jika tidak mau kembali ke miqat.

Apakah itu Berlaku Bagi yang Mau Berhaji dan Umrah Saja?

Menurut pendapat yang lebih kuat dan pendapat ini dianut oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah karena berpegang pada tekstual hadits, yang mesti berihram ketika masuk daerah miqat adalah yang punya niatan haji dan umrah saja. Adapun jika niatannya untuk berdagang dan lainnya, maka tidak diwajibkan dalam keadaan berihram. Namun para ulama katakan bahwa siapa saja yang memasuki kota Makkah sebaiknya dalam keadaan berihram. Lihat Syarh ‘Umdatil Ahkam karya Syaikh As Sa’di, hal. 390.

Bagi yang Berada di Dalam Daerah Miqat dan Berada di Makkah

Bagi penduduk Jeddah misalnya, atau penduduk Makkah, mereka semuanya berada dalam daerah miqat, jika mereka ingin berhaji atau berumrah, maka hendaklah berihram dari tempat mereka mulai safar, bisa dari rumah mereka.

Syaikh As Sa’di mengatakan, “Penduduk Makkah bisa berihram untuk haji dari Makkah. Namun untuk umrah, hendaklah keluar menuju tanah halal untuk berniat ihram dari situ.” (Idem).

Jika ada yang berkata, “Kenapa haji dan umrah bisa dibedakan seperti itu? Ini dikarenakan seluruh akitivitas umrah berada di tanah haram (tidak keluar ke tanah halal), maka diperintahkan ia keluar untuk berihram dari tanah halal. Adapun haji, tidak diharuskan berihram dari tanah halal. Karena aktivitas haji tidak semuanya di tanah haram, bahkan ada yang dilakukan di luar tanah haram, yaitu ketika wukuf di Arafah.” (Idem).

Semoga bermanfaat, hanya Allah yang memberi taufik.

Referensi:

Syarh ‘Umdatil Ahkam, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Darut Tauhid, cetakan pertama, tahun 1431 H.

Posisi Posting
|

Sources of articles by : Muslim.Or.Id and authors by : 

Rewritten by : Rachmat Machmud  end Republished by : Redaction Duta Asri Palem 3

Kembali Keatas

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Darurat Tidak Menggugurkan Hak Orang Lain

Written By sumatrars on Sabtu, 16 Agustus 2014 | Agustus 16, 2014

Category : eBook, Kaidah Fiqih
Source article: Ibnumajjah.Com

Transcribed on : 16/08/2014

الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على رسوله محمد، وعلى آله وأصحابه أجمعين، أما بعد

Sebagaimana telah kita Pahami bahwa seseorang yang berada dalam keadaan darurat, yang menyebabkannya harus mengonsumi sesuatu yang haram, maka ia diberikan udzur untuk melakukannya. Misalnya, orang yang sangat lapar dan tidak ada makanan yang didapatkan kecuali daging bangkai maka dalam keadaan itu diperbolehkan baginya untuk memakan daging tersebut sekedarnya. Allah عزّوجلّ berfirman:

فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ

Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas maka tidak ada dosa baginya. (QS. Al-Baqarah/2:173)

Namun demikiantimbul pertanyaan apabila perbuatan seseorang mengambil atau mengkonsumsi perkara yang haram itu menyebabkan hilang atau rusaknya harta orang lain? Apakah ia wajib menggantinya ataukah tidak? Inilah yang dibahas dalam kaidah:

الاِضْطِرَارُ لاَ يُبْطِلُ حَقَّ الغَيْرِ

Keadaan Darurat Tidak Menggugurkan Hak Orang Lain

Semoga kita dapat memahami kaidah ini, dan semoga Allah عزّوجلّ melapangkan dan melindungi kaum muslimin, amin…

Download:

Atau

Atau

Atau

Article : Blog Al-Islam


Ingin mendapatkan Artikel/Posting dari kami /Berlangganan, Silahkan kirimkan Alamat eMail  Anda pada kolom dibawah, demgan demikian anda akan mendapatkan setiap ada artikel yang terbit dari kami.
Want to get article / post from our / Subscribe, Please send your eMail address in the fields below, so you will get every article published from us.

