Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

BLOG AL ISLAM

Diberdayakan oleh Blogger.

Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha

Arsip Blog

Twitter

twitter
Latest Post

Wasiat Rasulullah saw

Written By sumatrars on Senin, 22 Oktober 2012 | Oktober 22, 2012

Tiga Wasiat Penting Rasulullah


عَنْ أَبِي ذَرّ جُنْدُبْ بْنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذ بْن جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

Dari Abu Dzar, Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrahman, Mu’az bin Jabal radhiallahuanhuma dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam beliau bersabda : “Bertakwalah kepada Allah dimana saja kamu berada, iringilah keburukan dengan kebaikan niscaya menghapusnya dan pergauilah manusia dengan akhlak yang baik “

Takhrij hadits

Hadits ini hasan. Diriwayatkan oleh : Ahmad (V/153, 158, 177), at-Tirmidzi (no. 1987), ad-Darimi (II/323), dan al-Hâkim (I/54) dari seorang shahabat Rasulullah yang bernama Abu Dzar al-Ghifâri Radhiallahu’anhu. Diriwayatkan juga oleh Ahmad (V/236); ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabîr (XX/296, 297, 298) dan dalam al-Mu’jamush Shaghîr (I/192), dan Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyâ‘ (IV/418, no. 6058) dari Shahabat Mu’adz bin Jabal Radhiallahu’anhu. Hadits ini dihukumi hasan oleh Imam at-Tirmidzi, an-Nawawi dalam al-Arba’în dan Riyâdush Shâlihîn, dan Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam Shahîh al-Jâmi’ish Shâghîr no. 97.

Penjelasan hadits

Hadits yang mulia ini berisi wasiat berharga dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam kepada kita semua dalam mengarungi kehidupan dunia ini. Wasiat ini berhubungan dengan hubungan kita kepada Allah, diri sendiri dan orang lain. Setiap kita mesti akan berhubungan dengan sang pencipta kita dan ini dapat diwujudkan dengan benar hanya dengan takwa kepadaNya disetiap saat. Juga setiap kita akan berhubungan dengan diri sendiri sebagai insan yang tidak luput dari kesalahan dan dosa, maka caranya adalah dengan mengiringi kesalahan dan dosa dengan taubat yang merupakan amalan sholih dan kebajikan yang dapat menghapus dosa kesalahan tersebut. Sehingga bila seorang berbuat dosa maka segera mengiringinya dengan taubat dan menambah amal kebaikan yang dapat menghapusnya. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan laksanakanlah shalat pada kedua ujung siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam. Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan” (Qs Hûd/11: 114).

Demikian juga kita tidak mungkin lepas dari masyarakat dan orang lain disekitar kita, karena manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan orang lain. Sebab itu beliau n mewasiatkan dengan menjadikan akhlak mulia sebagai dasar dalam pergaulan ini. Bergaul dengan orang lain dengan akhlak mulia dapat dijabarkan oleh sabda beliau yang lainnya, yaitu sabda beliau Shallallahu’alaihi Wasallam :

فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنِ النَّارِ وَيَدْخُلَ الْجَنَّةَ فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِى يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْه

Siapa yang ingin diselamatkan dari neraka dan masuk syurga maka hendaknya kematian menjemputkanya dalam keadaan ia beriman kepada Allah dan hari akhir dan hendaknya ia bergaul dengan orang lain sebagaimana ia ingin orang lain bergaul dengannya” (HR Muslim).
Demikian indahnya wasiat ini, sehingga siapa yang ingin selamat dunia akherat maka hendaknya mengamalkan tiga wasiat Rasululah Shallallahu’alaihi Wasallam ini. Semoga kita dapat mewujudkannya!

Fawaid
  1. Takwa kepada Allah merupakan kewajiban setiap muslim dan dia merupakan asas diterimanya amal shaleh.
  2. Semangatnya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dalam mengarahkan umatnya kepada setiap kebaikan.
  3. Wajib bagi seseorang untuk memenuhi hak Allah dengan bertakwa kepada-Nya.
  4. Wajibnya bertakwa kepada Allah Ta’ala dimana pun seseorang berada. Yaitu dengan cara melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya, baik saat bersama orang lain maupun ketika sendirian.
  5. Wasiat takwa adalah wasiat yang paling agung.
  6. Wajib seseorang memenuhi hak dirinya dengan bertobat dan berbuat kebajikan.
  7. Bersegera melakukan ketaatan setelah keburukan secara langsung, karena kebaikan akan menghapus keburukan.
  8. Bersungguh-sungguh menghias diri dengan akhlak mulia dan Anjuran bergaul bersama manusia dengan akhlak yang baik.
  9. Akhlak yang baik termasuk dari kesempurnaan iman dan sifat orang-orang yang bertakwa, serta termasuk puncak dari agama Islam yang lurus.
  10. Akhlak yang baik termasuk asas dari peradaban hidup manusia, sebagai sebab bersatunya umat, tersebarnya rasa cinta, dicintai Allah Ta’ala, dan diangkatnya derajat pada hari Kiamat.
  11. Menjaga pergaulan yang baik merupakan kunci kesuksesan, kebahagiaan dan ketenangan di dunia dan akhirat. Hal tersebut dapat menghilangkan dampak negatif pergaulan.

Sumber Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.   Sumber Artikel Muslim.Or.Id 
  



Daftar Artikel

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Kesalahan Dalam Setelah Shalat

Peringatan Penting Seputar Kesalahan Dalam Setelah Shalat

 Beberapa hal biasa dilakukan oleh banyak orang setelah shalat fardhu (wajib) yang lima waktu, tapi tidak ada contoh dan dalil dari Rasulullah  صلي الله عليه وسلم dan para Sahabat ridhwaanullaah 'alaihim ajma'iin.

Di antara kesalahan dan bid'ah tersebut ialah:

Mengusap muka setelah salam.1

Berdo'a dan berdzikir secara berjama'ah yang di pimpin oleh imam shalat.2
Berdzikir dengan bacaan yang tidak ada nash/ dalilnya, baik lafazh maupun bilangannya, atau berdzikir dengan dasar hadits yang dha'if (lemah) atau maudhu' (palsu).

Contoh:
Sesudah salam membaca: "Alhamdulillaah."
Membaca surat al-Faatihah setelah salam.
Membaca beberapa ayat terakhir surat al-Hasyr dan lainnya.

Menghitung dzikir dengan memakai biji-bijian tasbih atau yang serupa dengannya. Tidak ada satu pun hadits yang shahih tentang menghitung dzikir dengan biji-bijian tasbih, bahkan sebagiannya maudhu' (palsu).3

Syaikh al-lbani رَحِم الله mengatakan: "Berdzikir dengan biji-bijian tasbih adalah bid'ah."4

Syaikh Bakr Abu Zaid mengatakan bahwa berdzikir dengan menggunakan biji-bijian tasbih menyerupai orang-orang Yahudi, Nasrani, Budha, dan perbuatan ini adalah bid'ah dha-laalah.5

Yang disunnahkan dalam berdzikir adalah dengan menggunakan jari-jari tangan:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍ رَضِيَ اللهُ قَلَ: رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْقِدُ التَّسْبِيْحَ بِيَمِيْنِهِ

"Dari Abdullah bin Amr رضي الله عنه , ia berkata: Aku melihat Rasulullah صلي الله عليه وسلم menghitung bacaan tasbih dengan jari-jari tangan kanannya."6

Bahkan, Nabi صلي الله عليه وسلم memerintahkan para Sa­habat wanita menghitung; Subhaanallaah, al­hamdulillaah, dan mensucikan Allah dengan jari-jari, karena jari-jari akan ditanya dan di­minta untuk berbicara (pada hari Kiamat).7

Berdzikir dengan suara keras dan beramai-ramai (bersamaan/ berjama'ah).

Allah سبحانه و تعاليmemerintahkan kita berdzikir dengan suara yang tidak keras (QS. Al-A'raaf ayat 55 dan 205, lihat Tafsiir Ibni Katsir tentang ayat ini).

Nabi صلي الله عليه وسلم melarang berdzikir dengan suara keras sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Muslim dan lain-lain.

Imam asy-Syafi'i menganjurkan agar imam atau makmum tidak mengeraskan bacaan dzikir.8

Membiasakan/merutinkan do'a setelah shalat fardhu (wajib) dan mengangkat tangan pada do'a tersebut, (perbuatan ini) tidak ada contoh­nya dari Rasulullah صلي الله عليه وسلم.9

Saling berjabat tangan seusai shalat fardhu (bersalam-salaman). Tidak ada seorang pun dari Sahabat atau Salafush Shalih  yang ber­jabat tangan (bersalam-salaman) kepada orang disebelah kanan atau kiri, depan atau belakang­nya apabila mereka selesai melaksanakan shalat. Jika seandainya perbuatan itu baik, maka akan sampai (kabar) kepada kita, dan ulama akan menukil serta menyampaikannya kepada kita (riwayat yang shahih.Pen).

Para ulama mengatakan: "Perbuatan ter­sebut adalah bid'ah."10

Berjabat tangan dianjurkan, akan tetapi me­netapkannya di setiap selesai shalat fardhu tidak ada contohnya, atau setelah shalat Shubuh dan 'Ashar, maka perbuatan ini adalah bid'ah.11 Wallaahu a'lam bish Shawaab.

 Ibnu Majjah 4 Ummat Muslim
--------------------------------------------------------------------------------
1 Lihat, Silsilah al-Ahaadiits adh-Dha'iifah wal Maudhuu'ah no. 660 oleh Imam al-Albani
2 Al-I'tishaam, Imam asy-Syathibi hal. 455456 tahqiq Syaikh Salim al-Hilali, Fataawa al-Lajnah ad-Daa-imah VII/104-105, Fataawa Syaikh bin Baaz XI/188-189, as-Sunan wal Mub-tada'aat hal. 70. Perbuatan ini bid'ah, (al-Qaulul Mubiin fii Akhthaa-il Mushalliin hal. 304-305).
3 Lihat, Silsilah al-Ahaadiits adh-Dha'iifah wal Maudhuu'ah no. 83 dan 1002
4 Silsilah al-Ahaadiits adh-Dha'iifah I/185
5 As-Subbah Taariikhuha wa Hukmuha hal. 101 cet. I Daarul 'Ashimah 1419 H - Syaikh Bakr bin 'Abdillah Abu Zaid.
6 Hadits shahih, riwayat Abu Dawud no. 1502, dan at-Tirmidzi no. 3486, Shahiih at-Tirmidzi IH/146 no. 2714, Shahiih Abi Dawud 1/280 no. 1330, al-Hakim 1/547, al- Baihaqi 11/253
7 Hadits hasan, riwayat Abu Dawud no. 1501, dan at-Tirmidzi. Dihasankan oleh Imam an-Nawawi dan Ibnu Hajar al-Asqalani
8 Lihat Zaadul Ma'aad 1/357 tahqiq al-Arna'uth. Majmuu' Fataawa, Syaikh bin Baaz XI/167-168
9 Tamaamul Kalaam fi bid'iyyatil Mushaafahah ba'das Salaam- DR. Muhammad Musa Alu Nashr
10 Al-Qaulul Mubiin fii Akhtbaa-il Mushalliin hal. 293-294 -Syaikh Masyhur Hasan Salman
11 Al-Qaulul Mubiin fii Akhthaa-il Mushalliin hal. 294-295 dan Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah 1


Daftar Artikel

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Dzikir Setelah Shalat Fardhu

Dzikir Setelah Shalat Fardhu

 أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ (۳×) اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ ، وَمِنْكَ السَّلاَمُ ،تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَ لِ وَالإِكْرَامِ

"Aku memohon ampun kepada Allah (3x). Ya Allah, Engkau pemberi keselamatan, dan dari-Mu keselamatan, Mahasuci Engkau, wahai Rabb Pemilik keagungan dan kemuliaan." (Dibaca setiap selesai shalat wajib lima waktu).1

لاَإِلَهَ إِ لاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ  لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَديْرٌ، اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَ أَعْطَيْتَ،وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلاَ يَنْفَعُذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

"Tiada Ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan hanya Allah Yang Mahaesa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan bagi-Nya segala pujian. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang mencegah apa yang Engkau beri dan tidak ada yang memberi apa yang Engkau cegah. Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya (selain iman dan amal shalih). Hanya dari-Mu kekayaan dan kemuliaan."2

لاَإِلَهَ إِ لاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ  لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَديْرٌ. لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِ لاَّ بِا اللَّهِ، لاَإِلَهَ إِ لاَّ اللَّهُ،لَهُ النِّعْمَةُ وَ لَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ، لاَإِلَهَ إِ لاَّ اللَّهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهُ الْكَافِرُونَ

"Tiada Ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan hanya Allah Yang Mahaesa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan pujian. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali (dengan pertolongan) Allah. Tiada Ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan hanya Allah. Kami tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Bagi-Nya nikmat, anugerah dan pujian yang baik. Tiada Ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan hanya Allah, dengan memurnikan ibadah hanya kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya."3

لاَإِلَهَ إِ لاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ  لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَديْرٌ

"Tiada Ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan hanya Allah Yang Mahaesa, tiada se­kutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan, dan bagi-Nya segala pujian. Dialah yang menghidupkan (orang yang sudah mati atau memberi ruh janin yang akan dilahirkan) dan yang mematikan. Dialah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu." (Dibaca 10x setiap selesai shalat Maghrib dan Shubuh).4

اَللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ،وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَدَتِكَ

"Ya Allah, tolonglah aku untuk berdzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu, serta beribadah dengan baik kepada-Mu. "5

سُبْحَا نَ اللَّهِ (۳۳ ×) الْحَمْدُ اللَّهِ(۳۳ ×) اللَّهُ اَكْبَرُ (۳۳ ×) (۳۳

"Mahasuci Allah." (33x) "Segala puji bagi Allah." (33x) "Allah Mahabesar." (33x)
Kemudian untuk melengkapinya menjadi seratus, membaca:

لاَإِلَهَ إِ لاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ  لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَديْرٌ

"Tiada Ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan hanya Allah Yang Mahaesa, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan, bagi-Nya segala puji. Dia-lah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu."6
Kemudian membaca surat al-Ikhlash, al-Falaq dan an-Naas setiap selesai shalat (fardhu).7
Membaca ayat Kursi setiap selesai shalat (fardhu).8
Setelah selesai Shalat Shubuh membaca:

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نِافِعًا،وَرِزْقً طَيِّبًا،وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً

"Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang halal dan amal yang diterima."9

Ibnu Majjah 4 Ummat Muslim
--------------------------------------------------------------------------------

1 Muslim no. 591 (135), Ahmad (V/275, 279), Abu Dawud no. 1513, an-Nasa-i III/68, Ibnu Khuzaimah no. 737, ad-Darimi I/311 dan Ibnu Majah no. 928 dari Sahabat Tsauban  رضي الله عنه
Penjelasan: Tidak boleh ditambah-tambah dengan kata: وَ إِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِا السَّلاَمِ وَ أَدْخِلْنَا جَنَّةَ دَارُ السَّلاَم bacaan ini tidak ada asalnya dari Nabi صلي الله عليه وسلم (Lihat Misykaatul Mashaabiih 1/303) 

2 HR. Al-Bukhari no. 844 dan Muslim no. 593, Abu Dawud no. 1505, Ahmad IV/245, 247, 250, 254, 255, Ibnu Khu­zaimah no. 742, ad-Darimi I/311, dan an-Nasa-i III/59,60

3 HR. Muslim no. 594, Ahmad IV/4, 5, Abu Dawud no. 1506, 1507, an-Nasa-i III/59, Ibnu Khuzaimah no. 740, 741.

4 Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda: "Barangsiapa setelah shalat Maghrib dan Shubuh membaca:
لاَإِلَهَ إِ لاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَديْرٌ
Allah akan tulis setiap satu kali 10 kebaikan, dihapus 10 kejelekan, diangkat 10 derajat, Allah lindungi dari setiap kejelekan, dan Allah lindungi dari godaan syaitan yang terkutuk." (HR. Ahmad IV/227, at-Tirmidzi no. 3474). At-Tirmidzi berkata: "Hadits ini hasan gharib shahih." (Lihat Shahiih at Targhiib wat Tarhiib I/322-323 no. 474, 475, dan no. 477, Zaadul Ma'aad I/300-301, dan Silsilah al-Al-Haadiits ash-Shahiihah no. 113, 114 dan no. 2563).

5 HR. Abu Dawud no. 1522, an-Nasa-i III/53, Ahmad V/ 245 dan al-Hakim (1/273 dan III/273) dan dishahihkan-nya, juga disepakati oleh adz-Dzahabi, yang mana ke­dudukan hadits itu seperti yang dikatakan oleh keduanya, bahwa Nabi صلي الله عليه وسلم pernah memberikan wasiat kepada Mu'adz agar dia mengucapkannya di setiap akhir shalat.

6 “Barangsiapa membaca kalimat tersebut setiap selesai shalat, akan diampuni kesalahannya, sekalipun seperti buih di lautan." (HR. Muslim no. 597, Ahmad II/371, 483, Ibnu Khuzaimah no. 750 dan al-Baihaqi II/187)

7 HR. Abu Dawud no. 1523, an-Nasa-i III/68, Ibnu Khu­zaimah no. 755 dan Hakim I/253. Lihat pula Shahiih at-Tirmidzi II/8. Ketiga surat tersebut dinamakan al-Mu'awwidzaat, lihat pula Fat-hul Baari IX/62.

8 "Barangsiapa membacanya setiap selesai shalat, tidak ada yang menghalanginya masuk Surga selain kematian." HR. An-Nasa-i dalam 'Amalul Yaum wal Lailah no. 100 dan Ibnus Sunni no. 124, dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiihul Jaami' dan Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah II/697 no. 972.

9 HR. Ibnu Majah no. 925, Shahiih Ibni Majah I/152 no. 753 dan Ibnus Sunni dalam 'Amalul Yaum wal Lailah, dan ahli hadits yang lain. Lihat kitab Shahiih Ibni Majah I/152 dan Majma'uz Zawaa-id X/111, shahih.




Daftar Artikel

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Aqidah-Syarat Syahadat Laa Ilaaha Illallah

Written By sumatrars on Kamis, 18 Oktober 2012 | Oktober 18, 2012


Syarat Syahadat Laa Ilaaha Illallah

Pelajaran Dasar Agama Islam

Kategori: Aqidah14

Setiap ibadah memiliki rukun dan syarat yang harus dipenuhi agar ibadah tersebut sah. Seseorang yang hendak sholat tentu akan berwudhu terlebih dahulu, karena suci adalah syarat sah sholat. Begitu pula ibadah yang lain seperti haji, puasa dan zakat juga memiliki rukun-rukun dan syarat yang tidak boleh tidak harus dipenuhi. Segala sesuatu yang harus dipenuhi sebelum mengerjakan sesuatu yang lain disebut syarat. Lalu bagaimana pula dengan mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illalloh? Tidak diragukan lagi bahwa syahadat adalah setinggi-tingginya derajat keimanan dan rukun islam yang paling utama. Di sana ada syarat-syarat yang harus dipenuhi agar kalimat Laa Ilaaha Illalloh yang kita ucapkan dianggap sah.

Para ulama menjelaskan bahwa syahadat Laa Ilaaha Illalloh memiliki delapan syarat:

1. Ilmu

Sebuah pengakuan tidak dianggap kecuali dengan ilmu. Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk mengucapkan kalimat syahadat ini dengan mengilmui makna dari kalimat tersebut. Alloh berfirman, “Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Alloh tidak dapat memberi syafa’at; akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa’at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini(nya).” (Az Zukhruf: 86). Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mati dalam keadaan mengilmui Laa Ilaaha Illalloh pasti masuk surga.” (HR. Al Bukhori dan Muslim). Dan makna yang benar dari kalimat Laa Ilaaha Illalloh yaitu tidak ada sesembahan yang haq melainkan Alloh Ta’ala.

2. Yakin

Yakin adalah tidak ragu-ragu dengan kebenaran maknanya sehingga tidak mudah terombang-ambing oleh berbagai cobaan. Alloh berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Alloh dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Alloh. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (Al Hujurat: 15)

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang engkau jumpai dari balik dinding ini dia bersaksi Laa Ilaaha Illalloh dengan keyakinan hatinya sampaikanlah kabar gembira untuknya bahwa dia masuk surga.” (HR. Muslim)

 3. Menerima

 Alloh menceritakan keadaan orang kafir Quraisy yang tidak menerima dakwah Nabi Muhammad dalam firman-Nya, “Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: ‘Laa ilaaha Illalloh’ (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Alloh) mereka menyombongkan diri. Dan mereka berkata: ‘Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?’.” (As Shoffat: 35-36)

Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia. Inilah sifat orang kafir, tidak menerima kebenaran kalimat Laa ilaaha Illalloh. Sungguh hanya Alloh lah yang berhak disembah dan diibadahi.

4. Tunduk

Maksudnya yaitu melaksanakan konsekuensinya lahir dan batin. Alloh berfirman, “Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Alloh, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Alloh-lah kesudahan segala urusan.” (Luqman: 22)

Nabi bersabda, “Tidaklah sempurna iman kalian sehingga hawa nafsunya tunduk mengikuti ajaranku.” (HR. Thabrani)

 5. Jujur

 Alloh berfirman, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Alloh mengetahui orang-orang yang benar (jujur) dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Al ‘Ankabut: 2-3)

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tak seorang pun bersaksi Laa Ilaaha Illalloh dan Muhammad hamba Alloh dan rasul-Nya dengan kejujuran hati kecuali Alloh mengharamkan neraka untuk menyentuhnya.” (HR. Al Bukhori dan Muslim)

Betapa kejujuran menjadi syarat sahnya syahadat. Lihatlah bagaimana syahadat orang munafik ditolak oleh Alloh karena tidak jujur. Sebagaimana firman-Nya, “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: ‘Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Alloh.’ Dan Alloh mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Alloh mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” (Al Munafiqun: 1)

6. Ikhlas

Ikhlas hakikatnya mengharapkan balasan dari Alloh saja, tidak kepada selain-Nya. Alloh berfirman, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Alloh dengan mengikhlaskan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Al Bayyinah: 5)

Apa yang dimaksud dengan ikhlas?

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh Alloh mengharamkan bagi neraka menyentuh orang yang mengatakan Laa Ilaaha Illalloh karena semata-mata mencari wajah Alloh.” (HR. Al Bukhori dan Muslim)

7. Cinta

Alloh berfirman, “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Alloh; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Alloh. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Alloh. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Alloh semuanya dan bahwa Alloh amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (Al Baqoroh: 165)

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga hal barangsiapa memilikinya pasti akan merasakan kelezatan iman: Alloh dan rasul-Nya lebih dia cintai dibanding selain keduanya, dia mencintai seseorang karena Alloh, dan dia benci untuk kembali kafir sebagaimana kebenciannya jika dilempar ke dalam api.” (HR. Al Bukhori dan Muslim)

8. Mengingkari peribadatan kepada Thoghut.

Thoghut adalah segala sesuatu selain Alloh yang ridho disembah/diibadahi. Alloh berfirman, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thoghut dan beriman kepada Alloh, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al Baqoroh: 256)

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mengucapkan Laa Ilaaha Illalloh dan mengingkari sesembahan selain Alloh, haramlah harta dan darahnya sedang perhitungannya adalah terserah kepada Alloh Azza Wa Jalla.” (HR. Muslim)

Perlu diperhatikan, syarat-syarat ini tidak bermanfaat sama sekali jika sekedar dihafalkan, tanpa diamalkan. apakah kita sudah mengevaluasi syahadat kita? Sudahkah terpenuhi delapan syarat ini dalam syahadat Laa Ilaaha Illalloh yang kita ikrarkan? Belum terlambat. Berbenahlah! Semoga kita bertemu dengan Alloh sebagai seorang yang bertauhid, bukan sebagai seorang musyrik. Wal ‘iyaadzu billah.

Dikutip / disalin dari Sumber Artikel www.muslim.or.id  Penulis: Nurdin Abu Yazid

Rahmat Mahmud



Daftar Artikel

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Aqidah-Pelajaran Dasar Agama Islam untuk Seluruh Manusia

Pelajaran Dasar Agama Islam Agama Islam untuk Seluruh Manusia
Kategori: Aqidah3 

Nabi Muhammad memiliki banyak keistimewaan. Salah satunya adalah beliau diutus oleh Allah untuk seluruh manusia dan jin. Adapun seluruh Nabi sebelum beliau hanyalah diutus untuk umatnya masing-masing.

Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لآ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ يُحْيِ وَيُمِيتُ فَئَامِنُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ


Katakanlah: “Hai manusia, sesung-guhnya aku adalah utusan Alloh kepadamu semua, yaitu Alloh yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan yang mematikan, maka berimanlah kamu kepada Alloh dan RosulNya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Alloh dan kepada kalimat-kalimatNya (kitab-kitabNya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk. [QS. Al-A’rof (7): 158]

Perintah Allah dalam ayat ini “Katakanlah: “Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua”, ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad diutus untuk seluruh manusia, sebagaimana firman Allah,

وَمَآ أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ كَآفَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ


Dan Kami tidak mengutusmu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada menge-tahui. [QS. Saba’ (34): 28]

Oleh karena itulah siapa saja yang telah mendengar dakwah agama Islam, agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad , yang membawa kitab suci Al-Qur’an, kemudian tidak beriman, tidak percaya dan tidak tunduk, maka dia adalah orang kafir dan di akhirat menjadi penghuni neraka, kekal selamanya. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَن يَكْفُرْ بِهِ مِنَ اْلأَحْزَابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ فَلاَ تَكُ فِي مِرْيَةٍ مِّنْهُ إِنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يُؤْمِنُونَ


Dan barangsiapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada al-Qur’an, maka nerakalah tempat yang diancam-kan baginya, karena itu janganlah kamu ragu-ragu terhadap al-Qur’an itu. Sesungguhnya (al-Qur’an) itu benar-benar dari Robbmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman”. [QS. Hud (11): 17]

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

 وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ اْلأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

 Demi (Allah) Yang jiwa Muhammad di tanganNya, tidaklah seorangpun di kalangan umat ini, Yahudi atau Nashrani, mendengar tentang aku, kemudian dia mati, dan tidak beriman kepada apa yang aku diutus dengan-nya, kecuali dia termasuk para peng-huni neraka. [Hadits Shohih Riwayat Muslim, no: 153, dari Abu Huroiroh]

NABI-NABI DAHULU KHUSUS UNTUK KAUMNYA

Adapun seluruh Nabi sebelum Nabi Muhammad , maka mereka semua di utus khusus kepada umatnya masing-masing. Perkara ini merupakan perkara yang telah pasti di dalam agama Islam, sebagaimana disebutkan di dalam hadits di bawah ini,

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ وَأُحِلَّتْ لِي الْمَغَانِمُ وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً


Dari Jabir bin Abdulloh, bahwa Nabi Muhammad bersabda: “Aku diberi (oleh Allah) lima perkara, yang itu semua tidak diberikan kepada seorang-pun sebelumku.
Aku ditolong (oleh Allah) dengan kegentaran (musuh sebelum kedata-nganku) sejauh perjalanan sebulan;
Bumi (tanah) dijadikan untukku sebagai masjid (tempat sholat) dan alat bersuci (untuk tayammum-pen). Maka siapa saja dari umatku yang (waktu) sholat menemuinya, hendaklah dia sholat.
Ghonimah (harta rampasan perang) dihalalkan untukku, dan itu tidaklah halal untuk seorangpun sebelumku.
Aku diberi syafa’at (oleh Allah).
Dan Nabi-Nabi dahulu (sebelum-ku) diutus khusus kepada kaumnya, sedangkan aku diutus kepada manusia semuanya.
[Hadits Shohih Riwayat Bukhori, no: 335]

Di zaman ini banyak orang-orang Kristen menyebarkan agama mereka ke berbagai pelosok dunia. Mereka menisbatkan agama mereka kepada Nabi Isa bin Maryam , yang mereka menyebutnya dengan Yesus. Padahal Nabi Isa bin Maryam hanya diutus kepada Bani Isroil. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَاءِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللهِ إِلَيْكُم مُّصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِن بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ


Dan (ingatlah) ketika Isa putera Maryam berkata: “Hai bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Alloh kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurot dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rosul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)”. Maka tatkala Rosul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata”. [QS. Ash-Shoff (61): 6]

KESAKSIAN AYAT BIBEL

Dan ternyata kita masih menda-patkan di antara ayat-ayat Bibel (Kitab yang dianggap suci oleh orang-orang Nashoro) menjelaskan dengan tegas bahwa Nabi Isa (yang mereka sebut Yesus) hanya diutus kepada Bani Isroil saja. Marilah kita perhatikan ayat-ayat di dalam kitab mereka:

1-Disebutkan di dalam Bibel: “Jawab Yesus: “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel”. (Matius 15: 24)
2-Disebutkan di dalam Bibel: “Kedua belas murid itu diutus oleh Yesus dan Ia berpesan kepada mereka: “Janganlah kamu menyim-pang ke jalan bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang Samaria, melain-kan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel”. (Matius 10: 6)

Walaupun ayat-ayat Bibel di atas begitu jelas menyatakan bahwa ajaran Kristen hanya untuk Bani Israel, namun pengikut-pengikut Kristen begitu giat menyebarkan agamanya kepada semua bangsa, termasuk di Indonesia. Bahkan sampai ke ber-bagai pelosok yang tidak ada orang Bani Israel di sana! Maka apakah manfaat bangsa selain Bani Israel yang mengikuti agama Kristen, yang pembawa agama itu telah mene-gaskan bahwa agamanya hanya untuk umat Israel?!

Atau mungkin mereka berpegang ayat lain pada kitab mereka yang memerintahkan untuk menyebarkan agama Kristen kepada seluruh bangsa. Ayat itu berbunyi: “Karena itu pergi-lah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku, dan baptiskan mereka dalam nama Bapa dan anak dan Roh Kudus”. (Matius 28:19)

Ini berarti ayat ini bertentangan dengan ayat-ayat di atasnya! Maka manakah yang benar? Yang pasti bahwa tidak ada jaminan kebenaran terhadap semua isi kitab Bibel, bahkan bukti-bukti menunjukkan banyak ayat yang dipalsukan. Maha benar Allah Ta’ala yang telah berfirman di dalam kitab suci Al-Qur’an,

أَفَتَطْمَعُونَ أَن يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلاَمَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِن بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ


Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka (Ahli Kitab) mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahya setelah mereka memahaminya, sedang mereka menge-tahui? [QS. Al-Baqoroh (2): 75]

Dan Allah mengancam dengan keras terhadap orang-orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah dengan firmanNya,

فَوَيْلٌ لِّلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِندِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلاً فَوَيْلٌ لَّهُم مِّمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلُُلَّهُم مِّمَّا يَكْسِبُونَ


Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit (yakni kesenangan duniawi-pen) dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka akibat dari apa yang telah mereka tulis dengan tangan-tangan mereka, dan kecelakaan besarlah bagi mereka akibat dari apa yang mereka kerjakan. [QS. Al-Baqoroh (2): 79]

Semoga Allah selalu menetapkan kita di atas jalan yang lurus. -

Dikutip dari Artikel www.muslim.or.id  Penulis: Ustadz Muslim Atsari
Dari artikel Agama Islam untuk Seluruh Manusia — Muslim.Or.Id by null
Disalin oleh Rahmat Mahmud


Daftar Artikel

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Aqidah-Islam, Iman dan Ikhsan

Islam, Iman dan Ihsan
Kategori: Aqidah

Pembaca yang budiman, di kalangan tarekat sufi sangat terkenal adanya pembagian agama menjadi 3 tingkatan yaitu: Syari’at, Ma’rifat dan Hakikat. Orang/wali yang sudah mencapai tingkatan ma’rifat sudah tidak lagi terbebani aturan syari’at; sehingga dia tidak lagi wajib untuk sholat dan bebas melakukan apapun yang dia inginkan… demikianlah sebagian keanehan yang ada di seputar pembagian ini. Apakah pembagian semacam ini dikenal di dalam Islam?

Islam Mencakup 3 Tingkatan

Rosululloh shollallahu ‘alaihi wa sallam suatu hari pernah didatangi malaikat Jibril dalam wujud seorang lelaki yang tidak dikenali jatidirinya oleh para sahabat yang ada pada saat itu, dia menanyakan kepada beliau tentang Islam, Iman dan Ihsan. Setelah beliau menjawab berbagai pertanyaan Jibril dan dia pun telah meninggalkan mereka, maka pada suatu kesempatan Rosululloh bertanya kepada sahabat Umar bin Khoththob, “Wahai Umar, tahukah kamu siapakah orang yang bertanya itu ?” Maka Umar menjawab, “Alloh dan Rosul-Nya lah yang lebih tahu”. Nabi pun bersabda, “Sesungguhnya dia itu adalah Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.” (HR. Muslim). Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh mengatakan: Di dalam (penggalan) hadits ini terdapat dalil bahwasanya Iman, Islam dan Ihsan semuanya diberi nama ad din/agama (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 23). Jadi agama Islam yang kita anut ini mencakup 3 tingkatan; Islam, Iman dan Ihsan.

Tingkatan Islam

Di dalam hadits tersebut, ketika Rosululloh ditanya tentang Islam beliau menjawab, “Islam itu engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan (yang haq) selain Alloh dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Alloh, engkau dirikan sholat, tunaikan zakat, berpuasa romadhon dan berhaji ke Baitulloh jika engkau mampu untuk menempuh perjalanan ke sana”. Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini ialah bahwa Islam itu terdiri dari 5 rukun (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 14). Jadi Islam yang dimaksud disini adalah amalan-amalan lahiriyah yang meliputi syahadat, sholat, puasa, zakat dan haji.

Tingkatan Iman

Selanjutnya Nabi ditanya mengenai iman. Beliau bersabda, “Iman itu ialah engkau beriman kepada Alloh, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rosul-Nya, hari akhir dan engkau beriman terhadap qodho’ dan qodar; yang baik maupun yang buruk”. Jadi Iman yang dimaksud disini mencakup perkara-perkara batiniyah yang ada di dalam hati. Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengatakan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini adalah pembedaan antara islam dan iman, ini terjadi apabila kedua-duanya disebutkan secara bersama-sama, maka ketika itu islam ditafsirkan dengan amalan-amalan anggota badan sedangkan iman ditafsirkan dengan amalan-amalan hati, akan tetapi bila sebutkan secara mutlak salah satunya (islam saja atau iman saja) maka sudah mencakup yang lainnya. Seperti dalam firman Alloh Ta’ala, “Dan Aku telah ridho Islam menjadi agama kalian.” (Al Ma’idah : 3) maka kata Islam di sini sudah mencakup islam dan iman… (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 17).

Tingkatan Ihsan

Nabi juga ditanya oleh Jibril tentang ihsan. Nabi bersabda, “Yaitu engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya, maka apabila kamu tidak bisa (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu”. Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini adalah penjelasan tentang ihsan yaitu seorang manusia menyembah Robbnya dengan ibadah yang dipenuhi rasa harap dan keinginan, seolah-olah dia melihat-Nya sehingga diapun sangat ingin sampai kepada-Nya, dan ini adalah derajat ihsan yang paling sempurna. Tapi bila dia tidak bisa mencapai kondisi semacam ini maka hendaknya dia berada di derajat kedua yaitu: menyembah kepada Alloh dengan ibadah yang dipenuhi rasa takut dan cemas dari tertimpa siksa-Nya, oleh karena itulah Nabi bersabda, “Jika kamu tidak bisa melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu” artinya jika kamu tidak mampu menyembah-Nya seolah-olah kamu melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 21). Jadi tingkatan ihsan ini mencakup perkara lahir maupun batin.

Bagaimana Mengkompromikan Ketiga Istilah Ini?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan yang maknanya, Bila dibandingkan dengan iman maka Ihsan itu lebih luas cakupannya bila ditinjau dari substansinya dan lebih khusus daripada iman bila ditinjau dari orang yang sampai pada derajat ihsan. Sedangkan iman itu lebih luas daripada islam bila ditinjau dari substansinya dan lebih khusus daripada islam bila ditinjau dari orang yang mencapai derajat iman. Maka di dalam sikap ihsan sudah terkumpul di dalamnya iman dan islam. Sehingga orang yang bersikap ihsan itu lebih istimewa dibandingkan orang-orang mu’min yang lain, dan orang yang mu’min itu juga lebih istimewa dibandingkan orang-orang muslim yang lain… (At Tauhid li shoffil awwal al ‘aali, Syaikh Sholih Fauzan, hlm. 63)

Muslim, Mu’min dan Muhsin

Oleh karena itulah para ulama’ muhaqqiq/peneliti menyatakan bahwa setiap mu’min pasti muslim, karena orang yang telah merealisasikan iman sehingga iman itu tertanam kuat di dalam hatinya pasti akan melaksanakan amal-amal islam/amalan lahir. Dan belum tentu setiap muslim itu pasti mu’min, karena bisa jadi imannya sangat lemah sehingga hatinya tidak meyakini keimanannya dengan sempurna walaupun dia melakukan amalan-amalan lahir dengan anggota badannya, sehingga statusnya hanya muslim saja dan tidak tergolong mu’min dengan iman yang sempurna. Sebagaimana Alloh Ta’ala telah berfirman, “Orang-orang Arab Badui itu mengatakan ‘Kami telah beriman’. Katakanlah ‘Kalian belumlah beriman tapi hendaklah kalian mengatakan: ‘Kami telah berislam’.” (Al Hujuroot: 14). Dengan demikian jelaslah sudah bahwasanya agama ini memang memiliki tingkatan-tingkatan, dimana satu tingkatan lebih tinggi daripada yang lainnya. Tingkatan pertama yaitu islam, kemudian tingkatan yang lebih tinggi dari itu adalah iman, kemudian yang lebih tinggi dari tingkatan iman adalah ihsan (At Tauhid li shoffil awwal al ‘aali, Syaikh Sholih Fauzan, hlm. 64)

Kesimpulan

Dari hadits serta penjelasan di atas maka teranglah bagi kita bahwasanya pembagian agama ini menjadi tingkatan Syari’at, Ma’rifat dan Hakikat tidaklah dikenal oleh para ulama baik di kalangan sahabat, tabi’in maupun tabi’ut tabi’in; generasi terbaik ummat ini. Pembagian yang syar’i adalah sebagaimana disampaikan oleh Nabi yaitu islam, iman dan ihsan dengan penjelasan sebagaimana di atas. Maka ini menunjukkan pula kepada kita alangkah berbahayanya pemahaman sufi semacam itu. Lalu bagaimana mungkin mereka bisa mencapai keridhoan Alloh Ta’ala kalau cara beribadah yang mereka tempuh justeru menyimpang dari petunjuk Rosululloh ? Alangkah benar Nabi yang telah bersabda, “Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada dasarnya dari kami maka amalan itu tertolak.” (HR. Muslim). Barangsiapa yang ingin mencapai derajat muhsin maka dia pun harus muslim dan mu’min. Tidak sebagaimana anggapan tarekat sufiyah yang membolehkan orang yang telah mencapai Ma’rifat untuk meninggalkan syari’at. Wallohu a’lam.

Dikutip dari Artikel www.muslim.or.id  Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi

Penulisan ulang sesuwai dengan aslinya Oleh Rahmat Mahmud 
Semoga artikel Pelajaran dasar Agama ini bermanfat.




Daftar Artikel

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Aqidah-Penjelasan Ringkas Rukun Islam 2

Written By sumatrars on Rabu, 17 Oktober 2012 | Oktober 17, 2012

Inilah Pilar Agamamu: Penjelasan Ringkas Rukun Islam (2)

Kategori: Aqidah5

Pilar Islam Pertama: Dua Kalimat Syahadat

Inilah pilar Islam yang pertama dan utama yaitu persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah selain Allah subhanahu wa ta’ala dan persaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Tanpa adanya pilar ini, maka tidak ada bangunan Islam dari diri seseorang. Demikian pula jika pilar ini hancur, maka akan ikut hancur pula bangunan Islam dari diri seseorang. Oleh karena itu sudah seharusnya seorang muslim memperhatikan dan senantiasa memelihara hal yang satu ini dalam seluruh waktu dan kehidupannya.
Persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah selain Allah subhanahu wa ta’ala dan persaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah tidak cukup hanya sekedar di lisan saja, namun lebih dari itu, seorang yang bersaksi haruslah mengetahui dan meyakini hal yang dia saksikan serta mengamalkan konsekuensi kesaksiannya tersebut. 
Jika ada seorang saksi yang berbicara dengan lisannya bahwa dia telah melihat sesuatu namun ternyata hal tersebut tidaklah benar alias dia hanya berbohong maka saksi seperti ini disebut saksi palsu. Demikian juga, jika ada orang yang mengucapkan kedua kalimat syahadat dengan lisannya, namun ternyata hatinya tidak meyakininya, maka orang ini adalah seorang pendusta. Allah subhanahu wa ta’ala menyebutnya sebagai orang munafik ketika mereka mengatakan bahwa mereka bersaksi bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan Allah, namun Allah mendustakan persaksian palsu mereka yang tidak muncul keyakinan tersebut. Allah berfirman:

إِذَا جَاءكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ

“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah.” Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” (QS. Al Munafiquun: 1)
Kalimat yang pertama dari dua kalimat syahadat ini, yaitu kalimat Laa Ilaha Illallah bukanlah kalimat yang ringan dan sepele. Ada makna yang sangat dalam dan konsekuensi yang sangat besar di balik kedua kalimat ini. Bahkan Allah pun menjadi saksi kalimat Laa Ilaha Illallah ini. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

شَهِدَ اللّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُواْ الْعِلْمِ قَآئِمَاً بِالْقِسْطِ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Allah menyaksikan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imran: 18)
Kalimat Laa Ilaha Ilallah, sebagaimana penjelasan para ulama, memiliki makna:

لَا مَعْبُوْدَ حَقٌ إِلَا اللهُ

“Tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah selain Allah”
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ

“Yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al Hajj: 62)
Dari makna ini kita mengetahui adanya sesembahan selain Allah subhanahu wa ta’ala yang disembah oleh manusia seperti kuburan, pohon, para Nabi, malaikat, orang shalih dan lain sebagainya. Namun sesembahan tersebut pada hakikatnya tidak berhak sama sekali untuk disembah dan diibadahi karena yang berhak disembah dan diibadahi hanyalah Allah subhanahu wa ta’ala.

فَمَا أَغْنَتْ عَنْهُمْ آلِهَتُهُمُ الَّتِي يَدْعُونَ مِن دُونِ اللّهِ مِن شَيْءٍ لِّمَّا جَاء أَمْرُ رَبِّكَ وَمَا زَادُوهُمْ غَيْرَ تَتْبِيبٍ

“Karena itu tiadalah bermanfaat sedikit pun kepada mereka sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah, di waktu azab Tuhanmu datang. Dan sembahan-sembahan itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali kebinasaan belaka.” (QS. Huud: 101)
Dalam ayat ini, Allah menyebutkan bahwa orang-orang musyrik memiliki sesembahan selain Allah. Namun sesembahan itu sama sekali tidak dapat memberikan manfaat pada mereka ketika datang azab Allah.
Oleh karena itu, sungguh suatu fenomena yang sangat menyedihkan sekali ketika kita melihat ada seorang muslim yang sudah mengucapkan kedua kalimat syahadat, namun dia masih melakukan berbagai macam bentuk peribadatan kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala baik itu kepada orang shalih, kuburan, jin penunggu dan lain sebagainya. Di antara penyebab terjadinya hal ini adalah ketidaktahuan terhadap agama Islam yang menimpa banyak kaum muslimin di zaman ini. Terlebih lagi tidak tahu terhadap tauhid yang merupakan inti dari agama Islam.

Dalam kalimat لا اله إلا الله terkandung dua aspek yang sangat penting. Yang pertama yaitu aspek peniadaan/negasi, hal ini tercermin pada kata-kata لا اله (Tidak ada sesembahan yang berhak disembah) yang berarti meniadakan dan segala macam bentuk peribadatan pada selain Allah, apapun bentuknya. Para ulama mengistilahkan aspek pertama ini dengan istilah An Nafyu (النفي). Sedangkan aspek yang kedua yaitu aspek penetapan, hal ini tercermin pada kata-kata إلا الله (kecuali Allah) yang berarti menetapkan bahwa seluruh macam bentuk peribadatan hanyalah untuk Allah semata. Para ulama mengistilahkan aspek pertama ini dengan istilah Al Itsbat (الإثبات).

Kedua aspek ini sangatlah penting untuk dipahami dengan benar oleh seorang muslim yang ingin merealisasikan dua kalimat syahadat ini. Karena, jika seorang muslim salah dalam memahaminya, maka ia akan salah pula dalam merealisasikannya. Contohnya bisa kita lihat pada orang-orang yang sekarang disebut dengan JIL (Jaringan Islam Liberal), sebagian mereka (baca: Nurcholis Madjid jazaahullahu bimaa yastahiq) menafsirkan dan memaknai kalimat Tauhid dengan makna “tidak ada tuhan (dengan t kecil) kecuali Tuhan (dengan T besar)”. Dengan tafsiran yang salah ini, mereka menyamakan seluruh Tuhan yang ada yang disembah manusia. Ujung kesimpulan mereka, mereka mengatakan bahwa Tuhan seluruh agama adalah satu hanya berbeda-beda dalam penyebutannya. Semoga Allah membinasakan orang-orang seperti ini dan menjauhkan kaum muslimin dari pemikiran seperti ini.
Kedua aspek ini pulalah yang telah dipahami oleh Nabi Ibrahim ‘alaihi salam Imam orang-orang yang bertauhid, bapaknya para Nabi dan Rasul. Allah berfirman ketika menceritakan perkataan Ibrahim ‘alaihi salam,

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاء مِّمَّا تَعْبُدُونَ إِلَّا الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ وَجَعَلَهَا كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي عَقِبِهِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “Sesungguhnya aku berlepas diri terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah) Tuhan Yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku.” Dan lbrahim menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu.” (QS. Az Zukhruf: 26-28)
Nabi Ibrahim ‘alaihi salam, menafikan seluruh sesembahan yang disembah oleh kaumnya dengan mengatakan bahwa beliau berlepas diri dari hal tersebut. Kemudian beliau menetapkan bahwa peribadatan beliau hanyalah kepada Tuhan yang telah menciptakan beliau yaitu Allah subhanahu wa ta’ala. Kemudian beliau menjadikan kalimat لا اله إلا الله tersebut kekal untuk keturunannya.

