BLOG AL ISLAM
Diberdayakan oleh Blogger.
Kontributor
Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha
Arsip Blog
-
►
2011
(33)
- ► Januari 2011 (22)
- ► September 2011 (1)
-
►
2012
(132)
- ► April 2012 (1)
- ► Agustus 2012 (40)
- ► Oktober 2012 (54)
- ► November 2012 (4)
- ► Desember 2012 (3)
-
►
2013
(15)
- ► Maret 2013 (1)
-
►
2015
(53)
- ► Januari 2015 (45)
- ► April 2015 (1)
-
►
2023
(2)
- ► Februari 2023 (1)
- ► Desember 2023 (1)
twitter
Live Traffic
Latest Post
Oktober 22, 2012
Dzikir Setelah Shalat Fardhu
Written By sumatrars on Senin, 22 Oktober 2012 | Oktober 22, 2012
Dzikir Setelah Shalat Fardhu
أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ (۳×) اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ ، وَمِنْكَ السَّلاَمُ ،تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَ لِ وَالإِكْرَامِ
"Aku memohon ampun kepada Allah (3x). Ya Allah, Engkau
pemberi keselamatan, dan dari-Mu keselamatan, Mahasuci Engkau, wahai Rabb
Pemilik keagungan dan kemuliaan." (Dibaca setiap selesai shalat wajib lima
waktu).1
لاَإِلَهَ إِ لاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَديْرٌ، اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَ أَعْطَيْتَ،وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلاَ يَنْفَعُذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ
"Tiada Ilah (yang berhak diibadahi dengan benar)
melainkan hanya Allah Yang Mahaesa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala
kerajaan dan bagi-Nya segala pujian. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Ya
Allah, tidak ada yang mencegah apa yang Engkau beri dan tidak ada yang memberi
apa yang Engkau cegah. Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya
(selain iman dan amal shalih). Hanya dari-Mu kekayaan dan kemuliaan."2
لاَإِلَهَ إِ لاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَديْرٌ. لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِ لاَّ بِا اللَّهِ، لاَإِلَهَ إِ لاَّ اللَّهُ،لَهُ النِّعْمَةُ وَ لَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ، لاَإِلَهَ إِ لاَّ اللَّهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهُ الْكَافِرُونَ
"Tiada Ilah (yang berhak diibadahi dengan benar)
melainkan hanya Allah Yang Mahaesa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya
kerajaan dan pujian. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada daya dan
kekuatan kecuali (dengan pertolongan) Allah. Tiada Ilah (yang berhak diibadahi
dengan benar) melainkan hanya Allah. Kami tidak beribadah kecuali kepada-Nya.
Bagi-Nya nikmat, anugerah dan pujian yang baik. Tiada Ilah (yang berhak diibadahi
dengan benar) melainkan hanya Allah, dengan memurnikan ibadah hanya kepada-Nya,
meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya."3
لاَإِلَهَ إِ لاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَديْرٌ
"Tiada Ilah (yang berhak diibadahi dengan benar)
melainkan hanya Allah Yang Mahaesa, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan,
dan bagi-Nya segala pujian. Dialah yang menghidupkan (orang yang sudah mati
atau memberi ruh janin yang akan dilahirkan) dan yang mematikan. Dialah Yang
Mahakuasa atas segala sesuatu." (Dibaca 10x setiap selesai shalat Maghrib
dan Shubuh).4
اَللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ،وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَدَتِكَ
"Ya Allah, tolonglah aku untuk berdzikir kepada-Mu,
bersyukur kepada-Mu, serta beribadah dengan baik kepada-Mu. "5
سُبْحَا نَ اللَّهِ (۳۳ ×) الْحَمْدُ اللَّهِ(۳۳ ×) اللَّهُ اَكْبَرُ (۳۳ ×) (۳۳
"Mahasuci Allah." (33x) "Segala puji bagi
Allah." (33x) "Allah Mahabesar." (33x)
Kemudian untuk melengkapinya menjadi seratus, membaca:
لاَإِلَهَ إِ لاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَديْرٌ
"Tiada Ilah (yang berhak diibadahi dengan benar)
melainkan hanya Allah Yang Mahaesa, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan,
bagi-Nya segala puji. Dia-lah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu."6
Kemudian membaca surat al-Ikhlash, al-Falaq dan an-Naas
setiap selesai shalat (fardhu).7
Membaca ayat Kursi setiap selesai shalat (fardhu).8
Setelah selesai Shalat Shubuh membaca:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نِافِعًا،وَرِزْقً طَيِّبًا،وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
"Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu ilmu yang
bermanfaat, rizki yang halal dan amal yang diterima."9
Ibnu Majjah 4 Ummat Muslim
--------------------------------------------------------------------------------
1 Muslim no. 591 (135), Ahmad (V/275, 279), Abu Dawud no.
1513, an-Nasa-i III/68, Ibnu Khuzaimah no. 737, ad-Darimi I/311 dan Ibnu Majah
no. 928 dari Sahabat Tsauban رضي الله عنه
Penjelasan: Tidak boleh ditambah-tambah dengan kata: وَ إِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا
بِا السَّلاَمِ وَ أَدْخِلْنَا جَنَّةَ دَارُ السَّلاَم bacaan ini tidak ada
asalnya dari Nabi صلي الله عليه وسلم
(Lihat Misykaatul Mashaabiih 1/303)
2 HR. Al-Bukhari no. 844 dan Muslim no. 593, Abu Dawud no.
1505, Ahmad IV/245, 247, 250, 254, 255, Ibnu Khuzaimah no. 742, ad-Darimi
I/311, dan an-Nasa-i III/59,60
3 HR. Muslim no. 594, Ahmad IV/4, 5, Abu Dawud no. 1506,
1507, an-Nasa-i III/59, Ibnu Khuzaimah no. 740, 741.
4 Nabi صلي الله عليه وسلم
bersabda: "Barangsiapa setelah shalat Maghrib dan Shubuh membaca:
لاَإِلَهَ إِ لاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى
كُلِّ شَيْئٍ قَديْرٌ
Allah akan tulis setiap satu kali 10 kebaikan, dihapus 10
kejelekan, diangkat 10 derajat, Allah lindungi dari setiap kejelekan, dan Allah
lindungi dari godaan syaitan yang terkutuk." (HR. Ahmad IV/227,
at-Tirmidzi no. 3474). At-Tirmidzi berkata: "Hadits ini hasan gharib
shahih." (Lihat Shahiih at Targhiib wat Tarhiib I/322-323 no. 474, 475,
dan no. 477, Zaadul Ma'aad I/300-301, dan Silsilah al-Al-Haadiits ash-Shahiihah
no. 113, 114 dan no. 2563).
5 HR. Abu Dawud no. 1522, an-Nasa-i III/53, Ahmad V/ 245 dan
al-Hakim (1/273 dan III/273) dan dishahihkan-nya, juga disepakati oleh
adz-Dzahabi, yang mana kedudukan hadits itu seperti yang dikatakan oleh keduanya,
bahwa Nabi صلي الله عليه وسلم
pernah memberikan wasiat kepada Mu'adz agar dia mengucapkannya di setiap akhir
shalat.
6 “Barangsiapa membaca kalimat tersebut setiap selesai
shalat, akan diampuni kesalahannya, sekalipun seperti buih di lautan."
(HR. Muslim no. 597, Ahmad II/371, 483, Ibnu Khuzaimah no. 750 dan al-Baihaqi
II/187)
7 HR. Abu Dawud no. 1523, an-Nasa-i III/68, Ibnu Khuzaimah
no. 755 dan Hakim I/253. Lihat pula Shahiih at-Tirmidzi II/8. Ketiga surat
tersebut dinamakan al-Mu'awwidzaat, lihat pula Fat-hul Baari IX/62.
8 "Barangsiapa membacanya setiap selesai shalat, tidak
ada yang menghalanginya masuk Surga selain kematian." HR. An-Nasa-i dalam
'Amalul Yaum wal Lailah no. 100 dan Ibnus Sunni no. 124, dinyatakan shahih oleh
Syaikh al-Albani dalam Shahiihul Jaami' dan Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah
II/697 no. 972.
9 HR. Ibnu Majah no. 925, Shahiih Ibni Majah I/152 no. 753
dan Ibnus Sunni dalam 'Amalul Yaum wal Lailah, dan ahli hadits yang lain. Lihat
kitab Shahiih Ibni Majah I/152 dan Majma'uz Zawaa-id X/111, shahih.
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Oktober 18, 2012
Alloh menceritakan keadaan orang kafir Quraisy yang tidak
menerima dakwah Nabi Muhammad dalam firman-Nya, “Sesungguhnya mereka dahulu
apabila dikatakan kepada mereka: ‘Laa ilaaha Illalloh’ (Tiada Tuhan yang berhak
disembah melainkan Alloh) mereka menyombongkan diri. Dan mereka berkata:
‘Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena
seorang penyair gila?’.” (As Shoffat: 35-36)
Alloh berfirman, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka
dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji
lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Alloh mengetahui orang-orang yang benar (jujur) dan sesungguhnya
Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Al ‘Ankabut: 2-3)
Dikutip / disalin dari Sumber Artikel www.muslim.or.id Penulis: Nurdin Abu Yazid
Aqidah-Syarat Syahadat Laa Ilaaha Illallah
Written By sumatrars on Kamis, 18 Oktober 2012 | Oktober 18, 2012
Syarat Syahadat Laa Ilaaha Illallah
Pelajaran Dasar Agama Islam
Kategori: Aqidah14
Setiap ibadah memiliki rukun dan syarat yang harus dipenuhi
agar ibadah tersebut sah. Seseorang yang hendak sholat tentu akan berwudhu
terlebih dahulu, karena suci adalah syarat sah sholat. Begitu pula ibadah yang
lain seperti haji, puasa dan zakat juga memiliki rukun-rukun dan syarat yang
tidak boleh tidak harus dipenuhi. Segala sesuatu yang harus dipenuhi sebelum
mengerjakan sesuatu yang lain disebut syarat. Lalu bagaimana pula dengan
mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illalloh? Tidak diragukan lagi bahwa syahadat
adalah setinggi-tingginya derajat keimanan dan rukun islam yang paling utama.
Di sana ada syarat-syarat yang harus dipenuhi agar kalimat Laa Ilaaha Illalloh
yang kita ucapkan dianggap sah.
Para ulama menjelaskan bahwa syahadat Laa Ilaaha Illalloh
memiliki delapan syarat:
1. Ilmu
Sebuah pengakuan tidak dianggap kecuali dengan ilmu. Oleh
karena itu, wajib bagi kita untuk mengucapkan kalimat syahadat ini dengan
mengilmui makna dari kalimat tersebut. Alloh berfirman, “Dan sembahan-sembahan
yang mereka sembah selain Alloh tidak dapat memberi syafa’at; akan tetapi
(orang yang dapat memberi syafa’at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid)
dan mereka meyakini(nya).” (Az Zukhruf: 86). Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Barangsiapa mati dalam keadaan mengilmui Laa Ilaaha Illalloh pasti
masuk surga.” (HR. Al Bukhori dan Muslim). Dan makna yang benar dari kalimat
Laa Ilaaha Illalloh yaitu tidak ada sesembahan yang haq melainkan Alloh Ta’ala.
2. Yakin
Yakin adalah tidak ragu-ragu dengan kebenaran maknanya
sehingga tidak mudah terombang-ambing oleh berbagai cobaan. Alloh berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya
(beriman) kepada Alloh dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka
berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Alloh. Mereka
itulah orang-orang yang benar.” (Al Hujurat: 15)
Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
yang engkau jumpai dari balik dinding ini dia bersaksi Laa Ilaaha Illalloh
dengan keyakinan hatinya sampaikanlah kabar gembira untuknya bahwa dia masuk
surga.” (HR. Muslim)
3. Menerima
Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.
Inilah sifat orang kafir, tidak menerima kebenaran kalimat Laa ilaaha Illalloh.
Sungguh hanya Alloh lah yang berhak disembah dan diibadahi.
4. Tunduk
Maksudnya yaitu melaksanakan konsekuensinya lahir dan batin.
Alloh berfirman, “Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Alloh, sedang
dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada
buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Alloh-lah kesudahan segala urusan.”
(Luqman: 22)
Nabi bersabda, “Tidaklah sempurna iman kalian sehingga hawa
nafsunya tunduk mengikuti ajaranku.” (HR. Thabrani)
5. Jujur
Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tak seorang
pun bersaksi Laa Ilaaha Illalloh dan Muhammad hamba Alloh dan rasul-Nya dengan
kejujuran hati kecuali Alloh mengharamkan neraka untuk menyentuhnya.” (HR. Al
Bukhori dan Muslim)
Betapa kejujuran menjadi syarat sahnya syahadat. Lihatlah
bagaimana syahadat orang munafik ditolak oleh Alloh karena tidak jujur.
Sebagaimana firman-Nya, “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka
berkata: ‘Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Alloh.’ Dan
Alloh mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Alloh
mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang
pendusta.” (Al Munafiqun: 1)
6. Ikhlas
Ikhlas hakikatnya mengharapkan balasan dari Alloh saja,
tidak kepada selain-Nya. Alloh berfirman, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali
supaya menyembah Alloh dengan mengikhlaskan keta’atan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Al Bayyinah: 5)
Apa yang dimaksud dengan ikhlas?
Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh Alloh
mengharamkan bagi neraka menyentuh orang yang mengatakan Laa Ilaaha Illalloh
karena semata-mata mencari wajah Alloh.” (HR. Al Bukhori dan Muslim)
7. Cinta
Alloh berfirman, “Dan di antara manusia ada orang-orang yang
menyembah tandingan-tandingan selain Alloh; mereka mencintainya sebagaimana
mereka mencintai Alloh. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada
Alloh. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika
mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Alloh
semuanya dan bahwa Alloh amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (Al
Baqoroh: 165)
Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga hal
barangsiapa memilikinya pasti akan merasakan kelezatan iman: Alloh dan
rasul-Nya lebih dia cintai dibanding selain keduanya, dia mencintai seseorang
karena Alloh, dan dia benci untuk kembali kafir sebagaimana kebenciannya jika
dilempar ke dalam api.” (HR. Al Bukhori dan Muslim)
8. Mengingkari peribadatan kepada Thoghut.
Thoghut adalah segala sesuatu selain Alloh yang ridho
disembah/diibadahi. Alloh berfirman, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
(Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thoghut dan beriman kepada Alloh,
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang
tidak akan putus. Dan Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al Baqoroh:
256)
Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
mengucapkan Laa Ilaaha Illalloh dan mengingkari sesembahan selain Alloh,
haramlah harta dan darahnya sedang perhitungannya adalah terserah kepada Alloh
Azza Wa Jalla.” (HR. Muslim)
Perlu diperhatikan, syarat-syarat ini tidak bermanfaat sama
sekali jika sekedar dihafalkan, tanpa diamalkan. apakah kita sudah mengevaluasi
syahadat kita? Sudahkah terpenuhi delapan syarat ini dalam syahadat Laa Ilaaha
Illalloh yang kita ikrarkan? Belum terlambat. Berbenahlah! Semoga kita bertemu
dengan Alloh sebagai seorang yang bertauhid, bukan sebagai seorang musyrik. Wal
‘iyaadzu billah.
Rahmat Mahmud
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Oktober 18, 2012
Aqidah-Pelajaran Dasar Agama Islam untuk Seluruh Manusia
Pelajaran Dasar Agama Islam Agama Islam untuk Seluruh Manusia
Demi (Allah) Yang jiwa Muhammad di tanganNya, tidaklah
seorangpun di kalangan umat ini, Yahudi atau Nashrani, mendengar tentang aku,
kemudian dia mati, dan tidak beriman kepada apa yang aku diutus dengan-nya,
kecuali dia termasuk para peng-huni neraka. [Hadits Shohih Riwayat Muslim, no:
153, dari Abu Huroiroh]
Kategori: Aqidah3
Nabi Muhammad memiliki banyak keistimewaan. Salah satunya
adalah beliau diutus oleh Allah untuk seluruh manusia dan jin. Adapun seluruh
Nabi sebelum beliau hanyalah diutus untuk umatnya masing-masing.
Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لآ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ يُحْيِ وَيُمِيتُ فَئَامِنُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Katakanlah: “Hai manusia, sesung-guhnya aku adalah utusan
Alloh kepadamu semua, yaitu Alloh yang mempunyai kerajaan langit dan bumi;
tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan yang
mematikan, maka berimanlah kamu kepada Alloh dan RosulNya, Nabi yang ummi yang
beriman kepada Alloh dan kepada kalimat-kalimatNya (kitab-kitabNya) dan
ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk. [QS. Al-A’rof (7): 158]
Perintah Allah dalam ayat ini “Katakanlah: “Hai manusia,
sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua”, ini menunjukkan bahwa
Nabi Muhammad diutus untuk seluruh manusia, sebagaimana firman Allah,
وَمَآ أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ كَآفَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ
Dan Kami tidak mengutusmu, melainkan kepada umat manusia
seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan,
tetapi kebanyakan manusia tiada menge-tahui. [QS. Saba’ (34): 28]
Oleh karena itulah siapa saja yang telah mendengar dakwah
agama Islam, agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad , yang membawa kitab suci
Al-Qur’an, kemudian tidak beriman, tidak percaya dan tidak tunduk, maka dia
adalah orang kafir dan di akhirat menjadi penghuni neraka, kekal selamanya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَن يَكْفُرْ بِهِ مِنَ اْلأَحْزَابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ فَلاَ تَكُ فِي مِرْيَةٍ مِّنْهُ إِنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يُؤْمِنُونَ
Dan barangsiapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan
sekutu-sekutunya yang kafir kepada al-Qur’an, maka nerakalah tempat yang
diancam-kan baginya, karena itu janganlah kamu ragu-ragu terhadap al-Qur’an
itu. Sesungguhnya (al-Qur’an) itu benar-benar dari Robbmu, tetapi kebanyakan
manusia tidak beriman”. [QS. Hud (11): 17]
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ
يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ اْلأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ
وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
NABI-NABI DAHULU KHUSUS UNTUK KAUMNYA
Adapun seluruh Nabi sebelum Nabi Muhammad , maka mereka
semua di utus khusus kepada umatnya masing-masing. Perkara ini merupakan
perkara yang telah pasti di dalam agama Islam, sebagaimana disebutkan di dalam
hadits di bawah ini,
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ وَأُحِلَّتْ لِي الْمَغَانِمُ وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً
Dari Jabir bin Abdulloh, bahwa Nabi Muhammad bersabda: “Aku
diberi (oleh Allah) lima perkara, yang itu semua tidak diberikan kepada
seorang-pun sebelumku.
Aku ditolong (oleh Allah) dengan kegentaran (musuh sebelum
kedata-nganku) sejauh perjalanan sebulan;
Bumi (tanah) dijadikan untukku sebagai masjid (tempat
sholat) dan alat bersuci (untuk tayammum-pen). Maka siapa saja dari umatku yang
(waktu) sholat menemuinya, hendaklah dia sholat.
Ghonimah (harta rampasan perang) dihalalkan untukku, dan itu
tidaklah halal untuk seorangpun sebelumku.
Aku diberi syafa’at (oleh Allah).
Dan Nabi-Nabi dahulu (sebelum-ku) diutus khusus kepada
kaumnya, sedangkan aku diutus kepada manusia semuanya.
[Hadits Shohih Riwayat Bukhori, no: 335]
Di zaman ini banyak orang-orang Kristen menyebarkan agama
mereka ke berbagai pelosok dunia. Mereka menisbatkan agama mereka kepada Nabi
Isa bin Maryam , yang mereka menyebutnya dengan Yesus. Padahal Nabi Isa bin
Maryam hanya diutus kepada Bani Isroil. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَاءِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللهِ إِلَيْكُم مُّصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِن بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ
Dan (ingatlah) ketika Isa putera Maryam berkata: “Hai bani
Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Alloh kepadamu, membenarkan kitab (yang
turun) sebelumku, yaitu Taurot dan memberi khabar gembira dengan (datangnya)
seorang Rosul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)”. Maka
tatkala Rosul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata,
mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata”. [QS. Ash-Shoff (61): 6]
KESAKSIAN AYAT BIBEL
Dan ternyata kita masih menda-patkan di antara ayat-ayat
Bibel (Kitab yang dianggap suci oleh orang-orang Nashoro) menjelaskan dengan
tegas bahwa Nabi Isa (yang mereka sebut Yesus) hanya diutus kepada Bani Isroil
saja. Marilah kita perhatikan ayat-ayat di dalam kitab mereka:
1-Disebutkan di dalam Bibel: “Jawab Yesus: “Aku diutus hanya
kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel”. (Matius 15: 24)
2-Disebutkan di dalam Bibel: “Kedua belas murid itu diutus
oleh Yesus dan Ia berpesan kepada mereka: “Janganlah kamu menyim-pang ke jalan
bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang Samaria, melain-kan pergilah kepada
domba-domba yang hilang dari umat Israel”. (Matius 10: 6)
Walaupun ayat-ayat Bibel di atas begitu jelas menyatakan
bahwa ajaran Kristen hanya untuk Bani Israel, namun pengikut-pengikut Kristen
begitu giat menyebarkan agamanya kepada semua bangsa, termasuk di Indonesia.
Bahkan sampai ke ber-bagai pelosok yang tidak ada orang Bani Israel di sana!
Maka apakah manfaat bangsa selain Bani Israel yang mengikuti agama Kristen,
yang pembawa agama itu telah mene-gaskan bahwa agamanya hanya untuk umat
Israel?!
Atau mungkin mereka berpegang ayat lain pada kitab mereka
yang memerintahkan untuk menyebarkan agama Kristen kepada seluruh bangsa. Ayat
itu berbunyi: “Karena itu pergi-lah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku, dan
baptiskan mereka dalam nama Bapa dan anak dan Roh Kudus”. (Matius 28:19)
Ini berarti ayat ini bertentangan dengan ayat-ayat di
atasnya! Maka manakah yang benar? Yang pasti bahwa tidak ada jaminan kebenaran
terhadap semua isi kitab Bibel, bahkan bukti-bukti menunjukkan banyak ayat yang
dipalsukan. Maha benar Allah Ta’ala yang telah berfirman di dalam kitab suci
Al-Qur’an,
أَفَتَطْمَعُونَ أَن يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلاَمَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِن بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu,
padahal segolongan dari mereka (Ahli Kitab) mendengar firman Allah, lalu mereka
mengubahya setelah mereka memahaminya, sedang mereka menge-tahui? [QS. Al-Baqoroh
(2): 75]
Dan Allah mengancam dengan keras terhadap orang-orang yang
mengada-adakan kedustaan terhadap Allah dengan firmanNya,
فَوَيْلٌ لِّلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِندِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلاً فَوَيْلٌ لَّهُم مِّمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلُُلَّهُم مِّمَّا يَكْسِبُونَ
Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis
Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: “Ini dari Allah”,
(dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit (yakni kesenangan
duniawi-pen) dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka akibat
dari apa yang telah mereka tulis dengan tangan-tangan mereka, dan kecelakaan
besarlah bagi mereka akibat dari apa yang mereka kerjakan. [QS. Al-Baqoroh (2):
79]
Semoga Allah selalu menetapkan kita di atas jalan yang lurus.
-
Dikutip dari Artikel www.muslim.or.id Penulis: Ustadz Muslim Atsari
Dari artikel Agama Islam untuk Seluruh Manusia —
Muslim.Or.Id by null
Disalin oleh Rahmat Mahmud
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Oktober 18, 2012
Aqidah-Islam, Iman dan Ikhsan
Islam, Iman dan Ihsan
Dikutip dari Artikel www.muslim.or.id Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Penulisan ulang sesuwai dengan aslinya Oleh Rahmat Mahmud
Semoga artikel Pelajaran dasar Agama ini bermanfat.
Kategori: Aqidah
Pembaca yang budiman, di kalangan tarekat sufi sangat
terkenal adanya pembagian agama menjadi 3 tingkatan yaitu: Syari’at, Ma’rifat
dan Hakikat. Orang/wali yang sudah mencapai tingkatan ma’rifat sudah tidak lagi
terbebani aturan syari’at; sehingga dia tidak lagi wajib untuk sholat dan bebas
melakukan apapun yang dia inginkan… demikianlah sebagian keanehan yang ada di
seputar pembagian ini. Apakah pembagian semacam ini dikenal di dalam Islam?
Islam Mencakup 3 Tingkatan
Rosululloh shollallahu ‘alaihi wa sallam suatu hari pernah
didatangi malaikat Jibril dalam wujud seorang lelaki yang tidak dikenali
jatidirinya oleh para sahabat yang ada pada saat itu, dia menanyakan kepada
beliau tentang Islam, Iman dan Ihsan. Setelah beliau menjawab berbagai pertanyaan
Jibril dan dia pun telah meninggalkan mereka, maka pada suatu kesempatan
Rosululloh bertanya kepada sahabat Umar bin Khoththob, “Wahai Umar, tahukah
kamu siapakah orang yang bertanya itu ?” Maka Umar menjawab, “Alloh dan
Rosul-Nya lah yang lebih tahu”. Nabi pun bersabda, “Sesungguhnya dia itu adalah
Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.” (HR. Muslim).
Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh mengatakan: Di dalam (penggalan) hadits ini
terdapat dalil bahwasanya Iman, Islam dan Ihsan semuanya diberi nama ad
din/agama (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 23). Jadi agama Islam yang kita anut ini
mencakup 3 tingkatan; Islam, Iman dan Ihsan.
Tingkatan Islam
Di dalam hadits tersebut, ketika Rosululloh ditanya tentang
Islam beliau menjawab, “Islam itu engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan
(yang haq) selain Alloh dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Alloh, engkau
dirikan sholat, tunaikan zakat, berpuasa romadhon dan berhaji ke Baitulloh jika
engkau mampu untuk menempuh perjalanan ke sana”. Syaikh Ibnu Utsaimin
menjelaskan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini ialah bahwa
Islam itu terdiri dari 5 rukun (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 14). Jadi Islam yang
dimaksud disini adalah amalan-amalan lahiriyah yang meliputi syahadat, sholat,
puasa, zakat dan haji.
Tingkatan Iman
Selanjutnya Nabi ditanya mengenai iman. Beliau bersabda,
“Iman itu ialah engkau beriman kepada Alloh, para malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, para Rosul-Nya, hari akhir dan engkau beriman terhadap qodho’
dan qodar; yang baik maupun yang buruk”. Jadi Iman yang dimaksud disini
mencakup perkara-perkara batiniyah yang ada di dalam hati. Syaikh Ibnu
‘Utsaimin mengatakan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini adalah
pembedaan antara islam dan iman, ini terjadi apabila kedua-duanya disebutkan
secara bersama-sama, maka ketika itu islam ditafsirkan dengan amalan-amalan
anggota badan sedangkan iman ditafsirkan dengan amalan-amalan hati, akan tetapi
bila sebutkan secara mutlak salah satunya (islam saja atau iman saja) maka
sudah mencakup yang lainnya. Seperti dalam firman Alloh Ta’ala, “Dan Aku telah
ridho Islam menjadi agama kalian.” (Al Ma’idah : 3) maka kata Islam di sini
sudah mencakup islam dan iman… (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 17).
Tingkatan Ihsan
Nabi juga ditanya oleh Jibril tentang ihsan. Nabi bersabda,
“Yaitu engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya, maka
apabila kamu tidak bisa (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, maka sesungguhnya
Dia melihatmu”. Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: Diantara faedah yang bisa
dipetik dari hadits ini adalah penjelasan tentang ihsan yaitu seorang manusia
menyembah Robbnya dengan ibadah yang dipenuhi rasa harap dan keinginan,
seolah-olah dia melihat-Nya sehingga diapun sangat ingin sampai kepada-Nya, dan
ini adalah derajat ihsan yang paling sempurna. Tapi bila dia tidak bisa
mencapai kondisi semacam ini maka hendaknya dia berada di derajat kedua yaitu:
menyembah kepada Alloh dengan ibadah yang dipenuhi rasa takut dan cemas dari
tertimpa siksa-Nya, oleh karena itulah Nabi bersabda, “Jika kamu tidak bisa melihat-Nya
maka sesungguhnya Dia melihatmu” artinya jika kamu tidak mampu menyembah-Nya
seolah-olah kamu melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (Ta’liq Syarah
Arba’in hlm. 21). Jadi tingkatan ihsan ini mencakup perkara lahir maupun batin.
Bagaimana Mengkompromikan Ketiga Istilah Ini?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan yang maknanya, Bila
dibandingkan dengan iman maka Ihsan itu lebih luas cakupannya bila ditinjau
dari substansinya dan lebih khusus daripada iman bila ditinjau dari orang yang
sampai pada derajat ihsan. Sedangkan iman itu lebih luas daripada islam bila
ditinjau dari substansinya dan lebih khusus daripada islam bila ditinjau dari
orang yang mencapai derajat iman. Maka di dalam sikap ihsan sudah terkumpul di
dalamnya iman dan islam. Sehingga orang yang bersikap ihsan itu lebih istimewa
dibandingkan orang-orang mu’min yang lain, dan orang yang mu’min itu juga lebih
istimewa dibandingkan orang-orang muslim yang lain… (At Tauhid li shoffil awwal
al ‘aali, Syaikh Sholih Fauzan, hlm. 63)
Muslim, Mu’min dan Muhsin
Oleh karena itulah para ulama’ muhaqqiq/peneliti menyatakan
bahwa setiap mu’min pasti muslim, karena orang yang telah merealisasikan iman
sehingga iman itu tertanam kuat di dalam hatinya pasti akan melaksanakan
amal-amal islam/amalan lahir. Dan belum tentu setiap muslim itu pasti mu’min,
karena bisa jadi imannya sangat lemah sehingga hatinya tidak meyakini
keimanannya dengan sempurna walaupun dia melakukan amalan-amalan lahir dengan
anggota badannya, sehingga statusnya hanya muslim saja dan tidak tergolong
mu’min dengan iman yang sempurna. Sebagaimana Alloh Ta’ala telah berfirman,
“Orang-orang Arab Badui itu mengatakan ‘Kami telah beriman’. Katakanlah ‘Kalian
belumlah beriman tapi hendaklah kalian mengatakan: ‘Kami telah berislam’.” (Al
Hujuroot: 14). Dengan demikian jelaslah sudah bahwasanya agama ini memang
memiliki tingkatan-tingkatan, dimana satu tingkatan lebih tinggi daripada yang
lainnya. Tingkatan pertama yaitu islam, kemudian tingkatan yang lebih tinggi
dari itu adalah iman, kemudian yang lebih tinggi dari tingkatan iman adalah
ihsan (At Tauhid li shoffil awwal al ‘aali, Syaikh Sholih Fauzan, hlm. 64)
Kesimpulan
Dari hadits serta penjelasan di atas maka teranglah bagi
kita bahwasanya pembagian agama ini menjadi tingkatan Syari’at, Ma’rifat dan
Hakikat tidaklah dikenal oleh para ulama baik di kalangan sahabat, tabi’in
maupun tabi’ut tabi’in; generasi terbaik ummat ini. Pembagian yang syar’i
adalah sebagaimana disampaikan oleh Nabi yaitu islam, iman dan ihsan dengan
penjelasan sebagaimana di atas. Maka ini menunjukkan pula kepada kita alangkah
berbahayanya pemahaman sufi semacam itu. Lalu bagaimana mungkin mereka bisa
mencapai keridhoan Alloh Ta’ala kalau cara beribadah yang mereka tempuh justeru
menyimpang dari petunjuk Rosululloh ? Alangkah benar Nabi yang telah bersabda,
“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada dasarnya dari kami
maka amalan itu tertolak.” (HR. Muslim). Barangsiapa yang ingin mencapai
derajat muhsin maka dia pun harus muslim dan mu’min. Tidak sebagaimana anggapan
tarekat sufiyah yang membolehkan orang yang telah mencapai Ma’rifat untuk
meninggalkan syari’at. Wallohu a’lam.
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Oktober 17, 2012
Aqidah-Penjelasan Ringkas Rukun Islam 2
Written By sumatrars on Rabu, 17 Oktober 2012 | Oktober 17, 2012
Inilah Pilar Agamamu: Penjelasan Ringkas Rukun Islam (2)
Kategori: Aqidah5
Pilar Islam Pertama: Dua Kalimat Syahadat
Inilah pilar Islam yang pertama dan utama yaitu persaksian
bahwa tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah selain Allah subhanahu wa
ta’ala dan persaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Tanpa adanya pilar
ini, maka tidak ada bangunan Islam dari diri seseorang. Demikian pula jika
pilar ini hancur, maka akan ikut hancur pula bangunan Islam dari diri
seseorang. Oleh karena itu sudah seharusnya seorang muslim memperhatikan dan
senantiasa memelihara hal yang satu ini dalam seluruh waktu dan kehidupannya.
Persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah
selain Allah subhanahu wa ta’ala dan persaksian bahwa Muhammad adalah utusan
Allah tidak cukup hanya sekedar di lisan saja, namun lebih dari itu, seorang
yang bersaksi haruslah mengetahui dan meyakini hal yang dia saksikan serta
mengamalkan konsekuensi kesaksiannya tersebut.
Jika ada seorang saksi yang
berbicara dengan lisannya bahwa dia telah melihat sesuatu namun ternyata hal
tersebut tidaklah benar alias dia hanya berbohong maka saksi seperti ini
disebut saksi palsu. Demikian juga, jika ada orang yang mengucapkan kedua
kalimat syahadat dengan lisannya, namun ternyata hatinya tidak meyakininya,
maka orang ini adalah seorang pendusta. Allah subhanahu wa ta’ala menyebutnya
sebagai orang munafik ketika mereka mengatakan bahwa mereka bersaksi bahwa
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan Allah, namun Allah
mendustakan persaksian palsu mereka yang tidak muncul keyakinan tersebut. Allah
berfirman:
إِذَا جَاءكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka
berkata: “Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah.” Dan
Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.”
(QS. Al Munafiquun: 1)
Kalimat yang pertama dari dua kalimat syahadat ini, yaitu
kalimat Laa Ilaha Illallah bukanlah kalimat yang ringan dan sepele. Ada makna
yang sangat dalam dan konsekuensi yang sangat besar di balik kedua kalimat ini.
Bahkan Allah pun menjadi saksi kalimat Laa Ilaha Illallah ini. Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman,
شَهِدَ اللّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُواْ الْعِلْمِ قَآئِمَاً بِالْقِسْطِ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Allah menyaksikan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia
(yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang
yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia
(yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imran:
18)
Kalimat Laa Ilaha Ilallah, sebagaimana penjelasan para
ulama, memiliki makna:
لَا مَعْبُوْدَ حَقٌ إِلَا اللهُ
“Tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah selain
Allah”
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
“Yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah
(Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah,
itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha
Besar.” (QS. Al Hajj: 62)
Dari makna ini kita mengetahui adanya sesembahan selain
Allah subhanahu wa ta’ala yang disembah oleh manusia seperti kuburan, pohon, para
Nabi, malaikat, orang shalih dan lain sebagainya. Namun sesembahan tersebut
pada hakikatnya tidak berhak sama sekali untuk disembah dan diibadahi karena
yang berhak disembah dan diibadahi hanyalah Allah subhanahu wa ta’ala.
فَمَا أَغْنَتْ عَنْهُمْ آلِهَتُهُمُ الَّتِي يَدْعُونَ مِن دُونِ اللّهِ مِن شَيْءٍ لِّمَّا جَاء أَمْرُ رَبِّكَ وَمَا زَادُوهُمْ غَيْرَ تَتْبِيبٍ
“Karena itu tiadalah bermanfaat sedikit pun kepada mereka
sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah, di waktu azab Tuhanmu datang.
Dan sembahan-sembahan itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali kebinasaan
belaka.” (QS. Huud: 101)
Dalam ayat ini, Allah menyebutkan bahwa orang-orang musyrik
memiliki sesembahan selain Allah. Namun sesembahan itu sama sekali tidak dapat
memberikan manfaat pada mereka ketika datang azab Allah.
Oleh karena itu, sungguh suatu fenomena yang sangat
menyedihkan sekali ketika kita melihat ada seorang muslim yang sudah
mengucapkan kedua kalimat syahadat, namun dia masih melakukan berbagai macam
bentuk peribadatan kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala baik itu kepada
orang shalih, kuburan, jin penunggu dan lain sebagainya. Di antara penyebab
terjadinya hal ini adalah ketidaktahuan terhadap agama Islam yang menimpa
banyak kaum muslimin di zaman ini. Terlebih lagi tidak tahu terhadap tauhid
yang merupakan inti dari agama Islam.
Dalam kalimat لا اله إلا الله
terkandung dua aspek yang sangat penting. Yang pertama yaitu aspek
peniadaan/negasi, hal ini tercermin pada kata-kata لا اله (Tidak ada sesembahan yang berhak
disembah) yang berarti meniadakan dan segala macam bentuk peribadatan pada
selain Allah, apapun bentuknya. Para ulama mengistilahkan aspek pertama ini
dengan istilah An Nafyu (النفي). Sedangkan aspek
yang kedua yaitu aspek penetapan, hal ini tercermin pada kata-kata إلا الله (kecuali Allah) yang
berarti menetapkan bahwa seluruh macam bentuk peribadatan hanyalah untuk Allah
semata. Para ulama mengistilahkan aspek pertama ini dengan istilah Al Itsbat (الإثبات).
Kedua aspek ini sangatlah penting untuk dipahami dengan
benar oleh seorang muslim yang ingin merealisasikan dua kalimat syahadat ini.
Karena, jika seorang muslim salah dalam memahaminya, maka ia akan salah pula
dalam merealisasikannya. Contohnya bisa kita lihat pada orang-orang yang
sekarang disebut dengan JIL (Jaringan Islam Liberal), sebagian mereka (baca:
Nurcholis Madjid jazaahullahu bimaa yastahiq) menafsirkan dan memaknai kalimat
Tauhid dengan makna “tidak ada tuhan (dengan t kecil) kecuali Tuhan (dengan T
besar)”. Dengan tafsiran yang salah ini, mereka menyamakan seluruh Tuhan yang
ada yang disembah manusia. Ujung kesimpulan mereka, mereka mengatakan bahwa Tuhan
seluruh agama adalah satu hanya berbeda-beda dalam penyebutannya. Semoga Allah
membinasakan orang-orang seperti ini dan menjauhkan kaum muslimin dari
pemikiran seperti ini.
Kedua aspek ini pulalah yang telah dipahami oleh Nabi
Ibrahim ‘alaihi salam Imam orang-orang yang bertauhid, bapaknya para Nabi dan
Rasul. Allah berfirman ketika menceritakan perkataan Ibrahim ‘alaihi salam,
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاء مِّمَّا تَعْبُدُونَ إِلَّا الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ وَجَعَلَهَا كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي عَقِبِهِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan
kaumnya: “Sesungguhnya aku berlepas diri terhadap apa yang kamu sembah, tetapi
(aku menyembah) Tuhan Yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi
hidayah kepadaku.” Dan lbrahim menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal
pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu.” (QS. Az
Zukhruf: 26-28)
Nabi Ibrahim ‘alaihi salam, menafikan seluruh sesembahan
yang disembah oleh kaumnya dengan mengatakan bahwa beliau berlepas diri dari
hal tersebut. Kemudian beliau menetapkan bahwa peribadatan beliau hanyalah
kepada Tuhan yang telah menciptakan beliau yaitu Allah subhanahu wa ta’ala.
Kemudian beliau menjadikan kalimat لا اله إلا الله
tersebut kekal untuk keturunannya.
Kemudian bagian kedua dari dua kalimat syahadat ini yaitu
persaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Allah subhanahu wa ta’ala telah
menegaskan bahwa telah ada seorang Rasul di antara manusia ini yang Allah utus,
dan dialah Nabi kita, teladan kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah ‘azza wa jalla berfirman,
لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu
sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang
mukmin.” (QS. At Taubah: 128)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang
Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan
mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya
mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al Jumuah: 2)
Makna kalimat kedua ini adalah yang meyakini bahwa Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi wahyu oleh Allah dan meyakini beliau
adalah benar-benar utusan Allah, serta beliau adalah penutup para Nabi (Syarah
Arba’in An Nawawiyah Syaikh Shalih Alu Syaikh: hadits kedua). Oleh karena itu,
barang siapa yang berkeyakinan bahwa beliau tidaklah diberi wahyu oleh Allah
subhanahu wa ta’ala maka persaksiannya tidaklah sah. Hal ini banyak kita
saksikan di zaman sekarang, ada orang-orang yang meragukan agama Islam. Mereka
mengatakan bahwa Al Quran dan Hadits hanyalah konsep yang disusun oleh Muhammad
dan bukan wahyu yang diturunkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala yang kemudian konsep
tersebut dijalankan oleh para sahabatnya, wal’iyadzubillah.
Barang siapa yang meyakini bahwa beliau tidaklah diutus
untuk menyampaikan sesuatu yang telah diperintahkan kepada beliau, maka
persaksiannya tidaklah sah. Demikian juga barang siapa yang menganggap adanya
Rasul dan utusan Allah setelah Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam, maka persaksiannya tersebut tidaklah sah. Sebagaimana diklaim oleh
sebagian orang yang mengatakan bahwa ada di antara kelompoknya yang menjadi
Nabi seperti Mirza Ghulam Ahmad (jazaahullahu bimaa yastahiq) atau Nabi-nabi
kelas lokal seperti Lia Aminuddin (kafaanallahu ‘an syarrihaa) dan lain
sebagainya.
Persaksian bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah memiliki
konsekuensi yaitu taat terhadap perintah beliau, membenarkan berita yang beliau
bawa, dan menjauhi seluruh larangan beliau dan kita beribadah kepada Allah
hanya dengan syariat yang beliau bawa. Syaikh Nu’man bin Abdul Kariim Al Watr
berkata dalam Taisir Wushul, “Taat dengan perintah beliau yaitu menaati Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau memerintahkan kita. Karena taat
pada beliau adalah taat pada Allah dan karena perkataan beliau tidak berasal
dari hawa nafsu dan Rasulullah hanya memerintahkan kita dengan hal-hal yang
bermanfaat bagi dunia dan agama kita.
Membenarkan berita yang beliau bawa
karena beliau adalah orang yang jujur dan dibenarkan dan karena perkataan
beliau tidak berasal dari hawa nafsu dan merupakan konsekuensi beriman bahwa
beliau adalah benar-benar Rasulullah adalah membenarkan perkataan beliau.
Menjauhi seluruh larangan beliau karena perkataan beliau tidak berasal dari
hawa nafsu dan beliau hanya melarang kita dari hal yang tidak bermanfaat bagi
dunia dan agama kita. Beribadah kepada Allah hanya dengan syariat yang beliau
bawa karena orang yang beribadah pada Allah dengan syariat selain beliau maka
dia telah melakukan bid’ah. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
“Barang siapa yang beramal dengan amalan yang tidak ada perintahnya dari kami
maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim)” (Taisir Wushul hal: 73).
-Bersambung insya Allah- : Penjelasan Ringkas Rukun Islam 3
Penulis: Abu Fatah Amrullah (Alumni Ma’had Ilmi)
Murojaah: Ust. Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id
Dari artikel Inilah Pilar Agamamu: Penjelasan Ringkas Rukun
Islam (2) — Muslim.Or.Id by null
Disalin disebarluaskan : Rahmat Mahmud
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Oktober 17, 2012
Qur'an Keajaiban Ayat Kursi
Keajaiban Ayat Kursi
Nama eBook: Keajaiban Ayat Kursi
Penulis: Syaikh Abdurrozzaq al-Abbad al-Badr خفظه الله
Pengantar:
Alhamdulillah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad صلى الله عليه وسلم, keluarga dan sahabatnya dan yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.
Ayat Kursi sungguh amat besar dan tinggi kemuliaannya. Tidak ada satu ayat pun yang bisa menandinginya, seperti yang disebutkan hadits yang shahih:
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ: يَا أَبَا الْمُنْذِرِ أَتَدْرِي أَيُّ آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ مَعَكَ أَعْظَمُ؟ قَالَ: قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: يَا أَبَا الْمُنْذِرِ أَتَدْرِي أَيُّ آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ مَعَكَ أَعْظَمُ؟ قَالَ: قُلْتُ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ قَالَ: فَضَرَبَ فِي صَدْرِي وَقَالَ: وَاللَّهِ لِيَهْنِكَ الْعِلْمُ أَبَا الْمُنْذِرِ
Dari Ubay bin Ka’ab رضي الله عنه dia berkata, “Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah bertanya, ‘Hai Abu Mundzir (panggilan Ubay bin Ka’ab, Ed.), tahukah kamu ayat al-Qur’an yang menurutmu paling agung?’ Saya (Ubay bin Ka’ab) menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.’ Rasulullah صلى الله عليه وسلم bertanya lagi, ‘Hai Abu Mundzir, tahukah kamu ayat al-Qur’an yang menurutmu paling agung?’ Saya menjawab, ‘Yaitu ayat yang berbunyi: Dialah Allah tiada Tuhan selain Dia, Yang Hidup, Yang Berdiri Sendiri.’ (QS. al-Baqarah [2]: 255).
Kemudian Rasulullah صلى الله عليه وسلم menepuk dada saya sambil berkata, ‘Demi Allah, ilmumu sungguh dalam hai Abu Mundzir.” (HR. Muslim no. 810)
Kemudian Rasulullah صلى الله عليه وسلم menepuk dada saya sambil berkata, ‘Demi Allah, ilmumu sungguh dalam hai Abu Mundzir.” (HR. Muslim no. 810)
Bagimana ayat ini menjadi semulia ayat dalam al-Qur’an?, Bagimana tafsir ayat ini? dan kapan-kapan saja disunnahkan membacanya?, temukan jawabannya dalam eBook ini…
Download: Keajaiban Ayat Kursi dibawah, pilih diantara salah satu atau download keduanya.
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Oktober 16, 2012
Kisah Nabi Zulkifli AS-Nabi yang Tidak Terlena Kemewahan
Written By sumatrars on Selasa, 16 Oktober 2012 | Oktober 16, 2012
Kutipan Kisah Nabi Zulkifli ‘alaihis salam; Nabi yang Tidak Terlena
Kemewahan
Seseorang yang telah ditentukan oleh Allah SWT untuk menjadi nabi dan rasul adalah hamba yang terbaik, sabar dan saleh. Tersebutlah nama Nabi Zulkifli ‘alaihis salam di antaranya. Ayah Nabi Zulkifli bernama Nabi Ayyub ‘alaihis salam. Ibunya bernama Rahmah.
Dengan demikian, Nabi Zulkifli masih terhitung cucu Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Sebetulnya nama asli Nabi Zulkifli ialah Basyar. Namun karena ia selalu mampu memegang amanat dan janji, maka dijuluki Zulkifli. Secara sederhana, Zulkifli berarti orang yang sanggup.
Seseorang yang telah ditentukan oleh Allah SWT untuk menjadi nabi dan rasul adalah hamba yang terbaik, sabar dan saleh. Tersebutlah nama Nabi Zulkifli ‘alaihis salam di antaranya. Ayah Nabi Zulkifli bernama Nabi Ayyub ‘alaihis salam. Ibunya bernama Rahmah.
Dengan demikian, Nabi Zulkifli masih terhitung cucu Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Sebetulnya nama asli Nabi Zulkifli ialah Basyar. Namun karena ia selalu mampu memegang amanat dan janji, maka dijuluki Zulkifli. Secara sederhana, Zulkifli berarti orang yang sanggup.
Sejak kecil hingga dewasa, Nabi Zulkifli belum pernah
berbohong kepada siapapun. Semua janji yang diucapkannya senantiasa ditepati,
sehingga teman-teman dan orang-orang sangat senang kepadanya. Selain itu, ia
cepat dikenal masyarakat lantaran semua tingkah lakunya mencerminkan kebaikan
dan kebenaran.
Sikap dan pendiriannya tidak mudah goyah. Emosinya benar-benar terkontrol secara baik. Saat ditimpa cobaan dan mendapat masalah, ia pun menerimanya secara sabar, tanpa mau mengeluh atau cerita ke orang lain. Ia lebih suka curhat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Sikap dan pendiriannya tidak mudah goyah. Emosinya benar-benar terkontrol secara baik. Saat ditimpa cobaan dan mendapat masalah, ia pun menerimanya secara sabar, tanpa mau mengeluh atau cerita ke orang lain. Ia lebih suka curhat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Nabi Zulkifli dibesarkan di sebuah negara yang dipimpin oleh
seorang raja yang arif dan bijaksana. Raja tidak suka mementingkan dirinya.
Semua pikiran, tenaga dan harta kekayaannya ditumpahkan demi wilayah dan bangsa
yang dicintainya. Wajar bila seluruh rakyatnya hidup makmur dalam suasana
kedamaian. Sayangnya raja itu sudah sangat tua dan tidak memiliki keturunan
sama sekali. Sang raja sangat bingung dan gelisah mengenai penggantinya kelak,
termasuk nasib negara dan warganya.
Nabi Zulkifli Memenangkan Sayembara
Berhari-hari sang raja memikirkan persoalan tersebut. Ia pun
meminta pertimbangan dan berdiskusi dengan para penasehat istana. Akhirnya
ditemukan jalan keluar terbaik, yakni mengadakan sayembara terbuka. Dalam tempo
cepat pengumuman sayembara sudah tersebar ke seluruh daerah kekuasaannya. Di
antara materi sayembara itu ialah untuk memberi kesempatan kepada seluruh
rakyatnya agar bisa memimpin negaranya. Adapun caranya, rakyat diminta hadir di
halaman istana yang luas pada hari dan waktu yang telah ditentukan.
Saat yang ditunggu tiba. Sejak pagi hari rakyat
berbondong-bondong datang memenuhi alun-alun istana untuk mengikuti sayembara.
Nabi Zulkifli ada di antara kerumunan massa. Mereka harap-harap cemas menanti
kemunculan raja di panggung utama. Beberapa dari mereka ada yang percaya diri
dan yakin akan bisa duduk di atas singgasana menggantikan raja. Setelah para
pengawal istana berusaha menenangkan rakyat, raja baru menampakkan diri dengan
baju kebesarannya. Spontan terdengar gemuruh tepuk tangan menandai rasa hormat
dan cintanya terhadap raja.
Raja berdiri di mimbar. Ia memandangi lautan manusia yang
telah menyemut dan menanti pernyataannya. Rakyat terdiam, suasana hening.
“Wahai seluruh rakyat yang aku cintai, seperti diketahui, kini aku sudah lanjut
usia. Aku pun tidak mempunyai keturunan yang bisa meneruskan kejayaan kerajaan
ini. Sementara aku tidak akan lama lagi berada di antara kalian. Sebagaimana
yang berlaku selama ini, titah raja selalu dituruti dan tingkah lakunya diikuti
rakyatnya. Maka dari itu, aku akan mengambil salah satu dari kalian yang
terbaik. Sebagai persyaratan utama, orang yang akan menempati posisiku adalah
orang yang pada siang hari melakukan puasa dan malam hari mengerjakan ibadah.”
Demikian isi pidato raja dengan nada bicara yang tegas dan berwibawa.
Seusai memberikan penjelasan, raja mempersilakan rakyatnya
yang merasa sanggup dengan persyaratannya agar mengangkat tangannya. Namun
setelah ditunggu beberapa lama, tidak ada seorang pun yang berani mengacungkan
jarinya. Bagi mereka, ketentuan itu jelas sangat berat. Tiba-tiba Nabi Zulkifli
mengangkat tangan, melangkah ke hadapan raja, kemudian berkata dengan mantap
tapi tetap rendah hati, “Maaf baginda, kiranya hamba sanggup menjalankan puasa
pada siang hari dan mengerjakan ibadah pada malam hari.”
Semua yang hadir terkejut, tak terkecuali raja. Raja tidak
yakin kepadanya mengingat usia Nabi Zulkifli masih sangat muda. Raja mengamati
Nabi Zulkifli secara detail dari ujung rambut hingga ujung kaki. Nabi Zulkifli
kembali menegaskan, “Wahai paduka, hamba tidak main-main dengan ucapan hamba.
Apa yang paduka minta akan hamba laksanakan.” Raja terdiam sejenak, lantas
memutuskan untuk mengabulkan permohonan Nabi Zulkifli. Selang beberapa menit
acara sayembara usai. Rakyat membubarkan diri, pulang ke rumah masing-masing.
Nabi Zulkifli Tidak Terlena Kemewahan
Malam harinya sang raja bisa tidur tenang. Ia senang sebab
sudah menemukan putra mahkota. Sejak itu Nabi Zulkifli tinggal di dalam istana
menemani kegiatan-kegiatan raja. Namun, kemewahan segala fasilitas istana,
kilauan permata, hamparan permadani, dan empuknya ranjang tidur tidak membuat
Nabi Zulkifli lupa daratan. Ia tetap menjadi diri sendiri, hidup sederhana
seperti dulu. Menjelang detik-detik mangkat, raja berpesan kepada Nabi Zulkifli
agar tetap menjalankan persyaratan sepeninggalnya. Nabi Zulkifli pun bersumpah
akan menjaga amanat tersebut hingga akhir hayatnya.
Kewafatan sang raja menimbulkan duka yang mendalam bagi
rakyatnya, apalagi bagi Nabi Zulkifli. Mereka berduyun-duyun mengantarkan raja
ke peristirahatan terakhirnya. Negeri itu dirundung masa berkabung beberapa
hari. Sesuai kesepakatan, kekosongan kursi raja segera ditempati Nabi Zulkifli
yang merangkap sebagai hakim. Rakyat sangat berharap pemimpin baru mereka lebih
membawa kebaikan, kemakmuran dan kedamaian. Setelah menjadi raja, Nabi Zulkifli
mulai mengatur jadwal berpuasa, beribadah serta melayani rakyatnya sepenuh jiwa
dan raganya.
Nabi Zulkifli bekerja hampir tidak mengenal waktu, pagi,
siang maupun malam. Seluruh kebutuhan dasar rakyatnya dipenuhi. Urusan-urusan
mereka diselesaikannya secara baik dan adil, tanpa menimbulkan gejolak atau
memunculkan konflik baru. Ia tidak mau membeda-bedakan orang yang meminta
uluran tangannya. Semua diperlakukan sama dan dihadapi dengan sabar. Hasilnya,
di bawah kepemimpinannya, rakyat bisa hidup senang, tenteram dan bahagia.
Selain itu yang paling penting, sejak menjadi raja, Nabi Zulkifli makin
bertambah besar ketakwaannya kepada Allah SWT.
Cobaan Bagi Nabi Zulkifli
Satu malam menjelang Nabi Zulkifli beranjak ke tempat tidur,
pintu kamarnya diketuk seorang pembantu istana. Menurut pembantunya, seorang
warga datang untuk meminta bantuan Nabi Zulkifli. Nabi Zulkifli kemudian
menemuinya dengan sikap ramah. Warga itu segera mengadukan persoalannya sembari
menundukkan wajahnya. Ia mengaku baru dirampok di tengah perjalanan. Harta
bendanya ludes dirampas orang lain. Nabi Zulkifli mendengarkan penuturannya
dengan penuh kesabaran.
Setelah menyimak apa yang disampaikan warga itu, Nabi
Zulkifli merasa ada yang ganjil. Sebab, lokasi yang diduga tempat
berlangsungnya peristiwa perampokan sesungguhnya kawasan yang aman. Apalagi, di
wilayah negerinya selama ini tidak pernah ada tindak kejahatan. Nabi Zulkifli
lantas bertanya siapa sebenarnya tamu ini. Warga yang mengaku telah dirampok
itu membuka identitas diri bahwa sesungguhnya ia iblis yang menyerupai manusia.
Tujuan kedatangannya hanya ingin menguji dan membuktikan kesabaran, kebaikan
dan kesalehan Nabi Zulkifli. Tidak sampai lima menit, iblis itu pun cepat-cepat
menghilang dari hadapan Nabi Zulkifli.
Lain waktu Nabi Zulkifli mendapat cobaan. Sekelompok orang
yang durhaka kepada Allah SWT membuat ulah di dalam negerinya. Nabi Zulkifli
memerintahkan pasukan dan rakyatnya supaya memerangi mereka. Namun, mereka
tidak mau mengikuti perintahnya. Alasannya, mereka takut mati akibat peperangan
itu. Mereka malah meminta jaminan kepada Nabi Zulkifli agar tidak tewas meski
ikut berperang. Nabi Zulkifli tidak marah melihat sikap mereka. Ia segera
bermunajat kepada Allah SWT. Akhirnya, dalam peperangan itu mereka memperoleh
kemenangan dan tidak satu pun dari mereka yang gugur.***
Di Salin Ulang : Rachmat Machmud
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
KISAH NABI ADAM ALAIHI SALAM
BUAH TEEN Kisah Nabi Adam: Dari Awal Penciptaan Hingga Turun ke Bumi Kisah Nabi Adam menceritakan terciptanya manusia pertama y...