Delivered by FeedBurner

Back to Top
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Kapan Shalat Witir Dianjurkan Sebelum Tidur?

Written By sumatrars on Jumat, 15 Agustus 2014 | Agustus 15, 2014

Category : Fiqh dan Muamalah, shalat malam, shalat tahajud, shalat witir
Source article: Muslim.Or.Id

Kapan shalat witir dianjurkan sebelum tidur?

Ada hadits dari Abu Hurairah tentang wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadanya. Abu Hurairah berkata,

أَوْصَانِى خَلِيلِى – صلى الله عليه وسلم – بِثَلاَثٍ صِيَامِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَرَكْعَتَىِ الضُّحَى ، وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَنَامَ

Kekasihku yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan kepadaku tiga wasiat: (1) berpuasa tiga hari setiap bulannya, (2) mengerjakan dua rakaat shalat Dhuha, (3) mengerjakan witir sebelum tidur.” (HR. Bukhari no. 1981).

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengatakan, “Disunnahkan melakukan witir di awal malam (sebelum tidur) karena dua kondisi:

  1. Khawatir tidak bisa bangun di akhir malam.

  2. Melaksanakan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) lalu ditutup dengan witir. Yang afdhol memang adalah mengikuti imam mengerjakan witir di awal malam. Boleh pula ia genapkan shalat witir yang ia lakukan bersama imam. Namun baiknya tetap tidak menggenapkan seperti itu. Siapa yang ingin shalat lagi di akhir malam, maka ia boleh mengerjakannya tanpa witir lagi. Karena dalam hadits lainnya disebutkan,

لَا وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ

Tidak ada dua witir dalam satu malam.“[1] (Syarh ‘Umdatul Ahkam, hal. 364).

Dalam pembahasan lainnya kita dianjurkan mengerjakan shalat witir setelah tidur di akhir malam.

Semoga bermanfaat.

Referensi:

Syarh ‘Umdatil Ahkam, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Darut Tauhid, cetakan pertama, tahun 1431 H.

[1] HR. Abu Daud no. 1439, At Tirmidzi no. 470, An Nasai no. 1679 dari hadits Tholq bin ‘Adi radhiyallahu ‘anhu.

Article : Blog Al-Islam


Daftar Artikel

Ingin mendapatkan Artikel/Posting dari kami /Berlangganan, Silahkan kirimkan Alamat eMail  Anda pada kolom dibawah, demgan demikian anda akan mendapatkan setiap ada artikel yang terbit dari kami.
Want to get article / post from our / Subscribe, Please send your eMail address in the fields below, so you will get every article published from us.

Delivered by FeedBurner

Back to Top
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Berdagang Setelah Shalat Jumat

Category : Bahasan Utama, berdagang, bisnis, shalat jumat
Source article: Muslim.Or.Id

15 August 2014, 19 Syawal 1435 H

Setelah menunaikan shalat Jumat diperintahkan untuk menyebar ke muka bumi untuk mencari rezeki. Apakah berarti dianjurkan berdagang setelah shalat Jumat atau apa maksudnya?

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ , فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al Jumu’ah: 9-10). Perintah meninggalkan jual beli dalam ayat ini menunjukkan terlarangnya jual beli setelah dikumandangkannya azan Jum’at.

Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa larangan jual beli ketika azan Jum’at berarti haram. Demikian pendapat ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hambali.

Adapun setelah shalat Jumat disebutkan (yang artinya), “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al Jumu’ah: 10).

Ibnu Katsir menyebutkan bahwa sebagian salaf mengatakan, “Barangsiapa yang melakukan jual beli pada hari Jumat setelah shalat Jumat, moga Allah memberkahinya sebanyak 70 kali.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 278).

Kata Ibnu Katsir, ‘Arok bin Malik radhiyallahu ‘anhu ketika selesai shalat Jumat ia berdiri di pintu masjid lalu ia berkata, “Ya Allah, aku memenuhi panggilanmu, aku telah memenuhi kewajibanku dengan menjalankan shalat, aku pun menyebar di muka bumi sebagaimana yang engkau perintahkan kepadaku, oleh karenanya berilah rezeki padaku dari karunia-Mu, sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik pemberi rezeki.” Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim. (Idem)

Asy Syaukani rahimahullah berkata, “Setelah shalat Jumat bertebarlah di muka bumi untuk berdagang dan memenuhi berbagai hajat lainnya untuk memenuhi penghidupan dunia. Raihlah karunia Allah, yaitu rezeki Allah yang di mana rezeki tersebut berbeda-beda satu dan lainnya. Raihlah keuntungan dari muamalah dan berbagai pekerjaan.” (Fathul Qodir, 5: 302).

Namun ketika berdagang tersebut jangan sampai lalai dari dzikir pada Allah.

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di berkata bahwa yang dimaksud adalah jika kalian telah selesai shalat Jumat carilah rezeki dan berdaganglah. Namun karena berdagang itu kemungkinan besar membuat seseorang lalai dari dzikir maka Allah ingatkan untuk banyak berdzikir yaitu “banyaklah berdzikir pada Allah”. Berdzikirlah ketika berdiri, saat duduk, saat berbaring supaya kalian menjadi orang-orang yang beruntung. Karena ingatlah bahwa banyak berdzikir pada Allah sebab datangnya keberuntungan. (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 863).

Perintah dalam ayat di atas cuma menunjukkan kebolehan bukan perintah wajib atau sunnah. Maksudnya adalah jika kalian telah selesai dari shalat Jumat maka bertebarlah di muka bumi untuk berdagang dan memenuhi kebutuhan kalian. Raihlah rezeki Allah. Ada juga ulama yang mengatakan bahwa maksud mencari karunia Allah adalah tuntutlah ilmu setelah menunaikan shalat Jumat. Ada pula yang memaksudkan lakukanlah shalat sunnah. Ibnu ‘Abbas menafsirkan, “Setelah shalat Jumat diperintahkan untuk memenuhi urusan dunia seperti mengunjungi orang sakit, menghadiri jenazah, dan mengunjungi saudara muslim lainnya karena Allah.” (Lihat Al Jami’ lii Ahkamil Qur’an karya Al Qurthubi, 9: 70).

Ibnu Taimiyah sendiri menyatakan bahwa raihlah karunia Allah dalam ayat di atas adalah raihlah ilmu dan pahala (setelah Shalat Jumat). (Majmu’atul Fatawa, 8: 524).

Semoga kita dapat memanfaatkan waktu berharga setelah shalat Jumat untuk meraih karunia dan rezeki Allah.

Article : Blog Al-Islam


Daftar Artikel

Ingin mendapatkan Artikel/Posting dari kami /Berlangganan, Silahkan kirimkan Alamat eMail  Anda pada kolom dibawah, demgan demikian anda akan mendapatkan setiap ada artikel yang terbit dari kami.
Want to get article / post from our / Subscribe, Please send your eMail address in the fields below, so you will get every article published from us.

Delivered by FeedBurner

Back to Top
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Berpegang Teguh Dengan Syari’at Allah

Written By sumatrars on Selasa, 12 Agustus 2014 | Agustus 12, 2014

Category : eBook, Download
Source article: Ibnumajjah.Com

Transcribed on : 12/08/2014

Nama eBook: Berpegang Teguh Dengan Syari’at Allah

Penulis: Syaikh al-Allamah Abdil Muhsin bin Hamd Al-Abbad al-Badr حفظه الله

Segala puji hanyalah milik Allah semata yang telah meridhai Islam sebagai agama bagi umat ini sehingga Dia sempurnakan Islam ini untuk mereka dan Dia sempurnakan nikmat-Nya dengannya. Aku bersaksi bahwa tiada sembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah yang Esa dan tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, yang diutus sebagai rahmat bagi alam semesta, semoga shalawat Allah dan berkah-Nya tercurah atasnya, atas para shahabatnya, dan atas siapa saja menempuh jalannya dan mengambil petunjuknya hingga hari kiamat.

Amma ba’du:

Pembahasan kita sekarang ini adalah: “Wajibnya seorang muslim berpegang teguh dengan hukum-hukum syari’at Islam”, dan pembicaraan ringkas ini berkisar atas poin-poin berikut:

Siapakah muslim itu?
Syari’at Islam dan landasan-landasannya
Kesempuniaan syari’at Islam, menyeluruhnya, dan kekekalannya
Berpegangnya seorang muslim dengan hukum-hukum syari’at Islam adalah wajib tidak boleh tidak
Buah-buah kebaikan dari berpegang teguh dengan syari’at Islam dan dampak-dampak buruk dari meninggalkannya.

Download:

Atau

Atau

Atau

Klik Untuk Download

Article : Blog Al-Islam


Ingin mendapatkan Artikel/Posting dari kami /Berlangganan, Silahkan kirimkan Alamat eMail  Anda pada kolom dibawah, demgan demikian anda akan mendapatkan setiap ada artikel yang terbit dari kami.
Want to get article / post from our / Subscribe, Please send your eMail address in the fields below, so you will get every article published from us.

Delivered by FeedBurner

Back to Top
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Wabah MERS Sebuah Renungan

Written By sumatrars on Minggu, 10 Agustus 2014 | Agustus 10, 2014

Category : eBook, Download
Source article: Ibumajjah.Com

Transcribed on : 10/08/2014

Nama eBook: Wabah MERS Sebuah Renungan

Penulis: Prof. Dr. Syaikh Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al-Abbad حفظه الله

Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah azza wa jalla dan kita memujinya dengan pujian yang banyak lagi tak pernah putus, kemudian sholawat dan salam bagi nabi utusan-Nya Muhammad bin Abdullah, keluarganya, para sahabatnya, serta yang mengikuti mereka dengan baik hari yang dijanjikan.

Akhir-akhir ini, pembicaraan dan pemberitaan tentang penyakit yang menakutkan mendominasi media yakni penyakit MERS (Middle East Respiratory Syndrome). Orang-orang khawatir terhadap penyebaran penyakit tersebut dan takut terinfeksi. Pembicaraan tentangnya dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat, ada yang membicarakannya sambil bercanda dan menjadikannya bahan gurauan dan ada pula yang serius menjelaskan dengan tulus.

Sebagai seorang Muslim, kita senantiasa ketika berhadapan dengan semua kejadian dan musibah, maka kita wajib berpegang teguh dan bersandar kepada Allah azza wa jalla. Semua pembicaraan kita tentang hal-hal tersebut di atas atau tentang metode pengobatan dan terapinya harus berlandaskan syari’at dan kaidah yang benar serta dilandasi rasa takut kepada-Nya dan senantiasa merasa dalam pengawasan-Nya.

Kemudian Syaikh -semoga Allah menjaga dan merahmatinya- memberi enam nasehat dalam mensikapi hal sedemikian rupa, dan dengan hal ini kami berharap akan tenanglah hati kita terutama bagi jama’ah umroh dan haji tahun 1435 H ini (saat tulisan ini diposting) dan berlindung serta menyerahkan segala urusan kepada Allah Rabb sekalian alam….

Download:

Atau

Atau

Atau

Klik Untuk Download

Article : Blog Al-Islam


Ingin mendapatkan Artikel/Posting dari kami /Berlangganan, Silahkan kirimkan Alamat eMail  Anda pada kolom dibawah, demgan demikian anda akan mendapatkan setiap ada artikel yang terbit dari kami.
Want to get article / post from our / Subscribe, Please send your eMail address in the fields below, so you will get every article published from us.

Delivered by FeedBurner

Back to Top
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Sejarah, Kemungkaran-kemungkaran dalam maulid nabi (1/2)

Category : Sejarah,Tarikh,Aqidah,Manhaj Source article: Abunamirah.Wordpress.com Oleh: al Ustadz Abu Mu’awiyyah Hammad Hafizhahullahu ...

Translate

 
Support : Blog author | Rachmat.M,MA | Duta Asri Palem 3
Copyright © 2013. BLOG AL ISLAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger