BLOG AL ISLAM
Diberdayakan oleh Blogger.
Kontributor
Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha
Arsip Blog
-
►
2011
(33)
- ► Januari 2011 (22)
- ► September 2011 (1)
-
►
2012
(132)
- ► April 2012 (1)
- ► Agustus 2012 (40)
- ► Oktober 2012 (54)
- ► November 2012 (4)
- ► Desember 2012 (3)
-
►
2013
(15)
- ► Maret 2013 (1)
-
►
2015
(53)
- ► Januari 2015 (45)
- ► April 2015 (1)
-
►
2023
(2)
- ► Februari 2023 (1)
- ► Desember 2023 (1)
twitter
Live Traffic
Latest Post
Oktober 18, 2012
Aqidah-Islam, Iman dan Ikhsan
Written By sumatrars on Kamis, 18 Oktober 2012 | Oktober 18, 2012
Islam, Iman dan Ihsan
Dikutip dari Artikel www.muslim.or.id Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Penulisan ulang sesuwai dengan aslinya Oleh Rahmat Mahmud
Semoga artikel Pelajaran dasar Agama ini bermanfat.
Kategori: Aqidah
Pembaca yang budiman, di kalangan tarekat sufi sangat
terkenal adanya pembagian agama menjadi 3 tingkatan yaitu: Syari’at, Ma’rifat
dan Hakikat. Orang/wali yang sudah mencapai tingkatan ma’rifat sudah tidak lagi
terbebani aturan syari’at; sehingga dia tidak lagi wajib untuk sholat dan bebas
melakukan apapun yang dia inginkan… demikianlah sebagian keanehan yang ada di
seputar pembagian ini. Apakah pembagian semacam ini dikenal di dalam Islam?
Islam Mencakup 3 Tingkatan
Rosululloh shollallahu ‘alaihi wa sallam suatu hari pernah
didatangi malaikat Jibril dalam wujud seorang lelaki yang tidak dikenali
jatidirinya oleh para sahabat yang ada pada saat itu, dia menanyakan kepada
beliau tentang Islam, Iman dan Ihsan. Setelah beliau menjawab berbagai pertanyaan
Jibril dan dia pun telah meninggalkan mereka, maka pada suatu kesempatan
Rosululloh bertanya kepada sahabat Umar bin Khoththob, “Wahai Umar, tahukah
kamu siapakah orang yang bertanya itu ?” Maka Umar menjawab, “Alloh dan
Rosul-Nya lah yang lebih tahu”. Nabi pun bersabda, “Sesungguhnya dia itu adalah
Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.” (HR. Muslim).
Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh mengatakan: Di dalam (penggalan) hadits ini
terdapat dalil bahwasanya Iman, Islam dan Ihsan semuanya diberi nama ad
din/agama (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 23). Jadi agama Islam yang kita anut ini
mencakup 3 tingkatan; Islam, Iman dan Ihsan.
Tingkatan Islam
Di dalam hadits tersebut, ketika Rosululloh ditanya tentang
Islam beliau menjawab, “Islam itu engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan
(yang haq) selain Alloh dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Alloh, engkau
dirikan sholat, tunaikan zakat, berpuasa romadhon dan berhaji ke Baitulloh jika
engkau mampu untuk menempuh perjalanan ke sana”. Syaikh Ibnu Utsaimin
menjelaskan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini ialah bahwa
Islam itu terdiri dari 5 rukun (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 14). Jadi Islam yang
dimaksud disini adalah amalan-amalan lahiriyah yang meliputi syahadat, sholat,
puasa, zakat dan haji.
Tingkatan Iman
Selanjutnya Nabi ditanya mengenai iman. Beliau bersabda,
“Iman itu ialah engkau beriman kepada Alloh, para malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, para Rosul-Nya, hari akhir dan engkau beriman terhadap qodho’
dan qodar; yang baik maupun yang buruk”. Jadi Iman yang dimaksud disini
mencakup perkara-perkara batiniyah yang ada di dalam hati. Syaikh Ibnu
‘Utsaimin mengatakan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini adalah
pembedaan antara islam dan iman, ini terjadi apabila kedua-duanya disebutkan
secara bersama-sama, maka ketika itu islam ditafsirkan dengan amalan-amalan
anggota badan sedangkan iman ditafsirkan dengan amalan-amalan hati, akan tetapi
bila sebutkan secara mutlak salah satunya (islam saja atau iman saja) maka
sudah mencakup yang lainnya. Seperti dalam firman Alloh Ta’ala, “Dan Aku telah
ridho Islam menjadi agama kalian.” (Al Ma’idah : 3) maka kata Islam di sini
sudah mencakup islam dan iman… (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 17).
Tingkatan Ihsan
Nabi juga ditanya oleh Jibril tentang ihsan. Nabi bersabda,
“Yaitu engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya, maka
apabila kamu tidak bisa (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, maka sesungguhnya
Dia melihatmu”. Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: Diantara faedah yang bisa
dipetik dari hadits ini adalah penjelasan tentang ihsan yaitu seorang manusia
menyembah Robbnya dengan ibadah yang dipenuhi rasa harap dan keinginan,
seolah-olah dia melihat-Nya sehingga diapun sangat ingin sampai kepada-Nya, dan
ini adalah derajat ihsan yang paling sempurna. Tapi bila dia tidak bisa
mencapai kondisi semacam ini maka hendaknya dia berada di derajat kedua yaitu:
menyembah kepada Alloh dengan ibadah yang dipenuhi rasa takut dan cemas dari
tertimpa siksa-Nya, oleh karena itulah Nabi bersabda, “Jika kamu tidak bisa melihat-Nya
maka sesungguhnya Dia melihatmu” artinya jika kamu tidak mampu menyembah-Nya
seolah-olah kamu melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (Ta’liq Syarah
Arba’in hlm. 21). Jadi tingkatan ihsan ini mencakup perkara lahir maupun batin.
Bagaimana Mengkompromikan Ketiga Istilah Ini?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan yang maknanya, Bila
dibandingkan dengan iman maka Ihsan itu lebih luas cakupannya bila ditinjau
dari substansinya dan lebih khusus daripada iman bila ditinjau dari orang yang
sampai pada derajat ihsan. Sedangkan iman itu lebih luas daripada islam bila
ditinjau dari substansinya dan lebih khusus daripada islam bila ditinjau dari
orang yang mencapai derajat iman. Maka di dalam sikap ihsan sudah terkumpul di
dalamnya iman dan islam. Sehingga orang yang bersikap ihsan itu lebih istimewa
dibandingkan orang-orang mu’min yang lain, dan orang yang mu’min itu juga lebih
istimewa dibandingkan orang-orang muslim yang lain… (At Tauhid li shoffil awwal
al ‘aali, Syaikh Sholih Fauzan, hlm. 63)
Muslim, Mu’min dan Muhsin
Oleh karena itulah para ulama’ muhaqqiq/peneliti menyatakan
bahwa setiap mu’min pasti muslim, karena orang yang telah merealisasikan iman
sehingga iman itu tertanam kuat di dalam hatinya pasti akan melaksanakan
amal-amal islam/amalan lahir. Dan belum tentu setiap muslim itu pasti mu’min,
karena bisa jadi imannya sangat lemah sehingga hatinya tidak meyakini
keimanannya dengan sempurna walaupun dia melakukan amalan-amalan lahir dengan
anggota badannya, sehingga statusnya hanya muslim saja dan tidak tergolong
mu’min dengan iman yang sempurna. Sebagaimana Alloh Ta’ala telah berfirman,
“Orang-orang Arab Badui itu mengatakan ‘Kami telah beriman’. Katakanlah ‘Kalian
belumlah beriman tapi hendaklah kalian mengatakan: ‘Kami telah berislam’.” (Al
Hujuroot: 14). Dengan demikian jelaslah sudah bahwasanya agama ini memang
memiliki tingkatan-tingkatan, dimana satu tingkatan lebih tinggi daripada yang
lainnya. Tingkatan pertama yaitu islam, kemudian tingkatan yang lebih tinggi
dari itu adalah iman, kemudian yang lebih tinggi dari tingkatan iman adalah
ihsan (At Tauhid li shoffil awwal al ‘aali, Syaikh Sholih Fauzan, hlm. 64)
Kesimpulan
Dari hadits serta penjelasan di atas maka teranglah bagi
kita bahwasanya pembagian agama ini menjadi tingkatan Syari’at, Ma’rifat dan
Hakikat tidaklah dikenal oleh para ulama baik di kalangan sahabat, tabi’in
maupun tabi’ut tabi’in; generasi terbaik ummat ini. Pembagian yang syar’i
adalah sebagaimana disampaikan oleh Nabi yaitu islam, iman dan ihsan dengan
penjelasan sebagaimana di atas. Maka ini menunjukkan pula kepada kita alangkah
berbahayanya pemahaman sufi semacam itu. Lalu bagaimana mungkin mereka bisa
mencapai keridhoan Alloh Ta’ala kalau cara beribadah yang mereka tempuh justeru
menyimpang dari petunjuk Rosululloh ? Alangkah benar Nabi yang telah bersabda,
“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada dasarnya dari kami
maka amalan itu tertolak.” (HR. Muslim). Barangsiapa yang ingin mencapai
derajat muhsin maka dia pun harus muslim dan mu’min. Tidak sebagaimana anggapan
tarekat sufiyah yang membolehkan orang yang telah mencapai Ma’rifat untuk
meninggalkan syari’at. Wallohu a’lam.
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Oktober 17, 2012
Aqidah-Penjelasan Ringkas Rukun Islam 2
Written By sumatrars on Rabu, 17 Oktober 2012 | Oktober 17, 2012
Inilah Pilar Agamamu: Penjelasan Ringkas Rukun Islam (2)
Kategori: Aqidah5
Pilar Islam Pertama: Dua Kalimat Syahadat
Inilah pilar Islam yang pertama dan utama yaitu persaksian
bahwa tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah selain Allah subhanahu wa
ta’ala dan persaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Tanpa adanya pilar
ini, maka tidak ada bangunan Islam dari diri seseorang. Demikian pula jika
pilar ini hancur, maka akan ikut hancur pula bangunan Islam dari diri
seseorang. Oleh karena itu sudah seharusnya seorang muslim memperhatikan dan
senantiasa memelihara hal yang satu ini dalam seluruh waktu dan kehidupannya.
Persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah
selain Allah subhanahu wa ta’ala dan persaksian bahwa Muhammad adalah utusan
Allah tidak cukup hanya sekedar di lisan saja, namun lebih dari itu, seorang
yang bersaksi haruslah mengetahui dan meyakini hal yang dia saksikan serta
mengamalkan konsekuensi kesaksiannya tersebut.
Jika ada seorang saksi yang
berbicara dengan lisannya bahwa dia telah melihat sesuatu namun ternyata hal
tersebut tidaklah benar alias dia hanya berbohong maka saksi seperti ini
disebut saksi palsu. Demikian juga, jika ada orang yang mengucapkan kedua
kalimat syahadat dengan lisannya, namun ternyata hatinya tidak meyakininya,
maka orang ini adalah seorang pendusta. Allah subhanahu wa ta’ala menyebutnya
sebagai orang munafik ketika mereka mengatakan bahwa mereka bersaksi bahwa
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan Allah, namun Allah
mendustakan persaksian palsu mereka yang tidak muncul keyakinan tersebut. Allah
berfirman:
إِذَا جَاءكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka
berkata: “Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah.” Dan
Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.”
(QS. Al Munafiquun: 1)
Kalimat yang pertama dari dua kalimat syahadat ini, yaitu
kalimat Laa Ilaha Illallah bukanlah kalimat yang ringan dan sepele. Ada makna
yang sangat dalam dan konsekuensi yang sangat besar di balik kedua kalimat ini.
Bahkan Allah pun menjadi saksi kalimat Laa Ilaha Illallah ini. Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman,
شَهِدَ اللّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُواْ الْعِلْمِ قَآئِمَاً بِالْقِسْطِ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Allah menyaksikan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia
(yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang
yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia
(yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imran:
18)
Kalimat Laa Ilaha Ilallah, sebagaimana penjelasan para
ulama, memiliki makna:
لَا مَعْبُوْدَ حَقٌ إِلَا اللهُ
“Tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah selain
Allah”
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
“Yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah
(Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah,
itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha
Besar.” (QS. Al Hajj: 62)
Dari makna ini kita mengetahui adanya sesembahan selain
Allah subhanahu wa ta’ala yang disembah oleh manusia seperti kuburan, pohon, para
Nabi, malaikat, orang shalih dan lain sebagainya. Namun sesembahan tersebut
pada hakikatnya tidak berhak sama sekali untuk disembah dan diibadahi karena
yang berhak disembah dan diibadahi hanyalah Allah subhanahu wa ta’ala.
فَمَا أَغْنَتْ عَنْهُمْ آلِهَتُهُمُ الَّتِي يَدْعُونَ مِن دُونِ اللّهِ مِن شَيْءٍ لِّمَّا جَاء أَمْرُ رَبِّكَ وَمَا زَادُوهُمْ غَيْرَ تَتْبِيبٍ
“Karena itu tiadalah bermanfaat sedikit pun kepada mereka
sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah, di waktu azab Tuhanmu datang.
Dan sembahan-sembahan itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali kebinasaan
belaka.” (QS. Huud: 101)
Dalam ayat ini, Allah menyebutkan bahwa orang-orang musyrik
memiliki sesembahan selain Allah. Namun sesembahan itu sama sekali tidak dapat
memberikan manfaat pada mereka ketika datang azab Allah.
Oleh karena itu, sungguh suatu fenomena yang sangat
menyedihkan sekali ketika kita melihat ada seorang muslim yang sudah
mengucapkan kedua kalimat syahadat, namun dia masih melakukan berbagai macam
bentuk peribadatan kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala baik itu kepada
orang shalih, kuburan, jin penunggu dan lain sebagainya. Di antara penyebab
terjadinya hal ini adalah ketidaktahuan terhadap agama Islam yang menimpa
banyak kaum muslimin di zaman ini. Terlebih lagi tidak tahu terhadap tauhid
yang merupakan inti dari agama Islam.
Dalam kalimat لا اله إلا الله
terkandung dua aspek yang sangat penting. Yang pertama yaitu aspek
peniadaan/negasi, hal ini tercermin pada kata-kata لا اله (Tidak ada sesembahan yang berhak
disembah) yang berarti meniadakan dan segala macam bentuk peribadatan pada
selain Allah, apapun bentuknya. Para ulama mengistilahkan aspek pertama ini
dengan istilah An Nafyu (النفي). Sedangkan aspek
yang kedua yaitu aspek penetapan, hal ini tercermin pada kata-kata إلا الله (kecuali Allah) yang
berarti menetapkan bahwa seluruh macam bentuk peribadatan hanyalah untuk Allah
semata. Para ulama mengistilahkan aspek pertama ini dengan istilah Al Itsbat (الإثبات).
Kedua aspek ini sangatlah penting untuk dipahami dengan
benar oleh seorang muslim yang ingin merealisasikan dua kalimat syahadat ini.
Karena, jika seorang muslim salah dalam memahaminya, maka ia akan salah pula
dalam merealisasikannya. Contohnya bisa kita lihat pada orang-orang yang
sekarang disebut dengan JIL (Jaringan Islam Liberal), sebagian mereka (baca:
Nurcholis Madjid jazaahullahu bimaa yastahiq) menafsirkan dan memaknai kalimat
Tauhid dengan makna “tidak ada tuhan (dengan t kecil) kecuali Tuhan (dengan T
besar)”. Dengan tafsiran yang salah ini, mereka menyamakan seluruh Tuhan yang
ada yang disembah manusia. Ujung kesimpulan mereka, mereka mengatakan bahwa Tuhan
seluruh agama adalah satu hanya berbeda-beda dalam penyebutannya. Semoga Allah
membinasakan orang-orang seperti ini dan menjauhkan kaum muslimin dari
pemikiran seperti ini.
Kedua aspek ini pulalah yang telah dipahami oleh Nabi
Ibrahim ‘alaihi salam Imam orang-orang yang bertauhid, bapaknya para Nabi dan
Rasul. Allah berfirman ketika menceritakan perkataan Ibrahim ‘alaihi salam,
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاء مِّمَّا تَعْبُدُونَ إِلَّا الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ وَجَعَلَهَا كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي عَقِبِهِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan
kaumnya: “Sesungguhnya aku berlepas diri terhadap apa yang kamu sembah, tetapi
(aku menyembah) Tuhan Yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi
hidayah kepadaku.” Dan lbrahim menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal
pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu.” (QS. Az
Zukhruf: 26-28)
Nabi Ibrahim ‘alaihi salam, menafikan seluruh sesembahan
yang disembah oleh kaumnya dengan mengatakan bahwa beliau berlepas diri dari
hal tersebut. Kemudian beliau menetapkan bahwa peribadatan beliau hanyalah
kepada Tuhan yang telah menciptakan beliau yaitu Allah subhanahu wa ta’ala.
Kemudian beliau menjadikan kalimat لا اله إلا الله
tersebut kekal untuk keturunannya.
Kemudian bagian kedua dari dua kalimat syahadat ini yaitu
persaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Allah subhanahu wa ta’ala telah
menegaskan bahwa telah ada seorang Rasul di antara manusia ini yang Allah utus,
dan dialah Nabi kita, teladan kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah ‘azza wa jalla berfirman,
لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu
sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang
mukmin.” (QS. At Taubah: 128)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang
Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan
mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya
mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al Jumuah: 2)
Makna kalimat kedua ini adalah yang meyakini bahwa Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi wahyu oleh Allah dan meyakini beliau
adalah benar-benar utusan Allah, serta beliau adalah penutup para Nabi (Syarah
Arba’in An Nawawiyah Syaikh Shalih Alu Syaikh: hadits kedua). Oleh karena itu,
barang siapa yang berkeyakinan bahwa beliau tidaklah diberi wahyu oleh Allah
subhanahu wa ta’ala maka persaksiannya tidaklah sah. Hal ini banyak kita
saksikan di zaman sekarang, ada orang-orang yang meragukan agama Islam. Mereka
mengatakan bahwa Al Quran dan Hadits hanyalah konsep yang disusun oleh Muhammad
dan bukan wahyu yang diturunkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala yang kemudian konsep
tersebut dijalankan oleh para sahabatnya, wal’iyadzubillah.
Barang siapa yang meyakini bahwa beliau tidaklah diutus
untuk menyampaikan sesuatu yang telah diperintahkan kepada beliau, maka
persaksiannya tidaklah sah. Demikian juga barang siapa yang menganggap adanya
Rasul dan utusan Allah setelah Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam, maka persaksiannya tersebut tidaklah sah. Sebagaimana diklaim oleh
sebagian orang yang mengatakan bahwa ada di antara kelompoknya yang menjadi
Nabi seperti Mirza Ghulam Ahmad (jazaahullahu bimaa yastahiq) atau Nabi-nabi
kelas lokal seperti Lia Aminuddin (kafaanallahu ‘an syarrihaa) dan lain
sebagainya.
Persaksian bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah memiliki
konsekuensi yaitu taat terhadap perintah beliau, membenarkan berita yang beliau
bawa, dan menjauhi seluruh larangan beliau dan kita beribadah kepada Allah
hanya dengan syariat yang beliau bawa. Syaikh Nu’man bin Abdul Kariim Al Watr
berkata dalam Taisir Wushul, “Taat dengan perintah beliau yaitu menaati Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau memerintahkan kita. Karena taat
pada beliau adalah taat pada Allah dan karena perkataan beliau tidak berasal
dari hawa nafsu dan Rasulullah hanya memerintahkan kita dengan hal-hal yang
bermanfaat bagi dunia dan agama kita.
Membenarkan berita yang beliau bawa
karena beliau adalah orang yang jujur dan dibenarkan dan karena perkataan
beliau tidak berasal dari hawa nafsu dan merupakan konsekuensi beriman bahwa
beliau adalah benar-benar Rasulullah adalah membenarkan perkataan beliau.
Menjauhi seluruh larangan beliau karena perkataan beliau tidak berasal dari
hawa nafsu dan beliau hanya melarang kita dari hal yang tidak bermanfaat bagi
dunia dan agama kita. Beribadah kepada Allah hanya dengan syariat yang beliau
bawa karena orang yang beribadah pada Allah dengan syariat selain beliau maka
dia telah melakukan bid’ah. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
“Barang siapa yang beramal dengan amalan yang tidak ada perintahnya dari kami
maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim)” (Taisir Wushul hal: 73).
-Bersambung insya Allah- : Penjelasan Ringkas Rukun Islam 3
Penulis: Abu Fatah Amrullah (Alumni Ma’had Ilmi)
Murojaah: Ust. Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id
Dari artikel Inilah Pilar Agamamu: Penjelasan Ringkas Rukun
Islam (2) — Muslim.Or.Id by null
Disalin disebarluaskan : Rahmat Mahmud
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Oktober 17, 2012
Qur'an Keajaiban Ayat Kursi
Keajaiban Ayat Kursi
Nama eBook: Keajaiban Ayat Kursi
Penulis: Syaikh Abdurrozzaq al-Abbad al-Badr خفظه الله
Pengantar:
Alhamdulillah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad صلى الله عليه وسلم, keluarga dan sahabatnya dan yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.
Ayat Kursi sungguh amat besar dan tinggi kemuliaannya. Tidak ada satu ayat pun yang bisa menandinginya, seperti yang disebutkan hadits yang shahih:
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ: يَا أَبَا الْمُنْذِرِ أَتَدْرِي أَيُّ آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ مَعَكَ أَعْظَمُ؟ قَالَ: قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: يَا أَبَا الْمُنْذِرِ أَتَدْرِي أَيُّ آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ مَعَكَ أَعْظَمُ؟ قَالَ: قُلْتُ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ قَالَ: فَضَرَبَ فِي صَدْرِي وَقَالَ: وَاللَّهِ لِيَهْنِكَ الْعِلْمُ أَبَا الْمُنْذِرِ
Dari Ubay bin Ka’ab رضي الله عنه dia berkata, “Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah bertanya, ‘Hai Abu Mundzir (panggilan Ubay bin Ka’ab, Ed.), tahukah kamu ayat al-Qur’an yang menurutmu paling agung?’ Saya (Ubay bin Ka’ab) menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.’ Rasulullah صلى الله عليه وسلم bertanya lagi, ‘Hai Abu Mundzir, tahukah kamu ayat al-Qur’an yang menurutmu paling agung?’ Saya menjawab, ‘Yaitu ayat yang berbunyi: Dialah Allah tiada Tuhan selain Dia, Yang Hidup, Yang Berdiri Sendiri.’ (QS. al-Baqarah [2]: 255).
Kemudian Rasulullah صلى الله عليه وسلم menepuk dada saya sambil berkata, ‘Demi Allah, ilmumu sungguh dalam hai Abu Mundzir.” (HR. Muslim no. 810)
Kemudian Rasulullah صلى الله عليه وسلم menepuk dada saya sambil berkata, ‘Demi Allah, ilmumu sungguh dalam hai Abu Mundzir.” (HR. Muslim no. 810)
Bagimana ayat ini menjadi semulia ayat dalam al-Qur’an?, Bagimana tafsir ayat ini? dan kapan-kapan saja disunnahkan membacanya?, temukan jawabannya dalam eBook ini…
Download: Keajaiban Ayat Kursi dibawah, pilih diantara salah satu atau download keduanya.
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Oktober 16, 2012
Kisah Nabi Zulkifli AS-Nabi yang Tidak Terlena Kemewahan
Written By sumatrars on Selasa, 16 Oktober 2012 | Oktober 16, 2012
Kutipan Kisah Nabi Zulkifli ‘alaihis salam; Nabi yang Tidak Terlena
Kemewahan
Seseorang yang telah ditentukan oleh Allah SWT untuk menjadi nabi dan rasul adalah hamba yang terbaik, sabar dan saleh. Tersebutlah nama Nabi Zulkifli ‘alaihis salam di antaranya. Ayah Nabi Zulkifli bernama Nabi Ayyub ‘alaihis salam. Ibunya bernama Rahmah.
Dengan demikian, Nabi Zulkifli masih terhitung cucu Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Sebetulnya nama asli Nabi Zulkifli ialah Basyar. Namun karena ia selalu mampu memegang amanat dan janji, maka dijuluki Zulkifli. Secara sederhana, Zulkifli berarti orang yang sanggup.
Seseorang yang telah ditentukan oleh Allah SWT untuk menjadi nabi dan rasul adalah hamba yang terbaik, sabar dan saleh. Tersebutlah nama Nabi Zulkifli ‘alaihis salam di antaranya. Ayah Nabi Zulkifli bernama Nabi Ayyub ‘alaihis salam. Ibunya bernama Rahmah.
Dengan demikian, Nabi Zulkifli masih terhitung cucu Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Sebetulnya nama asli Nabi Zulkifli ialah Basyar. Namun karena ia selalu mampu memegang amanat dan janji, maka dijuluki Zulkifli. Secara sederhana, Zulkifli berarti orang yang sanggup.
Sejak kecil hingga dewasa, Nabi Zulkifli belum pernah
berbohong kepada siapapun. Semua janji yang diucapkannya senantiasa ditepati,
sehingga teman-teman dan orang-orang sangat senang kepadanya. Selain itu, ia
cepat dikenal masyarakat lantaran semua tingkah lakunya mencerminkan kebaikan
dan kebenaran.
Sikap dan pendiriannya tidak mudah goyah. Emosinya benar-benar terkontrol secara baik. Saat ditimpa cobaan dan mendapat masalah, ia pun menerimanya secara sabar, tanpa mau mengeluh atau cerita ke orang lain. Ia lebih suka curhat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Sikap dan pendiriannya tidak mudah goyah. Emosinya benar-benar terkontrol secara baik. Saat ditimpa cobaan dan mendapat masalah, ia pun menerimanya secara sabar, tanpa mau mengeluh atau cerita ke orang lain. Ia lebih suka curhat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Nabi Zulkifli dibesarkan di sebuah negara yang dipimpin oleh
seorang raja yang arif dan bijaksana. Raja tidak suka mementingkan dirinya.
Semua pikiran, tenaga dan harta kekayaannya ditumpahkan demi wilayah dan bangsa
yang dicintainya. Wajar bila seluruh rakyatnya hidup makmur dalam suasana
kedamaian. Sayangnya raja itu sudah sangat tua dan tidak memiliki keturunan
sama sekali. Sang raja sangat bingung dan gelisah mengenai penggantinya kelak,
termasuk nasib negara dan warganya.
Nabi Zulkifli Memenangkan Sayembara
Berhari-hari sang raja memikirkan persoalan tersebut. Ia pun
meminta pertimbangan dan berdiskusi dengan para penasehat istana. Akhirnya
ditemukan jalan keluar terbaik, yakni mengadakan sayembara terbuka. Dalam tempo
cepat pengumuman sayembara sudah tersebar ke seluruh daerah kekuasaannya. Di
antara materi sayembara itu ialah untuk memberi kesempatan kepada seluruh
rakyatnya agar bisa memimpin negaranya. Adapun caranya, rakyat diminta hadir di
halaman istana yang luas pada hari dan waktu yang telah ditentukan.
Saat yang ditunggu tiba. Sejak pagi hari rakyat
berbondong-bondong datang memenuhi alun-alun istana untuk mengikuti sayembara.
Nabi Zulkifli ada di antara kerumunan massa. Mereka harap-harap cemas menanti
kemunculan raja di panggung utama. Beberapa dari mereka ada yang percaya diri
dan yakin akan bisa duduk di atas singgasana menggantikan raja. Setelah para
pengawal istana berusaha menenangkan rakyat, raja baru menampakkan diri dengan
baju kebesarannya. Spontan terdengar gemuruh tepuk tangan menandai rasa hormat
dan cintanya terhadap raja.
Raja berdiri di mimbar. Ia memandangi lautan manusia yang
telah menyemut dan menanti pernyataannya. Rakyat terdiam, suasana hening.
“Wahai seluruh rakyat yang aku cintai, seperti diketahui, kini aku sudah lanjut
usia. Aku pun tidak mempunyai keturunan yang bisa meneruskan kejayaan kerajaan
ini. Sementara aku tidak akan lama lagi berada di antara kalian. Sebagaimana
yang berlaku selama ini, titah raja selalu dituruti dan tingkah lakunya diikuti
rakyatnya. Maka dari itu, aku akan mengambil salah satu dari kalian yang
terbaik. Sebagai persyaratan utama, orang yang akan menempati posisiku adalah
orang yang pada siang hari melakukan puasa dan malam hari mengerjakan ibadah.”
Demikian isi pidato raja dengan nada bicara yang tegas dan berwibawa.
Seusai memberikan penjelasan, raja mempersilakan rakyatnya
yang merasa sanggup dengan persyaratannya agar mengangkat tangannya. Namun
setelah ditunggu beberapa lama, tidak ada seorang pun yang berani mengacungkan
jarinya. Bagi mereka, ketentuan itu jelas sangat berat. Tiba-tiba Nabi Zulkifli
mengangkat tangan, melangkah ke hadapan raja, kemudian berkata dengan mantap
tapi tetap rendah hati, “Maaf baginda, kiranya hamba sanggup menjalankan puasa
pada siang hari dan mengerjakan ibadah pada malam hari.”
Semua yang hadir terkejut, tak terkecuali raja. Raja tidak
yakin kepadanya mengingat usia Nabi Zulkifli masih sangat muda. Raja mengamati
Nabi Zulkifli secara detail dari ujung rambut hingga ujung kaki. Nabi Zulkifli
kembali menegaskan, “Wahai paduka, hamba tidak main-main dengan ucapan hamba.
Apa yang paduka minta akan hamba laksanakan.” Raja terdiam sejenak, lantas
memutuskan untuk mengabulkan permohonan Nabi Zulkifli. Selang beberapa menit
acara sayembara usai. Rakyat membubarkan diri, pulang ke rumah masing-masing.
Nabi Zulkifli Tidak Terlena Kemewahan
Malam harinya sang raja bisa tidur tenang. Ia senang sebab
sudah menemukan putra mahkota. Sejak itu Nabi Zulkifli tinggal di dalam istana
menemani kegiatan-kegiatan raja. Namun, kemewahan segala fasilitas istana,
kilauan permata, hamparan permadani, dan empuknya ranjang tidur tidak membuat
Nabi Zulkifli lupa daratan. Ia tetap menjadi diri sendiri, hidup sederhana
seperti dulu. Menjelang detik-detik mangkat, raja berpesan kepada Nabi Zulkifli
agar tetap menjalankan persyaratan sepeninggalnya. Nabi Zulkifli pun bersumpah
akan menjaga amanat tersebut hingga akhir hayatnya.
Kewafatan sang raja menimbulkan duka yang mendalam bagi
rakyatnya, apalagi bagi Nabi Zulkifli. Mereka berduyun-duyun mengantarkan raja
ke peristirahatan terakhirnya. Negeri itu dirundung masa berkabung beberapa
hari. Sesuai kesepakatan, kekosongan kursi raja segera ditempati Nabi Zulkifli
yang merangkap sebagai hakim. Rakyat sangat berharap pemimpin baru mereka lebih
membawa kebaikan, kemakmuran dan kedamaian. Setelah menjadi raja, Nabi Zulkifli
mulai mengatur jadwal berpuasa, beribadah serta melayani rakyatnya sepenuh jiwa
dan raganya.
Nabi Zulkifli bekerja hampir tidak mengenal waktu, pagi,
siang maupun malam. Seluruh kebutuhan dasar rakyatnya dipenuhi. Urusan-urusan
mereka diselesaikannya secara baik dan adil, tanpa menimbulkan gejolak atau
memunculkan konflik baru. Ia tidak mau membeda-bedakan orang yang meminta
uluran tangannya. Semua diperlakukan sama dan dihadapi dengan sabar. Hasilnya,
di bawah kepemimpinannya, rakyat bisa hidup senang, tenteram dan bahagia.
Selain itu yang paling penting, sejak menjadi raja, Nabi Zulkifli makin
bertambah besar ketakwaannya kepada Allah SWT.
Cobaan Bagi Nabi Zulkifli
Satu malam menjelang Nabi Zulkifli beranjak ke tempat tidur,
pintu kamarnya diketuk seorang pembantu istana. Menurut pembantunya, seorang
warga datang untuk meminta bantuan Nabi Zulkifli. Nabi Zulkifli kemudian
menemuinya dengan sikap ramah. Warga itu segera mengadukan persoalannya sembari
menundukkan wajahnya. Ia mengaku baru dirampok di tengah perjalanan. Harta
bendanya ludes dirampas orang lain. Nabi Zulkifli mendengarkan penuturannya
dengan penuh kesabaran.
Setelah menyimak apa yang disampaikan warga itu, Nabi
Zulkifli merasa ada yang ganjil. Sebab, lokasi yang diduga tempat
berlangsungnya peristiwa perampokan sesungguhnya kawasan yang aman. Apalagi, di
wilayah negerinya selama ini tidak pernah ada tindak kejahatan. Nabi Zulkifli
lantas bertanya siapa sebenarnya tamu ini. Warga yang mengaku telah dirampok
itu membuka identitas diri bahwa sesungguhnya ia iblis yang menyerupai manusia.
Tujuan kedatangannya hanya ingin menguji dan membuktikan kesabaran, kebaikan
dan kesalehan Nabi Zulkifli. Tidak sampai lima menit, iblis itu pun cepat-cepat
menghilang dari hadapan Nabi Zulkifli.
Lain waktu Nabi Zulkifli mendapat cobaan. Sekelompok orang
yang durhaka kepada Allah SWT membuat ulah di dalam negerinya. Nabi Zulkifli
memerintahkan pasukan dan rakyatnya supaya memerangi mereka. Namun, mereka
tidak mau mengikuti perintahnya. Alasannya, mereka takut mati akibat peperangan
itu. Mereka malah meminta jaminan kepada Nabi Zulkifli agar tidak tewas meski
ikut berperang. Nabi Zulkifli tidak marah melihat sikap mereka. Ia segera
bermunajat kepada Allah SWT. Akhirnya, dalam peperangan itu mereka memperoleh
kemenangan dan tidak satu pun dari mereka yang gugur.***
Di Salin Ulang : Rachmat Machmud
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Oktober 15, 2012
Kisah Nabi Isa ‘alaihis salam; Nabi yang Lahir di Bawah Pohon Kurma
Kisah Nabi Isa as-Menghidupkan orang yang Sudah lama Mati
Written By sumatrars on Senin, 15 Oktober 2012 | Oktober 15, 2012
Kisah Nabi Isa ‘alaihis salam; Menghidupkan Orang yang Sudah
Lama Mati
Disalin / Tulis Ulang Rachmat Machmud
Setiap nabi dan rasul dianugerahi mukjizat yang berbeda-beda
oleh Allah SWT. Mukjizat adalah kejadian luar biasa untuk membuktikan kenabian
dan kerasulan seseorang. Mukjizat yang diperlihatkan nabi dan rasul umumnya
disesuaikan dengan kondisi umat pada zamannya. Pada masa Nabi Isa ’alaihis
salam, masyarakat Bani Israil sedang dilanda penyakit materialis. Segala
sesuatunya serba dinilai dengan uang, emas dan harta benda. Urusan dunia selalu
dinomor satukan, sementara menyangkut keimanan, keagamaan dan bekal akhirat
diabaikan.
Nabi Isa mendapat tugas utama untuk mendidik ruhani dan
tauhid kepada umatnya yang senang membantah. Karena itu ia diberi beragam
mukjizat dan keistimewaan oleh Allah SWT untuk menopang perjuangan dakwahnya.
Mukjizat yang paling awal terjadi ketika ia masih bayi, bahkan sesaat setelah
dilahirkan. Waktu itu ia sudah bisa berbicara secara lancar dengan manusia
dewasa. Ia menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan masyarakatnya.
Hal tersebut terkait dengan pelecehan dan fitnah yang
dialamatkan kepada Ibunya, yakni Siti Maryam. Mereka menuduh Ibu Nabi Isa
seorang pelacur dan wanita murahan. Sebab, Ibunya tidak pernah menikah dan
tidak mempunyai suami, tetapi bisa hamil dan melahirkan seorang bayi. Dengan
tegas Nabi Isa menyatakan bahwa Ibunya tidak pernah bersalah. Ibunya termasuk
perempuan baik, saleh, suci, dan berasal dari keturunan terpandang yang
diberkahi Allah SWT.
Membuat Burung dari Tanah
Kaum Nabi Isa yang pandai berdebat sangat mengingkari adanya
ruh dan hari kebangkitan. Oleh karena itu, mereka meminta Nabi Isa untuk
menghidupkan orang yang sudah lama mati. Nabi Isa menyanggupinya untuk
meyakinkan mereka yang terlampau mengagung-agungkan akal pikiran. Mereka
kemudian beramai-ramai menunjukkan sebuah kuburan tua yang tidak jauh dari
tempat tinggalnya.
”Putra Maryam, kalau kamu memang benar utusan Tuhan, coba
hidupkan orang ini! Seperti kami ketahui, tubuh orang ini sudah ditimbun tanah
beberapa tahun lalu. Rambut dan dagingnya kami yakin sudah habis dimakan
cacing. Tulang-tulangnya sudah terlepas dan hancur berantakan,” tantang salah
seorang pemimpin Bani Israil, tangannya mengarah ke kuburan.
”Kamu jangan harap bermimpi di siang bolong, wahai Isa! Jika
kamu bisa, kami baru percaya kepada dirimu dan Tuhanmu,” celetuk yang lainnya
dengan nada sinis sembari berkacak pinggang. Kawan-kawannya memberi dukungan
melalui isyarat bahasa tubuhnya.
”Baiklah, akan saya bangunkan orang ini atas izin Allah
SWT,” jawab Nabi Isa, terlihat tenang.
Nabi Isa langsung bermunajat kepada Allah SWT. Usai berdoa,
Nabi Isa mendekati kuburan, lalu mengarahkan kedua tangannya. Ia
memangil-manggil penghuni kubur. Seketika orang yang sudah mati itu hidup
kembali. Jasad dan anggota tubuhnya tetap utuh dan masih lengkap, sama seperti
dulu ketika ia hidup. Ia bisa berbicara dengan orang-orang yang hadir, terutama
dengan Nabi Isa.
”Apa kalian sudah percaya dengan adanya hari kebangkitan
atau hari akhir?” tanya Nabi Isa.
Orang-orang Bani Israil tidak ada yang berani bersuara.
Mereka serempak bungkam. Mereka masih kaget melihat peristiwa yang baru saja
dilihatnya. Seakan-akan mereka disergap perasaan percaya dan tidak percaya.
”Kami masih belum percaya dengan kenabianmu. Coba tunjukkan
kehebatanmu yang lain!” pinta seseorang lainnya, suaranya setengah berteriak.
”Apa lagi yang ingin kalian minta?” tukas Nabi Isa.
”Perlihatkan kepada kami cara membuat burung hidup dari
tanah liat.”
Nabi Isa kembali berdoa kepada Allah SWT. Selang beberapa
menit, ia mengambil tanah liat yang ada di sekitarnya. Tanah itu dibuat seperti
burung, lalu ditiup dan jadilah burung yang bebas terbang ke sana kemari.
”Ini bukti bahwa ruh itu ada pada setiap makhluk hidup.
Sudahkah ini menunjukkan bahwa Allah SWT Maha Kuasa?” ucap Nabi Isa.
”Kami masih belum percaya kepadamu. Itu semua hanya permainan
sihirmu. Dasar pembohong!” cetus masyarakat, lantas berbarengan meninggalkan
Nabi Isa.
Menurunkan Makanan dari Langit
Pada satu kesempatan Nabi Isa sedang berkumpul bersama para
pengikutnya di tempat ibadah. Mereka meminta Nabi Isa supaya menurunkan makanan
dan minuman dari langit. Secara kebetulan, orang-orang yang tidak percaya
dengan kenabian Isa mengetahui permintaan itu. Rupanya mereka ingin membuktikan
sendiri secara kasat mata kehebatan Nabi Isa. Akhirnya mereka meminta izin ikut
bergabung dengan umat Nabi Isa.
Nabi Isa berdiri, lalu melangkahkan kakinya. Ia meletakkan
tangan kanannya di atas tangan kirinya, kemudian menundukkan kepala untuk
memulai bermunajat.
”Ya Allah Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu
hidangan dari langit.”
Saking khusu’nya berdoa, sampai-sampai ia menangis dan
air matanya memasahi jenggotnya yang panjang. Seketika turunlah makanan besar
dari celah dua awan: satu awan di atasnya, satu awan di bawahnya.
Saat itu
orang-orang melihatnya penuh takjub. Nabi Isa melanjutkan doanya,
“Ya Allah
Tuhan kami, jadikanlah makanan ini sebagai rahmat dan jangan menjadi fitnah
bagi kami.”
Makanan dari langit itu turun di hadapan Nabi Isa. Aroma dan
baunya sangat harum, menggoda lidah siapa saja untuk segera menyantapnya. Nabi Isa
tersungkur dalam keadaan sujud syukur yang diikuti oleh umatnya.
Setelah itu
mereka makan bersama. Bahkan orang-orang yang semula tidak percaya dengan Nabi
Isa langsung meyakini ajaran-ajarannya. Sementara bagi pengikut Nabi Isa,
mukjizat ini semakin mempertebal keimanannya kepada Allah SWT. Dikisahkan,
makanan itu tidak habis-habis, meski dimakan oleh ribuan orang.
Nabi Isa Dituduh Tukang Tipu
Pakaian sehari-hari yang dikenakan Nabi Isa terbuat dari
bahan wol murah. Penampilannya sungguh sederhana, bersahaja, namun tidak
membuatnya minder. Hal ini tidak seperti umumnya warga Yahudi pada masa itu
yang senang bermewah-mewahan. Tetapi jangan dikira, ujung bajunya itu jika
disentuh orang yang sakit, maka orang itu akan sembuh.
Penderita kusta atau
lepra, penyakit belang atau yang mengidap penyakit kronis lainnya, seketika
bisa sembuh bila tersentuh baju Nabi Isa. Bahkan jika Nabi Isa meletakkan
tangannya di atas mata orang yang buta, maka orang itu langsung dapat melihat
keindahan dunia.
Mukjizat lain yang dimiliki Nabi Isa adalah melihat sesuatu
yang gaib. Penglihatannya sanggup menembus benda yang tidak bisa disaksikan
kebanyakan mata orang biasa.
Mata batinnya sangat tajam dan panca inderanya
sungguh peka. Misalnya Nabi Isa mampu melihat makanan, minuman dan
barang-barang yang disimpan di dalam rumah yang pintunya tertutup.
Padahal ia
hanya melihatnya dari luar, tanpa terlebih dahulu masuk atau mendapat bocoran
dari seseorang maupun pengikutnya. Ternyata yang ditebak dan dikatakan Nabi Isa
benar adanya, sesuai dengan isi rumah.
Bagi orang yang tidak senang dengan Nabi Isa, tentu
menganggap Nabi Isa memiliki peliharaan jin atau makhluk gaib sejenisnya yang
bisa diperintah semaunya.
Tetapi Nabi Isa maupun para pengikutnya tidak mau
menanggapi pernyataan atau komentar murahan seperti itu. Nabi Isa tetap sabar.
Ia menyadari, nabi dan rasul sebelum dirinya pun sering mendapat fitnah dan
perlakuan kurang baik. Selain itu, ia tahu, para pejuang pendahulunya kerap
dikatakan tukang sihir, tukang sulap, tukang tipu, atau pembohong kendati oleh
masyarakatnya sendiri.***
Kisah Nabi Isa ‘alaihis salam; Nabi yang Lahir di Bawah Pohon Kurma
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Oktober 15, 2012
Kisah Nabi Isa ‘alaihis salam; Nabi yang Lahir di Bawah Pohon Kurma
Kisah Nabi Isa ‘alaihis salam; Nabi yang Lahir di Bawah
Pohon Kurma
Menulis Kembali : Rachmat Machmud
Seorang nabi sekaligus manusia pertama di dunia, yakni Nabi
Adam ’alaihis salam, muncul ke alam ini tanpa melalui proses kelahiran
sebagaimana lazimnya. Ia tidak memiliki Bapak dan Ibu. Demikian pula keberadaan
istri Nabi Adam, yaitu Siti Hawa, yang diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam.
Allah SWT kembali menunjukkan kekuasaan-Nya melalui lahirnya Nabi Isa ’alaihis
salam. Nabi Isa tidak mempunyai Ayah. Ia hanya memiliki Ibu bernama Siti
Maryam.
Pada zamannya, Siti Maryam dikenal sebagai seorang gadis suci
yang pandai menjaga diri. Sehari-hari waktunya hanya dihabiskan sendirian di
dalam kamar untuk beribadah kepada Allah SWT. Ia tidak pernah keluar rumah,
apalagi berbicara dengan laki-laki. Tidak ada satu pria pun yang berani
menyentuh kulit tubuhnya. Ia juga berasal dari keturunan dan keluarga
terpandang. Ibunya bernama Hannah, istri Imran. Sewaktu kecil, Siti Maryam
diasuh oleh keluarga Nabi Zakaria ’alaihis salam.
Satu saat, ketika Siti Maryam sedang khusu’ berzikir,
Malaikat Jibril mendatanginya. Siti Maryam terkejut. Malaikat Jibril
menjelaskan bahwa kehadirannya membawa kabar gembira. Menurut Malaikat Jibril,
tidak lama lagi Siti Maryam akan memperoleh seorang bayi lelaki istimewa
bernama Isa Al-Masih. Dinamakan Al-Masih karena Nabi Isa mengusap bumi dan
membersihkan serta usahanya untuk menyelamatkan agama dari berbagai fitnah pada
zamannya. Siti Maryam justru semakin takut. Tubuhnya bertambah gemetar. Ia
terus berdoa, meminta perlindungan kepada Allah SWT. Malaikat Jibril kemudian
meniupkan roh ke dalam perut Siti Maryam, lalu menghilang, dan berganti menjadi
cahaya yang terang benderang.
Siti Maryam termenung diliputi kesedihan. Ia berkata dalam
hati, mana mungkin dirinya bisa hamil, padahal belum menikah dan tidak
mempunyai suami. Hari demi hari, perutnya bertambah buncit. Rupanya ia
benar-benar hamil. Anehnya, ia tidak merasa sakit atau ngidam, layaknya wanita
hamil. Siti Maryam bingung, bagaimana menjelaskan semua ini kepada keluarga
maupun masyarakatnya. Pasti tidak akan ada orang yang mempercayai, pikirnya.
Bayi yang Bisa Berbicara
Detik-detik kelahiran Siti Maryam sebentar lagi. Ia mendapat
petunjuk dari Allah SWT supaya meninggalkan rumah dan kampungnya. Siti Maryam
berjalan melewati banyak orang. Tak pelak gemparlah seluruh warga. Mereka terkejut
melihat Siti Maryam sudah berbadan dua. Cemoohan dan caci maki sontak keluar
dari mulut mereka. Mereka menuduh Siti Maryam telah berbuat zina. Mereka
menyebut Siti Maryam perempuan tak berguna alias pelacur. Siti Maryam tidak
menanggapi, meski telinganya panas dan hatinya perih. Kedua kakinya terus
melangkah mantap, tanpa tujuan pasti.
Tibalah Siti Maryam di suatu tempat yang jauh dari
kampungnya dan tanahnya belum pernah diinjak siapapun. Di situ banyak tumbuh
pohon kurma. Ia memilih duduk bersandar, beristirahat di bawah pohon kurma yang
besar dan tinggi. Tiba-tiba ia merasakan sakit pada perutnya. Akhirnya, ia
melahirkan seorang bayi lelaki berwajah tampan, berkulit lembut dan putih.
Seluruh proses kelahirannya tidak dibantu oleh dukun bayi, bidan maupun dokter.
Selain itu, tidak ada orang yang melihat dan mengetahuinya. Tercatat dalam
sejarah, Nabi Isa ’alaihis salam dilahirkan pada tahun 622 sebelum hijriah atau
sebeluh masehi.
Belum hilang rasa letihnya setelah melahirkan, Siti Maryam
putus asa ingin mengakhiri hidup. Ia merasa malu karena harus menanggung beban
berat sepanjang hidupnya. Namun, anak yang baru dilahirkan itu spontan berkata,
”Ibu jangan bersedih hati. Semua ini karunia dari Allah SWT. Ibu, tolong
gerakkan pohon kurma itu. Nanti makanan, minuman dan buah yang matang akan
mendekati kita, kemudian makanlah. Niscaya hati Ibu menjadi tenang.” Siti
Maryam seketika tersadar, kemudian memuji kebesaran Allah SWT.
Zaman Pembunuhan Bayi Lelaki
Beberapa waktu setelah tinggal di tempat peristirahatan,
Siti Maryam berencana pulang ke rumahnya. Ia menggendong anaknya penuh cinta
dan kasih sayang. Memasuki gerbang perkampungannya pada sore hari, orang-orang
yang sedang berkumpul langsung menghampirinya. Mereka mengerubungi Siti Maryam
sekalian menanyakan identitas bocah itu. Tetapi Siti Maryam tidak menjawabnya,
sebab sudah niat berpuasa tidak mau bicara kepada siapapun. Mereka malah
menyindir, meledek dan memfitnah Siti Maryam. Bahkan ada sebagian orang yang
ingin mengusir Siti Maryam.
Siti Maryam hanya memberi isyarat supaya orang-orang
bertanya kepada bayi yang berada dalam dekapannya. Seketika bayi itu menjawab,
”Aku Isa Al-Masih, hamba Allah SWT yang akan diberi Kitab Injil. Suatu hari aku
akan dijadikan nabi dan utusan-Nya untuk mengembalikan kalian ke jalan Allah
SWT, memerintahkan shalat dan menunaikan zakat. Aku juga akan berbakti kepada
Ibuku.” Orang-orang yang mendengar pernyataannya spontan tampak pucat wajahnya.
Mereka tidak menyangka bayi yang baru lahir beberapa hari bisa berbicara secara
lancar.
Kabar adanya bayi ajaib milik Siti Maryam segera menyebar ke
penjuru negeri, termasuk sampai ke telinga para pendeta dan pembesar Yahudi.
Kehidupan dan perilaku masyarakat yang selama ini sudah melenceng dari ajaran
Nabi Musa ’alaihis salam dan Nabi Daud ’alaihis salam bakal segera diluruskan.
Oleh karena itu, para pendeta dan pembesar Yahudi memerintahkan pengawalnya
untuk menangkap Siti Maryam beserta bayinya. Selain itu, mereka mencari
perempuan yang akan melahirkan dan membunuh setiap bayi laki-laki yang baru
dilahirkan.
Siti Maryam sudah diberitahu oleh seseorang terkait
informasi penting tersebut. Malam harinya, Siti Maryam menggendong Nabi Isa
keluar dari Palestina menuju ke Mesir. Ia sangat khawatir para pengawal akan
menemukan jejak, kemudian menghunuskan pedang ke tubuhnya dari arah belakang.
Namun Allah SWT sudah berjanji untuk menjaganya. Setelah menempuh perjalanan
yang melelahkan, selamatlah keduanya tiba di Mesir, negeri yang dipenuhi
kebaikan dan kemuliaan. Nabi Isa tumbuh dan menjalani masa kecilnya dengan
bahagia. Ia menuntut ilmu, menghadiri pertemuan serta berdiskusi dengan ulama.
Skenario Untuk Nabi Isa
Suatu hari seseorang menemui Siti Maryam. Dia memberitahu Siti
Maryam agar kembali ke Palestina, sebab pendeta dan pembesar Yahudi yang ingin
membunuhnya sudah mati. Dalam tempo singkat, Siti Maryam dan Nabi Isa yang
menjadi dewasa sudah berada di tanah kelahirannya. Nabi Isa mulai berdakwah.
Mula-mula kepada orang-orang yang dikenalnya. Ia menyerukan mereka kembali
beribadah dan mengesakan Allah SWT. Mereka dianjurkan untuk meninggalkan memuja
patung serta tidak mendewa-dewakan uang dan emas.
Selain itu, pada hari Sabtu Nabi Isa keluar rumah untuk
memetik buah-buahan, kemudian memberikannya kepada orang yang kelaparan dan
kaum fakir. Pada hari Sabtu, Nabi Isa juga menyalakan api untuk wanita-wanita
tua, sehingga mereka tidak mati kedinginan. Padahal menurut keyakinan kaum
Yahudi saat itu, hari Sabtu adalah hari suci. Maksudnya, mereka tidak boleh
melakukan kegiatan apapun kecuali menyembah berhala. Di tempat peribadatan yang
dipenuhi domba dan burung merpati itu, warga Yahudi seperti sedang meminta
pengampunan dosa kepada para pendeta.
Nabi Isa sangat sedih melihat kenyataan tersebut. Sebab,
banyak rakyat miskin yang tidak mampu untuk membayar pendeta agar mengampuni
dosa dan kesalahannya. Nabi Isa yang terbiasa hidup sederhana terus mensyiarkan
ajarannya. Sedikit demi sedikit para pengikutnya kian bertambah. Pada pendeta
yang mulai berkurang wibawa maupun jumlah umatnya merasa kesal, sebab
pendapatan mereka ikut menurun. Mereka menuduh Nabi Isa sebagai penyebab semua
itu. Mereka merancang skenario khusus untuk menyingkirkan, mengusir, bahkan
jika perlu membunuh Nabi Isa.
Seorang pengikut Nabi Isa yang mengetahui rencana itu
menginformasikan kepada Nabi Isa. Nabi Isa beserta beberapa pengikutnya
kemudian bersembunyi di suatu tempat. Namun, seorang sahabat dekat Nabi Isa
membocorkan tempat persembunyian Nabi Isa kepada para pendeta. Akhirnya para
pendeta dan pendukungnya berhasil menangkap sahabat dekat Nabi Isa yang
wajahnya sangat mirip dengan Nabi Isa. Orang itu kemudian dibunuh dengan cara
disalib ditiang kayu. Padahal, Nabi Isa yang asli dan belum menikah itu telah
diselamatkan oleh Allah SWT ke langit.
Sementara pengikut Nabi Isa lainnya yang selamat dari
pengejaran, terus berdakwah menyebarkan ajaran Nabi Isa secara
sembunyi-sembunyi. Sebelum diangkat ke langit, Nabi Isa menyampaikan kabar
kepada para pengikutnya bahwa akan datang seorang nabi dan rasul bernama Ahmad.
Nabi dan rasul yang dimaksud Nabi Isa ialah penutup dari seluruh nabi dan
rasul, yakni Nabi Muhammad SAW. Ahmad sesungguhnya nama lain dari Nabi Muhammad
SAW, yang ajarannya akan melengkapi seluruh ajaran nabi dan rasul
sebelumnya.***
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Oktober 15, 2012
Kisah Putra dan Putri Nabi Muhammad SAW
Kisah Putra dan Putri Nabi Muhammad SAW
Tulis /Salin Ulang : Rachmat
Machmud
Sepanjang hidup, Nabi Muhammad SAW diketahui memiliki
beberapa istri. Istri pertamanya bernama Siti Khadijah binti Khuwailid, saudagar
kaya berusia 40 tahun yang dinikahi sebelum beliau diangkat menjadi nabi dan
rasul. Ketika itu usia beliau 25 tahun. Beliau tidak menikah lagi dengan
perempuan manapun sewaktu Khadijah masih hidup. Beberapa lama setelah Khadijah
wafat, beliau baru menikahi Saudah binti Zam’ah. Saat itu usia beliau sekitar 50
tahun. Beliau kemudian menikahi Siti Aisyah binti Abu Bakar Shiddiq, gadis
berusia 9 tahun.
Selanjutnya Nabi Muhammad SAW menikahi Hafsah binti Umar
bin Khattab, Ummu Habibab binti Abi Sufyan, Hindun binti Abi Umaiyah, dan Zainab
binti Jahsyin. Zainab binti Jahsyin adalah istri pertama beliau yang meninggal
dunia setelah beliau wafat. Beliau juga menikahi Juwairiyah binti Haris dan
Shafiyyah binti Hayy. Adapun perempuan yang terakhir dinikahi beliau bernama
Maimunah binti Haris. Kesemua istri beliau lazim dijuluki ummul mukminin, yakni
ibu-ibu orang yang beriman.
Dari pernikahannya dengan Siti Khadijah, Nabi Muhammad SAW
dikaruniai enam putra dan putri, yakni Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Umi
Kalsum, dan Fatimah. Anak pertama beliau bernama Qasim, yang dilahirkan sebelum
Muhammad SAW menjadi nabi. Atas dasar nama anak pertamanya itu, Nabi Muhammad
SAW kemudian digelari Abu Qasim atau Bapaknya Qasim. Namun, tidak banyak cerita
tentang kehidupan Qasim, sebab ia meninggal dunia pada usia 2 tahun. Selain itu,
putra beliau yang wafat ketika masih kecil adalah Abdullah. Abdullah dilahirkan
dan meninggal dunia di Mekkah. Abdullah juga diberi nama Thayyib dan Thahir
lantaran lahir setelah beliau jadi nabi.
Siti Khadijah melahirkan Zainab, anak ketiganya, ketika
usia Nabi Muhammad SAW 30 tahun. Ruqayyah lahir sewaktu Nabi Muhammad SAW
berumur 33 tahun, kemudian lahirlah Umi Kalsum. Adapun Fatimah dilahirkan di
Mekkah pada 20 Jumadil Akhir, tahun kelima dari kerasulan Ayahnya. Dari seluruh
ummul mukminin, hanya Siti Khadjiah yang memberikan keturunan. Uniknya, putra
dan putri beliau meninggal dunia sebelum beliau wafat, kecuali Fatimah. Nabi
Muhammad SAW dan Siti Khadijah sangat sayang terhadap anak-anaknya.
Zainab
Mendapat Kado Spesial
Zainab, putri pertama Nabi Muhammad SAW, dipinang saat
usianya menginjak remaja. Zainab menikah dengan Abil ‘Ash bin Rabi’. Nabi
Muhammad SAW dan Siti Khadijah datang untuk memberikan doa. Siti Khadijah juga
melepaskan kalung batu onyx Zafar yang dipakainya, kemudian menggantungkannya ke
leher Zainab sebagai kado pengantin paling spesial. Tak sembarang orang bisa
memiliki benda yang sangat berkilau dan berharga pada zamannya itu, kecuali
orang yang kaya raya. Usai menikah, Zainab diboyong ke rumah keluarga Abil ‘Ash.
Zainab meyakini ketika suatu hari mendengar berita bahwa
Ayahnya telah menerima wahyu dari Allah SWT untuk hijrah dari Mekkah ke Madinah.
Padahal, sang suami tidak mempercayainya. Suami Zainab termasuk dalam barisan
orang-orang yang memusuhi Nabi Muhammad SAW. Zainab kemudian memutuskan masuk
Islam dan menceraikan Abil ‘Ash. Zainab hijrah bersama Ayah dan kaum muslimin.
Kepergian Zainab tidak membuat Abil ‘Ash sedih. Abil ‘Ash bersama kawan-kawannya
tetap saja memusuhi dan memerangi Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya.
Satu waktu Abil ‘Ash tertangkap oleh pasukan kaum muslimin.
Mendengar kabar itu, Zainab segera meminta bantuan kepada Ayahnya untuk
melepaskan Abil ‘Ash. Nabi Muhammad SAW menemui pimpinan kaum muslimin. Tidak
berapa lama Abil ‘Ash dilepaskan dan dipertemukan dengan Zainab. Abil ‘Ash ingin
tinggal satu atap lagi dengan Zainab. Tetapi Zainab tidak mau sebelum Abil ‘Ash
memeluk Islam. Akhirnya Abil ‘Ash masuk Islam dan Nabi Muhammad SAW
mengembalikan Zainab kepadanya setelah melalui akad nikah baru.
Zainab meninggal dunia pada tahun 8 Hijriah di samping
suaminya. Ummu Aiman, Ummu Athiyah, Ummu Salamah, dan Saudah binti Zam’ah
termasuk orang-orang yang akan memandikan jenazahnya. Kepada mereka, Nabi
Muhammad SAW berpesan, “Basuhlah dia (Zainab) dalam jumlah yang ganjil, 3 atau 5
kali atau lebih jika kalian merasa lebih baik begitu. Mulailah dari sisi kanan
dan anggota-anggota wudhu. Mandikan dia dengan air dan bunga. Bubuhi sedikit
kapur barus pada air siraman yang terakhir. Jika kalian sudah selesai,
beritahukanlah kepadaku.” Setelah dimandikan, Rasulullah SAW memberikan
selimutnya untuk mengkafani jenazah Zainab.
Anugerah Untuk Utsman bin
Affan
Ruqayyah lahir sesudah kakaknya, Zainab. Ia dipinang oleh
‘Utbah bin Abu Lahab. Abu Lahab terkenal sebagai tokoh yang sangat membenci Nabi
Muhammad SAW. Tak lama setelah pernikahan itu, Rasulullah SAW menerima wahyu.
Melihat sikap Abu Lahab yang terus memusuhi Islam, pernikahan mereka disudahi.
Ruqayyah kemudian menikah lagi dengan Utsman bin Affan. Selang beberapa waktu
setelah menikah, keduanya bersama rombongan hijrah ke Habasyah (Ethiopia) demi
menghindari fitnah dan menyelamatkan agamanya.
Utsman bin Affan beserta rombongan kembali lagi ke Mekkah.
Kedatangan Ruqayyah disambut kesedihan, sebab Ibunya telah wafat. Berikutnya
Ruqayyah dan suaminya bersama kaum muslimin pindah dari Mekkah ke Madinah.
Selama hijrah, Ruqayyah tidak menemukan kesulitan-kesulitan. Ia selalu setia
mendampingi dan mendukung perjuangan suaminya. Setelah tinggal di Madinah,
Ruqayyah terserang penyakit demam hingga akhirnya meninggal dunia. Nabi Muhammad
SAW tidak mengetahui menjelang meninggalnya, sebab beliau sedang terlibat dalam
Perang Badar.
Sepeninggal Ruqayyah, Utsman bin Affan dinikahkan oleh Nabi
Muhammad SAW dengan Umi Kalsum, adik Ruqayyah, pada tahun 3 Hijriyyah. Padahal,
saat itu Utsman bin Affan tengah mengalami masa berkabung yang panjang.
Kepergian istri yang amat dicintainya menyisakan duka dan kesedihan. Sebelumnya,
Umi Kalsum pernah menikah dengan ‘Utaibah bin Abu Lahab. Namun, karena ‘Utaibah
menolak masuk Islam dan lebih senang memilih memerangi Islam, keduanya pun
bercerai.
Utsman bin Affan bisa tersenyum kembali berkat kehadiran
Umi Kalsum. Bagi Utsman, hidup bersama Umi Kalsum sama membahagiakannya ketika
ia menjadi suami Ruqayyah. Sayangnya usia perkawinan keduanya tidak langgeng.
Enam tahun kemudian, Umi Kulsum pulang kerahmatullah. Kepergian Umi Kulsum
kembali menorehkan kesedihan di hati Utsman. Bahkan, kesedihannya dirasakan Nabi
Muhammad SAW yang duduk di atas kuburnya sambil menangis berlinang air mata.
Utsman bin Affan digelari zun nurain, artinya yang mempunyai dua cahaya. Sebab,
ia telah menikahi dua putri Nabi Muhammad SAW.
Fatimah Penerus Keturunan
Nabi Muhammad SAW
Fatimah adalah putri bungsu kesayangan Nabi Muhammad SAW.
Diberi nama Fatimah karena Allah SWT sudah menjamin menjauhkannya dari api
neraka pada hari kiamat nanti. Ia besar dalam suasana keprihatinan dan kesusahan.
Ibundanya wafat ketika usianya terlalu muda dan masih memerlukan kasih sayang
seorang Ibu. Sejak itu, ia yang dikenal pintar dan cerdas mengambil alih tugas
mengurus rumah tangga seperti memasak, mencuci dan mempersiapkan keperluan
Ayahanya. Dibalik kesibukan sehari-hari, ternyata ia wanita yang ahli ibadah.
Siang hari ia selalu berpuasa dan membaca Al-Quran, sementara malamnya tak
ketinggalan shalat tahajjud dan berzikir.
Pada usia 18 tahun, Fatimah dinikahkan dengan pemuda yang
sangat miskin hidupnya. Untuk membayar maskawin atau mahar saja, pemuda bernama
Ali bin Abi Thalib itu tidak mampu, sehingga harus dibantu oleh Nabi Muhammad
SAW. Prosesi pernikahannya berjalan dalam suasana yang amat sederhana.
Usai
menikah, Fatimah sering ditinggalkan oleh suaminya yang pergi berperang hingga
berbulan-bulan. Namun Fatimah tetap ridho. Ia tipe wanita salehah dan mandiri
yang selalu bekerja, mengambil air, memasak serta merawat anak-anaknya, tanpa
mau berkeluh kesah karena kemiskinannya. Ia pandai menjaga harga diri dan wibawa
suami dan keluarganya. Selain itu, ia menghabiskan waktunya untuk beribadah
kepada Allah SWT.
Sebagai bukti sayangnya terhadap Fatimah, Nabi Muhammad SAW
menyatakan, “Fatimah adalah bagian dariku. Siapa yang menyakitinya berarti
menyakitiku. Siapa yang membuatnya gembira, maka ia telah membahagiakanku.”
Fatimah dikenal paling dekat dan paling lama hidupnya bersama Nabi Muhammad SAW.
Ia juga meriwayatkan banyak hadis dari Ayahnya. Fatimah meninggal dunia 6 bulan
setelah Nabi Muhammad SAW wafat, tepatnya hari Selasa bulan Ramadhan tahun 11
Hijriyah dalam usia 28 tahun. Fatimah dimakamkan di pekuburan Baqi’, Madinah.
Dari pernikahannya dengan Ali bin Abi Thalib, Fatimah
dikaruniai 6 anak, yaitu Hasan, Husein, Muhsin, Zaenab, Umi Kalsum, dan Ruqayyah.
Namun, Muhsin meninggal dunia pada waktu masih kecil. Dengan demikian, Nabi
Muhammad SAW tidak mempunyai keturunan kecuali dari Fatimah. Keturunan beliau
hanya menyebar dari garis kedua cucunya, yakni Hasan dan Husein, yang kemudian
disebut ahlul bait (pewaris kepemimpinan) Nabi Muhammad SAW.***
----------------------------------------------
Tanggapan Komentar.
Bicara masalah keberadaan
‘ahlul bait’ atau keturunan nabi, maka disatu pihak ada kaum yang
mengklaim bahwa merekalah yang satu-satunya berhak ‘mewarisi’ mahkota atau tahta
keturunan ‘ahlul bait’. Ee pihak kaum yang satunya juga tak mau kalah bahwa
merekalah yang pihak pewaris tahta keturunan ‘ahlul bait’.
Dalil kedua pihak ini,
sama-sama merujuk pada peran dan keberadaan dari Bunda Fatimah, anak Saidina
Muhammad SAW bin Abdullah, sebagai ‘ahlul bait’ yang sesungguhnya dan sering
dianggap oleh sebagian besar umat Muslim sebagai pewaris ‘keturunan nabi atau
rasul’.
Jika kita merujuk pada Al Quran, yakni S. 11:73, 28:12 dan
33:33 maka Bunda Fatimah ini tinggal ‘satu-satu’-nya dari beberapa saudara
kandungnya. Benar, jika beliau inilah, salah satu pewaris dari tahta ahlul bait.
Sementara saudara kandungnya yang lainnya, tidak ada yang hidup dan berkeluarga
yang berumur panjang.
Begitu juga, terhadap saudara kandung Saidina Muhammad SAW
juga berhak sebagai ‘ahlul bait’, tapi sayang saudara kandungnya juga tidak ada
karena beliau adalah ‘anak tunggal’. Apalagi kedua orangtua Saidina Muhammad
SAW, yang juga berhak sebagai ‘ahlul bait’, tetapi sayangnya kedua orangtuanya
ini tak ada yang hidup sampai pada pengangkatan Saidina Muhammad SAW bin
Abdullah sebagai nabi dan rasul Allah SWT.
Kembali ke masalah Bunda Fatimah, karena tinggal
satu-satunya sebagai pewaris tahta ‘ahlul bait’, maka timbullah masalah baru,
bagaimana pula status dari anak-anak dari Bunda Fatimah yang bersuamikan Saidina
Ali bin Abi Thalib, keponakan dari Saidina Muhammad SAW, apakah anak-anaknya
juga berhak sebagai ‘pewaris’ tahta ahlul bait?.
Dengan meruju pada ketiga ayat di atas, maka karena Bunda
Fatimah adalah berstatus sebagai ‘anak perempuan’ dari Saidina Muhammad SAW, dan
dilihat dari sistim jalur nasab dengan dalil QS. 33:4-5, maka perempuan tidak
mempunyai kewenangan untuk menurunkan nasabnya. Kewenangan menurunkan nasab
tetap saja pada kaum ‘laki-laki’, kecuali terhadap Nabi Isa As. yang bernasab
pada bundanya, Maryam.
Dari uraian tersebut di atas, maka dapat kita simpulkan
bahwa menurut konsep Al Quran, bahwa kita tidak mengenal sistim pewaris nasab
dari pihak perempuan, artinya sistim nasab tetap dari jalur laki-laki. Otomatis
Bunda Fatimah walaupun beliau adalah ‘ahlul bait’, tidak bisa menurunkan
nasabnya pada anak-anaknya dengan Saidina Ali bin Abi Thalib. Anak-anak dari
Bunda Fatimah dengan Saidina Ali, ya tetap saja bernasab pada nasab Saidina Ali
saja.
Kesimpulan akhir, bahwa tidak ada pewaris tahta atau
mahkota dari AHLUL BAIT, mahkota ini hanya sampai pada Bunda Fatimah anak
kandung dari Saidina Muhammad SAW. Karena itu, kepada para pihak yang
memperebutkan mahkota ahlul bait ini kembali menyelesaikan perselisihan fahamnya.
Inilah mukjizat dari Allah SWT kepada Nabi-Nya, Muhammad SAW, sehingga tidak ada
pihak hamba-Nya, manusia yang mempunyai status istimewa dihadapan Allah SWT,
selain hamba pilihan-Nya, nabi, rasul dan hamba-Nya yang takwa, muttaqin.
semoga Allah SWT mengampuni saya.
--------------------------------------------------------------------------------------
APAKAH ADA KETURUNAN AHLUL BAIT?
Dlm Al Quran yang menyebut ‘ahlulbait’, rasanya ada 3 (tiga)
ayat dan 3 surat.
1. QS. 11:73: Para Malaikat itu berkata: “Apakah kamu
merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan
keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait. Sesungguhnya Allah Maha
Terpuji lagi Maha Pemurah”.
Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya, maka makna
‘ahlulbait’ adalah terdiri dari isteri dari Nabi Ibrahim.
2. QS. 28:12: Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada
perempuan-perempuan yang mau menyusukan(nya) sebelum itu; maka berkatalah
Saudara Musa: ‘Maukahkamu aku tunjukkan kepadamu ‘ahlulbait’ yang akan
memeliharanya untukmu, dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?
Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya, maka makna
‘ahlulbait’ adalah meliputi Ibu kandung Nabi Musa As. atau ya Saudara kandung
Nabi Musa As.
3. QS. 33:33: “…Sesungguhnya Allah bermaksud hendak
menghilangkan dosa dari kamu ‘ahlulbait’ dan membersihkan kamu
sebersih-bersihnya”.
Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya QS. 33: 28,
30 dan 32, maka makna para ahlulbait adalah para isteri Nabi Muhammad SAW.
Sedangkan ditinjau dari sesudah ayat 33 yakni QS. 33:34, 37
dan 40 maka penggambaran ahlulbaitnya mencakup keluarga besar Nabi Muhammad SAW.
para isteri dan anak-anak beliau.
Jika kita kaitkan dengan makna ketiga ayat di atas dan
bukan hanya QS. 33:33, maka lingkup ahlul bait tersebut sifatnya menjadi
universal terdiri dari:
- Kedua orang tua Saidina Muhammad SAW, sayangnya kedua orang tua beliau ini disaat Saidina Muhammad SAW diangkat sbg ‘nabi’ dan rasul sudah meninggal terlebih dahulu.
- Saudara kandung Saidina Muhammad SAW, tapi sayangnya saudara kandung beliau ini, tak ada karena beliau ‘anak tunggal’ dari Bapak Abdullah dengan Ibu Aminah.
- Isteri-isteri beliau.
- Anak-anak beliau baik perempuan maupun laki-laki. Khusus anak lelaki beliau yang berhak menurunkan ‘nasab’-nya, sayangnya tak ada yang hidup sampai anaknya dewasa, sehingga anak lelakinya tak meninggalkan keturunan.
Bagaimana tentang pewaris tahta ‘ahlul bait’ dari Bunda
Fatimah?. Ya jika merujuk pada QS. 33:4-5, jelas bahwa Islam tidaklah mengambil
garis nasab dari perempuan kecuali bagi Nabi Isa Al Masih yakni bin Maryam.
Lalu, apakah anak-anak Bunda Fatimah dengan Saidina Ali
boleh kita anggap bernasabkan kepada nasabnya Bunda Fatimah?. ya jika merujuk
pada Al Quran maka anak Bunda Fatimah dengan Saidina Ali tidaklah bisa
mewariskan nasab Saidina Muhammad SAW.
Kalaupun kita paksakan, bahwa anak Bunda Fatimah juga ahlul
bait, karena kita mau mengambil garis dari perempuannya (Bunda Fatimah), maka
untuk selanjutnya yang seharusnya pemegang waris tahta ahlul bait diambil dari
anak perempuannya seperti Fatimah dan juga Zainab, bukan Hasan dan Husein sbg
penerima warisnya.
Dengan demikian sistim nasab yang diterapkan itu tidan
sistim nasab berzigzag, setelah nasab perempuan lalu lari atau kembali lagi ke
nasab laki-laki, ya seharusnya diambil dari nasab perempuan seterusnya.
Bagaimana Saidina Ali bin Abi Thalib, anak paman Saidina
Muhammad SAW, ya jika merujuk pada ayat-ayat ahlul bait pastilah beliau bukan
termasuk kelompok ahlul bait. Jadi, anak Saidina Ali bin Abi Thalib baik anak
lelakinya mapun perempuan, otomatis tidaklah dapat mewarisi tahta ‘ahlul bait’.
Kesimpulan dari tulisan di atas, maka pewaris tahta ‘ahlul
bait’ yang terakhir hanya tinggal bunda Fatimah. Berarti anaknya Saidina Hasan
dan Husein bukanlah pewaris tahta AHLUL BAIT.
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
KISAH NABI ADAM ALAIHI SALAM
BUAH TEEN Kisah Nabi Adam: Dari Awal Penciptaan Hingga Turun ke Bumi Kisah Nabi Adam menceritakan terciptanya manusia pertama y...