Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

BLOG AL ISLAM

Diberdayakan oleh Blogger.

Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha

Arsip Blog

Twitter

twitter
Latest Post

12 Golongan yang Didoakan Para Malaikat

Written By sumatrars on Minggu, 05 Mei 2013 | Mei 05, 2013

 12 Golongan yang Didoakan Para Malaikat

Oleh: al-Akh Moegrand Tomu Gubali

Inilah 12 golongan manusia yang akan didoakan olah para malaikat.

1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci
“Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa: Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci.” (HR. Imam Ibnu Hibban dari Abdullah bin Umar)

2. Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat
“Tidaklah salah seorang di antara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya: Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia.” (HR. Imam Muslim dari Abu Hurairah, Shahih Muslim 469)

3. Orang-orang yang berada di shaf barisan depan di dalam shalat berjamaah
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang-orang) yang berada pada shaf-shaf terdepan.” (HR. Imam Abu Dawud -dan Ibnu Khuzaimah- dari Barra’ bin ‘Azib)

4. Orang-orang yang menyambung shaf pada sholat berjamaah (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf)
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang-orang yang menyambung shaf-shaf.” (Para Imam, yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah)

5. Para malaikat mengucapkan ‘aamiin’ ketika seorang Imam selesai membaca Al-Fatihah
“Jika seorang Imam membaca ‘ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh dhaalinn’, maka ucapkanlah oleh kalian ‘aamiin’, karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu.” (HR. Imam Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih Bukhari 782)

6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat
“Para malaikat akan selalu bershalawat (berdoa) kepada salah satu di antara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat di mana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata: Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia.” (HR. Imam Ahmad dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106)

7. Orang-orang yang melakukan shalat Shubuh dan ‘Ashar secara berjama’ah
“Para malaikat berkumpul pada saat shalat Shubuh lalu para malaikat (yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga Shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat ‘Ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat ‘Ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?’ Mereka menjawab: Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat.” (HR. Imam Ahmad dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 9140)

8. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan
“Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata ‘aamiin dan engkau pun mendapatkan apa yang ia dapatkan.” (HR. Imam Muslim dari Ummud Darda’, Shahih Muslim 2733)

9. Orang-orang yang berinfak
“Tidak satu hari pun di mana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu di antara keduanya berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak’. Dan lainnya berkata, ‘Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit.” (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah, Shahih Bukhari 1442 dan Shahih Muslim 1010)

10. Orang yang sedang makan sahur
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat (berdoa) kepada orang-orang yang sedang makan sahur. Insya Allah termasuk di saat sahur untuk puasa sunnah.” (HR. Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, dari Abdullah bin Umar)

11. Orang yang sedang menjenguk orang sakit
“Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya, kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga Shubuh.” (HR. Imam Ahmad dari ‘Ali bin Abi Thalib, Al Musnad 754)

12. Seseorang yang sedang mengajarkan kebaikan kepada orang lain
“Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah di antara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.” (HR. Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily)

Sumber dari Artikel : http://fadhlihsan.wordpress.com

Artikel :Blog Al Islam



Daftar Artikel

Silahkan Masukkan Alamat Email pada kolom dibawah untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Bid'ah Mengupas Tuntas Masalah Bid'ah dan Apa Itu Bid'ah

Written By sumatrars on Jumat, 03 Mei 2013 | Mei 03, 2013


Bid'ah Mengupas Tuntas Masalah Bid'ah dan Apa Itu Bid'ah!)

Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarokatuh,

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صلى الله عليه وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين

'Innalhamdalillaah, nahmaduhu wanasta’inuhu, wanastaghfiruh. Wana’udzubillaahiminsyururi anfusina waminsyay yiati a’malina, may yahdihillahu fala mudzillalah, wamay yut’lil fala hadziyalah. Asyhadu alailahaillallahu wah dahula syarikalah wa assyhadu anna muhammadan ‘abduhu warosuluh.Salallahu'alaihi wa 'ala alihi wa sahbihi wa man tabi'ahum bi ihsanin illa yaumiddiin'.

Fainna ashdaqal hadits kitabaLLAH wa khairal hadyi hadyu Muhammad Salallahu'alaihiwassalam, wa syarral ‘umuri muhdatsatuha, Wa kullu muhdatsatin bid’ah wa kullu bid’atin dhalalah wa kullu dhalalatin fin nar… Ammaba’du

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌوَفِي رِوَايَةٍ : وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌوَفِي رِوَايَةِ النَّسَائِيِّ : وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ
“Amma ba’du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitab Allah, dan sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Muhammad, dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap bid’ah adalah kesesatan”. (HSR. Muslim dari Jabir radhiallahu ‘anhuma)

Menanggapi masalah bid'ah ini,sebenarnya tergantung seberapa besarkah iman seseorang muslim meyakini suatu dalil atau nash tersebut shahih atau tidak.
Jika seseorang tersebut tidak percaya akan adanya dan kesahihan hadits tentang bid'ah tersebut,maka ia akan melakukan suatu bid'ah sesuka hatinya.
Namun jika kita asalah seseorang yang beriman kepada Al-Qur'an dan sunnah,sudah menjadi kewajiban kita meyakini dan meninggalkan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari Nabi kita Muhammad salallohu'alaihi wassalam,karena kita umat ISLAM.
Sudah kewajiban kita sebagai umat Islam untuk selalu berpegang teguh dengan Al-Qur'an dan sunnah rosulullohu'alaihi wassalam.

Sering kita mendengar seseorang mengatakan; Tahlilan bid'ah,Merayakan Maulid Nabi juga bid'ah apalagi membaca ayat Al-Qur'an diatas makam bid'ah juga,..
“dikit-dikit bid’ah, dikit-dikit bid’ah,”
“apa semua yang ada sekarang itu bid’ah?!”
“kalau memang maulidan bid’ah, kenapa kamu naik motor, itukan juga bid’ah.”

Kira-kira kalimat seperti inilah yang akan terlontar dari mulut sebagian kaum muslimin ketika mereka diingatkan bahwa perbuatan yang mereka lakukan adalah bid’ah yang telah dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.Semua ucapan ini dan yang senada dengannya lahir, mungkin karena hawa nafsu mereka dan mungkin juga karena kejahilan mereka tentang definisi bid’ah, batasannya dan nasib jelek yang akan menimpa pelakunya.

Karenanya berikut uraian tentang difinisi bid’ah dan bahayanya dari hadits Aisyah yang masyhur, semoga bisa meluruskan pemahaman kaum muslimin tentang bid’ah sehingga mereka mau meninggalkannya di atas ilmu, Allahumma amin.

Bid’ah dan Bahayanya


مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ وَفِي رِوَايَةٍ : مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ


“Barangsiapa yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak”.

Dalam satu riwayat,

“Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak ada tuntunan kami di atasnya maka amalan itu tertolak”.

*Takhrij Hadits:

Hadits ini dengan kedua lafadznya berasal dari hadits shahabiyah dan istri Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam ‘A`isyah radhiallahu Ta’ala ‘anha.

Adapun lafadz pertama dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhary (2/959/2550-Dar Ibnu Katsir) dan Imam Muslim (3/1343/1718-Dar Ihya`ut Turots).

Dan lafadz kedua dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhary secara mu’allaq (2/753/2035) dan (6/2675/6918) dan Imam Muslim (3/1343/1718).

Dan juga hadits ini telah dikeluarkan oleh Abu Ya’la dalam Musnadnya (4594) dan Abu ‘Awanah (4/18) dengan sanad yang shohih dengan lafadz, “Siapa saja yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang tidak ada di dalamnya (urusan kami) maka dia tertolak”.

**Kosa Kata Hadits:

1. “Dalam urusan kami”, maksudnya dalam agama kami, sebagaimana dalam firman Allah –Ta’ala-, “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi urusannya (Nabi) takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih.”. (QS. An-Nur: 63)

2. “Tertolak”, (Arab: roddun) yakni tertolak dan tidak teranggap.
[Lihat Bahjatun Nazhirin hal. 254 dan Syarhul Arba’in karya Syaikh Sholih Alu Asy-Syaikh]

***Komentar Para Ulama :

Imam Ahmad rahimahullah berkata,

“Pondasi Islam dibangun di atas 3 hadits:
-Hadits “setiap amalan tergantung dengan niat”,
-Hadits ‘A`isyah “Barangsiapa yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak”
-Dan Hadits An-Nu’man “Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas””.

Imam Ishaq bin Rahawaih rahimahullah berkata,

“Ada empat hadits yang merupakan pondasi agama:
-Hadits ‘Umar “Sesungguhnya setiap amalan hanyalah dengan niatnya”
-Hadits “Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas”
-Hadits “Sesungguhnya penciptaan salah seorang di antara kalian dikumpulkan dalam perut ibunya selam 40 hari”
-Hadits “Barangsiapa yang berbuat dalam urusan kami apa-apa yang bukan darinya maka hal itu tertolak”.

Dan Abu ‘Ubaid rahimahullah berkata,

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengumpulkan seluruh urusan akhirat dalam satu ucapan (yaitu) “Barangsiapa yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak”.

[Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam syarh hadits pertama]

Imam Ibnu Rajab rahimahullah berkata dalam Jami’ul ‘Ulum wal Hikam,

“Hadits ini adalah asas yang sangat agung dari asas-asas Islam, sebagaimana hadits “Setiap amalan hanyalah dengan niatnya” adalah parameter amalan secara batin maka demikian pula dia (hadits ini) adalah parameternya secara zhohir.
Maka jika setiap amalan yang tidak diharapkan dengannya wajah Allah –Ta’ala-, tidak ada pahala bagi pelakunya, maka demikian pula setiap amalan yang tidak berada di atas perintah Allah dan RasulNya maka amalannya tertolak atas pelakunya. Dan setiap perkara yang dimunculkan dalam agama yang tidak pernah diizinkan oleh Allah dan RasulNya, maka dia bukan termasuk dari agama sama sekali”.

Syaikh Salim Al-Hilaly hafizhohullah berkata dalam Bahjatun Nazhirin,

“Hadits ini termasuk hadits-hadits yang Islam berputar di atasnya, maka wajib untuk menghafal dan menyebarkannya, karena dia adalah kaidah yang agung dalam membatalkan semua perkara baru dan bid’ah (dalam agama)”.

Dan beliau juga berkata,

“… maka hadits ini adalah asal dalam membatalkan pembagian bid’ah menjadi sayyi`ah (buruk) dan hasanah (terpuji)”.

Dan Syaikh Sholih bin ‘Abdil ‘Aziz Alu Asy-Syaikh hafizhohullah berkata dalam Syarhul Arba’in,

“Hadits ini adalah hadits yang sangat agung dan diagungkan oleh para ulama, dan mereka mengatakan bahwa hadits ini adalah asal untuk membantah semua perkara baru, bid’ah dan aturan yang menyelisihi syari’at”.

Dan beliau juga berkata dalam mensyarh kitab Fadhlul Islam karya Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab,

“Hadits ini dengan kedua lafadznya merupakan hujjah dan pokok yang sangat agung dalam membantah seluruh bid’ah dengan berbagai jenisnya, dan masing-masing dari dua lafadz ini adalah hujjah pada babnya masing-masing, yaitu:

a.Lafadz yang pertama (ancamannya) mencakup orang yang pertama kali mencetuskan bid’ah tersebut walaupun dia sendiri tidak beramal dengannya.

b.Adapun lafadz kedua (ancamannya) mencakup semua orang yang mengamalkan bid’ah tersebut walaupun bukan dia pencetus bid’ah itu pertama kali”. Selesai dengan beberapa perubahan.

****Syarh :

Setelah membaca komentar para ulama berkenaan dengan hadits ini, maka kita bisa mengatahui bahwa hadits ini dengan seluruh lafazhya merupakan ancaman bagi setiap pelaku bid’ah serta menunjukkan bahwa setiap bid’ah adalah tertolak dan tercela, tidak ada yang merupakan kebaikan. Dua pont inilah yang –insya Allah- kita akan bahas panjang lebar, akan tetapi sebelumnya kita perlu mengetahui definisi dari bid’ah itu sendiri agar permasalahan menjadi tambah jelas.
Maka kami katakan:

A.Definisi Bid’ah.

A.Definisi Bid’ah.
Bid’ah secara bahasa artinya memunculkan sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya, sebagaimana dalam firman Allah -Subhanahu wa Ta’ala-:

بَدِيعُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ

“Allah membuat bid’ah terhadap langit dan bumi”.(QS. Al-Baqarah: 117 dan Al-An’am: 101)

Yakni Allah menciptakan langit dan bumi tanpa ada contoh sebelumnya yang mendahului. Dan Allah -‘Azza wa Jalla- berfirman :

قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ

“Katakanlah: “Aku bukanlah bid’ah dari para Rasul”. (QS. Al-Ahqaf: 9)

Yakni :
Saya bukanlah orang pertama yang datang dengan membawa risalah dari Allah kepada para hamba, akan tetapi telah mendahului saya banyak dari para Rasul.
Lihat: Lisanul ‘Arab (9/351-352)

Adapun secara istilah syari’at –dan definisi inilah yang dimaksudkan dalam nash-nash syari’at- bid’ah adalah sebagaimana yang didefinisikan oleh Al-Imam Asy-Syathiby dalam kitab Al-I’tishom (1/50):

طَرِيْقَةٌ فِي الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٌ, تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ وَيُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا الْمُبَالَغَةُ فِي التَّعَبُّدِ اللهَ سُبْحَانَهُ

“Bid’ah adalah suatu ungkapan untuk semua jalan/cara dalam agama yang diada-adakan, menyerupai syari’at dan dimaksudkan dalam pelaksanaannya untuk berlebih-lebihan dalam menyembah Allah Subhanahuwata'ala”.

Penjelasan Definisi.

Setelah Imam Asy-Syathiby rahimahullah menyebutkan definisi di atas, beliau kemudian mengurai dan menjelaskan maksud dari definisi tersebut, yang kesimpulannya sebagai berikut:

1.Perkataan beliau “jalan/cara dalam agama”.

Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ

“Siapa saja yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak”. (HSR. Bukhary-Muslim dari ‘A`isyah)

Dan urusan Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam tentunya adalah urusan agama karena pada urusan dunia beliau telah mengembalikannya kepada masing-masing orang, dalam sabdanya:

أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأُمُوْرِ دُنْيَاكُمْ

“Kalian lebih mengetahui tentang urusan dunia kalian”. (HR. Bukhory)

Maka bid’ah adalah memunculkan perkara baru dalam agama dan tidak termasuk dari bid’ah apa-apa yang dimunculkan berupa perkara baru yang tidak diinginkannya dengannya masalah agama akan tetapi dimaksudkan dengannya untuk mewujudkan maslahat keduniaan, seperti pembangunan gedung-gedung, pembuatan alat-alat modern, berbagai jenis kendaraan dan berbagai macam bentuk pekerjaan yang semua hal ini tidak pernah ada zaman Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam.

Maka semua perkara ini bukanlah bid’ah dalam tinjauan syari’at walaupun dianggap bid’ah dari sisi bahasa. Adapun hukum bid’ah dalam perkara kedunian (secara bahasa) maka tidak termasuk dalam larangan berbuat bid’ah dalam hadits di atas, oleh karena itulah para Shahabat radhiallahu ‘anhum mereka berluas-luasan dalam perkara dunia sesuai dengan maslahat yang dibutuhkan.

2.Perkatan beliau “yang diada-adakan”,yaitu sesungguhnya bid’ah adalah amalan yang tidak mempunyai landasan dalam syari’at yang menunjukkan atasnya sama sekali.

Adapun amalan-amalan yang ditunjukkan oleh kaidah-kaidah syari’at secara umum –walaupun tidak ada dalil tentang amalan itu secara khusus- maka bukanlah bid’ah dalam agama.
Misalnya alat-alat tempur modern yang dimaksudkan sebagai persiapan memerangi orang-orang kafir , demikian pula ilmu-ilmu wasilah dalam agama ; seperti ilmu bahasa Arab (Nahwu Shorf dan selainnya) , ilmu tajwid , ilmu mustholahul hadits dan selainnya, demikian pula dengan pengumpulan mushaf di zaman Abu Bakar dan ‘Utsman radhiallahu ‘anhuma . Maka semua perkara ini bukanlah bid’ah karena semuanya masuk ke dalam kaidah-kaidah syari’at secara umum.

3.Perkataan beliau “menyerupai syari’at”, yaitu bahwa bid’ah itu menyerupai cara-cara syari’at padahal hakikatnya tidak demikian, bahkan bid’ah bertolak belakang dengan syari’at dari beberapa sisi:

a.Meletakkan batasan-batasan tanpa dalil, seperti orang yang bernadzar untuk berpuasa dalam keadaan berdiri dan tidak akan duduk atau membatasi diri dengan hanya memakan makanan atau memakai pakaian tertentu.

b.Komitmen dengan kaifiat-kaifiat atau metode-metode tertentu yang tidak ada dalam agama, seperti berdzikir secara berjama’ah, menjadikan hari lahir Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam sebagai hari raya dan yang semisalnya.

c. Komitmen dengan ibadah-ibadah tertentu pada waktu-waktu tertentu yang penentuan hal tersebut tidak ada di dalam syari’at, seperti komitmen untuk berpuasa pada pertengahan bulan Sya’ban dan sholat di malam harinya.

4.Perkataan beliau “dimaksudkan dalam pelaksanaannya untuk berlebih-lebihan dalam menyembah Allah Subhanah”.
Ini merupakan kesempurnaan dari definisi bid’ah, karena inilah maksud diadakannya bid’ah. Hal itu karena asal masuknya seseorang ke dalam bid’ah adalah adanya dorongan untuk konsentrasi dalam ibadah dan adanya targhib (motivasi berupa pahala) terhadapnya karena Allah -Ta’ala- berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Maka seakan-akan mubtadi’ (pelaku bid’ah) ini menganggap bahwa inilah maksud yang diinginkan (dengan bid’ahnya) dan tidak belum jelas baginya bahwa apa yang diletakkan oleh pembuat syari’at (Allah dan RasulNya) dalam perkara ini berupa aturan-atiran dan batasan-batasan sudah mencukupi.

B.Dalil-Dalil Akan Tercelanya Bid’ah Serta Akibat Buruk yang Akan Didapatkan Oleh Pelakunya.

1.Bid’ah merupakan sebab perpecahan.

Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu akan mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Itulah yang Dia diwasiatkan kepada kalian agar kalian bertakwa”. (QS. Al-An’am: 153)

Berkata Mujahid rahimahullah dalam menafsirkan makna “jalan-jalan” :
“Bid’ah-bid’ah dan syahwat”. (Riwayat Ad-Darimy no. 203)

2.Bid’ah adalah kesesatan dan mengantarkan pelakunya ke dalam Jahannam.

Allah -’Azza wa Jalla- berfirman:

وَعَلَى اللَّهِ قَصْدُ السَّبِيلِ وَمِنْهَا جَائِرٌ وَلَوْ شَاءَ لَهَدَاكُمْ أَجْمَعِينَ

“Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus, dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok. Dan jikalau Dia menghendaki, tentulah Dia memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang benar).”. (QS. An-Nahl: 9)

Berkata At-Tastury :

“’Qosdhus sabil’ adalah jalan sunnah ‘di antaranya ada yang bengkok’ yakni bengkok ke Neraka yaitu agama-agama yang batil dan bid’ah-bid’ah”.

Maka bid’ah mengantarkan para pelakunya ke dalan Neraka, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam dalam khutbatul hajah:


أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

وَفِي رِوَايَةٍ : وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ

وَفِي رِوَايَةِ النَّسَائِيِّ : وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ

“Amma ba’du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitab Allah, dan sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Muhammad, dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap bid’ah adalah kesesatan”. (HSR. Muslim dari Jabir radhiallahu ‘anhuma)

Dalam satu riwayat,

“Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap yang diada-adakan adalah bid’ah”.

Dan dalam riwayat An-Nasa`iy,

“Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan dan semua kesesatan berada dalam Neraka”.

Dan dalam hadits ‘Irbadh bin Sariyah secara marfu’:

وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

“Dan hati-hati kalian dari perkara yang diada-adakan karena setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan”. (HR. Ashhabus Sunan kecuali An-Nasa`iy)

3.Bid’ah itu tertolak atas pelakunya siapapun orangnya.

Allah –’Azza wa Jalla- menegaskan:

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (QS. Ali ‘Imran: 85)

Dan bid’ah sama sekali bukan bahagian dari Islam sedikitpun juga, sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits yang sedang kita bahas sekarang.

4.Allah melaknat para pelaku bid’ah dan orang yang melindungi/menolong pelaku bid’ah.

Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam menegaskan:

فَمَنْ أَحْدَثَ حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ لَا يُقْبَلُ مِنْهُ عَدْلٌ وَلَا صَرْفٌ

“Barangsiapa yang memunculkan/mengamalkan bid’ah atau melindungi pelaku bid’ah, maka atasnya laknat Allah, para malaikat dan seluruh manusia, tidak akan diterima dari tebusan dan tidak pula pemalingan”. (HSR. Bukhary-Muslim dari ‘Ali dan HSR. Muslim dari Anas bin Malik)

5.Para pelaku bid’ah jarang diberikan taufiq untuk bertaubat –nas`alullaha as-salamata wal ‘afiyah-.

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللهَ احْتَجَزَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعَهَا

“Sesungguhnya Allah mengahalangi taubat dari setiap pelaku bid’ah sampai dia meninggalkan bid’ahnya”. (HR. Ath-Thobarony dan Ibnu Abi ‘Ashim dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ash-Shohihah no. 1620)

Berkata Syaikh Bin Baz ketika ditanya tentang makna hadits di sela-sela pelajaran beliau mensyarah kitab Fadhlul Islam,

“… Maknanya adalah bahwa dia (pelaku bid’ah ini) menganggap baik bid’ahnya dan menganggap dirinya di atas kebenaran, oleh karena itulah kebanyakannya dia mati di atas bid’ah tersebut –wal’iyadzu billah-, karena dia menganggap dirinya benar. Berbeda halnya dengan pelaku maksiat yang dia mengetahui bahwa dirinya salah, lalu dia bertaubat, maka kadang Allah menerima taubatnya”.

6.Para pelaku bid’ah akan menanggung dosanya dan dosa setiap orang yang dia telah sesatkan sampai hari Kiamat –wal’iyadzu billah-.

Allah-Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:

لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ أَلَا سَاءَ مَا يَزِرُونَ

“(ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu”. (QS. An-Nahl: 25)

Dan Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam telah bersabda:

وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

“Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan, maka atasnya dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dari dosa mereka sedikitpun”. (HSR. Muslim dari Abu Hurairah)

7.Setiap pelaku bid’ah akan diusir dari telaga Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam.

Beliau Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam bersabda:

أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ وَلَيُرْفَعَنَّ مَعِي رِجَالٌ مِنْكُمْ ثُمَّ لَيُخْتَلَجُنَّ دُونِي فَأَقُولُ يَا رَبِّ أَصْحَابِي فَيُقَالُ إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ

“Saya menunggu kalian di telagaku, akan didatangkan sekelompok orang dari kalian kemudian mereka akan diusir dariku, maka sayapun berkata : “Wahai Tuhanku, (mereka adalah) para shahabatku”, maka dikatakan kepadaku : “Engkau tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan setelah kematianmu”. (HSR. Bukhary-Muslim dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu)

8.Para pelaku bid’ah menuduh Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam telah berkhianat dalam menyampaikan agama karena ternyata masih ada kebaikan yang belum beliau tuntunkan.

Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata -sebagaimana dalam kitab Al-I’tishom (1/64-65) karya Imam Asy-Syathiby rahimahullah-,

“Siapa saja yang membuat satu bid’ah dalam Islam yang dia menganggapnya sebagai suatu kebaikan maka sungguh dia telah menyangka bahwa Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam telah mengkhianati risalah, karena Allah Ta’ala berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagi kalian”. (QS. Al-Ma`idah: 3)

Maka perkara apa saja yang pada hari itu bukan agama maka pada hari inipun bukan agama”.

9.Dalam bid’ah ada penentangan kepada Al-Qur`an.

Al-Imam Asy-Syaukany rahimahullah berkata dalam kitab Al-Qaulul Mufid fii Adillatil Ijtihad wat Taqlid (hal. 38) setelah menyebutkan ayat dalam surah Al-Ma`idah di atas,

“Maka bila Allah telah menyempurnakan agamanya sebelum Dia mewafatkan NabiNya, maka apakah (artinya) pendapat-pendapat ini yang di munculkan oleh para pemikirnya setelah Allah menyempurnakan agamanya?!.
Jika pendapat-pendapat (bid’ah ini) bahagian dari agama –menurut keyakinan mereka- maka berarti Allah belum menyempurnakan agamanya kecuali dengan pendapat-pendapat mereka, dan jika pendapat-pendapat ini bukan bahagian dari agama maka apakah faidah dari menyibukkan diri pada suatu perkara yang bukan bahagaian dari agama ?!”.

10.Para pelaku bid’ah akan mendapatkan kehinaan dan kemurkaan dari Allah Ta’ala di dunia.

Allah –’Azza wa Jalla- menegaskan:

إِنَّ الَّذِينَ اتَّخَذُوا الْعِجْلَ سَيَنَالُهُمْ غَضَبٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَذِلَّةٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُفْتَرِينَ

“Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya), kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kedustaan”. (QS. Al-A’raf: 152)

Ayat ini umum, mencakup mereka para penyembah anak sapi dan yang menyerupai mereka dari kalangan ahli bid’ah, karena bid’ah itu seluruhnya adalah kedustaan atas nama Allah Ta’ala, sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Imam Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah.

C.Perkataan Para Ulama Salaf Dalam Mencela Bid’ah.

1.‘Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata:

اَلْإِقْتِصَادُ فِي السُّنَّةِ خَيْرٌ مِنَ الْإِجْتِهَادِ فِي الْبِدْعَةِ

“Sederhana dalam melakukan sunnah lebih baik daripada bersungguh-ungguh dalam melaksanakan bid’ah”. (Riwayat Ad-Darimiy)

dan beliau juga berkata:

اِتَّبِعُوْا وَلاَ تَبْتَدِعُوْا فَقَدْ كُفِيْتُمْ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Ittiba’lah kalian dan jangan kalian berbuat bid’ah karena sesungguhnya kalian telah dicukupi, dan setiap bid’ah adalah kesesatan”. (Riwayat Ad-Darimy no. 211 dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam ta’liq beliau terhadap Kitabul ‘Ilmi karya Ibnul Qoyyim)

2.‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhuma berkata:

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً

“Setiap bid’ah adalah sesat walaupun manusia menganggapnya baik”. (Riwayat Al-Lalika`iy dalam Syarh Ushul I’tiqod Ahlissunnah)

3.Mu’adz bin Jabal radhiallahu ‘anhu berkata:

فَإِيَّاكُمْ وَمَا يُبْتَدَعُ, فَإِنَّ مَا ابْتُدِعَ ضَلاَلَةٌ

“Maka waspadalah kalian dari sesuatu yang diada-adakan, karena sesungguhnya apa-apa yang diada-adakan adalah kesesatan”. (Riwayat Abu Daud no. 4611)

4.‘Abdullah ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma pernah berkata kepada ‘Utsman bin Hadhir:

عَلَيْكَ بِتَقْوَى اللهِ وَالْإِسْتِقَامَةِ, وَاتَّبِعْ وَلاَ تَبْتَدِعْ

“Wajib atasmu untuk bertaqwa kepada Allah dan beristiqomah, ittiba’lah dan jangan berbuat bid’ah”. (Riwayat Ad-Darimy no. 141)

5.Telah berlalu perkataan dari Imam Malik rahimahullah.

6.Imam Asy-Syafi’iy rahimahullah berkata:

مَنِ اسْتَحْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ

“Barang siapa yang menganggap baik (suatu bid’ah) maka berarti dia telah membuat syari’at”.

7.Imam Ahmad rahimahullah berkata dalam kitab beliau Ushulus Sunnah:

أُصُوْلُ السُّنَّةِ عِنْدَنَا اَلتَّمَسُّكُ بِمَا كَانَ عَلَيْهِ أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وعلى آله وسلم وَالْإِقْتِدَاءُ بِهِمْ وَتَرْكُ الْبِدَعَ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Pokok sunnah di sisi kami adalah berpegang teguh dengan apa-apa yang para shahabat Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam berada di atasnya, meneladani mereka serta meninggalkan bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan”.

8.Sahl bin ‘Abdillah At-Tastury rahimahullah berkata:

مَا أَحْدَثَ أًحَدٌ فِي الْعِلْمِ شَيْئًا إِلاَّ سُئِلَ عَنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ, فَإِنْ وَافَقَ السُّنَّةَ سَلِمَ وَإِلاَّ فَلاَ

“Tidaklah seseorang memunculkan suatu ilmu (yang baru) sedikitpun kecuali dia akan ditanya tentangnya pada hari Kiamat ; bila ilmunya sesuai dengan sunnah maka dia akan selamat dan bila tidak maka tidak”. (Lihat Fathul Bary : 13/290)

9.‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz rahimahullah berkata:

أَمَّا بَعْدُ, أُوْصِيْكَ بِتَقْوَى اللهِ وَالْإِقْتِصَادْ فِي أَمْرِهِ, وَاتِّبَاعِ سُنَّةَ نَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ, وَتَرْكِ مَا أَحْدَثَ الْمُحْدِثُوْنَ بَعْدَ مَا جَرَتْ بِهِ سُنَّتُهُ

“Amma ba’du, saya wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah dan bersikap sederhana dalam setiap perkaraNya, ikutilah sunnah NabiNya Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam dan tinggalkanlah apa-apa yang dimunculkan oleh orang-orang yang mengada-adakan setelah tetapnya sunnah beliau Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam”. (Riwayat Abu Daud)

10.Abu ‘Utsman An-Naisabury rahimahullah berkata:

مَنْ أَمَّرَ السُّنَّةَ عَلَى نَفْسِهِ قَوْلاً وَفِعْلاً نَطَقَ بِالْحِكْمَةِ, وَمَنْ أَمَّرَ الْهَوَى عَلَى نَفْسِهِ قَوْلاً وَفِعْلاً نَطَقَ بِالْبِدْعَةِ

“Barang siapa yang menguasakan sunnah atas dirinya baik dalam perkataan maupun perbuatan maka dia akan berbicara dengan hikmah, dan barang siapa yang menguasakan hawa nafsu atas dirinya baik dalam perkataan maupun perbuatan maka dia akan berbicara dengan bid’ah”. (Riwayat Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah : 10/244)

{Lihat : Mauqif Ahlis Sunnah (1/89-92), Al-I’tishom (1/50-53 dan 61-119) dan Al-Hatstsu ‘ala Ittiba’is Sunnah (25-35)}

Jadi,jika tahlilan,merayakan maulid dan membaca -Al-Qur'an di makam ada tuntunan dari Rosullulloh,tentu sebagai umat ISLAM yang senantiasa berusaha berpegang teguh dengan Al-Qur'an dan Sunnah,kita akan melakukan hal tersebut,tapi bukankah tidak ada dalil untuk hal-hal tersebut dan tidak pula pernah dicontohkan oleh Nabi kita Muhammad Salallohu'alaihiwassalam?

Sumber:http://al-atsariyyah.com/?s=bid'ah dengan tambahan dari penulis.

Wallahu a’lam
(artinya: “Dan Allah lebih tahu atau Yang Maha tahu atau Maha Mengetahui)

“Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa Anta astaghfiruka wa atubu ilaik (Maha Suci Engkau ya Allah dan segala puji untuk-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah selain Engkau, saya meminta ampunan dan bertaubat kepada-Mu).”

"Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarokatuh,.

Dikutip Dari Sumber Artikel: http://beritamuslimsahih-ahlussunnah.blogspot.com


Artikel :Blog Al Islam




Daftar Artikel

Silahkan Masukkan Alamat Email pada kolom dibawah untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Mutiara Do'a dan Hadits

Written By sumatrars on Sabtu, 20 April 2013 | April 20, 2013


Hadits Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu tentang perpecahan ummat, Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم bersabda :

وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ فِي رِوَايَةٍ : مَنْ كَانَ عَلَى مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي 

“Sesunggunya agama (ummat) ini akan terpecah menjadi 73 (kelompok), 72 di (ancam masuk ke) dalam Neraka dan satu yang didalam Surga, dia adalah Al-Jama’ah”.
(HR. Ahmad dan Abu Daud dan juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu dan juga mirip dengannya dari hadits Auf bin Malik radhiallahu ‘anhu)

عن العرباض بن سارية قال: صلى بنا رسول الله ذات يوم ثم أقبل علينا فوعظنا موعظة بليغة ذرفت منها العيون ووجلت منها القلوب، فقال قائل: يا رسول الله كأن هذه موعظة مودع، فماذا تعهد إلينا؟ فقال: أوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة وإن عبدا حبشيا؛ فإنه من يعش منكم بعدي فسيرى اختلافا كثيرا، فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء المهديين الراشدين، تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة 

“Dari sahabat ‘Irbadh bin As Sariyyah rodhiallahu’anhu ia berkata: Pada suatu hari Rasulullah صلى الله عليه وسلم shalat berjamaah bersama kami, kemudian beliau menghadap kepada kami, lalu beliau memberi kami nasehat dengan nasehat yang sangat mengesan, sehingga air mata berlinang, dan hati tergetar. Kemudian ada seorang sahabat yang berkata: Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat seorang yang hendak berpisah, maka apakah yang akan engkau wasiatkan (pesankan) kepada kami? Beliau menjawab: Aku berpesan kepada kalian agar senantiasa bertaqwa kepada Allah, dan senantiasa setia mendengar dan taat ( pada pemimpin/penguasa , walaupun ia adalah seorang budak ethiopia, karena barang siapa yang berumur panjang setelah aku wafat, niscaya ia akan menemui banyak perselisihan. Maka hendaknya kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafa’ Ar rasyidin yang telah mendapat petunjuk lagi bijak. Berpegang eratlah kalian dengannya, dan gigitlah dengan geraham kalian. Jauhilah oleh kalian urusan-urusan yang diada-adakan, karena setiap urusan yang diada-adakan ialah bid’ah, dan setiap bid’ah ialah sesat“. (Riwayat Ahmad 4/126, Abu Dawud, 4/200, hadits no: 4607, At Tirmizy 5/44, hadits no: 2676, Ibnu Majah 1/15, hadits no:42, Al Hakim 1/37, hadits no: 4, dll)

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا (٣) 

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu.”
(Al-Maaidah: 3)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. 

"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu".
(QS. At-tahrim [66]:8)


Dalam hadits Abu Hurairah, Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda,

تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا كِتَابُ اللهِ وَسُنَّتِيْ 

“Saya tinggalkan pada kalian dua perkara, yang kalian tidak akan sesat di belakang keduanya, (yaitu) kitab Allah dan Sunnahku.” (HR. Malik dan Al-Hakim dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albany dalam Al-Misykah )
______________


Mutiara Do'a : Wahai Dzat Yang Membolak-Balikkan Hati (Yaa Muqollibal quluubi) 

Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarokatuh,

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صلى الله عليه وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين

'Innalhamdalillaah, nahmaduhu wanasta’inuhu, wanastaghfiruh. Wana’udzubillaahiminsyururi anfusina waminsyay yiati a’malina, may yahdihillahu fala mudzillalah, wamay yut’lil fala hadziyalah. Asyhadu alailahaillallahu wah dahula syarikalah wa assyhadu anna muhammadan ‘abduhu warosuluh.Salallahu'alaihi wa 'ala alihi wa sahbihi wa man tabi'ahum bi ihsanin illa yaumiddiin'.

Fainna ashdaqal hadits kitabaLLAH wa khairal hadyi hadyu Muhammad Salallahu'alaihiwassalam, wa syarral ‘umuri muhdatsatuha, Wa kullu muhdatsatin bid’ah wa kullu bid’atin dhalalah wa kullu dhalalatin fin nar… Ammaba’du

Do'a-do'a Yang Disunahkah

Berikut adalah do'a-do'a yang sahih dari Rasulallohu صلى ا لله عليه وسلم :
Do'a-do'a ini dapat dibaca kapan saja,terutama pada sujud dalam shalat maupun dalam duduk tasyahud (baca syarat-syarat mebaca do'a dalam duduk tasyahud pent-)

Do'a dibawah ini adalah do'a yang dimintakan untuk agar kita tetap tegar dan istiqomah diatas agama yang benar.

يامقلب القلوب ثبت قلبي على دينك

'Yaa Muqallibal Quluub, Tsabbit Qalbi ‘Ala Diinik'

Artinya: “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu.”

[HR.Tirmidzi 3522, Ahmad 4/302, al-Hakim 1/525, Lihat Shohih Sunan Tirmidzi III no.2792]


يا مقــلـب لقــلــوب ثبــت قــلبـــي عــلى طـا عــتـك

'Yaa Muqallibal Quluub, Tsabbit Qalbi ‘Ala Ta'atik'

Artinya: “Wahai Dzat yg membolak-balikan hati teguhkanlah hatiku diatas ketaatan kepadamu”
[HR. Muslim (no. 2654)]

اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

'Allaahumma Musharrifal Quluub, Sharrif Quluubanaa ‘Alaa Tho'atika'

Artinya: “Ya Allah yang mengarahkan hati, arahkanlah hati-hati kami untuk taat kepadamu.” (HR. Muslim)

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

'Rabbabaa Laa Tuzigh Quluubanaa Ba’da Idz Hadaitanaa wa Hab Lana Mil-Ladunka Rahmatan Innaka Antal-Wahhaab'

Artinya: “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).”
(QS. Ali Imran: 7)
__________



Penjelasan Hadits

1.Hadits pertama

Nawwas bin Sam’an Al Kilabi berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا مِنْ قَلْبٍ إِلَّا وَهُوَ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Tidak ada satu hati pun kecuali ia berada di antara dua jari dari Jari-Jemari Rabb semesta alam.

إِنْ شَاءَ أَنْ يُقِيمَهُ أَقَامَهُ وَإِنْ شَاءَ أَنْ يُزِيغَهُ أَزَاغَهُ

Jika Dia ingin memberikannya keistiqamahan niscaya Ia akan berikan keistiqamahan padanya. Dan jika Dia ingin memalingkannya (dari Islam) niscaya akan dipalingkan-Nya dari Islam.

Dan beliau berdo’a:

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قُلُوبَنَا عَلَى دِينِكَ

Wahai Dzat yang membulak-balikkan hati tetapkanlah hati kami di atas agama-Mu

وَالْمِيزَانُ بِيَدِ الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ يَخْفِضُهُ وَيَرْفَعُهُ

Dan Al Mizan juga berada di Jari Ar Rahman ‘azza wajalla Dia lah yang meringankan dan mengangkatnya.

(HR. Ahmad; dishahiihkan syaikh muqbil dalam shahiihul musnad)

2.Hadits kedua

dari Anas ia berkata; Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam banyak mengucapkan doa:

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

Ya Allah Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami di atas agama-Mu

Anas berkata; Maka kami (PARA SHAHABAT) berkata;

Wahai Rasulullah, kami telah beriman kepadamu dan kepada wahyu yang engkau bawa, maka apakah engkau masih mengkhawatirkan kami?

Beliau menjawab:

نَعَمْ إِنَّ الْقُلُوبَ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يُقَلِّبُهَا

Ya, sesungguhnya hati itu berada di antara jari-jari Allah ‘azza wajalla, Dialah yang membolak-balikkannya.

(HR. Ahmad; Ibnu ‘Adiy berkata didalamnya terdapat perawi yang bernama Abu Sufyan dan dia tidak mengapa.)

Dalam riwayat at-Tirmidziy dengan lafazh:

‎نعم إن القلوب بين إصبعين من أصابع الله يقلبها كيف شاء

Benar, sesungguhnya hati itu berada diantara jari-jari Allah, Ia membolak-balikannya sekehendakNya.

(HR.at Tirmidizy dishahiihkan syaikh al-albaaniy dalam shahiih at Tirmidziy)

3.Hadits ketiga

dari ‘Aa-isyah radhiyallahu ‘anhaa berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperbanyak mengucapkan;

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ وَطَاعَتِكَ

Wahai yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu dan ketaatan kepada-Mu

Lalu dikatakan kepada beliau, wahai Rasulullah! Affan telah berkata; Aisyah telah berkata kepadanya, sesungguhnya engkau memperbanyak membaca;

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ وَطَاعَتِكَ

Wahai yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu dan ketaatan kepada-Mu

Beliau bersabda:

وَمَا يُؤْمِنُنِي وَإِنَّمَا قُلُوبُ الْعِبَادِ بَيْنَ أُصْبُعَيْ الرَّحْمَنِ إِنَّهُ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُقَلِّبَ قَلْبَ عَبْدٍ قَلَّبَهُ قَالَ عَفَّانُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Apa yang membuatku aman, sesungguhnya hati hamba berada diantara dua ujung jari-jemari Arrahman, apabila Ia berkehendak untuk memabalikkan hati seorang hamba maka Ia akan membalikkannya.”

(HR. Ahmad; dalam hadits ini terdapat perawi yang MAJHULAH yaitu: AMANAH BINTI ABDILLAH; dan juga terdapat perawi yang LEMAH yaitu: ‘ali bin zaid)

Namun dalam riwayat lain yang berbunyi:

dari ‘Aa-isyah radhiyallahu ‘anhaa berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperbanyak mengucapkan;

‎يامثبت القلوب ثبت قلبي على دينك

Yaa mutsabbital quluub tsabbit qalbiy ‘ala diinik

Bersabda Rasulullah:

‎نعم و ما يؤمني أي عائشة و قلوب العباد بين إصبعين من أصابع الرحمن ؟

Benar, akan tetapi siapakah yang merasa aman wahai ‘aa-isyah; sedangkan hati seorang hamba berada diantara jari-jemari ar-rahmaan?!

(Maka hadits ini DISHAHIIHKAN oleh Syaikh al-albaaniy dalam takhrij kitaabus sunan)

4.Hadits keempat

Ditanyakan kepada Ummu Salamah;

“Wahai Ummul mukminin! Do’a apakah yang paling banyak Rasulullah shalallahu’alahi wa sallam baca ketika bersamamu?”

ia menjawab;

“Do’a beliau yang paling banyak adalah:

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

Wahai yang membolak-balikkan hati! Teguhkanlah hatiku senantiasa di atas agamamu

Ia berkata;

“Lalu aku bertanya kepada beliau, Wahai Rasulullah! Kenapa do’a yang paling banyak engkau baca:

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

Wahai yang membolak-balikkan hati! Teguhkanlah hatiku senantiasa di atas agamaMu?

beliau menjawab;

يَا أُمَّ سَلَمَةَ مَا مِنْ آدَمِيٍّ إِلَّا وَقَلْبُهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مَا شَاءَ أَقَامَ وَمَا شَاءَ أَزَاغَ

“Wahai Ummu Salamah! Tidaklah anak keturunan Adam kecuali hatinya berada di antara dua jari dari-jari Allah Azzawajalla. Bila Ia berkehendak akan meluruskannya dan bila Ia berkehendak maka akan menyesatkannya.”

(HR. Ahmad; dalam sanadnya terdapat “Syahar bin Hawsyab” dan dia didhaifkan para ulama)

Namun dalam riwayat lain, dengan lafazh

‎يا أم سلمة ما من آدمي إلا قلبه بين إصبعين من أصابع الرحمن ، ما شاء أقامه ، و ما شاء أزاغه

“Wahai Ummu Salamah! Tidaklah anak keturunan Adam kecuali hatinya berada di antara dua jari dari-jari ar Rahmaan. Bila Ia berkehendak akan meluruskannya dan bila Ia berkehendak maka akan menyesatkannya.”

(maka hadits ini diSHAHIIHkan syaikh al Albaaniy dalam takhrij kitabus sunan)

Dalam riwayat lain:

Ummu Salamah meceritakan bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam memperbanyak dalam do’anya:

اللَّهُمَّ مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

Ya Allah, yang membolak balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agamamu

Ia berkata; saya berkata;

“Wahai Rasululah! Apakah hati itu berbolak balik?”

beliau menjawab:

نَعَمْ مَا مِنْ خَلْقِ اللَّهِ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ بَشَرٍ إِلَّا أَنَّ قَلْبَهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ

“Ya, tidaklah ciptaan Allah dari manusia anak keturunan Adam kecuali hatinya berada di antara dua jari dari jari-jari Allah.

فَإِنْ شَاءَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَقَامَهُ وَإِنْ شَاءَ اللَّهُ أَزَاغَهُ

Bila Allah Azzawajalla berkehendak, Ia akan meluruskannya, dan jiwka Allah berkehendak, Ia akan menyesatkannya.

Wallahu a’lam
(artinya: “Dan Allah lebih tahu atau Yang Maha tahu atau Maha Mengetahui)

“Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa Anta astaghfiruka wa atubu ilaik (Maha Suci Engkau ya Allah dan segala puji untuk-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah selain Engkau, saya meminta ampunan dan bertaubat kepada-Mu).”

"Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarokatuh,.




Artikel :Blog Al Islam




Daftar Artikel

Silahkan Masukkan Alamat Email pada kolom dibawah untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Agar Ziarah Kubur Tidak Membawa Murka

Written By sumatrars on Selasa, 16 April 2013 | April 16, 2013


AGAR ZIAROH KUBUR TIDAK MEMBAWA MURKA
Kategori: Aqidah

ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi 

Ketika pasukan Tatar menjajah Damaskus, banyak rakyat saat itu meminta bantuan kepada ahli kubur supaya lekas menghilangkan musibah tersebut, sehingga seorang penyair mereka mengatakan:

يَا خَائِفِيْنَ مِنَ التَّتَرْ      لُوْذُوْا بِقَبْرِ أَبِيْ عُمَرْ

عُوْذُوْا بِقَبْرِ أَبِيْ عُمَرْ      يُنْجِيْكُمْ مِنَ الضَّرَرْ

Wahai orang-orang yang takut dari Tatar
Berlindunglah ke kuburan Abu Umar
Niscaya dia menyelamatkanmu dari bahaya.[1]

Pembasan kita kali berusaha untuk mendudukkan sekelumit kisah di atas dan kisah tragis lainnya yang sering kita jumpai pada para penziarah kubur. Sebuah fenomena nyata yang sering kita dapati di kuburan; banyaknya para penziarah berdoa dan meminta kepada penghuni kubur, thowaf, ngalap berkah, perayaan haul, nyembelih hewan, membaca Al-Qur’an, tabur bunga dan seabrek masalah lainnya yang perlu kita kritisi dengan timbangan syari’at Islam.  Nabi sendiri pernah menegaskan:

فَمَنْ أَرَادَ أَنْ يَزُوْرَ فَلْيَزُرْ وَلاَ تَقُوْلُوْا هُجْرًا

Barang siapa yang hendak berziaroh (kubur), maka berziarahlah, dan jangan berkata- kata Hujron. (HR.Nasa’i dan dishohihkan oleh al-Albani dalam Ahkamul Jana’iz hal.277).

Imam Nawawi berkata: “Hujron adalah perkataan yang bathil’’[2] Syaikh al-Albani berkoementar: “Dan tidak diragukan lagi bahwa apa yang dilakukan mayoritas orang ketika ziarah kubur seperti berdo’a kepada sang mayit, minta pertolongan kepadanya, bertawassul dengan mereka, semua itu termasuk perkataan yang paling bathil.Maka wajib bagi setiap alim ulama untuk menjelaskan kepada manusia hukum yang sebenarnya, dan memberikan pemahaman ziarah kubur yang disyari’atkan dan tujuan ziaroh kubur tersebut [3]

Oleh karenanya, penulis pada kesempatan ini ingin mengulas secara ringkas tentang masalah ziarah kubur dan menfokuskan kepada beberapa kemunkaran yang biasa terjadi dengan harapan agar kita mewaspadainya dan tidak terjerumus di dalamnya, sebagaimana kata seorang penyair:

عَرَفْتُ الشَّرَّ لاَ لِلشَّ               شَّرِّ لَكِنْ لِتَوَقِّيْهِ

وَمَنْ لاَ يَعْرِفِ الشَّرَّ                مِنَ الْخَيْرِ يَقَعْ فِيْهِ

Aku mengetahui kejelekan bukan tuk kulakukan

 tetapi untuk kewaspadaan
Barangsiapa tidak mengenal kejelekan, niscaya dia akan jatuh di dalamnya[4].
Ziarah Kubur Disyari’atkan

Tidak diragukan lagi bahwa ziarah kubur merupakan amalan yang disyari’atkan dalam Islam. Nabi bersabda;

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهَا

Aku pernah melarang kalian berziaoh qubur, maka sekarang berziarahlah kalian ke kubur.  (HR.Muslim no.977).

            Bahkan sebagian ulama menukil adanya ijma’ (kesepakatan) tentang sunnahnya ziarah kubur,[5]sekalipun nukilan ijma’ ini tidak benar karena ternyata ada sebagian ulama seperti Ibnu Sirin dan Ibrahim an-Nakho’I yang tidak membolehkan ziarah kubur secara mutlak, kendatipun pendapat dua ulama ini lemah[6].

            Bagaimanapun, yang jelas pendapat yang kuat bahwa ziarah kubur adalah sunnah dan disyari’atkan. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Barangkali maksud orang yang menukil ijma’ adalah ketetapan hukum setelah mereka (Ibnu Sirin dan Ibrahim an-Nakho’i) dan sepertinya belum sampai kepada mereka bahwa larangan ziarah kubur telah terhapus”.[7]

Hikmah Ziarah Kubur
Hikmah ziarah ini ada dua macam:

1. Bagi orang yang berziarah

Yaitu untuk mengingat kematian dan akherat sekaligus menuai pahala. Hal ini mencakup ziarah ke kuburan muslim maupun kafir. Rosululloh bersabda:

إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ الْآخِرَةَ  

Sesungguhnya aku pernah melarang kamu berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah, karena itu akan mengingatkan kamu terhadap hari akhirat.  (HR. Ahmad: 1173 Dishohihkan oleh al- Albani dalam Silsilah Shohihah 2/545).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قََالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لِأُمِّي, فَلَمْ يَأْذَنْ لِي, وَاسْتَأْذَنْتُهُ أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا, فَأَذِنَ لِي

Dari Abu Hurairah berkata: Rasululullah bersabda: Saya meminta izin kepada Robbku untuk memintakan ampun buat ibuku, tetapi Dia melarangku dan aku meminta izin kepadaNya untuk mengunjungi kubur ibuku, lalu Dia mengizinkanku.(HR. Muslim 1621).

2. Bagi mayit yang diziarahi

Yaitu untuk mendapatkan doa dari saudaranya muslim. Hal ini khusus untuk ziarah kuburan muslim saja

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَى الْمَقْبُرَةَ, فَقَالَ : السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ

Dari Abu Huroiroh, bahwasanya Nabi keluar menuju kuburan, lalu mengucapkan,’’Semoga keselamatan atas kalian wahai penghuni kubur dari kalangan orang- orang mukmin, sesungguhnya kami juga akan berjumpa dengan kalian kalau Alloh sudah menghendaki’’ (HR. Muslim no. 249)

            Ash-Shon’ani berkata setelah membawakan hadits-hadits ziarah kubur: “Semua hadits ini menunjukkan disyari’atkannya ziarah kubur dan menjelaskan hikmah ziarah kubur yaitu untuk mengambil pelajaran. Apabila ziarah kubur kosong dari hikmah ini, maka bukanlah ziarah yang diinginkan oleh syari’at”.[8]

Macam-macam Ziarah Kubur

Ketahuilah wahai saudaraku seiman -semoga Allah memberkahimu- bahwa ziarah kubur terbagi menjadi dua macam:

Pertama: Ziarah Syar’i, yaitu ziarah kubur dengan tujuan untuk mendo’akan mayit dan mengingat kematian seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah.

Kedua: Ziarah bid’ah, yaitu ziarah dengan tujuan untuk meminta kebutuhan kepada si mayit, meminta doa dan syafa’at kepadanya, atau bermaksud doa disana dengan keyakinan bahwa hal itu akan menjadikan doanya lekas terkabul.

Ziarah dengan tujuan seperti ini adalah bid’ah, tidak pernah disyari’atkan oleh Nabi dan tidak pernah dilakukan oleh para sahabat, baik di kuburan Nabi atau kuburan lainnya.

Larangan-Larangan di Kuburan

Bagi para penziarah kubur agar terhindar dari petaka dan murka Allah, hendaknya mengilmui hal-hal yang dilarang agar dia terhindar dari murka. Di antara kemunkaran ketika di kuburan yang sering dilakukan oleh banyak kalangan adalah:

1. Berdoa Kepada Selain Allah

Sesungguhnya doa termasuk jenis ibadah yang hanya khusus diperuntukkan kepada Allah semata, sehingga manusia tidak diperkenankan untuk berdoa kecuali hanya kepadaNya semata, tidak boleh kepada selainNya walaupun dia seorang malaikat atau nabi yang terdekat.

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ ﴿٦٠﴾

Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah padaKu akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”. (QS. Ghofir: 60)

Rasulullah bersbda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

Doa adalah ibadah. (HR. Timidzi 2969, Abu Dawud 1479 dan dishahihkan al-Albani)

Dari sini dapat kita ketahui kesalahan banyak para penziarah yang datang ke kuburan untuk meminta rizki lancar, cari jodoh, minta anak dan lain  sebagainya.

Kalau ada yang berkata: Kami bukan meminta semua itu kepada penghuni kubur, tetapi kami meminta kepada Allah dengan perantara mereka yang mendekatkan kami di sisi Allah. Kita katakan padanya: Saudaraku, tahukah anda bahwa syubhat yang sama juga dilontarkan oleh orang-orang musyrik dahulu, sebagaimana Allah ceritakan dalam Al-Qur’anNya:

أَلَا لِلَّـهِ الدِّينُ الْخَالِصُ ۚ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّـهِ زُلْفَىٰ إِنَّ اللَّـهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ ۗ إِنَّ اللَّـهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ ﴿٣﴾

Ingatlah, Hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (QS.Az-Zumar: 3)

            Inilah syubhat yang menjadi pegangang orang-orang musyrikin dahulu. Sekalipun demikian, Allah telah mengingkari perbuatan dan alasan mereka tersebut.

2. Menyembelih di Kuburan

            Kita jumpai pada sebagian masyarakat mereka menyembelih di kuburan, padahal hal ini bertentangan dengan syari’at, baik menyembelihnya untuk Allah apalagi apabila untuk penghuni kubur.

            Bila dia menyembelihnya untuk penghuni kubur, jelas ini merupakan kesyirikan dan sembilahannya tidak halal dimakan. Alloh berfiman:

وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ

Dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. (QS. al-Maidah: 3)

Rasululluah bersabda:

وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ

Allah melaknat orang menyembelih untuk selain Allah. (HR. Muslim 1978)

            Imam Nawawi berkata: “Adapun menyembelih untuk selain Allah, maksudnya adalah menyembelih dengan nama selain Allah seperti menyembelih untuk patung, salib, Musa, Isa, Ka’bah dan lain sebagainya. Semua itu hukumnya haram dan sembelihannya tidak halal, baik yang menyembelih adalah muslim atau nashrani atau yahudi, hal ini ditegaskan oleh Syafi’I dan disepakati oleh para sahabat kami (penganut madzhab syafi’i). Dan bila dalam sembelihan tersebut bertujuan pengagungan dan ibadah terhadap makhluk-makhluk tersebut selain Allah maka hal itu merupakan kekufuran, bila yang menyembelih adalah muslim maka setelah perbuatannya itu dia menjadi murtad”.[9]

            Dan bila sembelihannya untuk Allah, maka hukumnya juga haram karena hal ini menyerupai perbuatan orang-orang jahiliyyah. Rasulullah bersabda:

عَنْ أَنَسٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا عَقْرَ فِي الْإِسْلَامِ

Dari Anas bin Malik berkata: Rasulullah bersabda: “Tidak ada ‘aqr (menyembelih di kuburan) dalam Islam”. [10]

            Dalam Sunan Abu Dawud ada tambahan:

قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ كَانُوا يَعْقِرُونَ عِنْدَ الْقَبْرِ بَقَرَةً أَوْ شَاةً

“Abdur Rozaq mengatakan: “Dahulu mereka (ahli jahiliyyah) menyembelih sapi atau kambing di sisi kuburan”.

            Imam Nawawi berkata: “Menyembelih di sisi kuburan hukumnya tercela”.[11]

3. Menjadikan Kuburan Tempat Perayaan

            Sering kita jumpai perayaan-perayaan Haul (ulang tahun kematian kyai atau wali) yang biasa diadakan di kuburan bukanlah termasuk ajaran Islam, bahkan bertentangan dengan Islam.[12] Rasulullah bersabda:

لَا تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيدًا وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُ كُنْتُمْ

Janganlah kamu jadikan kuburanku sebagai ‘ied (perayaan) dan bersholawatlah kamu kepadaku karena sholawat itu akan sampai kepadaku dimana kamu berada.. (HR  Abu Dawud : 1746 dishohihkan oleh al-Albani dalam Shohihul jami’ no : 7226 ).

            Jika Rasululloh r melarang kuburannya dijadikan sebagai tempat hari raya, haul atau tempat kunjungan beramai- ramai, bagaimana dengan kuburan selainnya?!! Tentu saja dilarang juga.

4. Meninggikan dan Membangun Kuburan

Banyak kita jumpai kuburan-kuburan yang dibangun begitu megahnya, bahkan di sebagian tempat ada kuburan yang lebih megah dari masjid di sampingnya yang hanya terbangun dari kayu!!![13] Padahal banyak hadits yang menunjukkan bahwa membangun kubah-kubah di atas kuburan adalah dilarang dalam Islam:

عَنْ أَبِي الْهَيَّاجِ الأَسَدِيِّ قَالَ :  قَالَ لِيْ عَلِيُّ بْنُ أَبِيْ طَالِبٍ : أَلاَ أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِيْ عَلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ؟ أَنْ لاَ تَدَعْ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ

“Dari Abu Hayyaz al-Asadi berkata: “Ali bin Abi Thalib berkata padaku: Maukah saya mengutusmu seperti Rasulullah mengutusku? Jangan tinggalkan patung kecuali kamu menghancurkannya dan kuburan yang yang tinggi kecuali kamu meratakannya”. (HR. Muslim: 2239-2242)

عَنْ جَابِرٍ قَالَ : نَهَى رَسُوْلُ اللهِ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ

“Dari Jabir berkata: Rasulullah melarang kuburan dikapur, diduduki dan di bangun di atasnya”.

Imam Nawawi berkata: “Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa kuburan tidak ditinggikan dari tanah dengan sangat tinggi, namun hanya ditinggikan seukuran satu hasta. Ini adalah madzhab Syafi’I dan yang sependapat dengannya”.

Kemudian beliau menukil ucapan Imam Syafi’i: “Imam Syafi’I berkata dalam Al-Umm: “Saya mendapati para imam di Mekkah memerintahkan dihancurkannya bangunan-bangunan (di atas kuburan)”. Penghancuran ini dikuatkan oleh sabda Nabi: “Dan kuburan kecuali engkau meratakannya”.[14]

5. Ibadah di kuburan

Kita dapati para penziarah aktif melakukan beberapa amalan ibadah di kuburan, seperti I’tikaf, thowaf , sholat, membaca Al-Qur’an dan sebagainya, padahal hal ini bertentangan dengan syari’at. Rasululloh r  bersabda:

لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ  

Semoga Alloh melaknat orang Yahudi dan orang Nasroni , mereka menjadikan kuburan para nabiNya sebagai masjid (tempat sujud dan ibadah)’’ (HR Bukhori: 417).

Menjadikan kuburan sebagai masjid mencakup:

Sholat di atas kubur
Sholat menghadap kubur
Membangun masjid di atas kubur dan sholat disana.
     Semua itu merupakan perbuatan haram dan dosa besar dengan kesepakatan ulama madzhab empat.[15]

Adapun membaca Al-Qur’an di kuburan, maka pendapat yang benar juga bahwa hal itu tidak disyari’atkan, tidak pernah dicontohkan oleh Nabi dan para sahabatnya. Di antara dalil lainnya adalah hadits Nabi:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ, إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنْ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ

Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda: Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan, karena sesungguhnya Syetan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya surat al-Baqoroh.(HR. Muslim 1300)

            Hadits ini mengisyaratkan bahwa kuburan bukanlah tempat untuk membaca Al-Qur’an. Oleh karena itu, Nabi menganjurkan untuk membaca Al-Qur’an di rumah dan melarang menjadikan rumah sebagai kuburan yang tidak dibacakan Al-Qur’an di dalamnya.[16]

Bahkan dalam riwayat Muslim 1619 ketika Aisyah bertanya kepada Nabi: Apa yang saya katakan pada mereka (ahli kubur) wahai Rasululullah Nabi tidak mengajarkan kepada Aisyah agar membaca Al-Qur’an. Tetapi doa dan salam saja. Seandainya hal itu disyari’atkan, tentu Nabi tidak akan menyembunyikan kepada kekasihnya.

Dengan keterangan di atas, jelaslah bahwa membaca Al-Qur’an di kuburan merupakan suatu kebid’ahan sebagaimana ditegaskan oleh sejumlah ulama seperti Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad dalam suatu riwayat.[17]

Wahai saudaraku muslim, peganglah erat-erat sunnah Nabimu dan waspadalah dari perkara bid’ah dalam agama, sekalipun dianggap baik oleh kebanyakan manusia, karena setiap bid’ah adalah sesat sebagaimana ditegaskan oleh Nabi.[18]

6. Ngalap Berkah

            Sering kita jumpai ara penziarah kubur mengusap-ngusap nisan kuburan dan kadang menciuminya, bahkan berebutan sehingga kadang membuat nisan kuburan nyaris rusak!! Semua itu dengan alasan “ngalap berkah”.

            Sesungguhnya Tabarruk atau yang biasa disebut dengan ngalap berkah ada yang disyari’atkan yaitu tabarruk dengan hal-hal yang disyari’atkan seperti Al-Qur’an, air zam-zam, bulan ramadhan dan sebagainya. Adapun tabarruk dengan hal-hal yang tidak disyari’atkan maka tidak boleh, seperti tabarruk dengan pohon, kuburan dan lain sebagainya.[19]

            Imam Nawawi berkata: “Barangsiapa yang terbesit dalam hatinya bahwa mengusap-ngusap dengan tangan dan semisalnya lebih mendatangkan barokah maka hal itu menunjukkan kejahilannya dan kelalaiannya, karena barokah itu hanyalah yang sesuai dengan syari’at. Bagaimanakah mencari keutamaan dengan menyelisihi kebenaran?!”.[20]

            Al-Ghozali juga berkata: “Sesungguhnya mengusap-ngusap dan menciumi kuburan merupakan adapt istiadat kaum Yahudi dan Nashoro”.[21]        

7. Wisata Spiritual

            Sering kita dapati bus-bus “ziarah religius” dalam rangka ziarah ke kuburan para wali atau kyai ternama, seakan sudah menjadi ritual keagamaan yang tak terpisahkan dari masyarakat. Lebih-lebih pada bulan-bulan tertentu semisal menjelang ramadhan dan idhul fithri atau bertepatan dengan peringatan haul.

Wisata seperti ini bertentangan dengan larangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:

لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ : الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ, وَمَسْجِدِيْ  هَذَا, وَالْمَسْجِدِ اْلأقْصَى

Janganlah mengdakan perjalanan kecuali menuju tiga masjid: Masjidil harom, Masjidku ini (masjid Nabawi) dan masjid Aqsha”[22])      

Yang dikecualikan dalam hadits ini bukanlah masjid saja sebagaimana persangkaan kebanyakan orang, tetapi setiap tempat yang dijadikan taqarrub kepada Allah, baik berupa masjid, kuburan, atau selainnya. Hal ini berdasarkan dalil yang diriwayatkan Abu Hurairah, iabarkata; “Aku berjumpa dengan Busyirah Ibnu Abi Basyrah Al-Ghifary, lalu dia bertanya kepadaku: “Dari mana kamu? Jawabku: “Dari bukit Thur”, Dia berkata; “Seandainya aku mengetahui sebelum kepergianmu kesana, niscaya engkau tidak akan jadi pergi ke sana, aku mendengar Rasulullah bersabda: “Tidak boleh mengadakan perjalanan kecuali ke tiga masjid”

            Ini merupakandalil yang sangat jelas bahwa para sahabat memahami hadits ini dengan keumumannya. Hal ini juga dikuatkan dengan tidak adanya penukilan dari seorang sahabatpun bahwa mereka mengadakan perjalanan ke kuburan siapapun. Semoga Allah merahmatiorang yang mengatakan:

وَكُلُّ خَيْرٍ فِى اتِّبَاعِ مَنْ سَلَفَ

وَكُلُّ شَرٍّ فِى ابْتِدَاعِ مَنْ خَلَفَ  

Setiap kebaikan adalah dengan mengikuti kaum salaf.

            Dan setiap kejelekan adalah dengan mengikuti kaum khalaf.[23]

            Demikian penjelasan ringkas tentang beberapa kemunkaran kubur[24] yang biasa kita jumpai di sekitar kita. Sebenarnya masih ada lagi kemunkaran lainnya, namun semoga penjelasan singkat di atas bermanfaat bagi kita semua. Wallahu A’lam.

Penulis: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi

Dikutip dari sumber Artikel: Abunamirah.wordpress.com
-----------------------------------------------------------------

[1] Lihat Istighasyah fi Raddi ‘Alal Bakri 2/631-6333.
[2] Al-Majmu’ Syarh Muhadzab 5/301.
[3] Ahkamul Jana’iz hal.228.
[4] Diwan Abu Firas al-Hamdani 350.
[5] Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, an-Nawawi 5/285, Syarh Al-Kabir Ibnu Qudamah 1/585.
[6] Ash-Shorimul Munki, Ibnu Abdil Hadi hlm. 327. Lihat juga al-Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah 3/225.
[7] Fathul Bari 3/148.
[8]  Subulus Salam 2/162.
[9] Syarh Shahih Muslim 13/205.
[10] HR. Abu Dawud 3222, Ahmad 3/197, Abdur Razaq dalam al-Mushonnaf 6690, al-Baihaqi 4/57, al-Baghowi dalam Syarh Sunnah 5/461 dan dishohihkan Syaikh al-Albani dalam Ahkamul Janaiz hlm. 203.
[11] Al-Majmu’ Syarh Muhadzab 5/290.
[12]  Lihat buku Kupas Tuntas Masalah Peringatan Haul oleh Imron AM.
[13] Lihat buku Imam Syafi’I Menggugat Syirik hlm. 122 oleh Ustadz Abdullah Zaen.
[14] Syarah Shahih Muslim 7/40-41. Lihat pula Al-Umm oleh asy-Syafi’I 1/463.
[15] Lihat Tahdzir Sajid oleh al-Albani hlm. 29-48.
[16]  Lihat Fathul Bari Ibnu Hajar 1/685.
[17] Syarh Ihya’ oleh az-Zabidi 2/285.
[18] Silsilah Ahadits adh-Dha’ifah: 50. Lihat juga Ahkamul Janaiz hal. 241-242
[19] Lihat masalah tabarruk secara luas dan bagus dalam kitab “At-Tabarruk Anwa’uhu waa Ahkamuhu” oleh DR. Nashir bin Abdirrahman al-Judai’.
[20] Al-Majmu’ Syarh Muhadzab 7/275.
[21] Ihya’ Ulumuddin 1/254.
[22])  HR. Bukhari No. 1189 dan Muslim No. 827.
[23] Silisah Adh-Dho’ifah al-Albani 1/124. Lihat pula buku Ziarah Wali Songo oleh al-Ustadz Abu Ibrahim Muhammad Ali.
[24]  Lihat pembahasannya lebih luas dalam Syifa’ Shudur fi Ziyarah Al-Masyahid wal Qubur oleh Mar’I al-Karmi,Ahkamul Jana’iz oleh al-Albani, Ahkamul Maqobir DR. Abdullah as-Sahyibani dan Bida’ul Qubur oleh Shalih al-‘Ushaimi.


Artikel :Blog Al Islam




Daftar Artikel

Silahkan Masukkan Alamat Email pada kolom dibawah untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Dakwah Rasulullah Secara Rahasia

Written By sumatrars on Senin, 15 April 2013 | April 15, 2013

Dakwah Rasulullah Secara Rahasia
Sirah Nabawi
Kategori: Fiqih

Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mulai menyambut Allah dengan mengajak manusia untuk menyembah Allah semata dan meninggalkan berhala. Tetapi dakwah Nabi ini dilakukan secara rahasia untuk menghindari tindakkan buruk orang-orang Quraisy yang fanatik terhadap kemusyrikan dan paganismenya. Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menampakkan dakwah di majelis-majelis umum orang-orang Quraisy, dan tidak melakukan dakwah kecuali kepada orang yang memiliki hubungan kerabat atau kenal baik sebelumnya.


Orang-orang yang pertama kali masuk Islam ialah Khadijah binti Khuwailid Radhiyallahu ‘Anhu, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah mantan budak Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan anak angkatnya, Abu Bakar bin Abi Qufahah, Ustman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan lainnya.

Mereka ini bertemu dengan Nabi secara rahasia. Apabila salah seorang di antara mereka ingin melaksanakan salah satu ibadah, ia pergi ke lorong-lorong Mekkah seraya bersembunyi dari pandangan orang-orang Quraisy.

Ketika orang-orang yang menganut Islam lebih dari tiga puluh lelaki dan wanita, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memilih rumah salah seorang dari mereka, yaitu rumah Al Arqam bin Abi Al Arqam, sebagai tempat pertemuan untuk mengadakan pembinaan dan pengajaran. Dakwah pada tahapan ini menghasilkan sekitar empat puluh lelaki dan wanita telah menganut Islam.

Kebanyakan mereka adalah orang-orang fakir, kaum budak dan orang-orang Quraisy yang tidak memiliki kedudukan.


Beberapa Ibrah

1. Sebab Sirriyah pada permulaan dakwah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Tidak diragukan lagi, bahwa kerahasiaan dakwah Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam selama tahun-tahunpertama ini bukan karena kekhawatiran Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam terhadap dirinya. Sebab, ketika beliau dibebani dakwah dan diturunkan kepadanya firman Allah: “Hai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berikanlah peringatan, “beliau sadar, bahwa dirinya adalah utusan Allah kepada manusia. Karena itu beliau yakin bahwa Allah yang mengutus dan membebaninya dengan tugas dakwah ini mampu melindungi dan menjaganya dari gangguan manusia. Kalau Allah memerintahkan agar melakukan dakwah secara terang-terangan sejak hari pertama, niscaya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak akan mengulurkan sedetikpun, sekalipun harus menghadapi resiko kematian.

Tetapi Allah memberikan ilham kepadanya, dari ilham kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah semacam wahyu kepadanya, agar memulai dakwah pada tahapan awal dengan rahasia dan tersembunyi, dan agar tidak menyampaikan keculai kepada orang yang telah diyakini akan menerimanya. Ini dimaksudkan sebagai pelajaran dan bimbingan bagi para da’i sesudahnya agar melakukan perencanaan secara cermat dan mempersiapkan sarana-sarana yang diperlukan untuk mencapai sasaran dan tujuan dakwah. Tetapi hal ini tidak boleh mengurangi rasa tawakal kepada Allah semata, dan tidak boleh dianggap sebagai faktor-faktor yang paling menentukan. Sebab hal ini akan merusak prinsip keimanan kepada Allah, di samping bertentangan dengan tabiat dakwah kepada Islam.

Dari sini diketahui bahwa uslub dakwah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pada tahapan ini merupakan Siyasah syari’ah (kebijaksanaan) darinya sebagai imam, bukan termasuk tugas-tugas tablighnya dari Allah sebagai seorang Nabi.

Berdasarkan hal itu, maka para pimpinan dakwah Islamiyah pada setiap masa boleh menggunakan keluwesan dalam cara berdakwah, dari segi Sirriyah dan Jariyah atau kelemahlembutan dan kekuatan, sesuai dengan tuntutan keadaan dan situasi masa di mana mereka hidup. Yakni keluwesan yang ditentukan oleh syari’at Islam berdasarkan kepada realitas Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, sesuai dengan empat tahapan yang telah disebutkan, selama tetap mempertimbangkan kemashlahatan kaum Muslimin dan dakwah Islamiyah pada setiap kebijaksanaan yang diambilnya.

Oleh karena itu Jumhur Fuqaha sepakat jika jumlah kaum Muslim sedikit atau lemahposisinya, sehingga diduga keras mereka akan dibunuh oleh para musuhnya tanpa kesalahanvapapun bila para musuh itu telah bersepakat akan membunuh mereka, maka dalam keadaan seperti ini harus didahulukan kemashlahatan menjaga atau menyelamatkan jiwa, karena kemashlahatan menjaga agama dalam kasus seperti ini belum dapat dipastikan.

Al ’Izz bin Abdus Salam menyatakan keharaman melakukan jihad (perang) dalam kondisi seperti ini:

“Apabila tidak terjadi kerugian, maka wajib mengalah (tidak melakukan perlawanan), karena (perlawanan dalam situasi seperti ini) akan mengakibatkan hilangnya nyawa, di samping menyenangkan orang-orang kafir yang menghinakan para pemeluk agama Islam. Perlawanan seperti ini menjadi mafsadah (kerugian) semata, tidak mengandung maslahat.”

Saya berkata: “Mendahulukan kemaslahatan jiwa di sini hanya dari sepi lahiriyah saja. Akan tetapi pada hakekatnya juga merupakan kemaslahatan agama. Sebab kemaslahatan agama (dalam situasi seperti ini) memerlukan keselamatan nyawa kaum Muslimin agar mereka dapat melakukan jihad pada medan-medan lain yang masih terbuka. Jika tidak, maka kehancuran mereka dianggap sebagai ancaman terhadap agama itu sendiri, dan pemberian peluang kepada orang-orang kafir untuk menerobos jalan yang selama ini tertutup.

Singkatnya, wajib mengadakan perdamaian atau merahasiakan dakwah apabila tindakan menampakkan dakwah atau perang itu akan membahayakan dakwah Islamiyah. Sebaliknya tidak boleh merahasiakan dakwah apabila bisa dilakukan dengan cara terang-terangan dan akan memberikan faidah. Tidak boleh mengadakan perdamaian dengan orangorang yang dzalim dan memusuhi dakwah, apabila telah cukup memiliki kekuatan dan pertahanan. Juga tidak boleh berhenti memerangi orang-orang kafir di negeri mereka, apabila telah cukup memiliki kekuatan dan sarana untuk melakukannya.”

2. Orang-orang yang Pertama Masuk Islam dan Hikmahnya.

Sirah menjelaskan kepada kita bahwa orang-orang yang masuk Islam para marhalah (tahapan) ini kebanyakan mereka terdiri dari orang-orang fakir, lemah dan kaum budak. Apa hikmah dari kenyataan ini? Apa rahasia tegakknya Daulah Islamiyah di atas pilar-pilar yang terbentuk dari orang-orang seperti mereka ini?

Jawabannya, bahwa fenomena ini merupakan hasil alamiah dari dakwah para Nabi pada tahapannya yang pertama. Tidakkah Anda perhatikan bagaimana kaum Nuh mengejeknya karena orang-orang yang mengikutinya hanyalah orang-orang kecil mereka?

“Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja….” (QS Hud: 27)

Tidakkah Anda perhatikan bagaimana Fir’aun dan para pendukungnya memandang rendah para pengikut Musa ‘Alaihis Salam sebagai orang-orang yang tertindas sampai Allah menyebutkan mereka setelah menceritakan kehancuran Fir’aun dan para pendukungnya?

“Dan kami pusakakan kepada kaum yang telah tertindas itu, negeri-negeri bagian timur bumi dan bahagian baratnya yang telah kami beri berkah padanya.” (QS Al A’raf: 37)

Tidakkah Anda perhatikan bagaimana kelompok elite kaum Tsamud menolak nabi Shaleh, dan hanya orang-orang tertindas di antara mereka yang mau beriman kepadanya, hingga Allah mengatakan tentang mereka di dalam firman-Nya:

“Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka, “Tahukah kamu, bahwa Shalih diutus (menjadi Rasul) oleh Tuhannya?” Mereka menjawab,”Sesungguhnya kami beriman kepada wahyu, yang Shalih diutus untuk menyampaikannya.” Orang-orang yang menyombongkan diri berkata: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang tidak percaya kepada yang kamu imani itu.” (QS Al A’raf: 75-76)

Sesungguhnya hakekat agama yang dibawa oleh semua Nabi dan Rasul Allah ialah menolak kekuasaan dan pemerintahan manusia, dan kembali kepada kekuasaan dan pemerintahan Allah semata. Hakekat ini terutama sekali bertentangan dengan “ketuhanan” orang-orang yang mengaku sebagai “tuhan”. Dan kedaulatan orang-orang yang mengaku berdaulat. Dan terutama sekali, sesuai dengan keadaan orang-orang yang tertindas dan diperbudak. Sehingga reaksi penolakan terhadap ajakan untuk berserah diri kepada Allah semata datang terutama dari orang-orang yang mengaku berdaulat tersebut. Sementara orang-orang yang tertindas menyambut dengan baik.

Hakekat ini nampak dengan jelas dalam dialog yang berlangsung antara Rustum, komandan tentara Persia pada perang Al Qadisiyah, dan Rabi’ bin Amir, seorang prajurit biasa di jajaran tentara Sa’d bin Abi Waqqash. Rustum berkata kepadanya: “Apa yang mendorongkalian memerangi kami dan masuk ke negeri kami?” Rabi’ bin Amir berkata: “Kami datang untuk mengeluarkan siapa saja dari penyembahan manusia kepada penyembahan Allah semata.”

Kemudian melihat barisan manusia di kanan dan kiri Rustum tunduk dan ruku’ kepada Rustum, Rubi’ berkata dengan penuh keheranan,”Selama ini kami mendengar tentang kalian hal-hal yang mengagumkan, tetapi aku tidak melihat kaum yng lebih bodoh dari kalian. Kami kaum Muslimin tidak saling memperbudak antara satu dengan lainnya. Aku mengira bahwa kalian semua sederajat sebagaimana kami. Akan tetapi lebih baik dari apa yang kalian perbuat jika kalian jelaskan kepadaku bahwa sebagian kalian menjadi tuhan bagi sebagian yang lain.”

Mendengar ucapan Rubi’ ini orang-orang yang tertindas antara mereka salingberpandangan seraya berguman, “Demi Allah, orang Arab ini benar.” Tetapi bagi para pemimpn, ucapan Rubi’ ini ibarat geledek yang menyambut mereka, sehingga slah seorang di antara mereka berkata: “Dia telah melemparkan ucapan yang senantiasa dirindukan oleh para budak kami.”

Tetapi ini tidak berarti bahwa keislaman orang-orang yang tertindas itu tidak bersumber dari keimanan, bahkan bersumber dari kesadaran dan keinginan untuk bebas dari penindasan dan kekuasaan para tiran. Sebab baik para tokoh Quraisy maupun kaum tertindasnya sam-sama berkewajiban mengimani Allah semata, dan membenarkan apa yang dibawa oleh Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tidak seorang pun dari mereka kecuali mengetahui kejujuran Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan kebenaran apa yang disampaikan dari Rabb-Nya. Kaum elite dan para tokoh tidak tunduk dan mengikuti Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam karena dihalangi oleh faktor gengsi kepemimpina mereka. Contoh yang paling nyata adalah pamannya, Abu Thalib. Sedangkan kaum tertindas dan lemah dengan mudah mau menerimannya dan mengikuti Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, karena mereka tidak dihalangi oleh sesuatu apapun.

Di samping bahwa keimanan kepada Uluhiyah Allah akan menumbuhkan rasa izzah (wibawa) pada diri seseorang, dan menghapuskan rasa gentar kepada kekuatan selain dari kekuatan-Nya.

Perasaan yang merupakan buah keimanan kepada Allah ini, pada waktu yang sama, memberikan kekuatan baru dan menjadikan pemiliknya merasakan kebahagiaan. Dari sini kita dapat mengetahui besarnya kebohongan yang dibuat oleh para musuh Islam di masa sekarang. Ketika mereka mengatakan dakwah yang dilakukan oleh Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam hanyalah berasal dari inspirasi lingkungan Arab tempat ia hidup. Dengan kata lain, dakwah Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam hanya mencerminkan gerakan pemikiran Arab di masa itu.

Seandainya demikian, hasil dakwah selama tiga tahun tersebut tidak hanya berjumlah empat puluh orang lelaki dan wanita. Dan kebanyakan mereka adalah kaum fakir, tertindas dan budak. Bahkan ada yang berasal dari negeri asing, yaitu Shuhaub Ar Rumi dan Bilal Al Habasyi.

Pada pembahasan mendatang akan Anda ketahui bahwa lingkungan Arab itu sendirilah yang justru memaksa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk melakukan hijrah dari negerinya dan memaksa pengikutnya berpencar-pencar, bahkan pergi hijrah ke Habasyiah. Ini semua karena kebencian lingkungan tersebut terhadap dakwah yang mereka tuduh sebagai nasionalis Arab.

Dikutip Dari Sumber Artikel: Fimadani.com



Artikel :Blog Al Islam




Daftar Artikel

Silahkan Masukkan Alamat Email pada kolom dibawah untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Sejarah, Kemungkaran-kemungkaran dalam maulid nabi (1/2)

Category : Sejarah,Tarikh,Aqidah,Manhaj Source article: Abunamirah.Wordpress.com Oleh: al Ustadz Abu Mu’awiyyah Hammad Hafizhahullahu ...

Translate

 
Support : Blog author | Rachmat.M,MA | Duta Asri Palem 3
Copyright © 2013. BLOG AL ISLAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger