?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Inilah Pilar Agamamu: Penjelasan Ringkas Rukun Islam (2)
Kategori: Aqidah5
Pilar Islam Pertama: Dua Kalimat Syahadat
Inilah pilar Islam yang pertama dan utama yaitu persaksian
bahwa tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah selain Allah subhanahu wa
ta’ala dan persaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Tanpa adanya pilar
ini, maka tidak ada bangunan Islam dari diri seseorang. Demikian pula jika
pilar ini hancur, maka akan ikut hancur pula bangunan Islam dari diri
seseorang. Oleh karena itu sudah seharusnya seorang muslim memperhatikan dan
senantiasa memelihara hal yang satu ini dalam seluruh waktu dan kehidupannya.
Persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah
selain Allah subhanahu wa ta’ala dan persaksian bahwa Muhammad adalah utusan
Allah tidak cukup hanya sekedar di lisan saja, namun lebih dari itu, seorang
yang bersaksi haruslah mengetahui dan meyakini hal yang dia saksikan serta
mengamalkan konsekuensi kesaksiannya tersebut.
Jika ada seorang saksi yang
berbicara dengan lisannya bahwa dia telah melihat sesuatu namun ternyata hal
tersebut tidaklah benar alias dia hanya berbohong maka saksi seperti ini
disebut saksi palsu. Demikian juga, jika ada orang yang mengucapkan kedua
kalimat syahadat dengan lisannya, namun ternyata hatinya tidak meyakininya,
maka orang ini adalah seorang pendusta. Allah subhanahu wa ta’ala menyebutnya
sebagai orang munafik ketika mereka mengatakan bahwa mereka bersaksi bahwa
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan Allah, namun Allah
mendustakan persaksian palsu mereka yang tidak muncul keyakinan tersebut. Allah
berfirman:
إِذَا جَاءكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka
berkata: “Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah.” Dan
Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.”
(QS. Al Munafiquun: 1)
Kalimat yang pertama dari dua kalimat syahadat ini, yaitu
kalimat Laa Ilaha Illallah bukanlah kalimat yang ringan dan sepele. Ada makna
yang sangat dalam dan konsekuensi yang sangat besar di balik kedua kalimat ini.
Bahkan Allah pun menjadi saksi kalimat Laa Ilaha Illallah ini. Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman,
شَهِدَ اللّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُواْ الْعِلْمِ قَآئِمَاً بِالْقِسْطِ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Allah menyaksikan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia
(yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang
yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia
(yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imran:
18)
Kalimat Laa Ilaha Ilallah, sebagaimana penjelasan para
ulama, memiliki makna:
لَا مَعْبُوْدَ حَقٌ إِلَا اللهُ
“Tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah selain
Allah”
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
“Yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah
(Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah,
itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha
Besar.” (QS. Al Hajj: 62)
Dari makna ini kita mengetahui adanya sesembahan selain
Allah subhanahu wa ta’ala yang disembah oleh manusia seperti kuburan, pohon, para
Nabi, malaikat, orang shalih dan lain sebagainya. Namun sesembahan tersebut
pada hakikatnya tidak berhak sama sekali untuk disembah dan diibadahi karena
yang berhak disembah dan diibadahi hanyalah Allah subhanahu wa ta’ala.
فَمَا أَغْنَتْ عَنْهُمْ آلِهَتُهُمُ الَّتِي يَدْعُونَ مِن دُونِ اللّهِ مِن شَيْءٍ لِّمَّا جَاء أَمْرُ رَبِّكَ وَمَا زَادُوهُمْ غَيْرَ تَتْبِيبٍ
“Karena itu tiadalah bermanfaat sedikit pun kepada mereka
sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah, di waktu azab Tuhanmu datang.
Dan sembahan-sembahan itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali kebinasaan
belaka.” (QS. Huud: 101)
Dalam ayat ini, Allah menyebutkan bahwa orang-orang musyrik
memiliki sesembahan selain Allah. Namun sesembahan itu sama sekali tidak dapat
memberikan manfaat pada mereka ketika datang azab Allah.
Oleh karena itu, sungguh suatu fenomena yang sangat
menyedihkan sekali ketika kita melihat ada seorang muslim yang sudah
mengucapkan kedua kalimat syahadat, namun dia masih melakukan berbagai macam
bentuk peribadatan kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala baik itu kepada
orang shalih, kuburan, jin penunggu dan lain sebagainya. Di antara penyebab
terjadinya hal ini adalah ketidaktahuan terhadap agama Islam yang menimpa
banyak kaum muslimin di zaman ini. Terlebih lagi tidak tahu terhadap tauhid
yang merupakan inti dari agama Islam.
Dalam kalimat لا اله إلا الله
terkandung dua aspek yang sangat penting. Yang pertama yaitu aspek
peniadaan/negasi, hal ini tercermin pada kata-kata لا اله (Tidak ada sesembahan yang berhak
disembah) yang berarti meniadakan dan segala macam bentuk peribadatan pada
selain Allah, apapun bentuknya. Para ulama mengistilahkan aspek pertama ini
dengan istilah An Nafyu (النفي). Sedangkan aspek
yang kedua yaitu aspek penetapan, hal ini tercermin pada kata-kata إلا الله (kecuali Allah) yang
berarti menetapkan bahwa seluruh macam bentuk peribadatan hanyalah untuk Allah
semata. Para ulama mengistilahkan aspek pertama ini dengan istilah Al Itsbat (الإثبات).
Kedua aspek ini sangatlah penting untuk dipahami dengan
benar oleh seorang muslim yang ingin merealisasikan dua kalimat syahadat ini.
Karena, jika seorang muslim salah dalam memahaminya, maka ia akan salah pula
dalam merealisasikannya. Contohnya bisa kita lihat pada orang-orang yang
sekarang disebut dengan JIL (Jaringan Islam Liberal), sebagian mereka (baca:
Nurcholis Madjid jazaahullahu bimaa yastahiq) menafsirkan dan memaknai kalimat
Tauhid dengan makna “tidak ada tuhan (dengan t kecil) kecuali Tuhan (dengan T
besar)”. Dengan tafsiran yang salah ini, mereka menyamakan seluruh Tuhan yang
ada yang disembah manusia. Ujung kesimpulan mereka, mereka mengatakan bahwa Tuhan
seluruh agama adalah satu hanya berbeda-beda dalam penyebutannya. Semoga Allah
membinasakan orang-orang seperti ini dan menjauhkan kaum muslimin dari
pemikiran seperti ini.
Kedua aspek ini pulalah yang telah dipahami oleh Nabi
Ibrahim ‘alaihi salam Imam orang-orang yang bertauhid, bapaknya para Nabi dan
Rasul. Allah berfirman ketika menceritakan perkataan Ibrahim ‘alaihi salam,
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاء مِّمَّا تَعْبُدُونَ إِلَّا الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ وَجَعَلَهَا كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي عَقِبِهِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan
kaumnya: “Sesungguhnya aku berlepas diri terhadap apa yang kamu sembah, tetapi
(aku menyembah) Tuhan Yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi
hidayah kepadaku.” Dan lbrahim menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal
pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu.” (QS. Az
Zukhruf: 26-28)
Nabi Ibrahim ‘alaihi salam, menafikan seluruh sesembahan
yang disembah oleh kaumnya dengan mengatakan bahwa beliau berlepas diri dari
hal tersebut. Kemudian beliau menetapkan bahwa peribadatan beliau hanyalah
kepada Tuhan yang telah menciptakan beliau yaitu Allah subhanahu wa ta’ala.
Kemudian beliau menjadikan kalimat لا اله إلا الله
tersebut kekal untuk keturunannya.
Kemudian bagian kedua dari dua kalimat syahadat ini yaitu
persaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Allah subhanahu wa ta’ala telah
menegaskan bahwa telah ada seorang Rasul di antara manusia ini yang Allah utus,
dan dialah Nabi kita, teladan kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah ‘azza wa jalla berfirman,
لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu
sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang
mukmin.” (QS. At Taubah: 128)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang
Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan
mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya
mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al Jumuah: 2)
Makna kalimat kedua ini adalah yang meyakini bahwa Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi wahyu oleh Allah dan meyakini beliau
adalah benar-benar utusan Allah, serta beliau adalah penutup para Nabi (Syarah
Arba’in An Nawawiyah Syaikh Shalih Alu Syaikh: hadits kedua). Oleh karena itu,
barang siapa yang berkeyakinan bahwa beliau tidaklah diberi wahyu oleh Allah
subhanahu wa ta’ala maka persaksiannya tidaklah sah. Hal ini banyak kita
saksikan di zaman sekarang, ada orang-orang yang meragukan agama Islam. Mereka
mengatakan bahwa Al Quran dan Hadits hanyalah konsep yang disusun oleh Muhammad
dan bukan wahyu yang diturunkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala yang kemudian konsep
tersebut dijalankan oleh para sahabatnya, wal’iyadzubillah.
Barang siapa yang meyakini bahwa beliau tidaklah diutus
untuk menyampaikan sesuatu yang telah diperintahkan kepada beliau, maka
persaksiannya tidaklah sah. Demikian juga barang siapa yang menganggap adanya
Rasul dan utusan Allah setelah Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam, maka persaksiannya tersebut tidaklah sah. Sebagaimana diklaim oleh
sebagian orang yang mengatakan bahwa ada di antara kelompoknya yang menjadi
Nabi seperti Mirza Ghulam Ahmad (jazaahullahu bimaa yastahiq) atau Nabi-nabi
kelas lokal seperti Lia Aminuddin (kafaanallahu ‘an syarrihaa) dan lain
sebagainya.
Persaksian bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah memiliki
konsekuensi yaitu taat terhadap perintah beliau, membenarkan berita yang beliau
bawa, dan menjauhi seluruh larangan beliau dan kita beribadah kepada Allah
hanya dengan syariat yang beliau bawa. Syaikh Nu’man bin Abdul Kariim Al Watr
berkata dalam Taisir Wushul, “Taat dengan perintah beliau yaitu menaati Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau memerintahkan kita. Karena taat
pada beliau adalah taat pada Allah dan karena perkataan beliau tidak berasal
dari hawa nafsu dan Rasulullah hanya memerintahkan kita dengan hal-hal yang
bermanfaat bagi dunia dan agama kita.
Membenarkan berita yang beliau bawa
karena beliau adalah orang yang jujur dan dibenarkan dan karena perkataan
beliau tidak berasal dari hawa nafsu dan merupakan konsekuensi beriman bahwa
beliau adalah benar-benar Rasulullah adalah membenarkan perkataan beliau.
Menjauhi seluruh larangan beliau karena perkataan beliau tidak berasal dari
hawa nafsu dan beliau hanya melarang kita dari hal yang tidak bermanfaat bagi
dunia dan agama kita. Beribadah kepada Allah hanya dengan syariat yang beliau
bawa karena orang yang beribadah pada Allah dengan syariat selain beliau maka
dia telah melakukan bid’ah. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
“Barang siapa yang beramal dengan amalan yang tidak ada perintahnya dari kami
maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim)” (Taisir Wushul hal: 73).
-Bersambung insya Allah- : Penjelasan Ringkas Rukun Islam 3
Penulis: Abu Fatah Amrullah (Alumni Ma’had Ilmi)
Murojaah: Ust. Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id
Dari artikel Inilah Pilar Agamamu: Penjelasan Ringkas Rukun
Islam (2) — Muslim.Or.Id by null
Disalin disebarluaskan : Rahmat Mahmud
??ْ?َ?ْ?ُ ?ِ?َّ?ِ ?َ?ِّ
??ْ?َٰ?َ?ِ??
author;
Rachmat Machmud. Flimban
Posting Komentar