Kemudian bagian kedua dari dua kalimat syahadat ini yaitu persaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Allah subhanahu wa ta’ala telah menegaskan bahwa telah ada seorang Rasul di antara manusia ini yang Allah utus, dan dialah Nabi kita, teladan kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah ‘azza wa jalla berfirman,

لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At Taubah: 128)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman,

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ

“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al Jumuah: 2)
Makna kalimat kedua ini adalah yang meyakini bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi wahyu oleh Allah dan meyakini beliau adalah benar-benar utusan Allah, serta beliau adalah penutup para Nabi (Syarah Arba’in An Nawawiyah Syaikh Shalih Alu Syaikh: hadits kedua). Oleh karena itu, barang siapa yang berkeyakinan bahwa beliau tidaklah diberi wahyu oleh Allah subhanahu wa ta’ala maka persaksiannya tidaklah sah. Hal ini banyak kita saksikan di zaman sekarang, ada orang-orang yang meragukan agama Islam. Mereka mengatakan bahwa Al Quran dan Hadits hanyalah konsep yang disusun oleh Muhammad dan bukan wahyu yang diturunkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala yang kemudian konsep tersebut dijalankan oleh para sahabatnya, wal’iyadzubillah.

Barang siapa yang meyakini bahwa beliau tidaklah diutus untuk menyampaikan sesuatu yang telah diperintahkan kepada beliau, maka persaksiannya tidaklah sah. Demikian juga barang siapa yang menganggap adanya Rasul dan utusan Allah setelah Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka persaksiannya tersebut tidaklah sah. Sebagaimana diklaim oleh sebagian orang yang mengatakan bahwa ada di antara kelompoknya yang menjadi Nabi seperti Mirza Ghulam Ahmad (jazaahullahu bimaa yastahiq) atau Nabi-nabi kelas lokal seperti Lia Aminuddin (kafaanallahu ‘an syarrihaa) dan lain sebagainya.

Persaksian bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah memiliki konsekuensi yaitu taat terhadap perintah beliau, membenarkan berita yang beliau bawa, dan menjauhi seluruh larangan beliau dan kita beribadah kepada Allah hanya dengan syariat yang beliau bawa. Syaikh Nu’man bin Abdul Kariim Al Watr berkata dalam Taisir Wushul, “Taat dengan perintah beliau yaitu menaati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau memerintahkan kita. Karena taat pada beliau adalah taat pada Allah dan karena perkataan beliau tidak berasal dari hawa nafsu dan Rasulullah hanya memerintahkan kita dengan hal-hal yang bermanfaat bagi dunia dan agama kita. 

Membenarkan berita yang beliau bawa karena beliau adalah orang yang jujur dan dibenarkan dan karena perkataan beliau tidak berasal dari hawa nafsu dan merupakan konsekuensi beriman bahwa beliau adalah benar-benar Rasulullah adalah membenarkan perkataan beliau. Menjauhi seluruh larangan beliau karena perkataan beliau tidak berasal dari hawa nafsu dan beliau hanya melarang kita dari hal yang tidak bermanfaat bagi dunia dan agama kita. Beribadah kepada Allah hanya dengan syariat yang beliau bawa karena orang yang beribadah pada Allah dengan syariat selain beliau maka dia telah melakukan bid’ah. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Barang siapa yang beramal dengan amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim)” (Taisir Wushul hal: 73).

-Bersambung insya Allah- : Penjelasan Ringkas Rukun Islam 3

Penulis: Abu Fatah Amrullah (Alumni Ma’had Ilmi)
Murojaah: Ust. Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id
Dari artikel Inilah Pilar Agamamu: Penjelasan Ringkas Rukun Islam (2) — Muslim.Or.Id by null
Disalin disebarluaskan : Rahmat Mahmud



Daftar Artikel

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Qur'an Keajaiban Ayat Kursi

Keajaiban Ayat Kursi
Nama eBook: Keajaiban Ayat Kursi

Penulis: Syaikh Abdurrozzaq al-Abbad al-Badr خفظه الله

Pengantar:
Alhamdulillah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad صلى الله عليه وسلم, keluarga dan sahabatnya dan yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.

Ayat Kursi sungguh amat besar dan tinggi kemuliaannya. Tidak ada satu ayat pun yang bisa menandinginya, seperti yang disebutkan hadits yang shahih:

عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ: يَا أَبَا الْمُنْذِرِ أَتَدْرِي أَيُّ آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ مَعَكَ أَعْظَمُ؟ قَالَ: قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: يَا أَبَا الْمُنْذِرِ أَتَدْرِي أَيُّ آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ مَعَكَ أَعْظَمُ؟ قَالَ: قُلْتُ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ قَالَ: فَضَرَبَ فِي صَدْرِي وَقَالَ: وَاللَّهِ لِيَهْنِكَ الْعِلْمُ أَبَا الْمُنْذِرِ

Dari Ubay bin Ka’ab رضي الله عنه dia berkata, “Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah bertanya, ‘Hai Abu Mundzir (panggilan Ubay bin Ka’ab, Ed.), tahukah kamu ayat al-Qur’an yang menurutmu paling agung?’ Saya (Ubay bin Ka’ab) menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.’ Rasulullah صلى الله عليه وسلم bertanya lagi, ‘Hai Abu Mundzir, tahukah kamu ayat al-Qur’an yang menurutmu paling agung?’ Saya menjawab, ‘Yaitu ayat yang berbunyi: Dialah Allah tiada Tuhan selain Dia, Yang Hidup, Yang Berdiri Sendiri.’ (QS. al-Baqarah [2]: 255).

Kemudian Rasulullah صلى الله عليه وسلم menepuk dada saya sambil berkata, ‘Demi Allah, ilmumu sungguh dalam hai Abu Mundzir.” (HR. Muslim no. 810)

Bagimana ayat ini menjadi semulia ayat dalam al-Qur’an?, Bagimana tafsir ayat ini? dan kapan-kapan saja disunnahkan membacanya?, temukan jawabannya dalam eBook ini…

Download: Keajaiban Ayat Kursi dibawah, pilih diantara salah satu atau download keduanya.


Daftar Artikel

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

KISAH NABI ADAM ALAIHI SALAM

 BUAH TEEN Kisah Nabi Adam: Dari Awal Penciptaan Hingga Turun ke Bumi Kisah Nabi Adam menceritakan terciptanya manusia pertama y...

Translate

 
Support : Blog author | Rachmat.M,MA | Duta Asri Palem 3
Copyright © 2013. BLOG AL ISLAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger