BLOG AL ISLAM
Diberdayakan oleh Blogger.
Kontributor
Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha
Arsip Blog
-
►
2011
(33)
- ► Januari 2011 (22)
- ► September 2011 (1)
-
▼
2012
(132)
- ► April 2012 (1)
- ► Agustus 2012 (40)
- ▼ Oktober 2012 (54)
- ► November 2012 (4)
- ► Desember 2012 (3)
-
►
2013
(15)
- ► Maret 2013 (1)
-
►
2015
(53)
- ► Januari 2015 (45)
- ► April 2015 (1)
-
►
2023
(2)
- ► Februari 2023 (1)
- ► Desember 2023 (1)
twitter
Live Traffic
Latest Post
Oktober 12, 2012
Keutamaan Tanah Haram Makkah
Written By sumatrars on Jumat, 12 Oktober 2012 | Oktober 12, 2012
Keutamaan Tanah Haram Makkah
Tanah haram jika dimutlakkan secara umum yang dimaksudkan
adalah tanah Haram Makkah. Inilah tanah yang dimuliakan oleh Allah dan
Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika disebut Haromain, maka yang
dimaksudkan adalah Makkah dan Madinah. Ibnu Qayyim Al Jauziyah menyebutkan
dalam Zaadul Ma’ad, “Allah Ta’ala telah memilih beberapa tempat dan negeri,
yang terbaik serta termulia adalah tanah Haram. Karena Allah Ta’ala telah
memilih bagi nabinya –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan menjadikannya sebagai
tempat manasik dan sebagai tempat menunaikan kewajiban. Orang dari dekat maupun
jauh dari segala penjuru akan mendatangi tanah yang mulia tersebut.”
Di antara keutamaan tanah haram Makkah disebutkan dalam
beberapa ayat dan hadits berikut.
Pertama: Di Makkah terdapat baitullah
Sebagaimana Allah menyebutkan mengenai do’a Nabi Allah
–kholilullah (kekasih Allah)- Ibrahim ‘alaihis salam,
رَبَّنَا إِنِّي
أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ
رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ
وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
“Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian
keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau
(Baitullah) yang dihormati, ya Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka
mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada
mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka
bersyukur.” (QS. Ibrahim: 37).
Rumah pertama yang dijadikan peribadatan kepada Allah Ta’ala
adalah baitullah sebagaimana disebutkan dalam ayat,
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ
وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat
beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan
menjadi petunjuk bagi semua manusia” (QS. Ali Imran: 96).
Dan baitullah inilah yang dijadikan tempat berhaji
sebagaimana disebutkan dalam ayat,
وَلِلَّهِ عَلَى
النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah,
yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah” (QS. Ali
Imran: 97).
Haji ini dijadikan sebagai amalan penghapus dosa yang telah
lalu Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
مَنْ حَجَّ لِلَّهِ
فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“Siapa yang berhaji ke Ka’bah lalu tidak berkata-kata
seronok dan tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana
ketika dilahirkan oleh ibunya.” (Muttafaqun ‘alaih).
Sebagaimana shalat di baitullah juga dilipatgandakan. Dari
Jabir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى
أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلاَةٌ
فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ
“Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama daripada
1000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Harom. Shalat di Masjidil Harom
lebih utama daripada 100.000 shalat di masjid lainnya.” (HR. Ahmad 3/343 dan
Ibnu Majah no. 1406, dari Jabir bin ‘Abdillah. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1173).
Kedua: Tanah haram dijadikan tempat yang penuh rasa aman
Inilah berkat do’a Nabi Ibrahim ‘alaihis salam,
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ
رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آَمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آَمَنَ
مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلًا
ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: “Ya Rabbku,
jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan
berikanlah rezki dari
buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan
hari kemudian. Allah berfirman: “Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri
kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah
seburuk-buruk tempat kembali“.” (QS. Al Baqarah: 126).
Begitu pula disebutkan dalam ayat lainnya,
وَمَنْ دَخَلَهُ
كَانَ آَمِنًا
“Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah
dia” (QS. Ali Imran: 97).
Kaum Quraisy di masa silam juga merasakan rasa aman ketika
safar mereka,
الَّذِي أَطْعَمَهُمْ
مِنْ جُوعٍ وَآَمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ
“Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk
menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan” (QS. Quraisy: 4).
Ketiga: Rizki begitu berlipat di tanah haram.
Inilah juga berkat do’a Nabi Ibrahim ‘alaihis salam,
رَبَّنَا إِنِّي
أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ
رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ
وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
“Ya Tuhan kami,
sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak
mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya
Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah
hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari
buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim: 37).
Keempat: Tanah Haram tidak akan dimasuki Dajjal
Dajjal akan muncul dari Ashbahan dan akan menelusuri muka
bumi. Tidak ada satu negeri pun melainkan Dajjal akan mampir di tempat
tersebut. Yang dikecualikan di sini adalah Makkah dan Madinah karena malaikat
akan menjaga dua kota tersebut. Dajjal tidak akan memasuki kedunya hingga akhir
zaman. Dalam hadits Fathimah bin Qois radhiyallahu ‘anha disebutkan bahwa
Dajjal mengatakan,
فَأَخْرُجَ فَأَسِيرَ
فِى الأَرْضِ فَلاَ أَدَعَ قَرْيَةً إِلاَّ هَبَطْتُهَا فِى أَرْبَعِينَ لَيْلَةً غَيْرَ
مَكَّةَ وَطَيْبَةَ فَهُمَا مُحَرَّمَتَانِ عَلَىَّ كِلْتَاهُمَا كُلَّمَا أَرَدْتُ
أَنْ أَدْخُلَ وَاحِدَةً أَوْ وَاحِدًا مِنْهُمَا اسْتَقْبَلَنِى مَلَكٌ بِيَدِهِ السَّيْفُ
صَلْتًا يَصُدُّنِى عَنْهَا وَإِنَّ عَلَى كُلِّ نَقْبٍ مِنْهَا مَلاَئِكَةً يَحْرُسُونَهَا
“Aku akan keluar dan menelusuri muka bumi. Tidaklah aku
membiarkan suatu daerah kecuali pasti aku singgahi dalam masa empat puluh malam
selain Makkah dan Thoybah (Madinah Nabawiyyah). Kedua kota tersebut diharamkan
bagiku. Tatkala aku ingin memasuki salah satu dari dua kota tersebut, malaikat
menemuiku dan menghadangku dengan pedangnya yang mengkilap. Dan di setiap jalan
bukit ada malaikat yang menjaganya.” (HR. Muslim no. 2942)
Dan Dajjal tidak akan memasuki empat masjid. Dalam hadits
disebutkan tentang Dajjal,
لاَ يَأْتِى أَرْبَعَةَ
مَسَاجِدَ الْكَعْبَةَ وَمَسْجِدَ الرَّسُولِ والْمَسْجِدَ الأَقْصَى وَالطُّورَ
“Dajjal tidak akan memasuki empat masjid: masjid Ka’bah
(masjidil Haram), masjid Rasul (masjid Nabawi), masjid Al Aqsho’, dan masjid
Ath Thur.” (HR. Ahmad 5: 364. Kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth, sanad hadits ini
shahih)
Wallahu waliyyut taufiq.
@ Madinah An Nabawiyah, 14 Sya’ban 1433 H
Sumber Artikel Berasal dari :Muslim.Or.Id
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Oktober 12, 2012
Haji-Naik ke JabJabal Rahmah Saat Hari Arafah
Artikel : Bahasan Utama
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Jika ada yang pernah melaksanakan ibadah haji akan
menyaksikan fenomena di Jabal Rahmah di padang Arafah. Jabal (gunung) yang
semula terlihat dengan warna batu, akhirnya kelihatan putih saat hari Arafah.
Hal ini disebabkan karena para jama’ah haji yang memakai pakaian ihram berwarna
putih menaikinya. Bukan hanya jama’ah haji Indonesia, jama’ah haji dari negara
lainnya pun turut serta. Apakah memang termasuk ajaran Rasul menaiki gunung
tersebut saat wukuf di Arafah? Adakah pahala tertentu bagi orang yang menaiki
Jabal Rahmah dan shalat serta wukuf di sana?
Ada penjelasan dari Al Lajnah Ad Daimah, komisi Fatwa di
Saudi Arabia sebagai berikut.
Tidak ada petunjuk dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang memotivasi kita untuk menaiki Jabal Rahmah sebagaimana yang sering
dilakukan orang-orang saat hari Arafah. Tidak pula ada petunjuk Rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berhaji untuk menaiki gunung tersebut dan
menjadikannya sebagai bagian dari manasik. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah bersabda, “Ambillah manasik haji dariku”. Para khulafaur rosyidin
dan para sahabat serta orang yang mengikuti mereka dengan baik juga tidak
pernah naik ke gunung tersebut ketika mereka berhaji, tidak pula menjadikannya
sebagai bagian dari manasik haji. Mereka tidak melakukannya karena mencontoh
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang juga tidak menaikinya. Yang ada adalah
dalil yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di bawah
gunung tersebut di sisi batu besar. Beliau bersabda, “Aku wukuf di sini, namun
seluruh Arofah adalah tempat yang boleh digunakan untuk wukuf. Naiklah dari perut Aronah.” Oleh karena itu,
kebanyakan ulama menyatakan bahwa naik ke Jabal Rahmah ketika haji dan
menganggapnya sebagai bagian dari manasik haji termasuk perbuatan bid’ah (yang
tidak ada tuntunannya dalam Islam). Yang menyatakan seperti ini adalah Imam
Nawawi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan Syaikh Shidiq Hasan Khon.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً
لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا ، فَهْوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang melakukan amalan yang tidak ada tuntunan
dari kami, amalannya tertolak.” (HR. Muslim)
Dan juga bukan termasuk petunjuk Rasul shallallahu ‘alaihi
wa sallam melakukan shalat sunnah di tempat wukuf di Arafah. Yang ada adalah
mencukupkan dengan shalat Zhuhur dan ‘Ashar di Masjid Namiroh, shalat tersebut
dikerjakan secara jamak dan qoshor. Dan jangan menjadikan Jabal Rahmah sebagai
tempat shalat untuk melaksanakan shalat sunnah maupun shalat fardhu saat hari
Arafah. Hendaklah seseorang kala itu menyibukkan dirinya dengan shalat Zhuhur
dan Ashar, serta berdzikir pada Allah, memperbanyak tasbih (bacaan
Subhanallah), tahlil (bacaan Laa ilaha illallah), tahmid (bacaan
Alhamdulillah), takbir (bacaan Allahu Akbar), dan memperbanyak talbiyah
(Labbaik Allahumma labbaik …). Juga hendaklah ia memperbanyak doa hingga
tenggelamnya matahari. Sedangkan menjadikan Jabal Rahmah sebagai tempat shalat
itu termasuk perbuatan bid’ah yang dibuat-buat oleh orang-orang jahil (tidak
paham Islam).
Semoga Allah memberi taufik, shalawat dan salam kepada Nabi
kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Fatwa ini ditandatangani oleh Syaikh Ibrahim bin Muhammad
Alu Syaikh, Syaikh ‘Abdurrozaq ‘Afifi, Syaikh ‘Abdullah bin Ghudayan, Syaikh
‘Abdullah bin Mani’ (Fatawa no. 16, 11: 206-208)
Ulama terkemuka dan penulis Fiqih Sunnah yang terkenal,
Sayid Sabiq rahimahullah mengatakan, “Naik ke Jabal Rahmah dan meyakini wukuf
di situ afdhol (lebih utama), itu keliru, itu bukan termasuk ajaran Rasul
–shallallahu ‘alaihi wa sallam-.” (Fiqih Sunnah, 1: 495)
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Wallahu waliyyut taufiq.
@ Sabic Lab, Riyadh KSA, 3 Dzulhijjah 1432 H (30/10/2011)
Sumber Artikel Muslim.Or.Id
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Label:
bahasan utama,
haji dan umrah,
index
Oktober 12, 2012
Haji-Nilai Kesederhanaan dalam Ibadah haji
Nilai Kesederhanaan dalam Ibadah Haji
Ibadah haji merupakan perjalanan spiritual yang sarat
hikmah. Rangkaian prosesi ibadah haji dari sejak niat memasukinya (ihram)
hingga ibadah haji berakhir dengan thawaf wadak memberikan banyak pelajaran
yang dapat kita petik. Diantaranya adalah soal kesederhanaan. Hal ini akan
sangat dirasakan oleh orang yang berhaji.
Sederhana dalam arti meninggalkan kemewahan dan sikap
berlebihan dalam kemubahan dunia adalah sikap terpuji. Baik dalam pakaian,
makanan, minuman, kendaraan, tempat tinggal dan lain-lain. Allah berfirman
(yang artinya), “Makan dan minumlah kalian dan jangan berlebih-lebihan,
sesungguhnya Dia membenci orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS Al-Araf [7]:
31)
Umar bin Khattab pernah berwasiat, “Jauhilah kemewahan dan
berpenampilan orang asing, pakailah pakaian kaum muslimin dan sederhanalah…”
(Hilyah Thalib Ilm, Syaikh Bakr Abu Zaid)
Sikap sederhana dan menjauhi kemewahan dunia lebih dekat
kepada iman dan takwa. Sementara kemewahan kerap menjerumuskan seseorang kepada
dosa dan kekufuran. Karenanya Allah mengabarkan orang-orang yang
bermegah-megahanlah yang sering kali menjadi musuh para Rasul.
Allah berfirman (yang artinya), “Tidaklah kami utus pada
sebuah negeri seorang pemberi peringatan, melainkan akan berkata orang-orang
yang bermegah-megahan di negeri tersebut, “Sesungguhnya kami kufur terhadap
ajaran yang kamu diutus dengannya.” (QS Saba [34]: 34)
Ibadah haji juga mendidik manusia untuk selalu memandang
bahwa sesungguhnya kemulian tidak diukur oleh penampilan lahir. Pakaian ihram
yang seragam bagi kaum laki-laki dengan rida` (kain ihram bagian atas) dan izar
(kain ihram bagian bawah) sangat jelas menggambarkan bahwa manusia di sisi
Allah tidak dinilai dari pakaian yang membalut jasadnya. Allah menyatakan
pakaian yang paling baik bukanlah pakaian lahir, melainkan takwa.
“Wahai anak adam, telah kami turunkan kepada kalian pakaian
yang menutup aurat kalian dan sebagai perhiasan, akan tetapi pakaian takwa
adalah lebih baik…” (QS Al-Araf [7]: 26)
Kesederhanaan yang diajarkan dalam syariat haji juga
mencakup kesederhanaan dalam perkataan dan perbuatan. Prilaku tidak melampaui
batas dalam perkataan dan perbuatan hingga termasuk kategori sia-sia atau
diharamkan Allah adalah tujuan dari sejumlah larangan-larangan ihram seperti
berburu, mencabut tanaman, mengambil barang temuan dan lain-lain.
Allah juga berfirman (yang artinya), “Maka janganlah ada
rafats (jima) dan fusuq (perbuatan dan perkataan buruk) dalam (ibadah) haji.”
(QS Al-Baqarah [2]: 197)
Bahkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan
pengampunan dosa dari ibadah haji hanya bagi orang yang meninggalkan rafats dan
fusuq, “Barangsiapa berhaji dan tidak rafats serta fasik, ia akan kembali
seperti kondisi ia dilahirkan ibunya.” (Muttafaq ‘Alaih)***Wallahu ‘alam
bish-shawab
Sumber Artikel Muslim.Or.Id
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Label:
bahasan utama,
haji dan umrah,
index
Oktober 12, 2012
Alat Musik Dalam Pandangan Ulama Madzhab Syafi’i
Kategori : Fiqh dan Muamalah
Sebagian orang mengira alat musik itu haram karena klaim
sebagian kalangan saja. Padahal sejak masa silam, ulama madzhab telah
menyatakan haramnya. Musik yang dihasilkan haram didengar bahkan harus dijauhi.
Alat musiknya pun haram dimanfaatkan. Jual beli dari alat musik itu pun tidak
halal. Kali ini kami akan buktikan dari madzhab Syafi’i secara khusus karena
hal ini jarang disinggung oleh para Kyai dan Ulama di negeri kita. Padahal
sudah ada di kitab-kitab pegangan mereka.
Terlebih dahulu kita lihat bahwa nyanyian yang dihasilkan
dari alat musik itu haram. Al Bakriy Ad Dimyathi berkata dalam I’anatuth
Tholibin (2: 280),
بخلاف الصوت الحاصل من
آلات اللهو والطرب المحرمة – كالوتر – فهو حرام يجب كف النفس من سماعه.
“Berbeda halnya dengan suara yang dihasilkan dari alat musik
dan alat pukul yang haram seperti ‘watr’, nyanyian seperti itu haram. Wajib
menahan diri untuk tidak mendengarnya.”
Dalam kitab Tuhfatul Muhtaj Syarh Al Minhaj karya Ibnu Hajar
Al Haitami disebutkan ,
) طُنْبُورٍ وَنَحْوِهِ
) مِنْ آلَاتِ اللَّهْوِ وَكُلِّ آلَةِ مَعْصِيَةٍ كَصَلِيبٍ وَكِتَابٍ لَا يَحِلُّ
الِانْتِفَاعُ بِهِ
“Thunbur dan alat musik semacamnya, begitu pula setiap alat
maksiat seperti salib dan kitab (maksiat), tidak boleh diambil manfaatnya.”
Jika dikatakan demikian, berarti alat musik tidak boleh dijualbelikan. Jual
belinya berarti jual beli yang tidak halal.
Dalam kitab karya Al Khotib Asy Syarbini yaitu Mughni Al
Muhtaj disebutkan,
) وَآلَاتُ الْمَلَاهِي
) كَالطُّنْبُورِ ( لَا يَجِبُ فِي إبْطَالِهَا شَيْءٌ ) ؛ لِأَنَّ مَنْفَعَتَهَا مُحَرَّمَةٌ
لَا تُقَابَلُ بِشَيْءٍ
“Berbagai alat musik seperti at thunbuur tidak wajib ada
ganti rugi ketika barang tersebut dirusak. Karena barang yang diharamkan
pemanfaatannya tidak ada kompensasi sama sekali ketika rusak.” Perkataan beliau
ini menunjukkan bahwa alat musik adalah alat yang haram. Konsekuensinya tentu
haram diperjualbelikan.
Dalam kitab Kifayatul Akhyar penjelasan dari Matan Al Ghoyah
wat Taqrib (Matan Abi Syuja’) halaman 330 karya Taqiyuddin Abu Bakr bin
Muhammad Al Husaini Al Hushniy Ad Dimasyqi Asy Syafi’i ketika menjelaskan
perkataan Abu Syuja’ bahwa di antara jual beli yang tidak sah (terlarang)
adalah jual beli barang yang tidak ada manfaatnya. Syaikh Taqiyuddin memaparkan
bahwa jika seseorang mengambil harta dari jual beli seperti ini, maka itu sama
saja mengambil harta dengan jalan yang batil. Dalam perkataan selanjutnya,
dijelaskan sebagai berikut:
وأما آلات اللهو المشغلة
عن ذكر الله، فإن كانت بعد كسرها لا تعد مالاً كالمتخذة من الخشب ونحوه فبيعها باطل
لأن منفعتها معدومة شرعاً، ولا يفعل ذلك إلا أهل المعاصي
“Adapun alat musik yang biasa melalaikan dari dzikirullah
jika telah dihancurkan, maka tidak dianggap lagi harta berharga seperti yang
telah hancur tadi berupa kayu dan selainnya, maka jual belinya tetap batil
(tidak sah) karena saat itu tidak ada manfaatnya secara syar’i. Tidaklah yang
melakukan demikian kecuali ahlu maksiat.”
Ini perkataan ulama Syafi’iyah yang bukan kami buat-buat.
Namun mereka menyatakan sendiri dalam kitab-kitab mereka. Intinya, musik itu
haram. Alat musik juga adalah alat yang haram. Pemanfaatannya termasuk
diperjualbelikan adalah haram. Artinya, upah yang dihasilkan adalah upah yang
haram. Penjelasan ini pun dapat menjawab bagaimana hukum shalawatan dan nasyid
dengan menggunakan alat musik. Silakan direnungkan!
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
Artikel menarik sebagian bahan kajian lebih jauh tentang
musik: “Saatnya Meninggalkan Musik”.
Sumber Artikel Muslim.Or.Id
Semoga Artikel ini bermanfaat
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Label:
fiqih dan muamalah,
index
Sejarah, Kemungkaran-kemungkaran dalam maulid nabi (1/2)
Category : Sejarah,Tarikh,Aqidah,Manhaj Source article: Abunamirah.Wordpress.com Oleh: al Ustadz Abu Mu’awiyyah Hammad Hafizhahullahu ...