Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

BLOG AL ISLAM

Diberdayakan oleh Blogger.

Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha

Arsip Blog

Twitter

twitter
Latest Post

Dakwah Kepada Islam atau Kepada Kelompok Islam

Written By sumatrars on Jumat, 09 Januari 2015 | Januari 09, 2015


Category : Dkwah,Manhaj
Source article: eBook Ibnumajjah.Com

Posted on 09/01/2015 by Blog Al Islam

Nama eBook: Dakwah Kepada Islam atau Kepada Kelompok Islam

Penulis: Ustadz Abu Hafshah Abdurrahman al-Buthoni حفظه الله

Pengantar:

الحمد لله رب العالمين، والعاقبة للمتقين، والصلاة والسلام على إمام المرسلين، نبينا محمد، وعلى آله وصحبه أجمعين، أما بعد

Dakwah kepada Allah merupakan kewajiban terpenting, ibadah dan ketaatan paling mulia, karena dengannya menjadi jelas antara hidayah dan kesesatan dan ia merupakan tugas para rasul dan pengikut mereka hingga hari Kiamat, hingga Allah عزّوجلّ mengutus nabi kita Muhammad صلى الله عليه وسلم dan beliau terus berdakwah kepada jalan yang lurus hingga Allah عزّوجلّ memenangkannya di atas semua agama dan umat manusia masuk ke dalam agama-Nya berbondong-bondong lalu beliau wafat dalam keadaan Allah عزّوجلّ telah menyempurnakan agama dan nikmat-Nya.

Alhamdulillah dewasa ini dakwah Islam kian semarak di mana-mana. Buah yang dihasilkan pun cukup cemerlang berupa semakin banyaknya umat yang mengikuti kegiatan keislaman.

Namun sayang sebagian aktivis dakwah tidak lagi mempedulikan apakah dakwah mereka sesuai dengan dakwah Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan para sahabatnya ataukah malah berseberangan. banyak da’i tidak mengetahui maksud berdakwah yaitu mengajak kepada apa dan kepada siapa dan dengan cara apa.

Masyarakat pun menyangka bahwa setiap dakwah dan setiap da’i pasti melambangkan dakwah Islam yang hakiki.

Penulis -semoga Allah menjaganya- menjelaskan fenomena ini dan akibat yang ditimbulkan olehnya, kemudian kami berdo’a semoga para da’i ikhlas dan berilmu mengajak manusia kepada Islam yang sesungguhnya, amin…

Download eBook Format Word:

Klik untuk Download

Article : Blog Al-Islam


Back to Top
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Sejarah; Kemungkaran-kemungkaran dalam maulid nabi (2/2)



Category : aqidah, Manhaj, Sejarah,Maulid Nabi,
Source article: Abuzuhriy.Com/

Oleh: al Ustadz Abu Mu’awiyyah Hammad Hafizhahullahu ta’ala

  1. Dijadikannya hari maulid sebagai salah satu ‘ied (hari raya) kaum muslimin oleh pemerintah suatu negara.

    Padahal Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- telah bersabda:

  2. Saya terutus kepada kalian sedang kalian (dulunya) mempunyai dua hari raya yang kalian bermain di dalamnya pada masa jahiliyah, dan sungguh Allah telah mengganti keduanya untuk kalian dengan yang lebih baik dari keduanya, (yaitu) hari Nahr (’Idul Adh-ha) dan hari Fithr (’Idul Fithri)”.

    (HR. An-Nasa`i (3/179/5918) dari sahabat Anas bin Malik dan dishohihkan oleh Al-Albany dalam Shohihul Jami’ no. 4460)

    Maka ini tegas menunjukkan bahwa selain dari dua ‘ied (hari raya) di atas adalah hari ‘ied jahiliyah (yang tidak ada dasarnya dalam tuntunan Islam).

  3. Perayaan ini merupakan tasyabbuh (penyerupaan) terhadap ahli kitab.

  4. Padahal kita telah dilarang untuk menyerupai orang-orang kafir. Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:
    Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kalian termasuk orang-orang musyrikin”. (QS. Ar-Rum : 31)

    Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- juga bersabda:

    Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari golongan mereka” (Telah berlalu takhrijnya).
    Telah berlalu pembahasan ini secara lengkap pada bab keenam.

  5. Adanya jalan dan kesempatan yang bisa mengantarkan kepada terjadinya bentuk-bentuk perzinahan
    Yakni perzinahan dalam artian yang lebih luas sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- dalam sabda beliau:

  6. Telah dituliskan atas anak Adam bagiannya dari zina, dia pasti akan mendapatinya (melakukannya) tidak mungkin tidak: Maka kedua mata zinanya dengan melihat, kedua telinga zinanya dengan mendengar, lidah zinanya dengan berbicara, tangan zinanya dengan menyentuh, kaki zinanya dengan melangkah, hati berhasrat dan berangan-angan, dan hal itu akan dibenarkan atau didustakan oleh kemaluan”.

    (HR. Al-Bukhary no. 5889, 6238 dan Muslim no. 2657 dari Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu- dan ini adalah lafadz Muslim)

    Di antara bentuknya adalah:

    - Terfitnahnya para lelaki dengan amrod (Anak lelaki yang gagah dan belum balig yang belum tumbuh jenggotnya). Ini merupakan jalan yang bisa mengantarkan kepada perbuatan sodomi (homoseks), wal’iyadzu billah. 1

    - Terfitnahnya (tertariknya) lelaki -baik yang telah baligh maupun yang belum- kepada wanita -baik yang telah balig maupun yang belum- dan demikian pula sebaliknya.

    Padahal Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam telah memperingatkan hal ini dalam sabda beliau:

    Saya tidaklah meninggalkan setelahku suatu fitnah (ujian) di tengah manusia yang lebih berbahaya bagi para lelaki dibandingkan para wanita”.

    (HR. Al-Bukhary no. 4808 dan Muslim no. 2740, 2741 dari Usamah bin Zaid -radhiyallahu ‘anhu-)

    Dan beliau juga telah bersabda:

    Maka takutlah kalian dari (fitnah) dunia dan takutlah kalian dari (fitnah) wanita”. (HR. Muslim no. 2742 dari Abu Sa’id Al-Khudry -radhiyallahu ‘anhu-)

    - Percampurbauran antara lelaki dan wanita.

    Ini bertentangan dengan perintah Allah dalam Al-Qur`an yang mensyari’atkan adanya hijab antara lelaki dan wanita.
    Allah -‘Azza wa Jalla- berfirman:

    Apabila kalian meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (para wanita), maka mintalah dari belakang tabir, cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka”. (QS. Al-Ahzab : 53)

    Rasul-Nya juga telah bersabda:

    Hati-hati kalian dari masuk kepada para wanita”. Maka ada seorang lelaki dari Anshor yang berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang ipar?”, beliau menjawab, ["Ipar adalah kematian”].

    (HR. Al-Bukhary no. 4934 dan Muslim no. 2172 dari ‘Uqbah bin ‘Amir -radhiyallahu ‘anhu-)

    - Kaum pria memandang kepada aurat wanita yang bukan mahramnya dan demikian pula sebaliknya.

    Padahal Allah -‘Azza wa Jalla- telah memerintahkan sebaliknya yaitu menundukkan pandangan dari lawan jenis yang bukan mahram. Perintah ini Allah arahkan kepada lelaki dalam firman-Nya:

    Katakanlah kepada para lelaki yang beriman, hendaklah mereka menahan (menundukkan) pandangan-pandangan mereka dan memelihara kemaluan-kemaluan mereka; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka”.

    (QS. An-Nur : 30)

    Juga kepada wanita:

    Katakanlah kepada para wanita beriman, hendaklah mereka menahan (menundukkan) pandangan-pandangan mereka dan memelihara kemaluan-kemaluan mereka”.

    (QS. An-Nur : 31)

    - Laki-laki menyentuh wanita yang bukan mahramnya dan sebaliknya.

    Telah nyata adanya ancaman bagi lelaki dan wanita yang melanggar hal ini. Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- bersabda:

    Andaikata kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum besi, itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya”.

    (HR. Ar-Ruyany dalam Musnadnya no. 1282, Ath-Thobarony (20/no. 486-487), dan Al-Baihaqy dalam Syu’abul Iman no. 4544 dari Ma’qil bin Yasar -radhiyallahu ‘anhu- dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ash-Shohihah no. 226)
    Hadits ini menunjukkan bahwa bersentuhan dengan wanita yang bukan mahram atau disentuh oleh wanita atau lelaki yang bukan mahram adalah termasuk dosa besar.

    - Keluarnya para wanita dari rumah mereka -tanpa ada hajat dan keperluan- dalam keadaan berhias, memakai wewangian, dan menampakkan perhiasannya.

    Padahal Allah -Subhanahu wa Ta’ala- telah berfirman, memerintahkan kepada para wanita:

    Dan hendaklah kalian (wahai para wanita) tetap (tinggal) di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias dengan model berhias orang-orang Jahiliyah yang dahulu”. (QS. Al-Ahzab : 33)

    Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- telah bersabda:

    Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka akan dibuat anggun oleh syaithan”. (HR. At-Tirmidzy no. 1173 dari ‘Abdullah bin Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu- dan dishohihkan oleh Al-Albany dalam Al-Irwa` no. 273)

    Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- juga telah bersabda:

    Jika seorang wanita memakai wewangian lalu dia melewati suatu kaum agar mereka (kaum tersebut) mencium wangi dirinya maka dia adalah begini dan begitu, -beliau mengucapkan perkataan yang keras-

    (HR. Abu Daud no. 4173, At-Tirmidzy no. 2786, dan An-Nasa`i (2/283) dari Abu Musa Al-Asy’ary dan dishohihkan oleh Al-Albany dalam Shohihul Jami’ no. 323).

    Dan dalam riwayat At-Tirmidzy: “Yakni dia adalah pezina”.

  7. Adanya nyanyian-nyanyian, alat-alat musik, serta tarian-tarian.

  8. Semua hal ini adalah perkara yang diharamkan oleh Allah -Subhanahu wa Ta’ala- dengan firman-Nya:

    Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna yang karenanya dia menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.”.

    (QS. Luqman : 6)

    Ibnu Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu- berkata menafsirkan makna ["perkataan yang tidak berguna"]:

    Dia -demi Allah- adalah nyanyian”.

    (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf no. 21130, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak no. 3542 dan Al-Baihaqy dalam Al-Kubro (10/223))

    Dan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf no. 21137 dan Al-Baihaqy dalam As-Sunan Al-Kubro (10/221, 223) meriwayatkan dari sahabat Ibnu ‘Abbas -radhiyallahu ‘anhuma- bahwa beliau berkata mengomentari ayat di atas:

    Ayat (dalam surah Luqman) ini turun berkenaan dengan nyanyian dan yang semisalnya”.

    Maka ini adalah penafsiran dari dua pembesar sahabat dalam masalah tafsir Al-Qur`an yang keduanya menyatakan bahwa ayat tersebut turun untuk mengharamkan nyanyian, musik, dan yang semisalnya.

    Dan Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- juga telah mengabarkan bahwa di antara tanda-tanda Hari kiamat adalah dengan tersebarnya nyanyian dan alat musik. Beliau bersabda:

    Akan datang dari ummatku sekelompok kaum yang akan menghalalkan perzinahan, kain sutera (bagi lelaki), khamer, dan alat-alat musik”.

    (HR. Al-Bukhary no. 5268 dari Abu ‘Amir atau Abu Malik Al-Asy’ary -radhiyallahu ‘anhu-) 2

    Syaikh Sholih Alu Asy-Syaikh berkata,

    Hadits ini jelas menunjukkan keharamannya, karena penghalalan tidak mungkin dilakukan kecuali pada perkara yang diharamkan. Dan Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- telah benar, sungguh sekelompok manusia dari kalangan umat Muhammad sudah ada yang menggunakan alat-alat musik dan lagu-lagu dengan meremehkan dan tidak memperdulikan (larangan syari’at)

    (Lihat Al-Minzhor fii Bayani Katsirin minal Akhtho`i Asy-Sya`i’ah hal. 53)

    Dan Imam Ibnul Qoyyim berkata menerangkan makna hadits di atas dalam Ighotsatul Luhfan (1/291),

    Dan sisi pendalilan dari hadits ini adalah bahwa sesungguhnya alat-alat musik, semuanya adalah alat-alat yang melalaikan, tidak ada perbedaan pendapat di antara pakar bahasa dalam perkara ini. Dan seandainya hal itu (alat-alat musik, pen.) halal, maka pasti Nabi tidak akan mencerca mereka (kaum yang tersebut dalam hadits, pen.) karena penghalalan mereka atasnya (alat-alat musik, pen.) dan pasti tidak akan digandengkan penghalalannya dengan penghalalan minuman keras“.

  9. Kurangnya penghormatan dan tadabbur kepada Al-Qur`an karena mereka menggabungkan -dalam acara maulid ini- antara Al-Qur`an dan nyanyian-nyanyian.

  10. Ini menunjukkan kurangnya ketaqwaan di dalam hati. Memadukan antara Al-Qur’an dan nyanyian merupakan perbuatan yang bertentangan dengan syari’at dan merupakan perbuatan tidak mengagungkan syi’ar Allah, karena Al-Qur`an adalah syi’ar Allah yang terbesar di muka bumi ini.

    Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:

    Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi`ar-syi`ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati”. (QS. Al-Hajj : 32)

    Bahkan Allah -Subhanahu wa Ta’ala- menyatakan:

    Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an ataukah hati mereka terkunci?”. (QS. Muhammad : 24)

  11. Hadir/berperan serta dan berinfak/mengeluarkan harta dalam perayaan maulid.

  12. Ini adalah bentuk dukungan terhadap kerusakan dan kesesatan sebagaimana yang akan datang berupa fatwa para ulama tentang hal ini.

  13. Boros dan mubazzir dalam hal makanan3.

  14. Ini menyerupai sifat setan yang memerintahkan mereka untuk melakukan bid’ah maulid ini:

    Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”. (QS. Al-Isra` : 26-27)

    Perbuatan ini juga termasuk perkara yang dibenci oleh Allah -Subhanahu wa Ta’ala- bila ada pada seorang hamba. Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- mengabarkan:

    Sesungguhnya Allah membenci untuk kalian 3 (perkara): Qila wa qol (katanya dan katanya), membuang-buang harta dan terlalu banyak bertanya [Yakni pada perkara-perkara yang sudah sangat jelas]”. (HR. Al-Bukhary no. 1407, 2277, 5630, 6108, 6862 dan Muslim no. 593 dari Al-Mughirah bin Syu’bah -radhiyallahu ‘anhu-)

  15. Dzikir berjama’ah. Telah berlalu -pada bab keempat- kisah Ibnu Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu- yang mengingkari orang-orang yang berdzikir berjama’ah di zaman beliau. Ini menunjukkan bahwa dzikir secara berjama’ah sama sekali tidak pernah mereka lakukan bersama Nabi mereka -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-4

  16. Mengkhususkan adanya taushiah (ceramah agama) dalam setiap perayaan.

Ini juga merupakan suatu bid’ah. Karena taushiah adalah perkara yang dituntut kapan dan dimana saja. Syari’at memerintahkannya dalam bentuk umum tanpa mengikatnya atau membatasinya dengan waktu dan tempat tertentu. Maka mengkhususkan atau mengikat adanya taushiah khusus dalam perayaan maulid, tanpa ada dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah bid’ah (Lihat Ahkamul Jana`iz hal. 306 karya Syaikh Nashiruddin Al-Albany -rahimahullah-).

{Lihat : Ar-Roddu ‘ala Syubhati man Ajazal Ihtifal bil Maulid bab keenam dan ketujuh, Hukmul Ihtifal bi Dzikrol Maulid An-Nabawy, Hukmul Ihtifal bil Maulid warroddu ‘ala Man Ajazahu dan Al-Maurid fii Hukmil Ihtifal bil Maulid bab ketiga}
Diambil dari : Buku Studi Kritis Perayaan Maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam karya al-Ustadz Hammad Abu Muawiyah, cetakan Maktabah al-Atsariyyah 2007; dari kautsarku dari abdullah al-aussie

Catatan Kaki

Bagaimana seorang tidak tertarik dengan anak-anak kecil atau ABG yang sengaja dihias untuk tampil bernyanyi dan bersya`ir di depan khalayak ramai?!. Ini merupakan sebab terbesar timbulnya perbuatan sodomi oleh orang yang memiliki penyakit hati. Cukuplah peristiwa yang terjadi di zaman Nabi Luth -‘alaihis salam- sebagai ibrah dan pelajaran. Belum lagi, tampilnya wanita pilihan yang muda lagi cantik bersolek dengan busana yang indah untuk menghibur para hadirin, nas’alullahal ‘afiyah was salamah minal fitan.(ed) [1]

Sebagian orang ada yang berusaha melemahkan hadits ini dengan beberapa alasan yang sangat lemah. Lihat alasan-alasan tersebut beserta bantahannya dalam Fathul Bary (1/52), Ighotsatul Luhfan (1/290-291), dan Tahrim Alatut Thorb hal. 81-82 [2]

Bentuk pemborosan ini sangat jelas terjadi ketika hari peringatan maulid. Orang-orang yang hadir, baik tua maupun muda, semuanya berebutan makanan sehingga terkadang rebutan yang berbentuk “tawuran” tersebut membuat sebagian makanan terhambur dan jatuh di tanah, sedang mereka tidak memungutnya. Di lain tempat, sebagian orang seusai acara inti berupa ceramah, bukannya berebutan makanan, akan tetapi saling melempar makanan antara satu hadirin dengan yang lainnya. Di sudut kota lain, ada yang melemparkan semacam tumpeng atau nasi tujuh warna ke lautan atau ke sungai, ibaratnya seperti orang-orang musyrikin dan penganut animisme. Padahal Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- melarang berbuat boros dan memerintahkan kita agar tidak membuang makanan yang jatuh, akan tetapi makanan yang jatuh hendaknya dibersihkan lalu dimakan. Inilah sebagian di antara bentuk pemborosan mereka. (ed) [3]

Untuk lebih puasnya, silakan anda baca kitab Adz- Dzikr Al-Jama’iy karya Syaikh Muhammad bin Abdurrahman Al-Khumayyis -hafizhohullah-. Kesimpulannya, dzikir jama’ah adalah bid’ah dholalah (sesat), bagaimanapun mereka berusaha keras untuk ‘mencari-cari’ dalil, sebab pengingkaran sahabat Abdullah bin Mas’ud yang diisyaratkan oleh penulis (Syaikh Muhammad) sudah cukup menjadi “kata pemutus” dalam permasalahan ini. Beliau adalah sahabat yang telah menyaksikan kehidupan di zaman Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dan telah menyatakan bahwa dzikir jama’iy ini adalah bid’ah. Maka alangkah mengherankannya jika ada orang yang hidup di zaman belakangan yang menyatakan bahwa dzikir jama’iy ini ada di zaman kenabian, padahal Abdullah bin Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu- telah mengingkarinya !!? (ed) [4]

Article : Blog Al-Islam


Back to Top
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Sejarah, Ternyata Maulid Nabi Berasal Dari Syiah Fatimiyah



Category : Aqidah, Sejarah, Tarikh
Source article:  Rumaysho.Com, Abunamira.Wordpress.Com

Jika kita menelusuri dalam kitab tarikh (sejarah), perayaan Maulid Nabi tidak kita temukan pada masa sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan empat Imam Madzhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad), padahal mereka adalah orang-orang yang sangat cinta dan mengagungkan Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka adalah orang-orang yang paling paham mengenai sunnah Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan paling semangat dalam mengikuti setiap ajaran beliau.

Perlu diketahui pula bahwa -menurut pakar sejarah yang terpercaya-, yang pertama kali mempelopori acara Maulid Nabi adalah Dinasti ‘Ubaidiyyun atau disebut juga Fatimiyyun (silsilah keturunannya disandarkan pada Fatimah). Sebagai buktinya adalah penjelasan berikut ini.

Al Maqriziy, seorang pakar sejarah mengatakan,Para khalifah Fatimiyyun memiliki banyak perayaan sepanjang tahun. Ada perayaan tahun baru, hari ‘Asyura, maulid (hari kelahiran) Nabi, maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Hasan dan Husain, maulid Fatimah al Zahra, maulid khalifah yang sedang berkuasa, perayaan malam pertama bulan Rajab, perayaan malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Sya’ban, perayaan malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Ramadhan, perayaan malam penutup Ramadhan, perayaan ‘Idul Fithri, perayaan ‘Idul Adha, perayaan ‘Idul Ghadir, perayaan musim dingin dan musim panas, perayaan malam Al Kholij, hari Nauruz (Tahun Baru Persia), hari Al Ghottos, hari Milad (Natal), hari Al Khomisul ‘Adas (3 hari sebelum paskah), dan hari Rukubaat.” (Al Mawa’izh wal I’tibar bi Dzikril Khutoti wal Atsar, 1/490. Dinukil dari Al Maulid, hal. 20 dan Al Bida’ Al Hawliyah, hal. 145-146)

Asy Syaikh Bakhit Al Muti’iy, mufti negeri Mesir dalam kitabnya Ahsanul Kalam (hal. 44) mengatakan bahwa yang pertama kali mengadakan enam perayaan maulid yaitu: perayaan Maulid (hari kelahiran) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maulid ‘Ali, maulid Fatimah, maulid Al Hasan, maulid Al Husain –radhiyallahu ‘anhum- dan maulid khalifah yang berkuasa saat itu yaitu Al Mu’izh Lidinillah (keturunan ‘Ubaidillah dari dinasti Fatimiyyun) pada tahun 362 H.

Begitu pula Asy Syaikh ‘Ali Mahfuzh dalam kitabnya Al Ibda’ fi Madhoril Ibtida’ (hal. 251) dan Al Ustadz ‘Ali Fikriy dalam Al Muhadhorot Al Fikriyah (hal. 84) juga mengatakan bahwa yang mengadakan perayaan Maulid pertama kali adalah ‘Ubaidiyyun (Fatimiyyun). (Dinukil dari Al Maulid, hal. 20)

Fatimiyyun yang Sebenarnya

Kebanyakan orang belum mengetahui siapakah Fatimiyyun atau ‘Ubaidiyyun. Seolah-olah Fatimiyyun ini adalah orang-orang sholeh dan punya i’tiqod baik untuk mengagungkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tetapi senyatanya tidak demikian. Banyak ulama menyatakan sesatnya mereka dan berusaha membongkar kesesatan mereka.

Al Qodhi Al Baqillaniy menulis kitab khusus untuk membantah Fatimiyyun yang beliau namakan “Kasyful Asror wa Hatkul Astar(Menyingkap rahasia dan mengoyak tirai)”. Dalam kitab tersebut, beliau membuka kedok Fatimiyyun dengan mengatakan, “Mereka adalah suatu kaum yang menampakkan pemahaman Rafidhah (Syi’ah) dan menyembunyikan kekufuran semata.

Ahmad bin ‘Abdul Halim Al Haroni Ad Dimasqiy mengatakan, “Tidak disangsikan lagi, jika kita melihat pada sejarah kerajaan Fatimiyyun, kebanyakan dari raja (penguasa) mereka adalah orang-orang yang zholim, sering menerjang perkara yang haram, jauh dari melakukan perkara yang wajib, paling semangat dalam menampakkan bid’ah yang menyelisihi Al Kitab dan As Sunnah, dan menjadi pendukung orang munafik dan ahli bid’ah. Perlu diketahui, para ulama telah sepakat bahwa Daulah Bani Umayyah, Bani Al ‘Abbas (‘Abbasiyah) lebih dekat pada ajaran Allah dan Rasul-Nya, lebih berilmu, lebih unggul dalam keimanan daripada Daulah Fatimiyyun. Dua daulah tadi lebih sedikit berbuat bid’ah dan maksiat daripada Daulah Fatimiyyun. Begitu pula khalifah kedua daulah tadi lebih utama daripada Daulah Fatimiyyun.

Beliau rahimahullah juga mengatakan, “Bani Fatimiyyun adalah di antara manusia yang paling fasik (banyak bermaksiat) dan paling kufur.” (Majmu’ Fatawa, 35/127)

Apakah Fathimiyyun Memiliki Nasab sampai Fatimah?

Bani Fatimiyyun atau ‘Ubaidiyyun juga menyatakan bahwa mereka memiliki nasab (silsilah keturunan) sampai Fatimah. Ini hanyalah suatu kedustaan. Tidak ada satu pun ulama yang menyatakan demikian.

Ahmad bin ‘Abdul Halim juga mengatakan dalam halaman yang sama, “Sudah diketahui bersama dan tidak bisa disangsikan lagi bahwa siapa yang menganggap mereka di atas keimanan dan ketakwaan atau menganggap mereka memiliki silsilah keturunan sampai Fatimah, sungguh ini adalah suatu anggapan tanpa dasar ilmu sama sekali. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.” (QS. Al Israa’: 36). Begitu juga Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali orang yang bersaksi pada kebenaran sedangkan mereka mengetahuinya.” (QS. Az Zukhruf: 86). Allah Ta’ala juga mengatakan saudara Yusuf (yang artinya), “Dan kami hanya menyaksikan apa yang kami ketahui.” (QS. Yusuf: 81). Perlu diketahui bahwa tidak ada satu pun ulama yang menyatakan benarnya silsilah keturunan mereka sampai pada Fatimah.

Begitu pula Ibnu Khallikan mengatakan, “Para ulama peneliti nasab mengingkari klaim mereka dalam nasab [yang katanya sampai pada Fatimah].” (Wafayatul A’yan, 3/117-118)

Perhatikanlah pula perkataan Al Maqrizy di atas, begitu banyak perayaan yang dilakukan oleh Fatimiyyun dalam setahun, kurang lebih ada 25 perayaan. Bahkan lebih parah lagi mereka juga mengadakan perayaan hari raya orang Majusi dan Nashrani yaitu hari Nauruz (Tahun Baru Persia), hari Al Ghottos, hari Milad (Natal), dan hari Al Khomisul ‘Adas (perayaan tiga hari selelum Paskah). Ini pertanda bahwa mereka jauh dari Islam. Bahkan perayaan-perayaan maulid yang diadakan oleh Fatimiyyun tadi hanyalah untuk menarik banyak masa supaya mengikuti madzhab mereka. Jika kita menilik aqidah mereka, maka akan nampak bahwa mereka memiliki aqidah yang rusak dan mereka adalah pelopor dakwah Batiniyyah yang sesat. (Lihat Al Bida’ Al Hawliyah, 146, 158)

‘Abdullah At Tuwaijiriy mengatakan, “Al Qodhi Abu Bakr Al Baqillaniy dalam kitabnya ‘yang menyingkap rahasia dan mengoyak tirai Bani ‘Ubaidiyyun’, beliau menyebutkan bahwa Bani Fatimiyyun adalah keturunan Majusi. Cara beragama mereka lebih parah dari Yahudi dan Nashrani. Bahkan yang paling ekstrim di antara mereka mengklaim ‘Ali sebagai ilah (Tuhan yang disembah) atau ada sebagian mereka yang mengklaim ‘Ali memiliki kenabian. Sungguh Bani Fatimiyyun ini lebih kufur dari Yahudi dan Nashrani.

Al Qodhi Abu Ya’la dalam kitabnya Al Mu’tamad menjelaskan panjang lebar mengenai kemunafikan dan kekufuran Bani Fatimiyyun. Begitu pula Abu Hamid Al Ghozali membantah aqidah mereka dalam kitabnya Fadho-ihul Bathiniyyah (Mengungkap kesalahan aliran Batiniyyah).” (Al Bida’ Al Hawliyah, 142-143)

Inilah sejarah yang kelam dari Maulid Nabi. Namun, kebanyakan orang tidak mengetahui sejarah ini atau mungkin sengaja menyembunyikannya. Dari penjelasan di atas dapat kita tarik kesimpulan:

Pertama: Maulid Nabi tidak ada asal usulnya sama sekali dari salafush sholeh. Tidak kita temukan pada sahabat atau para tabi’in yang merayakannya, bahkan dari imam madzhab.

Kedua: Munculnya Maulid Nabi adalah pada masa Daulah Fatimiyyun sekitar abad tiga Hijriyah. Daulah Fatimiyyun sendiri dibinasakan oleh Shalahuddin Al Ayubi pada tahun 546 H.

Ketiga: Fatimiyyun memiliki banyak penyimpangan dalam masalah aqidah sampai aliran ekstrim di antara mereka mengaku Ali sebagai Tuhan. Fatimiyyun adalah orang-orang yang gemar berbuat bid’ah, maksiat dan jauh dari ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya.

Keempat: Merayakan Maulid Nabi berarti telah mengikuti Daulah Fatimiyyun yang pertama kali memunculkan perayaan maulid. Dan ini berarti telah ikut-ikutan dalam tradisi orang yang jauh dari Islam, senang berbuat sesuatu yang tidak ada tuntunannya, telah menyerupai di antara orang yang paling fasiq dan paling kufur. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ [1/269] mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus)

Semoga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik.

Article : Blog Al-Islam


Back to Top
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Awas, Ada Setan Di Sisi Anda!



Category : Tazkiyatun Nufus
Source article: Muslim.Or.Id
Sobat! Bayangkan di tengah malam yang sunyi senyap dan gelap gulita, hujan turun rintik-rintik, tiba tiba anda terjaga dari tidur. Anda berusaha untuk tidur kembali namun ternyata mata anda seakan enggan untuk dipejamkan, akibatnya anda gelisah.

Atau barangkali anda sedang asyik berselancar di dunia maya membuka buka situs yang memajang gambar “topless” atau “ayam kampus”. Dalam kondisi semacam itu, tiba tiba anda mendengar suara seseorang yang memanggil anda: “hai fulaaan, engkau susah tidur ya? Fulan, apa yang engkau tonton? Fulan, segera lakukan ini dan itu, pikirkan ini dan itu ….”

Anda penasaran dengan suara itu, sehingga anda menoleh ke kanan atau ke kiri, untuk mengetahui siapakah yang memanggil anda. Namun anehnya, walau lampu di kamar anda terang benderang, ternyata tak seorangpun ada di kamar anda selain anda sendiri.

Walau demikian, bisikan suara itu tetap saja terdengar oleh anda, bahkan semakin banyak kata kata yang anda dengar dan seakan semakin keras.

Sobat, kira kira apa yang anda lakukan bila mengalami kondisi semacam ini? Anda menjerit meminta pertolongan? Atau anda segera melarikan diri keluar kamar untuk meminta pertolongan? Ataukah anda akan segera kembali ke kasur anda untuk meneruskan tidur anda? Atau melanjutkan perselancaran anda di dunia maya?

Sobat! Tahukah anda bahwa sejatinya kondisi tersebut benar benar telah anda alami dan akan terus anda alami. Anda tidak percaya? simak sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam berikut:

{ما منكم من أحد إلا وقد وكل به قرينه من الملائكة وقرينه من الجن. قالوا: وإياك يا رسول الله قال: وإياي إلا أن الله أعانني عليه فأسلم وفي رواية فلا يأمرني إلا بخير}

Tiada seorangpun dari kalian kecuali ia didampingi selalu oleh qariin(teman dekat) dari bangsa Malaikat dan qariin dari bangsa jin. Spontan para sahabat bertanya: apakah engkau juga demikian ya Rasulullah? Beliau menjawab: termasuk aku, hanya saja Allah menolongku, sehingga pendampingku ( dari bangsa jin) masuk islam, dan ia tiada membisikkan kepadaku kecuali kebaikan” (HR. Muslim).

Sobat! Sadarkah anda apa yang selama ini terjadi pada diri anda? Selama ini Betapa sering dan betapa banyak anda hanyut dalam bisikan setan, terlebih lagi di saat anda berada di tempat sunyi atau jauh dari keramaian orang.

Ketahuilah bahwa ide ide nakal yang terdengar oleh batin anda sejatinya adalah seruan seruan setan. Masihkah anda merasa aman dari gangguan setan di saat anda dalam kesunyian? Adakah anda masih merasa bahwa anda bebas dari pengaruh atau godaan setan?

Article : Blog Al-Islam


Back to Top
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Balasan Bagi Pelaku Riba Dalam Al Qur’an



Category : Bahasan Utama, Bunga Bank, Kredit, Riba, Qur'an, Tafsir
Source article: Muslim.Or.Id

Dalam kehidupan sekarang ini, banyak kita dapatkan di sekeliling kita, kaum muslimin yang bermudah-mudah mencari jalan pintas mendapatkan harta, seperti mobil dan rumah, dengan melakukan transaksi riba. Padahal, pelaku riba mendapatkan ancaman dari Allah Ta’ala. Berikut ini kami sampaikan dua ayat dalam Al Qur’an tentang ancaman bagi pelaku riba, sebagai peringatan untuk kita semuanya.

Dibangkitkan dari Kubur dalam Keadaan Gila

Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Orang-orang yang makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat) bahwa sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Baqarah [2]: 275)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata ketika menjelaskan ayat di atas,”Maksudnya, tidaklah mereka berdiri (dibangkitkan) dari kubur mereka pada hari kiamat kecuali seperti berdirinya orang yang kerasukan dan dikuasai setan.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/708)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah menjelaskan,”Para ulama berbeda pendapat tentang ayat ini. Apakah maksud ayat ini adalah mereka tidaklah bangkit dari kubur mereka pada hari kiamat kecuali dalam kondisi semacam ini, yakni bangkit dari kubur seperti orang gila atau kerasukan setan. Atau maksudnya adalah mereka tidaklah berdiri untuk bertransaksi riba (di dunia), (yaitu) mereka memakan harta riba seperti orang gila karena sangat rakus, tamak, dan tidak peduli. Maka ini adalah kondisi (sifat) mereka (pelaku riba) di dunia. Yang benar, jika sebuah ayat mengandung dua kemungkinan makna, maka ditafsirkan kepada dua makna tersebut semuanya.” (Syarh Riyadhus Shalihin, 1/1907)

Allah akan Menghancurkan Harta Riba

Allah Ta’ala berfirman,

يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS. Al Baqarah [2]: 276)

Ini adalah hukuman di dunia bagi pelaku riba, yaitu Allah akan memusnahkan atau menghancurkan hartanya. “Menghancurkan” ini ada dua jenis:

Pertama, menghancurkan yang bersifat konkret. Misalnya pelakunya ditimpa bencana atau musibah, seperti jatuh sakit dan membutuhkan pengobatan (yang tidak sedikit). Atau ada keluarganya yang jatuh sakit serupa dan membutuhkan biaya pengobatan yang banyak. Atau hartanya terbakar, atau dicuri orang. Akhirnya, harta yang dia dapatkan habis dengan sangat cepatnya.

Ke dua, menghancurkan yang bersifat abstrak, yaitu menghilangkan (menghancurkan) berkahnya. Dia memiliki harta yang sangat berlimpah, akan tetapi dia seperti orang fakir miskin yang tidak bisa memanfaatkan hartanya. Dia simpan untuk ahli warisnya, namun dia sendiri tidak bisa memanfaatkan hartanya. (Lihat penjelasan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin di Syarh Riyadhus Shalihin, 1/580 dan 1/1907).

***

Article : Blog Al-Islam


Back to Top
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Maulid Nabi: Bid’ah-kah atau Syar’i-kah?



Category : Fiqih dan Muamalah,fatwa,Ulama,Maulid, Download
Source article: Abunamira.Wordpress.Com

Yuk Cari Tahu Tentang Maulid Nabi: Bid’ah-kah atau Syar’i-kah?

Peringatan Maulid Dalam Timbangan Islam

Sejarah Peringatan Hari Maulid Nabi Bulan Rabi’ul Awwal dikenang oleh kaum muslimin sebagai bulan maulid Nabi, karena pada bulan itulah, tepatnya pada hari senin tanggal 12, junjungan kita nabi besar Muhammad dilahirkan, menurut pendapat jumhur ulama. Mayoritas kaum muslimin pun beramai-ramai memperingatinya karena terdorong rasa mahabbah (kecintaan) kepada beliau , dengan suatu keyakinan bahwa ini adalah bagian dari hari raya Islam, bahkan terkategorikan sebagai amal ibadah mulia yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.

Lalu sejak kapankah peringatan ini diadakan?....... Selengkapnya Silahkan di Download...



Article : Blog Al-Islam
Back to Top
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Kapan Jari Telunjuk Diturunkan Dalam Tasyahud Akhir?

Written By sumatrars on Kamis, 08 Januari 2015 | Januari 08, 2015



Category : Fiqih dan Muamalah, Ftwa Ulama, Fiqh,Fatwa,Ulama
Source article: http://Islamqa.info/ar/165999, Penyusun: Ustadz Sa’id, Muslim.Or.Id
Fatwa Syaikh Shalih Al Munajjid

Soal:

Di tengah-tengah tasyahhud saat seseorang selesai mengucapkan shalawat Ibrahimiyyah apakah jari telunjuk selayaknya tetap diangkat hingga imam selesai salam atau ia boleh membuka genggamannya (menurunkan jari telunjuknya-pent) dan meletakkan (telapak tangan)nya di atas pahanya langsung begitu selesai dari shalawat Ibrahimiyyah? Jazakumullah Khaira.

Jawab:

Alhamdulillah.

Pertama, dalam sunnah nabawiyyah tentang penjelasan tata cara shalat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terdapat syari’at mengangkat jari telunjuk dalam shalat dan telah disebutkan perincian penjelasan tentang hal itu disertai dalil-dalilnya di web kami, yaitu jawaban no. 7570 dan 11527.

Kedua, para ahli fiqh sudah menyebutkan bahwa barangsiapa yang mengisyaratkan dengan jari telunjuk (mengangkatnya-pent) di bagian manapun asal masih dalam tasyahhud, maka berarti ia telah menunaikan sunnah ini (mengangkat jari telunjuk-pent) dan telah mengikuti petunjuk nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memunaikan shalatnya. Adapun yang menjadi pembahasan di sini adalah tempat diangkatnya, sedangkan ini adalah permasalahan afdhaliyyah saja.

Tempat mulai mengangkat telunjuk dan perselisihan Ulama tentangnya

Syaikh Ahmad Al-Barlisi ‘amiiratusy -Syafi’i (wafat 957 H), berkata, “Dengan bentuk mengisyaratkan jari telunjuk yang manapun dari yang sudah disebutkan di atas (dalam kitab beliau-pent) seseorang yang melakukannya sudah terhitung mengamalkan sunnah tersebut. Adapun yang menjadi perselisihan ulama adalah sebatas mana yang afdhal”. Ucapannya selesai, diambil dari Hasyiah ‘Amiiroh (1/188). Lihat juga Al-Majmu’ tulisan An-Nawawi (3/434).

Perselisihan dalam masalah afdhaliyyah ini adalah perkara ijtihad ulama yang (masing-masing pendapat) masih bisa dikatakan memiliki alasan ilmiyyah karena tidak adanya dalil yang jelas dan pasti dalam hal ini.

Ada sebuah riwayat dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, bahwa nabi shallallahu alaihi wa sallam saat duduk di dalam shalatnya meletakkan telapak tangan kanannya di atas lututnya dan mengangkat jari sebelah jempolnya (telunjuk-pent). Beliau berdo’a dengannya, sedangkan telapak tangan kirinya diletakkan di atas lutut yang satunya. Beliau membuka telapak tangan kiri tersebut dan diletakkan di atas lututnya. Imam At-Tirmidzi meriwayatkannya (no. 294) dan berkata, “Hadits Ibnu Umar ini hadits hasan gharib. Kami tidak mengetahuinya dari hadits Ubaidillah bin Umar kecuali dari sisi ini. Sebagian ulama dari kalangan sahabat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tabi’in mengamalkannya. Mereka memilih isyarat jari telunjuk ketika tasyahhud dan pendapat ini adalah pendapat ulama madzhab kami”. Ucapannya selesai. Syaikh Al-Albani menshahihkan hadits ini dalam kitab Shahih At-Tirmidzi.

Sabda beliau (dan mengangkat jari sebelah jempolnya [telunjuk-pent] yang digunakan berdo’a oleh beliau) menunjukan bahwa mengangkat telunjuk dimulai ketika berdo’a dalam tasyahhud. Adapun lafadz do’a dimulai dari dua kalimat syahadat karena di dalamnya terdapat pengakuan dan penetapan kemahaesaan Allah ‘azza wa jalla, sedangkan hal itu sebab suatu do’a lebih berpeluang dikabulkan. Selanjutnya mulailah mengucapkan inti do’anya (Allahumma shalli ‘ala Muhammad) hingga akhir tasyahhud dan sampai akhir salam. Adapun awal tasyahhud (Attahiyyatulillah sampai ucapan kita wa ‘ala ‘ibadillahish shalihin) bukanlah termasuk do’a, namun itu adalah bentuk memuji Allah dan do’a kesalamatan bagi hamba-Nya.

Riwayat-riwayat yang ada dari para sahabat dan tabi’in dalam masalah ini menunjukkan bahwa mengisyaratkan jari telunjuk maksudnya adalah isyarat kepada tauhid dan ikhlas. Jadi (isyarat), jari telunjuk tersebut hakikatnya adalah ungkapan dalam bentuk perbuatan tentang keimanan kepada Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu baginya, maka pantaslah jika awal isyarat telunjuk adalah lafadz syahadat (Asyhadu an laa ilaaha illallahu). Oleh karena itu Ibnu Abbbas radhiallahu ‘anhuma berkata, “Isyarat tersebut adalah ungkapan keikhlasan”.

Ibrahim An-Nakha’i rahimahullah berkata, “Jika seseorang mengisyaratkan dengan jari (telunjuknya) dalam shalat, maka hal itu baik dan itu ungkapan tauhid”, diriwayatkan oleh Ibnu Syaibah dalam Mushannaf (2/368).

Apa yang disebutkan di atas adalah salah satu pendapat di kalangan ahli fiqih, yaitu permulaan isyarat telunjuk saat syahadat tauhid.

Adapun masalah kapan selesainya isyarat telunjuk tersebut, para sahabat yang meriwayatkan mengangkat jari telunjuk tidaklah menyebutkan nabi shallallahu alaihi wa sallam sallam menurunkannya (di bagian tertentu sebelum selesainya salam-pent), maka (dapat disimpulkan) bahwa mengangkat jari telunjuk itu terus sampai selesai salam, terlebih lagi akhir tasyahhud semuanya adalah do’a .

Abu Abdillah Al-Khurasyi Al-Maliki (wafat th.1101 H) raimahullah berkata, “Dari awal tasyahhud hingga akhirnya, yaitu asyhadu an laa ilaaha illallahu wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluhu dan sesuai dengan yang mereka sebutkan sampai selesai salam walaupun panjang tasyahhud tersebut”. Perkataanya selesai, diambil dari Syarhu Mukhtashor Kholil (1/288).

Dan ulama syafi’iyyah menyetujui mereka, yaitu isyarat telunjuk ketika syahadatain, akan tetapi mereka memberikan penjelasan tambahan secara rinci dan detail yang barangkali tidak ditemukan dalilnya. Mereka mengatakan, “Permulaan mengangkat jari telunjuk adalah ketika sampai pengucapan huruf hamzah dari ucapannya di syahadatain, yaitu (illlallah).

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, “Dari semua ucapan dan sisi pandang tersebut dapat disimpulkan bahwa, disunnahkan mengisyaratkan telunjuk tangan kanannya lalu mengangkatnya ketika sampai huruf hamzah dari ucapannya (Laa ilaaha illalllahu)”. Perkataannya selesai, diambil dari kitab Al-Majmu’ syarhul Muhadzdzab (3/434).

Imam Ar-Ramli Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Mengangkatnya saat ucapannya (illallah), yaitu mulai mengangkatnya ketika pengucapan hamzah; untuk mengikuti riwayat Imam Muslim dalam masalah tersebut. Hal itu nampak atau jelas menunjukkan bahwa jari telunjuk tetap diangkat sampai (sesaat sebelum) berdiri (ke raka’at ke tiga pada tasyahhud awal-pent) atau sampai salam (pada tasyahhud akhir-pent). Adapun yang dibahas sekelompok orang zaman sekarang tentang mengembalikannya, maka ini menyelisihi penukilan. Ucapannya selesai, diambil dari Nihayatul Muhtaj (1/522).

Ada juga di antara ulama yang mengatakan bahwa isyarat telunjuk tersebut dimulai dari awal tasyahhud. Semua tasyahhud hakikatnya adalah do’a dan terdapat suatu riwayat dalam hadits bahwa beliau berdo’a dengannya. Adapun di awal tasyahhud (Attahiyyaatulillaah) ini adalah pujian mengawali do’a, maka hakikatnya pujian tersebut termasuk bagian do’a dan bukan keluar dari bagian do’a.

Syaikhul Islam rahimahullah berkata, “Disunnahkan isyarat telunjuk dalam tasyahhud dan do’a” (Ikhtiyaraat, /38).
Dalam fatwa Lajnah Daimah (7/56), “Isyarat telunjuk sepanjang tasyahhud dan menggerakkannya saat do’a serta menggenggam jari jemari (selain telunjuk-pent) terus dilakukan sampai (selesai) salam”.

Yang jelas, permasalahan ini adalah masalah ijtihadiyyah khilafiyyah dan berbagai pendapat dalam masalah ini terkait dengan salah satu cabang kecil dari masalah shalat. Tidak mengapa seseorang menyelisihi ijtihad ini dan mengikuti pendapat yang dia pandang kuat dalam masalah ini dengan berdasarkan ilmu.

Terdapat juga fatwa Lajnah Daimah (5/368), “Mengangkat telunjuk dalam tasyahhud adalah sunnah dan hikmahnya adalah isyarat kepada kemahaesaan Allah. Jika ia mau silahkan menggerakkannya (telunjuk-pent), jika tidak, maka (tidaklah mengapa) tidak menggerakkannya. Permasalahan ini tidak mengharuskan perpecahan dan permusuhan di antara para penuntut ilmu. Seandainya ia tidak mengangkatnya pun atau mengangkatnya namun tidak menggerakkkannya tidaklah mengapa karena masalah ini adalah masalah mudah tidaklah mengharuskan pengingkaran dan (saling) menjauh, namun sunnahnya adalah mengangkatnya di kedua tasyahhud sekaligus sampai seseorang (selesai) salamnya sebagai isyarat kepada tauhid. Adapun menggerakkannya, maka ketika berdo’a sebagaimana yang ditunjukkan sunnah yang shohihah.” Selesai fatwa ini, diambil dari Fatawal Lajnah (5/368).

Lihat jawaban dari pertanyaan nomor 7570.

Wallahu a’lam.

Article : Blog Al-Islam


Back to Top
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Tanya Jawab Bersama Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad



Category : Bahasan Utama, Tanya Jawab
Source article: Muslim.Or.Id

Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillah, shalawat serta salam atas Rasulillah, keluarganya, para sahabat, dan siapa saja yang mengikuti petunjuknya dengan baik hingga hari kiamat kelak. Amma ba’du.

Berikut ini adalah kumpulan pertanyaan dari Al Akh Al Hasan ibn Abdil Muhsin Al Abbad Al Badr kepada ayahnya, Samahatus Syaikh ‘Abdul Muhsin ibn Hammad Al ‘Abbad Al Badr yang dinukil dari page fm.ask beliau.

  1. Apakah malaikat maut memiliki para pembantu karena Allah Ta’ala berfirman :

  2. ملك الموت الذي وكل بكم

    Malaikat maut yang diserahi tugas untuk (mencabut nyawa)mu..” (QS. As Sajdah : 11)

    Dalam ayat lainnya Allah Ta’ala berfirman,

    توفته رسلنا

    ..Ia diwafatkan oleh utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami” (QS. Al An’aam : 61)

    Kemudian dalam ayat lainnya Allah Ta’ala berfirman,

    تتوفاهم الملائكة ظالمي أنفسهم

    ..Yang dicabut nyawanya oleh malaikat-malaikat dalam keadaan menzalimi diri sendiri” (QS. An Nisaa’ : 97)

    Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Ya, malaikat maut memiliki para pembantu.

  3. Apakah tukang ramal dan dukun kafir?

  4. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Barangsiapa yang mengaku mengetahui hal yang ghaib, maka dia kafir

  5. Apa hukum musafir yang mendapati imam di dua rakaat terakhir. Apakah ia menyempurnakan jadi empat rakaat atau ia langsung salam bersama imam (karena qashar –pent)? Jazakallaahu khaira

  6. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Menyempurnakan empat rakaat.

  7. Apa hukum seorang wanita menyusui saudara kandungnya (karena saudaranya masih bayi –pent)? Apa hukum seorang wanita menyusui cucu perempuannya?

  8. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Boleh. Boleh saja ia menyusui siapapun yang dia kehendaki (dan tetap berlaku hukum mahram yang menjadi konsekuensi persusuan, wallahu a’lam –pent)

  9. Apakah ayahku adalah mahram bagi istriku?

  10. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Dia adalah mahram berdasarkan firman Allah Ta’ala (yang artinya), “..(dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu)” (QS. An Nisaa : 23)

  11. Anakku berumur 10 tahun, apakah ia dianggap mahram apabila diajak menemani safar?

  12. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Dia bukan mahram dalam hal ini.

  13. Apa hukum shalat witir?

  14. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Sunnah muakkadah.

  15. Assalamu’alaikum warahmatulah syaikhuna, apakah cambang (bulu yang tumbuh di pipi –pent) termasuk jenggot? Apakah boleh untuk diambil atau dicukur?

  16. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Termasuk bagian dari jenggot, tidak boleh dipotong.

  17. Assalamu’alaikum, apa hukum shalat dua rakaat setelah ashar? Barakallahu fiik.

  18. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Terdapat riwayat bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengerjakannya dan itu terkait khusus dengan waktu tersebut.

  19. Bolehkah menshalatkan mayit di kuburan? Barakallaahu fiikum
    Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Boleh dan batas waktunya adalah sebulan (setelah mayit dikubur –pent)

  20. Apa hukum perempuan mengenakan abaya yang di dalamnya terdapat perhiasan dan ornamen, dan itu tertutupi dari pandangan lelaki?

  21. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Setiap pakaian yang ada perhiasannya seperti abaya tersebut tidak boleh.

  22. Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wabarakatuh. Apa hukumnya perempuan mengenakan abaya di atas pundak (untuk menutup kepala dan hanya disampirkan –pent)? Jazaakallaahu khaira.

  23. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Tidak boleh karena menyerupai lelaki.

  24. Apakah shalat sunnah di tanah suci (Haramain) mendapat pahala senilai 100,000 shalat?

  25. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Shalat sunnah di tanah suci mengambil hukum shalat wajib dalam masalah pahala (yaitu senilai 100,000 shalat –pent)

  26. Apa hukum membeli emas dengan sistem kredit?

  27. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Hal itu tidak boleh karena disyaratkan dalam sistem tersebut untuk menahan emasnya (emas baru bisa diambil setelah lunas –pent)

  28. Zakat barang yang disewakan, apakah dikeluarkan bulanan ataukah tahunan?

  29. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Apabila harganya ditahan (hingga mencapai nishab –pent) dan telah berlalu haulnya setahun maka wajib dizakati.

  30. Bolehkah perempuan memakai handphone berlapis emas?

  31. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Yang lebih utama adalah meninggalkan hal tersebut.

  32. Apakah memakai cincin itu sunnah?

  33. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Bukan sunnah karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memakainya karena kebutuhan.

  34. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, ahsanallaahu ilaik, sahkah apabila ada seseorang mengusap kaos kaki orang lain yang lemah (untuk bersuci –pent)?

  35. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Sah sebagaimana sahnya ia mewudhukan orang yang lemah.

  36. Apa hukumnya membaca Al Quran bagi orang yang haid dan ia hafal Al Quran?

  37. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Boleh, seperti halnya boleh baginya membaca di HP atau dengan memakai selubung kain (agar tidak bersentuh kulit –pent) seperti kaos tangan, atau selainnya.

  38. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, ahsanallahu ilaikum, wahai Syaikhuna apakah ada udzur bagi seorang laki-laki untuk memotong jenggotnya?

  39. Al Akh Hassan bin Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Wa’aaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, aku mendengar ayahku Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad hafizhahullah berulangkali ditanya tentang mencukur jenggot karena berbagai aturan yang menyulitkannya dan karena itulah persyaratan di pekerjaannya dan berbagai alasan lain, adapun jawabannya tetap satu :

    وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا

    Dan barangsiapa bertaqwa pada Allah, akan Allah jadikan baginya jalan keluar” (QS. At Thalaq : 3)

  40. Apa hukumnya cuka yang dijual dengan merk “cuka alkohol”?

  41. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Yang lebih berhati-hati adlaah meninggalkannya. Nabi shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,

    دع مايريبك الى مالا يريبك

    Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu” (HR Tirmidzi, Ahmad, Ibn Hibban dan dinilai shahih oleh Al Albani)

  42. Ahsanallahu ilaikum syaikhuna, apakah tergolong mahram anak perempuan dari istri ayahku?

  43. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Dia bukan mahramnya, karena boleh baginya untuk menikahinya.

  44. Ahsanallahu lisyaikhina, apa hukumnya seandainya seorang khatib berkhutbah Jumat tiga kali karena lupa?

  45. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Bila ia berkhutbah tiga kali karena lupa maka yang dianggap adalah dua yang pertama, adapun yang ketiga maka dianggap tambahan dan hukumnya sama seperti orang yang melakukan sa’i 14 kali karena lupa.

  46. Ahsanallaahu ilaikum syaikhuna, apa pendapat yang rajih dalam masalah bersedekap setelah bangkit dari ruku?

  47. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Khilaf diantara para ulama dan yang rajih ialah bersedekap

  48. Apa hukumnya mencukur jenggot dengan maksud supaya setelah dicukur ia tumbuh lebih lebat? Jazaakumullaahu khaira.

  49. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Tidak boleh.

  50. Shahihkah hadits “Tidak beriman salah seorang diantara kamu sampai hawa nafsunya mengikuti apa yang aku diutus dengannya”?

  51. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Hadits ini nomor 41 dari Arba’un An Nawawiah dan sanadnya termasuk diperbincangkan, kesimpulannya hadits ini hasan.

  52. Ahsanallaahu ilaikum, apakah Al Musthafa termasuk dari nama Rasul shallallaahu ‘alaihi wa sallam?

  53. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Al Musthafa ialah sifat Nabi shallallaahu alaihi wa sallam

  54. Apa makna “Jawami’ul kalim” sebagaimana terdapat dalam hadits, “Aku dilebihkan atas para Nabi dengan enam keutamaan, yaitu jawaami’ul kalim..”?

  55. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Yaitu perkataan ringkas namun sarat makna

  56. Apa hukumnya mendengar musik?

  57. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Tidak boleh, haram.

  58. Apa hukum belajar di Universitas yang ikhtilath? Dengan mengetahui bahwa di negeri kami tidak terdapat kampus kecuali ini saja.

  59. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Tidak boleh secara mutlak.

  60. Apa hukum berjabat tangan dengan perempuan?

  61. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Tidak boleh berjabat tangan dengan perempuan kecuali mahramnya.

  62. Bismillaahirrahmanirrahiim, syarah Shahih Muslim apa yang paling utama dan paling menjelaskan seluruh isi hadits?
    Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Syarh paling luas dan menyeluruh ialah dari Syaikh Muhammad Ali Aalu Adam Al Ethiopi, berjudul “Al Bahru Al Muhiith At Tajah”

  63. Bolehkah membeli sertifikat kemampuan berbahasa Inggris padahal seluruh yang kupelajari adalah dalam bahasa Arab?

  64. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Tidak boleh, dan perbuatan tersebut termasuk menipu dan mengkhianati amanah.

  65. Apa obat penyakit ujub (bangga) terhadap diri sendiri?

  66. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Obatnya adalah memohon perlindungan kepada Allah dari syaithan yang terkutuk, membiasakan diri untuk rendah hati, memperbanyak doa bagi diri sendiri, “Allahummakfini syarri nafsi” Ya Allah cukupkanlah bagiku keburukan diriku sendiri.

  67. Ahsanallaahu ilaikum, samaahatul waalid hafizhakumullaah, mana yang lebih utama menghafalkan kitab Umdatul Ahkam, Bulughul Maram, atau keduanya sekaligus? Dan bagaimana cara paling efektif untuk menghapal kitab-kitab hadits dan urut-urutannya? Ghafarallaahu lanaa walakum

  68. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Kitab pertama yang hendaknya dihafalkan ialah Arba’in An Nawawiyah kemudian Umdatul Ahkam.

  69. Ahsanallaahu ilaikum, apa hukum membaca Al Quran dari HP?

  70. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Yang lebih utama ialah membaca mushaf selama masih memungkinkan, namun apabila tidak memungkinkan maka tidak mengapa membaca dari HP

  71. Dalam hadits,

  72. ((ماء زمزم لما شرب له))

    “Air zamzam itu tergantung niat orang yang meminumnya.”

    Yang kami pahami dari sini bahwasanya diantara sunnah ialah kita berdoa sebelum meminum air zamzam, akan tetapi apakah doa tersebut khusus untuk diri sendiri ataukah bisa digunakan bagi orang lain secara umum, misalkan kepada kerabat kita?

    Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Doa tersebut untuk diri sendiri adapun untuk orang lain maka aku tidak mengetahui dalil yang menunjukkan hal tersebut

  73. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Bagaimana pendapat Fadhilatus Syaikh Abdul Muhsin mengenai tahdzir Syaikh Muhammad bin Hadi terhadap Syaikh Shalih As Sindi? Apakah kami harus mengikutinya sehingga kami meninggalkan dars As Syaikh As Sindi? Atau kami meninggalkan jarh al mufassar tersebut sehingga kami tetap menghadiri dars As Syaikh As Sindi? Apakah pendapat Syaikh Muhammad bin Hadi bahwasanya Ibrahim Ar Ruhaili rangking dua dalam jarh mufassar?

  74. Jazaakumullahu khaira.

    Al Akh Hassan bin Abdul Muhsin Al Abbad menjawab : Perkataan Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr terkhusus fenomena tajrih dan tabdi’ di kalangan penuntut ilmu dapat disimak di link http://www.youtube.com/watch?v=t2iBasnFqP8 Dan aku pernah mendengar beliau berkata bahwa jarh wa ta’dil di zaman ini adalah fitnah.

  75. Apakah berkahnya air zamzam masih ada apabila ia tercampuri air putih biasa?

Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr menjawab : Allahu a’lam, akan tetapi yang nampak bagiku ialah tidak berlaku lagi hukum barakah.

Article : Blog Al-Islam


Back to Top
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

KISAH NABI ADAM ALAIHI SALAM

 BUAH TEEN Kisah Nabi Adam: Dari Awal Penciptaan Hingga Turun ke Bumi Kisah Nabi Adam menceritakan terciptanya manusia pertama y...

Translate

 
Support : Blog author | Rachmat.M,MA | Duta Asri Palem 3
Copyright © 2013. BLOG AL ISLAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger