BLOG AL ISLAM
Diberdayakan oleh Blogger.
Kontributor
Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha
Arsip Blog
-
►
2011
(33)
- ► Januari 2011 (22)
- ► September 2011 (1)
-
►
2012
(132)
- ► April 2012 (1)
- ► Agustus 2012 (40)
- ► Oktober 2012 (54)
- ► November 2012 (4)
- ► Desember 2012 (3)
-
►
2013
(15)
- ► Maret 2013 (1)
-
►
2015
(53)
- ► Januari 2015 (45)
- ► April 2015 (1)
-
►
2023
(2)
- ► Februari 2023 (1)
- ► Desember 2023 (1)
twitter
Live Traffic
Latest Post
Februari 21, 2014
Disalin / Tulis Ulang : Rachmat Machmud
Detik-Detik Menjelang Nabi Muhammad SAW Wafat
Written By sumatrars on Jumat, 21 Februari 2014 | Februari 21, 2014
Detik-Detik Menjelang
Nabi Muhammad SAW Wafat
Disalin / Tulis Ulang : Rachmat Machmud
Dua bulan setelah menunaikan ibadah haji wada’ (haji
perpisahan), Nabi Muhammad SAW terkena sakit demam panas dibarengi pusing. Para
istri beliau sudah berkumpul. Tidak seorang pun dari mereka yang berani
meninggalkan beliau dalam keadaan sakit parah. Tidak lama kemudian, datanglah
putri kesayangan beliau, yaitu Fatimah. Beliau menyambut kedatangan Fatimah
dengan wajah ceria. Fatimah kemudian diminta duduk di sebelah kanan beliau.
Nabi Muhammad SAW membisikkan sesuatu ke telinga Fatimah
hingga membuat Fatimah menangis tersedu-sedu. Beberapa saat kemudian, beliau
membisikkan sesuatu dan Fatimah pun seketika tersenyum gembira. Tak ada
seseorang yang mengetahui apa isi bisikan beliau, termasuk istri-istrinya. Siti
Aisyah, istri Nabi Muhammad SAW yang paling muda usianya, terdorong rasa ingin
tahu. Siti Aisyah memberanikan diri menanyakannya kepada Fatimah. Fatimah
menjawab bahwa itu rahasia antara dirinya dengan sang Ayah.
Beberapa hari setelah Nabi Muhammad SAW wafat, Fatimah baru
membocorkannya kepada Siti Aisyah. Bisikan beliau yang membuat Fatimah menangis
adalah kabar dari Malaikat Jibril mengenai segera dicabutnya nyawa Nabi
Muhammad SAW. Ketika itu beliau berpesan kepada Fatimah agar tetap bertakwa
kepada Allah SWT dan bersikap sabar menerima kenyataan pahit tersebut. Bisikan
Nabi Muhammad SAW yang kedua berisi bahwa Fatimah telah menjadi wanita beriman
yang terkemuka di dunia. Selain itu, Fatimah akan menjadi orang pertama dari
keluarga Nabi Muhammad SAW yang akan menyusul beliau ke alam barzakh. Fatimah pun
tersenyum.
Senyum Terakhir Nabi Muhammad SAW
Demam panas yang menyerang tubuh Nabi Muhammad SAW semakin
hari semakin tinggi. Beliau tidak dapat lagi meninggalkan tempat tidurnya.
Beliau meminta persetujuan seluruh istrinya untuk pindah dan dirawat di rumah
Siti Aisyah. Para istri menyetujui. Sahabat Abbas bin Abdul Muthalib dan Ali
bin Abi Thalib, menantunya, lalu memapah beliau yang berjalan tertatih-tatih
menuju kediaman Siti Aisyah. Rupanya demam panas beliau bertambah tinggi hingga
beliau minta disiram dengan air. Permintaan beliau dituruti.
Semula Nabi Muhammad SAW masih mampu memimpin shalat fardhu
berjamaah di Masjid Nabawi. Shalat Dzuhur berjamaah bersama para sahabat adalah
shalat yang terakhir kali diimami oleh beliau. Namun, sejak itu terhitung sudah
tiga hari beliau tidak sanggup mengimami shalat. Hal ini dikarenakan kondisi
kesehatan beliau yang kian memburuk. Bila beliau mendengar suara sahabat Bilal
bin Raba’ mengumandangkan adzan shalat, beliau segera menunjuk sahabat Abu
Bakar Siddiq sebagai imam shalat. Tempat kediaman Siti Aisyah memang sangat
berdekatan dengan Masjid Nabawi.
Pada saat kaum muslimin sudah siap berdiri untuk
melaksanakan shalat berjamaah di masjid, secara mendadak Nabi Muhammad SAW
menyingkapkan kain penyekat kamarnya. Beliau melihat para jamaah sambil
tersenyum senang sembari melambaikan tangan. Melihat keadaan beliau yang
demikian, para sahabat sangat gembira. Mereka menyangka beliau telah sembuh
dari sakitnya. Sementara Abu Bakar Siddiq yang akan mengimami shalat menyangka
beliau hendak keluar kamar dan memimpin shalat. Tetapi beliau segera memberi
isyarat supaya para jamaah memulai shalatnya. Kain penyekat ditutup kembali.
Para sahabat melanjutkan shalatnya.
Pidato Abu Bakar Siddiq
Tanda-tanda kedatangan Malaikat Izrail, malaikat pencabut
nyawa, semakin dekat. Nabi Muhammad SAW berada di atas pangkuan Siti Aisyah.
Beliau memiringkan kepalanya ke arah kepala Siti Aisyah. Siti Aisyah mengira
beliau menghendaki sesuatu dari kepalanya. Tetapi, secara tiba-tiba dari mulut
beliau keluar setetes cairan dingin. Siti Aisyah merasa sangat gemetar, menduga
beliau pingsan. Siti Aisyah kemudian menyelimuti Nabi Muhammad SAW dengan
pakaian beliau.
Pada saat itu Umar bin Khattab dan Mughirah bin Syu’bah
datang berniat menjenguk Nabi Muhammad SAW. Keduanya meminta izin kepada Siti
Aisyah untuk mendekatinya. Setelah dicek, Umar bin Khattab menyangka beliau
pingsan. Sementara Mughirah bin Syu’bah mengatakan beliau telah wafat. Ternyata
dengan suara yang keras dan penuh emosi, Umar bin Khattab membantahnya. Umar
bin Khattab tidak percaya beliau telah tiada. Umar bin Khattab bahkan menuduh
Mughirah bin Syu’bah telah berbohong kepada dirinya.
Tidak lama kemudian Abu Bakar Siddiq datang. Abu Bakar
langsung melihat keadaan beliau. Setelah memeriksa beliau, Abu Bakar lalu
mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Artinya, sesungguhnya segala
sesuatu milik Allah SWT dan sesungguhnya kepada-Nya semua akan kembali. Abu
Bakar mencium kepala, dahi dan kedua pipi beliau. Menurut Abu Bakar, alangkah
harumnya sekujur tubuh beliau, baik sewaktu hidup maupun setelah mangkat.
Orang-orang yang hadir spontan menangis. Semuanya benar-benar bersedih. Tulang
dan persendiannya seakan copot. Lidah mereka kelu. Mulut mereka seperti
terkunci rapat, tak dapat berkata apapun.
Dalam tempo cepat,
para sahabat dan kaum muslimin telah berkumpul di dekat rumah Nabi Muhammad
SAW. Mereka beramai-ramai menitikkan air mata. Tak ada yang bisa mempercayai
bahwa manusia agung sekaligus pemimpin kesayangan mereka telah dipanggil oleh
Allah SWT. Seluruh penghuni alam pun turut berduka. Awan hitam menutupi Kota
Madinah. Untuk menenangkan hati dan menjaga keimanan mereka, Abu Bakar Siddiq
segera berbicara dihadapan mereka: “Barang siapa yang menyembah Allah SWT, maka
Allah SWT Maha Hidup dan tidak akan mati. Tetapi barang siapa yang menyembah
Muhammad Rasulullah, maka Muhammad Rasulullah sekarang telah meninggal dunia.”
Doa Ma Halaka
Nabi Muhammad SAW menghembuskan nafas terakhirnya pada hari
Senin, tanggal 12 Rabiul Awal 11 Hijriyyah dalam usia 63 tahun. Jenazah beliau
dimandikan dalam keadaan berpakaian. Ali bin Abi Thalib yang memimpin
pelaksanaan prosesi pemandiannya. Di antara sahabat yang membantu
membolak-balikkan tubuh jenazah adalah Abbas bin Abdul Muthalib, Fadhl bin
Abbas dan Qatsam bin Abbas. Usamah bin Zaid dan Shalih yang menuangkan air ke
tubuh jenazah. Ali bin Abi Thalib sendiri yang membersihkan tubuh jenazah dari
bekas keringat. Ali tidak menemukan satu kotoran pun pada tubuh beliau. Malah,
menurut Ali, jenazahnya mengeluarkan bau harum.
Seusai dimandikan, jenazah suci Nabi Muhammad SAW dikafani
dengan tiga pakaian beliau sendiri; yang dua berwarna putih dan yang satu
berwarna kekuning-kuningan. Tidak ada baju lengan panjang dan surban di
dalamnya. Jenazah beliau selanjutnya diletakkan di atas ranjang di pinggir
bakal kuburan. Kemudian masuklah orang-orang secara berkelompok. Mereka
menshalatinya berkelompok dan bergantian. Orang yang pertama shalat adalah
Abbas bin Abdul Muthalib, kemudian Bani Hasyim, Muhajirin, Anshar, dan seluruh
manusia yang hadir. Berikutnya giliran anak-anak dan para wanita yang diberi
kesempatan masuk untuk melihatnya.
Sahabat Abu Thalhah lantas mencangkul tanah untuk lubang
kuburan Nabi Muhammad SAW di tempat tidur bekas beliau. Jenazah beliau dimakamkan
di dalam rumah Siti Aisyah, istri beliau. Beliau pernah mengatakan bahwa dahulu
para nabi dikubur di tempat mereka wafat. Selama menggali, Abu Thalhah
mengucapkan doa ma halaka. Artinya Nabi Muhammad SAW sebenarnya tidak rusak dan
tidak meninggal sama sekali, kecuali dikubur dan dicabut ruhnya.
Abu Thalhah sudah rampung membuat tempat peletakan jenazah.
Nabi Muhammad SAW secara perlahan diturunkan ke liang lahat. Abbas bin Abdul
Muthalib, Fadhl bin Abbas, Qatsam bin Abbas, Ali bin Abi Thalib, dan Syaqran
yang turun ke liang lahat. Mereka mengurus dan mengatur posisi jenazah. Sesudah
wajah dan tubuh jenazah dihadapkan ke arah kiblat, jenazah dipendam dan lubang
kubur ditutup. Di atas kuburnya dibangun sebuah bata. Para sahabat kemudian
menaburkan debu dan meratakan kuburan Nabi Muhammad SAW, lalu menyiramkan air
di atasnya.***
Semoga Artikel ini Bermanfaat.
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Februari 21, 2014
Soal Jawab - MELURUSKAN KATA "SAYYIDINA"
MELURUSKAN KATA "SAYYIDINA"
Soal:
Apakah bersholawat dengan tambahan kata sayyidina di-syari'atkan, atau termasuk perkara baru?
Jawab:
Bersholawat dengan tambahan kata sayyidina (artinya: penghulu kami) tidak pernah disyari'atkan, bahkan ini termasuk perkara baru dalam agama, lebih-lebih ketika diucapkan dalam sholat, hal ini karena beberapa hal:
Semua lafadz sholawat yang diajarkan oleh Nabi صلي الله عليه وسلم tidak ada satu pun tambahan kalimat sayyidina.#
Para sahabat رضي الله عنهم adalah manusia yang paling cinta dan menghormati Rosululloh صلي الله عليه وسلم, akan tetapi mereka tidak mengucapkan sayyidina dalam ucapan sholawat mereka. Ini berarti apabila kita mengaku cinta dan menghormati Nabi صلي الله عليه وسلم maka kita harus mengikuti jejak para sahabat رضي الله عنهم yang sangat cinta kepada Rosululloh صلي الله عليه وسلم.
Apabila maksud perkataan sayyidina adalah penghormatan kepada Rosululloh صلي الله عليه وسلم, berarti harus ditambah kalimat lain sebagai penghormatan, seperti uswatuna (teladan kami), musthofana (pilihan kami), habibina (kekasih kami), mukhtarina (pilihan kami), dan semisalnya, yang semuanya tidak pernah dicontohkan oleh Nabi صلي الله عليه وسلم dan para sahabat yang mengikuti beliau صلي الله عليه وسلم, sehingga akhirnya agama Islam ini menjadi rusak, sedangkan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi kita صلي الله عليه وسلم.
Tidak satu pun dari para imam madzhab mengajarkan tambahan sayyidina dalam sholawat, bahkan Imam Syafi'i رحمه الله dalam kitab-kitabnya (seperti dalam muqoddimah kitab al-Um) menulis sholawat dengan kalimat "Allohumma sholli 'ala Muhammad" tanpa ditambah sayyidina, maka barangsiapa mengaku pengikut Imam Syafi'i hendaknya mengikuti petunjuk beliau yang sesuai dengan petunjuk Nabi صلي الله عليه وسلم ini, sebagaimana yang dilakukan oleh penerus madzhab Syafi'i yaitu Imam Ibnu Hajar al-Asqolani رحمه الله. Allohu alam.[]
Disalin dari:
Majalah Al-Furqon No.75 Ed.5 Th.7 1428 H/ 2007 M, Rubrik Soal-Jawab asuhan Ustadz Abu Ibrohim Muhammad Ali AM خفظه الله, hal.4-5
[1] Lihat Fadho'il ash-Sholat wa as-Salam 'ala Muhammad Khoiril Anam oleh Muhammad bin Jamil Zainu رحمه الله hal. 10-11, dan perkataan semisal oleh Ibnu Utsaimin رحمه الله dalam Syarh Bulugh al-Marom dalam penjelasan hadits Ibnu Mas'ud رضي الله عنه 249
Semoga artikel ini Bermanfaat
Sumber Artikel : To Display Koleksi Soal Jawab Agama
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Label:
aqidah,
index,
soal jawab
Februari 21, 2014
Dzikir Berjamaah Setelah Shalat Wajib
Pengantar
الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
Amma ba’du….
Sungguh kita di masjid-masjid yang ada di Negeri kita ini banyak yang melakukan dzikir bersama-sama setelah selesai shalat wajib yang dipimpin oleh Imam Shalat atau yang ditunjuknya, sungguh dzikir ini sangat bersemangat dan sampai pada lafazh لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ , kita mendengar seakan-akan kalimat yang terucap hanya لَا إِلَهَ nya saja., Semoga Allah memperbaiki keadaan kita, amin….
Dalam risalah ini penulis menjelaskan akan pandangan Al-Qur’an, Hadits, Sahabat dan mengkhususkan pandangan para ulama Mazhab Syafi’i [dimana mayoritas muslim Indonesia mengaku bermadzhab dengan Madzhab Syafi'i] tentang Dzikir berjama’ah setelah shalat fardhu yang dilakukan pula dengan suara keras.
Untuk menambah manfaat Artikel ini, kami sertakan lafazh dzikir setelah shalat fardhu yang sesuai dengan as-Sunnah serta peringatan penting seputar kesalahan dalam [setelah] shalat dari buku Dzikir Pagi Petang dan Sesudah Shalat Fardhu Menurut al-Qur’an dan as Sunnah yang Shahih buah karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas
berkaitan dengan topik ini yang pantas pula kita pelajari diantaranya:
- Dzikir Pagi Petang dan Setelah Shalat Fardhu oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas
- Sifat Shalat Nabi صلي الله عليه وسلم oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
- Sifat Shalat Nabi صلي الله عليه وسلم Bergambar oleh Syaikh Ibn Jibrin
Semoga eboook-ebook lainnya bermanfaat bagi kaum muslimin dan akhirnya kita berdo’a semoga amal-amal kita diterima disisi-Nya.
Ibnu Majjah 4 Ummat Muslim
Untuk Mendapatkan Ebook Insya Allah akan kami Posting dalam waktu sesingkatnya.
Pengantar Penerbit
Segala puji hanya bagi Allah dengan pujian yang melimpah, semoga shalawat serta salam kepada Rasulullah صلي الله عليه وسلم tercurah, tiada daya dan upaya kecuali kepada-Nya kita pasrah dan berserah.
Wa ba’du;
Dengan izin Allah-lah, akhirnya, kami dapat menerbitkan risalah "Apa Kata Imam Syafi'i Tentang Dzikir Berjama'ah Setelah Shalat Wajib Dengan Suara Keras?" buah pena Ustadz Ibnu Saini. Dalam kesempatan ini, tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada penulis yang telah mempercayakan kepada pustaka al ‘Ilmu. Dan semua pihak yang telah mendukung secara moril ataupun materil, sehingga berdirinya pustaka al 'Ilmu, khususnya guru kami Ustadz Abdul Hakim Abdat hafizhahullah.
Kami telah berusaha untuk mengeluarkan buku ini dengan sebaik mungkin. Oleh karenanya kami membuka pintu untuk saran dan kritik dari para sidang pembaca yang sangat kami hormati. Semoga semua usaha ini memudahkan kami untuk meraih Sorga-Nya yang seluas langit dan bumi... Allahumma amiin.
Pustaka al 'Ilmu
Daftar Terkait :
- Ayat-Ayat Al Qur'an yang Menerangkan Bahwa Berdzikir dan Berdo'a Tidaklah Dengan Suara Keras
- Beberapa Hadits Nabi yang Melarang Dari Berdzikir dan Berdo'a Dengan Suara Keras
- Sikap Para Shahabat Terhadap Mereka yang Berdzikir Dengan Suara Keras dan Berjama'ah & Sekilas Tentang Sejarahnya
- Pernyataan Dari Para Ulama Madzhab Imam Syafi'i Tentang Berdzikir Setelah Selesai Shalat Dengan Suara Keras & Berjama'ah
- Pengganti yang Disunnahkan
- Kesimpulan
- Penutup
- Maraji'
Dzikir Setelah Shalat Fardhu
Peringatan Penting Seputar Kesalahan Dalam [Setelah] Shalat
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Februari 21, 2014
PERTAMA: Sikap Umar bin Khththab رضي الله عنه :
Abu 'Utsman an Nahdiy mengatakan:
Seorang pegawai Umar bin Khaththab رضي الله عنه melaporkan kepadanya: Bahwa di wilayahnya ada sekelompok orang yang (sering) berkumpul untuk mengadakan do'a (bersama) untuk kaum muslimin dan penguasa. Maka Umar mengirimkan surat balasan kepadanya (yang isinya): Hadapkan mereka itu kepadaku bersamamu! Kemudian Umar meminta disiapkan untuknya sebuah cambuk, ketika mereka itu masuk menghadap Umar, langsung beliau menyambuk dengan sebuah cambukan kepada pemimpin mereka. Maka aku berkata: Wahai Umar! Kami bukanlah orang-orang yang di maksud, mereka itu adalah orang-orang yang akan datang dari arah Timur.1
KEDUA: Sikap Ibnu Mas'ud & Abu Musa al Asy'ariy رضي الله عنهما
Dahulu di kota Kufah (wilayah Iraq saat ini) ada sekelompok orang yang mengadakan dzikir secara berjama'ah di masjid setelah shalat Maghrib, yang salah seorang dari mereka memimpin dengan mengatakan: bertasbihlah kalian sebanyak 100 kali, dan seterusnya, maka hal itu dilaporkan oleh Abu Musa al Asy'ariy رضي الله عنه kepada Ibnu Mas'ud رضي الله عنه (sebagai walikota Kufah saat itu), maka mereka berdua langsung mendatangi sekolompok orang yang sedang mengadakan dzikir berjama'ah itu untuk melarang mereka dari perbuatan itu, seraya Ibnu Mas'ud berkata kepada mereka:
"Demi Dzat Yang tidak berhak untuk disembah dengan benar kecuali Dia, kalian semua telah berbuat sebuah bid'ah dengan zhalim, dan kalian juga telah merasa lebih berilmu daripada para Shahabat Muhammad صلي الله عليه وسلم "?!'.
Maka 'Amr bin 'Utbah menyangkal:
Kami hanya beristigfar kepada Allah. Ibnu Mas'ud berkata lagi: "Hendaklah kalian cukup mengikuti Sunnah, dan pegang teguhlah Sunnah itu, karena bila kalian mengambil dari sana dan sini (selain apa yang telah ditetapkan Sunnah), maka kalian akan tersesat dengan kesesatan yang jauh". 2
Bahkan Ibnu Mas'ud صلي الله عليه وسلم juga pernah menghancurkan sebuah masjid yang dibangun kota Kufah yang biasa digunakan untuk berdzikir berjama'ah oleh 'Amr bin 'Ut-bah bersama para pengikutnya. 3
KETIGA: Sikap Khabbab bin Art :
Setelah sempat hilang, maka bid'ah ini muncul kembali setelah wafatnya Shahabat Ibnu Mas'ud, sekitar tahun 32 atau 33 H.
Abdullah bin Khabbab bin Art, pernah duduk bersama beberapa orang yang memimpin dzikir mereka, maka ketika ayahnya Khabbab bin Art رضي الله عنه melihatnya berbuat demikian, iapun memanggilnya dan mengambil sebuah cambuk untuk memukul kepala putranya itu, lalu putranya bertanya: Mengapa engkau memukulku? "Karena engkau duduk bersama orang-orang Amaliqah 4" jawabnya.
5
Begitulah juga sikap yang ditunjukkan oleh para ulama dari kalangan Tabi-'in dan para ulama yang datang setelah mereka rahimahumullahul jami 6
Sekilas Tentang Sejarah Dzikir Berjama'ah Setelah Shalat Wajib Di Masjid:
Adapun yang pertamakah mengadakan dzikir "Takbir" berjama'ah adalah: Ma'dhad bin Yazid al 'Ijliy bersama kelompok (dzikirnya) di kota Kufah,7 sebelum tahun 32 atau 33 H, kemudian dilarang oleh Ibnu Mas'ud رضي الله عنه lalu muncul kembali pada masa Khabbab bin Art رضي الله عنه seperti tertera di atas, lalu pada tahun 116 H Khalifah al Makmun memerintahkan orang-orang untuk bertakbir setiap selesai shalat wajib di masjid, dan ini merupakan salah satu bid'ah yang diadakan olehnya.
8
Ibnu Majjah 4 Ummat Muslim
1 Kisah ini telah diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam kitabnya al Bida Wan Nahyu 'Anha hal. 10 dan Ibnu Abi Syaibah di dalam kitabnya al Mushannaf (VIll: 746) no: 6242 dengan sanad yang hasan, sebagaimana dikemukakan oleh DR. Al Khumais di dalam kitabnya adz DzikrulJama'iy Bainal Ittiba' WalIbtida' hal. 29. [Kembali keatas]
2 Kisah ini telah diriwayatkan oleh ad Darimi di dalam kitab Sunannya (I: 68-69), Ibnu Wadhdhah di dalam kitabnya al Bida' Wan Nahyu 'Anha hal. 5 dari banyak jalan, Ibnul Jauziy di dalam kitabnya Talbisul Iblis hal. 28-29. Dan telah disebutkan oleh Imam Suyuthiy di dalam kitabnya al Amru bil Ittiba' hal. 83-84, dan Syaikh Masyhur Alu Salman berkata di dalam catatan kakinya: Atsar ini shahih; karena jalannya yang banyak. [Kembali Keatas]
3 Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam kitabnya al Bida' Wan Nabyu 'Anha hal. 5.
4 Maksudnya adalah: Karena kamu telah berbuat suatu urusan yang teramat besar dalam Agama ini.
5 Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam kilahnya al Bida' Wan Nahyu 'Anha hal. 10, dan Ibnu Abi Syaibah di dalam kitabnya al Mushannaf (VIII: 559).
6 Lihat keterangannya di kitab al Bida' Wan Nahyu 'Anha karya Imam Ibnu Wadhdhah al Qurthubiy
7 Majmu' Fatawa (XXXV: 41), sebagaimana yang disebutkan oleh DR. Nashir al ‘Aql di dalam kitabnya Rasaa-il Wal Dirasat Fil Ahwaa-i Wal Iftiraq Wal Bida' (I: 226).
8 Lihat kitab al Bidayah Wan Nihayah (X: 270)
[Kembali ke 45678]
Bersambung BAB IV [Pernyataan Dari Para Ulama Madzhab Imam Syafi'i Tentang Berdzikir Setelah Selesai Shalat Dengan Suara Keras Dan Berjama'ah]
Berdzikir Berjama'ah Dengan Suara keras BAB III
Bab: III
Apa kata Imam Syafi'i Tentang Dzikir Berjama'ah Setelah Shalat Wajib Dengan Suara Keras.
Sikap Para Shahabat Terhadap Mereka yang Berdzikir Dengan Suara Keras dan Berjama'ah & Sekilas Tentang Sejarahnya
Dalam bab ini akan saya turunkan beberapa contoh dari pernyataan dan sikap para ulama dari generasi Shahabat yang mereka adalah panutan kita semua terhadap mereka yang melakukan dzikir dengan suara keras dan berjama'ah dan dikomandoi oleh seorang, seperti yang dilakukan oleh kebanyakan orang pada zaman kita hidup ini!PERTAMA: Sikap Umar bin Khththab رضي الله عنه :
Abu 'Utsman an Nahdiy mengatakan:
Seorang pegawai Umar bin Khaththab رضي الله عنه melaporkan kepadanya: Bahwa di wilayahnya ada sekelompok orang yang (sering) berkumpul untuk mengadakan do'a (bersama) untuk kaum muslimin dan penguasa. Maka Umar mengirimkan surat balasan kepadanya (yang isinya): Hadapkan mereka itu kepadaku bersamamu! Kemudian Umar meminta disiapkan untuknya sebuah cambuk, ketika mereka itu masuk menghadap Umar, langsung beliau menyambuk dengan sebuah cambukan kepada pemimpin mereka. Maka aku berkata: Wahai Umar! Kami bukanlah orang-orang yang di maksud, mereka itu adalah orang-orang yang akan datang dari arah Timur.1
KEDUA: Sikap Ibnu Mas'ud & Abu Musa al Asy'ariy رضي الله عنهما
Dahulu di kota Kufah (wilayah Iraq saat ini) ada sekelompok orang yang mengadakan dzikir secara berjama'ah di masjid setelah shalat Maghrib, yang salah seorang dari mereka memimpin dengan mengatakan: bertasbihlah kalian sebanyak 100 kali, dan seterusnya, maka hal itu dilaporkan oleh Abu Musa al Asy'ariy رضي الله عنه kepada Ibnu Mas'ud رضي الله عنه (sebagai walikota Kufah saat itu), maka mereka berdua langsung mendatangi sekolompok orang yang sedang mengadakan dzikir berjama'ah itu untuk melarang mereka dari perbuatan itu, seraya Ibnu Mas'ud berkata kepada mereka:
"Demi Dzat Yang tidak berhak untuk disembah dengan benar kecuali Dia, kalian semua telah berbuat sebuah bid'ah dengan zhalim, dan kalian juga telah merasa lebih berilmu daripada para Shahabat Muhammad صلي الله عليه وسلم "?!'.
Maka 'Amr bin 'Utbah menyangkal:
Kami hanya beristigfar kepada Allah. Ibnu Mas'ud berkata lagi: "Hendaklah kalian cukup mengikuti Sunnah, dan pegang teguhlah Sunnah itu, karena bila kalian mengambil dari sana dan sini (selain apa yang telah ditetapkan Sunnah), maka kalian akan tersesat dengan kesesatan yang jauh". 2
Bahkan Ibnu Mas'ud صلي الله عليه وسلم juga pernah menghancurkan sebuah masjid yang dibangun kota Kufah yang biasa digunakan untuk berdzikir berjama'ah oleh 'Amr bin 'Ut-bah bersama para pengikutnya. 3
KETIGA: Sikap Khabbab bin Art :
Setelah sempat hilang, maka bid'ah ini muncul kembali setelah wafatnya Shahabat Ibnu Mas'ud, sekitar tahun 32 atau 33 H.
Abdullah bin Khabbab bin Art, pernah duduk bersama beberapa orang yang memimpin dzikir mereka, maka ketika ayahnya Khabbab bin Art رضي الله عنه melihatnya berbuat demikian, iapun memanggilnya dan mengambil sebuah cambuk untuk memukul kepala putranya itu, lalu putranya bertanya: Mengapa engkau memukulku? "Karena engkau duduk bersama orang-orang Amaliqah 4" jawabnya.
5
Begitulah juga sikap yang ditunjukkan oleh para ulama dari kalangan Tabi-'in dan para ulama yang datang setelah mereka rahimahumullahul jami 6
Sekilas Tentang Sejarah Dzikir Berjama'ah Setelah Shalat Wajib Di Masjid:
Adapun yang pertamakah mengadakan dzikir "Takbir" berjama'ah adalah: Ma'dhad bin Yazid al 'Ijliy bersama kelompok (dzikirnya) di kota Kufah,7 sebelum tahun 32 atau 33 H, kemudian dilarang oleh Ibnu Mas'ud رضي الله عنه lalu muncul kembali pada masa Khabbab bin Art رضي الله عنه seperti tertera di atas, lalu pada tahun 116 H Khalifah al Makmun memerintahkan orang-orang untuk bertakbir setiap selesai shalat wajib di masjid, dan ini merupakan salah satu bid'ah yang diadakan olehnya.
8
Ibnu Majjah 4 Ummat Muslim
1 Kisah ini telah diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam kitabnya al Bida Wan Nahyu 'Anha hal. 10 dan Ibnu Abi Syaibah di dalam kitabnya al Mushannaf (VIll: 746) no: 6242 dengan sanad yang hasan, sebagaimana dikemukakan oleh DR. Al Khumais di dalam kitabnya adz DzikrulJama'iy Bainal Ittiba' WalIbtida' hal. 29. [Kembali keatas]
2 Kisah ini telah diriwayatkan oleh ad Darimi di dalam kitab Sunannya (I: 68-69), Ibnu Wadhdhah di dalam kitabnya al Bida' Wan Nahyu 'Anha hal. 5 dari banyak jalan, Ibnul Jauziy di dalam kitabnya Talbisul Iblis hal. 28-29. Dan telah disebutkan oleh Imam Suyuthiy di dalam kitabnya al Amru bil Ittiba' hal. 83-84, dan Syaikh Masyhur Alu Salman berkata di dalam catatan kakinya: Atsar ini shahih; karena jalannya yang banyak. [Kembali Keatas]
3 Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam kitabnya al Bida' Wan Nabyu 'Anha hal. 5.
4 Maksudnya adalah: Karena kamu telah berbuat suatu urusan yang teramat besar dalam Agama ini.
5 Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam kilahnya al Bida' Wan Nahyu 'Anha hal. 10, dan Ibnu Abi Syaibah di dalam kitabnya al Mushannaf (VIII: 559).
6 Lihat keterangannya di kitab al Bida' Wan Nahyu 'Anha karya Imam Ibnu Wadhdhah al Qurthubiy
7 Majmu' Fatawa (XXXV: 41), sebagaimana yang disebutkan oleh DR. Nashir al ‘Aql di dalam kitabnya Rasaa-il Wal Dirasat Fil Ahwaa-i Wal Iftiraq Wal Bida' (I: 226).
8 Lihat kitab al Bidayah Wan Nihayah (X: 270)
[Kembali ke 45678]
Bersambung BAB IV [Pernyataan Dari Para Ulama Madzhab Imam Syafi'i Tentang Berdzikir Setelah Selesai Shalat Dengan Suara Keras Dan Berjama'ah]
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Februari 21, 2014
Nabi صلي الله عليه وسلم telah bersabda:
Wahai manusia, hendaklah kamu menyayangi diri kamu sendiri, karena sesungguhnya kamu tidaklah menyeru Dzat Yang tuli dan jauh, bahkan kalian menyeru Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia itu bersama kalian (dengan ilmu serta pengawasan-Nya)."1
HADITS KEDUA:
Nabi صلي الله عليه وسلم juga telah bersabda:
Ibnu Majjah 4 Ummat Muslim
[1] Muttafaq 'Alaihi: Bukhari no: 2992, Muslim no: 2704, dan Abu Dawud no: 1526,1527,1528
[2]Shahih: Abu Dawud no: 1332, Ibnu Khuzaimah no: 1162, Ahmad di dalam kitab Musnadnya no: 11913, dan telah dishahihkan oleh Imam al Albani di dalam kitab Shahih Abi Dawud (I: 365), dalam kitab Shahih Ja-mi' ash Shaghir no: 2639 dan ash Shahihah (IV: 134)
Bersambung ; BAB III { Sikap Para Shahabat Terhadap Mereka yang Berdzikir Dengan Suara Keras dan Berjama'ah & Sekilas Tentang Sejarahnya }
Dzikir Berjama'ah setelah Shalat Wajib BAB II
Bab: II
Beberapa Hadits Nabi yang Melarang Dari Berdzikir dan Berdo'a Dengan Suara Keras
HADITS PERTAMA:Nabi صلي الله عليه وسلم telah bersabda:
عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ ، كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَجَعَلَ النَّاسُ يَجْهَرُونَ بِالتَّكْبِيْرِ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:أَيُّهَا النَّاسُ اِرْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِنَّكُمْ لَيْسَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا، إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا، وَهُوَ مَعَكُم
Dari Abu Musa al Asy'ariy, ia berkata: Kami pernah pergi safar bersama Nabi صلي الله عليه وسلم kemudian para Shahabatpun me<ninggikan suara mereka pada saat bertakbir,laku Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda kepada mereka:Wahai manusia, hendaklah kamu menyayangi diri kamu sendiri, karena sesungguhnya kamu tidaklah menyeru Dzat Yang tuli dan jauh, bahkan kalian menyeru Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia itu bersama kalian (dengan ilmu serta pengawasan-Nya)."1
HADITS KEDUA:
Nabi صلي الله عليه وسلم juga telah bersabda:
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ قَالَ: اِعْتَكَفَ رسول الله صلي الله عليه وسلم فِيْ الـــمَسْجِدِ فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُونَ بِالْقِرَاءَةِ، فَكَشَفَ السِّتْرَ وَقَالَ: أَلاَ إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ، فَلاَ يُــؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلاَ يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَيْ بَعْضٍ فِيْ القِرَاءَةِ
Dari Abu Said, ia berkata, "Rasulullah صلي الله عليه وسلم pernah i'tikaf di masjid, lalu beliau mendengar (sebagian Shahabat) mengeraskan bacaan (mereka), maka beliau membuka tabir (kemahnya yang berada di masjid) dan bersabda, 'Ketahuilah! Sesungguhnya tiap-tiap kamu itu bermunajah (berbisik) kepada Rabb-nya, oleh karena itu janganlah sebagian kamu mengganggu sebagian yang lain, dan janganlah sebahagian kamu mengeraskan bacaannya kepada sebagian yang lain"2Ibnu Majjah 4 Ummat Muslim
[1] Muttafaq 'Alaihi: Bukhari no: 2992, Muslim no: 2704, dan Abu Dawud no: 1526,1527,1528
[2]Shahih: Abu Dawud no: 1332, Ibnu Khuzaimah no: 1162, Ahmad di dalam kitab Musnadnya no: 11913, dan telah dishahihkan oleh Imam al Albani di dalam kitab Shahih Abi Dawud (I: 365), dalam kitab Shahih Ja-mi' ash Shaghir no: 2639 dan ash Shahihah (IV: 134)
Bersambung ; BAB III { Sikap Para Shahabat Terhadap Mereka yang Berdzikir Dengan Suara Keras dan Berjama'ah & Sekilas Tentang Sejarahnya }
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Februari 21, 2014
Pandangan Madzhab Syafii Dzikir Berjamaah BAB IV
Bab: IV
Pernyataan Dari
Para Ulama Madzhab Imam Syafi'i Tentang
Berdzikir Setelah Selesai Shalat Dengan Suara Keras & Berjama'ah
Setelah ini saya akan membawakan per¬nyataan dalam masalah
berdzikir setelah shalat wajib dan juga berdzikir serta berdo'a secara umum
dari para ulama kita dari kalangan madzhab Imam Syafi'I رحمه الله bahkan juga dari
perkataan Imam Syafi'inya رحمه الله sendiri:
PERTAMA:
Imam Syafi'I رحمه الله sendiri telah berkata di dalam kitabnya yang
tersohor "al Umm" (1/127):1
Dan aku (Imam Syafi'i) lebih memilih bagi para imam dan
makmum untuk berdzikir sete-lah shalat (yang lima waktu) dengan cara
me¬nyembunyikannya (yakni tidak mengeraskan suaranya), kecuali bila imam harus
mengajar¬kannya kepada makmum, maka ia (boleh) untuk mengeraskannya sampai
mereka bisa mengikutinya, tetapi
kemudian ia (imam) kembali
menyembunyikannya (lagi seperti semula), karena sesungguhnya Allah سبحانه و تعالي telah berfirman:
وَلاَ تَجْهَرْ
بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا
"dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu
dan janganlah pula merendahkannya..."[QS. Al Isra': 110]; maksudnya adalah
wallahu Ta'ala a'lam (ketika) berdo'a; "...dan janganlah kamu mengeraskannya.."
(maksudnya adalah: janganlah) kamu mengangkat (suaramu ketika berdo'a), " dan
janganlah pula kamu merendahkannya" sehingga tidak terdengar oleh dirimu
sendiri.2
KEDUA:lmam Nawawi
Imam Nawawi telah menyatakan di il.iliim kitab al Majm’
Syarah Muhadzdzab (III: 484-488)3 sebagai berikut:
Telah terjadi kesepakatan antara Imam Syafi'i dan para ulama
pengikut madzhab Syafi'I rahimahumullahul Jami' tentang disunnahkannya dzikir
setelah selesai dari Salam, dan hal itu berlaku bagi imam maupun makmum (shalat
berjama'ah), dan bagi seorang yang shalat sendirian, baik dia adalah seorang
laki-laki maupun wanita, ataupun dia seorang yang sedang safar ataupun tidak...
Imam Syafi'i mengatakan: (kemudian Imam
Nawawi membawakan pernyataan Imam Syafi'i di atas). Dan demikianlah juga apa
yang telah dinyatakan oleh para ulama dari kalangan madzhab Syafi'i: Bahwa
dzikir dan do'a yang dilakukan setelah shalat itu disunnahkan untuk disembunyikan,
kecuali bila seorang imam yang hendak mengajarkannya kepada orang-orang, maka
dia boleh untuk mengeraskannya, agar mereka dapat belajar (lafazhlafazh dzikir
tersebut darinya), dan mereka telah dapat belajar darinya, maka hendaklah ia
tidak mengeraskannya lagi, adapun yang
biasa dilakukan oleh kebanyakan orang dengan menugaskan imam untuk khusus
(berdzikir dan) berdo'a (untuk sekalian jama'ahnya) pada shalat Shubuh dan
Ashar, maka hal itu tidak ada dasarnya (dalam Agama). Bahkan yang disunnahkan bagi imam untuk
menghadap kepada jema'ahnya (setelah selesai shalat). Wallahu a'lam.
KETIGA:
Imam Nawawi juga telah berkata di tempat yang lainnya di
dalam kitabnya Syarah Muslim (V/84)4:
Dalam sebuah riwayat: "Bahwa meninggikan suara di saat
berdzikir ketika manusia baru sa-ja menyelesaikan shalat wajib itu adalah hal
yang biasa terjadi pada masa Nabi صلي الله عليه وسلم
" dan Ibnu Abbas رضي الله عنهما pernah mengatakan:
كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا
سَمِعْتُهُ
"Dahulu aku mengetahui selesainya (Nabi صلي الله عليه وسلم dan para Shahabatnya رضي الله عنهم)
dari shalat wajib dengannya (mendengar
suara dzikir mereka).[5]
Sedangkan (Para ulama) yang lainnya, mereka semuanya
sepakat, bahwa mengeraskan suara di saat berdzikir dan bertakbir itu tidaklah
disukai. Dan Imam Syafi'i telah memahami bahwa hadits-hadits ini dimaksudkan
untuk dilakukan pada batas waktu yang singkat, sehingga sang imam dapat
mengajarkan lafazh dzikir itu kepada makmumnya. Dan tidak berarti bahwa mereka
mengeraskannya secara terus menerus.
Ia berkata: Bahwa Imam Syafi'i lebih memilih, bagi Imam dan
makmum untuk menyembunyikan bacaan dzikir mereka (setelah shalat wajib, yakni;
sendiri-sendiri dan tidak dengan suara yang keras .-pen), kecuali bila sang
imam hendak mengajarkan bacaan dzikir itu kepada makmumnya, maka dia boleh
untuk mengeraskannya, sehingga dia melihat bahwa para makmumnya telah mampu
untuk berdzikir (sendiri-sendiri). Bila demikian, maka hendaknya dia (imam)
menyembunyikan (lagi seperti semula).
Beginilah caranya Imam Syafi'i memahami hadits-hadits di
atas (dan yang semisalnya).
KEEMPAT:
Ia juga telah menyatakan di dalam kitab at Tahqiq (hal. 219)
sebagai berikut:
Dan telah disunnahkan untuk berdikir dan berdo'a setiap
setelah selesai dari salam; dengan cara menyembunyikan (tidak mengeraskan)
bacaan (dzikir dan do'anya itu), terkecuali bila seorang imam yang hendak
mengajarkan bacaan-bacaan dzikir tersebut, maka dia boleh untuk mengeraskan
bacaannya tersebut. Namun, bila dia melihat bahwa orang-orang (makmum) telah
belajar darinya bacaan-bacaan tersebut, maka hendaklah dia kembali untuk
menyembunyikan kembali.6
KELIMA:
Kemudian Imam Diyaa-uddin al Azdra'i (w. 731 H) [7]
pernah menyatakan:
Imam Syafi'I رحمه الله memahami hadits-hadits yang menunjukkan bahwa berdzikir
(setelah shalat itu) dengan suara yang keras, bahwa hal itu dimaksudkan bagi
orang yang hendak mengajarkan (lafazh dzikir-dzikir tersebut). [8 ]
KEENAM: Al Hafizh Ibnu Hajar:
Al Hafizh Ibnu Hajar telah berkata di dalam kitabnya
Fath-hul Bari (II/326)9:
Dan di dalam redaksi hadits di atas ada isyarat bahwa para
Shahabat, tidaklah meninggikan suara mereka di dalam berdzikir, di saat yang
telah disebutkan oleh Ibnu Abbas di atas.
Saya (Ibnu Hajar) katakan: Bahwa mengkaitkan perbuatan
tersebut kepada para Shahabat, perlu diteliti kembali, sebab pada saat Itu
tidak tertinggal dari para Shahabat kecuali sedikit.
Imam Nawawi mengatakan: Dan Imam Syafi'i telah memahami
bahwa hadits-hadits ini dimaksudkan dilakukan pada batas waktu yang singkat,
sehingga sang imam dapat mengajarkan lafazh dzikir itu kepada makmumnya, dan tidak
berarti bahwa mereka mengeraskannya secara terus menerus. Ia berkata: Bahwa
Imam Syafi'i lebih memilih bagi Imam dan makmum untuk menyembunyikan bacaan
dzikir mereka (setelah shalat wajib sendiri-sendiri dan tidak dengan suara yang
tinggi), kecuali bila imam hendak mengajarkan bacaan dzikir itu kepada
makmumnya.
KETUJUH:
Syaikh Zainuddin bin Abdil Aziz al Malibari di dalam
kitabnya Fat-hul Mu'in (III: 185-186)10 setelah membawakan pernyataan Imam
Syafi'i di atas secara lengkap dari kitab al Umm, maka ia mengatakan:
Faidah: Syaikh kami mengatakan: Adapun (berdzikir atau
berdo'a) dengan suara yang sangat keras di dalam masjid, sehingga mengganggu
orang yang sedang shalat, maka sudah selayaknya hal seperti ini untuk DIHARAMKAN.
KEDELAPAN:
Lihat juga nukilan di atas beserta sedikit keterangannya di
kitab Hasyiyah I'anatith Thalibin (1:185), karya Sayyid al Bakriy bin Sayyid
Muhammad Syatha' ad Dimyathiy.
Setelah kita mengetahui pernyataan Imam Syafi'i di atas,
jelaslah bagi kita bahwa madzhab beliau dalam masalah berdzikir setelah shalat
yang lima waktu adalah dengan sendiri-sendiri, tidak berjama'ah/beramai-ramai,
serta tidak dengan mengeraskan suara, sedangkan yang biasa diamalkan oleh
saudara-saudara kita kaum muslimin di negeri ini khususnya, maka saya tidak
mengetahui, dalil apa serta madzhab siapa yang mereka ikuti itu!!
Kemudian, di bawah ini akan saya bawakan juga sebagian
keterangan dari para ulama madzhab Syafi'i yang lainnya tentang sifat (cara)
berdzikir yang benar, apakah dengan suara yang keras atau bagaimana?
KESEMBILAN: Imam Ghazaliy
Imam Abu Hamid al Gazaliy asy Syafi'I رحمه الله telah berkata di
dalam kitabnya Ihya' 'Ulumuddin (I/358)11 ketika menerangkan adab-adab dalam
berdo'a, ia menyebutkan:
Keempat: Dengan merendahkan suara, antara diam dan keras
(seperti seorang yang sedang berbisik) dengan dalil yang diriwayatkan dari Abu
Musa al Asy'ari [12 ]
'Aisyah رضي الله عنها pernah berkata ketika menafsirkan
firman Allah:
وَلاَ تَجْهَرْ بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا
dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan
janganlah pula merendahkannya... [QS. al Isra': 110] Maksudnya "dalam
shalatmu" adalah "dalam do'amu (kepada Allah)."
Allah juga telah memuji Nabi-Nya Zakariya عليه السلام dengan
firman-Nya:
إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاء خَفِيّاً
Yaitu tatkala la berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang
lembut. [Maryam: 3]
Allah سبحانه و تعالي juga telah berfirman:
ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعاً وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendah diri dan suara yang
lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
[QS. Al A'raf: 55].
KESEPULUH: Imam Nawawi
Kemudian Imam Nawawi juga telah menukil pernyataan Imam al
Ghazaliy di atas dengan ringkas di kitabnya al Adzkar hal. 470.
KESEBELAS:
Imam Nawawi رحمه الله juga telah berkata di dalam kitab
Syarah Muslim (III/ 308)13:
Bab (yang di dalamnya terdapat pembahasan tentang)
disukainya kita untuk merendahkan suara pada saat berdzikir, kecuali pada tempat-tempat
yang diperintahkan oleh Agama untuk dikeraskan, seperti pada saat bertalbiyah,
dan lain-lain. Serta (bab) tentang sabda beliau kepada para shahabatnya, ketika
mereka mengeraskan suara dalam bertakbir: Wahai manusia, hendaklah kamu
menyayangi diri kalian sendiri, karena sesungguhnya kamu tidaklah menyeru Dzat
Yang tuli dan jauh, bahkan kalian menyeru Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha
Dekat, dan Dia itu bersama kalian (dengan ilmu serta pengawasan-Nya)."
Makna kata "( اِرْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ)"
adalah: Kasihanilah diri kalian sendiri dengan cara
merendahkan suara kalian (di dalam berdzikir), karena meninggikan suara itu
hanyalah dilakukan oleh seseorang yang sedang memanggil orang yang berada jauh
darinya, agar orang yang berada jauh darinya itu dapat mendengarnya. Sedangkan kalian saat ini sedang menyeru Allah
Ta'ala, dan Dia tidak tuli dan tidak juga jauh, bahkan Dia itu Maha Mendengar
dan Dekat. Dan Dia selalu berserta kalian dengan Ilmu dan pengawasan-Nya. Maka
dalam hadits ini ada (faidah): Disunnahkannya
kita untuk merendahkan suara di saat berdzikir, bila tidak ada manfaatnya bagi
kita untuk meninggikan suara. Karena sesungguhnya bila seseorang itu
merendahkan suaranya di saat berdzikir, maka hal itu dapat membuat dia lebih
mengagungkan dan meninggikan Allah. Dan bila memang diperlukan untuk meninggikan
suara di saat berdzikir, maka boleh untuk meninggikannya sebagaimana yang telah
disebutkan di dalam beberapa hadits. Sabda beliau yang disebutkan di dalam
riwayat yang lain dari hadits ini: "Bahwa Dzat Yang kalian serukan itu
lebih dekat kepada kalian daripada leher hewan tunggangan kalian," maka
lafazh itu haruslah difahami seperti yang telah lalu (yakni Allah itu sangat
dekat kepada hamba-hamba-Nya, sehingga tidak perlu untuk mengeraskan suara di
dalam berdzikir -pen).
KEDUA BELAS: Imam Baihaqiy
(Imam) Baihaqi—salah seorang pembesar ula¬ma madzhab Syafi'i
(w. 458 H) berdalil dengan hadits ini dan yang lainnya dalam hal menyembunyikan
bacaan dzikir dan do'a (artinya: Tidak mengeraskannya).14
KETIGA BELAS: Al 'Izz bin Abdis Salam
Imam al 'Izz bin 'Abdis Salam asy Syafi'iy (w. 660 H) telah
menjawab sebuah pertanyaan yang diajukan kepadanya, sebagaimana yang tercantum
di dalam Fatawanya hal. 46-47 no: 15 sebagai berikut:
Soal: Apakah disunnahkan bagi
kita untuk berjabatan tangan setelah shalat Shubuh dan Ashar? Dan apakah juga
disunnahkan bagi imam untuk berdo'a setelah selesai salam (shalat) atau tidak?
Dan bila engkau mengatakan bahwa hal itu disunnahkan, maka apakah imam itu juga
harus menghadap ke kiblat atau tidak? Kemudian apakah boleh untuk mengeraskan
suaranya atau justru menyembunyikannya? Kemudian, apakah seorang yang berdo'a
(saat) itu juga boleh untuk mengangkat kedua tangannya atau tidak? Karena ini
bukan merupakan tempat-tempat yang di situ Nabi صلي الله عليه وسلم mengangkat kedua
tangannya.
Jawab: Berjabatan tangan
setelah selesai dari shalat Shubuh dan Ashar termasuk perbuatan bid'ah [15]
Dan Nabi it biasa membaca beberapa dzikir/wirid setelah shalat, dan mengucapkan
istigfar tiga kali, kemudian beliau pergi (dari tempatnya) Dan kebaikan itu
hanyalah kita dapati dengan cara meneladani Rasuli. Imam Syafi'i pun menyukai
agar seorang imam itu segera meninggalkan tempatnya setelah selesai salam
(pastinya, setelah membaca beberapa wirid/dzikir yang disyari'atkan Nabi صلي الله عليه وسلم)
Dan tidaklah disukai bagi seorang pun
untuk mengangkat kedua tangannya di saat berdo'a, kecuali pada saat-saat dan
tempat yang di situ Rasulullah صلي الله عليه وسلم, mengangkat kedua tangannya, dan juga tidak
diperbolehkan untuk mengusapkan kedua tangannya itu ke mukanya setelah selesai
dia berdo'a, karena tidak ada yang melakukannya, kecuali orang-orang yang jahil
(bodoh).
KEEMPAT BELAS: Imam Ibnu Katsir
Imam Ibnu Katsir asy Syafi'I رحمه الله berkata di dalam
kitab Tafsirnya (III/307-308)16:
Maka Dia berfirman: "Berdoalah kepada Tu¬hanmu... [QS.
Al A'raf: 205].
Ibnu Juraij mengatakan dari 'Atha al Khurasani dari Ibnu
Abbas, ia berkata dalam rangka menafsirkan ayat di atas: Maksudnya adalah
(berdo'a) dengan tersembunyi. Imam Ibnu Jarir berkata menafsirkan ayat di atas:
Maksudnya adalah dengan merendahkan diri dalam rangka menta'ati Allah, dan
berdo'a dengan penuh kekhusyuan hati dan keyakinan akan ke-Esaan-Nya dan
ke-Mahakuasaan-Nya hanya antara kalian dan Dia semata dengan tidak mengeraskan
suara dan riya... Ibnu Juraij mengatakan: Dimakruhkan untuk mengeraskan suara
di dalam berdzikir dan berdo'a, begitu juga dimakruhkan untuk berteriak ketika
berdo'a, akan tetapi justru kita diperintahkan untuk melakukannya dalam keadaan
merendah diri dan tenang.
Al Hafizh Ibnu Katsir juga berkata di tempat yang lainnya
(III/389)17:
Adapun Firman-Nya: "dengan merendahkan diri dan rasa
takut" maksudnya adalah: Ingatlah akan Tuhanmu di dalam hatimu dengan
penuh rasa harap dan takut (yang berpadu), dan dengan bisikan lisan bukanlah
dengan suara yang tinggi, untuk itulah Dia (lebih menegaskannya lagi dengan) firman-Nya: "Dan dengan
tidak mengeraskan suara," begitulah seharusnya cara seseorang berdzikir kepada
Allah, dan bukannya dengan suara yang tinggi dan sangat keras.
KELIMA BELAS: Al Hafizh Ibnu Hajar:
Imam Ibnu Hajar al 'Asqalani , seorang ulama yang dikenal
menganut madzhab Syafi'i telah berkata di dalam kitabnya Fat-hul Baari
(VI/240)18:
Maksud dari sabda beliau di dalam hadits: (اِرْبَعُوا)
adalah: "kasihanilah (dirimu
sendiri)." Imam ath Thabari mengatakan: Di dalam hadits ini ada larangan
untuk mengeraskan suara di dalam berdo'a dan berdzikir, dan seperti itulah
pendapat umumnya kaum Salaf dari kalangan para Shahabat dan Tabi'in.
Semua ini adalah pendapat dari para ulama kalangan madzhab
Imam Syafi'iy رحمهم الله. Dan begitulah juga pendapat para ulama
dari madzhab yang empat lainnya.19
Ibnu Majjah 4 Ummat Muslim
1 Dalam buku aslinya Penulis (Ibnu Saini) mencantumkan
perkataan para ulama dari Madzhab Syafi’Ii dalam teks arab, bagi yang
menginginkannya silahkan beli bukunya (Ibnu Majjah)
2 Bagi yang mampu untuk berbahasa Arab; silahkan merujuk ke
kitab al Umm di bagian akhir pembahasan masalah shalat bab:
كَلَامُ الإِمَامِ وَجُلُوسِهِ بَعْد السَّلَامِ
Atau bagi mereka yang belum mampu untuk berbahasa Arab, bisa
juga untuk merujuk ke kitab al Umm edisi terjemahan jilid: I hal: 296, pada
Bab: "Berkata-katanya imam dan duduknya sesudah memberi salam,"
disebutkan sebagai berikut:
"Saya memandang baik bagi imam dan makmum. Bahwa
berdzikir kepada Allah, sesudah keluar dari shalat. Keduanya itu menyembunyikan
dzikir. Kecuali bahwa dia itu (adalah seorang) imam yang harus orang belajar
dari padanya. Maka ia (boleh untuk) mengeraskan suaranya. Sehingga ia melihat
bahwa orang (lain) telah mempelajari (lafazh dzikir itu) dari padanya, (maka)
kemudian ia (kembali) mengecilkan suaranya. Allah 'azza wa Jalla berfirman:
وَلاَ تَجْهَرْ بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا
'Dan janganlah engkau sembahyang dengan suara keras dan
jangan pula diam saja.' Yakni Allah Yang maha Tahu. Ialah: Do'a. Tidak engkau
keraskan: Artinya: Tidak engkau tinggikan suara. Dan tidak diam saja: Artinya:
Sehingga tidak dapat engkau dengar sendiri."
Alhamdulillah kitab terjemahan ini telah lama dan banyak
beredar di negeri kita ini. Dengan demikian saya tidak akan dituduh mengada-ada
dalam hal ini
3 Tepatnya di Kitabush Shalah setelah pembahasan salam.
4 Tepatnya di kitab: الــمَسَاجِدِ وَمَوَاضِع الصَّلَاةِ,
bab: الذِّكْرُ بَعْدَ الصَّلَاةِ
, ketika mensyarah hadits no: 583
5 Shahih: Diriwayatkan oleh Bukhari no: 841 dan Abu Dawud
no: 1002 & 1003
6 Lihat: adz Dzikrul Jama'iy, Bainal Ittiba' Wal lbtida hal.
46, karya DR. Muhammad al Khumais
7 Lihat: riwayat hidupnya di kitab al A'lam karya az Zerikli
(IV: 291)
8 Lihat: kitab Ishlahul Masajid hal. 111 oleh Syaikh
Jamaluddin al Qasimi, dan kitab adz Dzikir al jama'i Bainal Ittiba' wal Ibtida'
hal. 14, oleh DR. Muhammad bin 'Abdirrahman al Khumais.
9 Tepatnya di kitab: (الأَذَان),
bab:الذِّكْرُ بَعْدَ الصَّلَاة,
Ketika mensyarahkan hadits no: 841.
10 Tepatnya di kitab: Shalat, pada pembahasan dzikir dan
do'a setelah shalat.
11 Tepatnya di kitab: (الأَذْكَرُ والدَّعَوَاتُ)
bab:
(فِيْ أَدَبِ الدُّعَاءِ وَفَضْلِهِ وَفَضْلِ بَعْدِ الأَدْعِيَةِ الــمَأْثُوْرَةِ وَفَضِيْلَةِ الاِسْتِغْفَارِ(
Kitab ini juga banyak beredar di negeri kita ini,
walhamdulillah.
12 Muttafaq 'Alaihi: Al Bukhari no: 2992, Muslim no: 2704,
akan tetapi lofazh yang disebutkan di atas merupakan lafazh hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud no: 1526, 1527
13 Tepatnya ketika beliau mensyarah hadits no: 2704
14 Lihat nukilannya di kitab Majmu’ Syarah Muhadzdzab (III:
452) dan kitab Fat-hul Mu’in (I: 185), bersama kitab I’anatuth Thalibin
15 Dan saya telah terangkan tentang kesepakatan para ulama
madzhab untuk membid’ahkan berjabatan tangan setelah shalat wajib, di risalah
saya Hukum Berjabatan Tangan di dalam Islam, Pustaka al ‘Ilmu. Silahkan merujuk
ke risalah tersebut bagi siapa yang menginginkannya
16 Tepatnya ketika beliau menafsirkan ayat ke-205 dari surat
al A'raf, silahkan merujuk ke kitab Tafsir Ibnu Katsir yang juga telah banyak
beredar di negeri kita ini, walhamdulillah
17 Tepatnya ketika beliau menafsirkan ayat ke-55 dari surat
al A'raf, silahkan merujuk ke kitab Tafsir Ibnu Katsir yang juga telah banyak
beredar di negeri kita ini, walhamdulillah
18 Tepatnya ketika beliau mensyarah hadits no: 2992
19 Lihat keterangannya di kitab al Hawadits Wal Bida’ hal.66
dan adz Dzikirul Jama’i hal.43-51.
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Februari 21, 2014
Dzikir Berjama'ah Pandangan Madzhab Syafi'i BAB V
Bab: V
Pengganti yang Disunnahkan
Kalau ada di antara sidang pembaca yang terhormat bertanya:
"Jadi sebenarnya, bagaimanakah cara berdzikir yang benar menurut petunjuk
al Qur'an dan Sunnah?"
Maka saya jawab dengan mengharap petunjuk dan bimbingan dari
Allah سبحانه و تعالي bahwa berdzikir yang
dicontohkan oleh Rasulullah صلي الله عليه وسلم
adalah sebagaimana yang telah disebutkan oleh Imam Syafi'i di atas, yakni
dengan cara berdzikir secara tersembunyi, tidak dengan suara yang keras,
sendiri-sendiri dan tidak beramai-ramai serta dipimpin atau dikomandoi oleh
seseorang.
Hal seperti itu juga akan membuat orang-orang awam tidak mau
berusaha untuk menghafalkan dzikir-dzikir setelah shalat wajib, seperti yang
diajarkan oleh Rasulullah صلي الله عليه وسلم
dan lebih dari itu, mereka juga menyerahkan urusan do'a mereka kepada imam
shalat, tanpa diketahui apa isi do'a yang dipanjatkan imamnya itu kepada Allah سبحانه و تعالي, dan ini merupakan
bentuk kebodohan,1 Allahul musta'an.
Kemudian, bila ada di antara sidang pembaca yang terhormat
bertanya lagi: "Bagaimanakah lafazh dzikir yang disunnahkan itu?"
Saya katakan: Bahwa risalah ini bukanlah maksudnya untuk
menurunkan lafazh dzikir setelah selesai shalat yang lima waktu, karena
keterangan tentang hal itu cukup panjang dan beragam cukup banyak, sedangkan
risalah ini bukan dimaksudkan untuk menerangkan hal itu.
Saya persilahkan kepada para sidang pembaca yang terhormat
untuk merujuk ke kitab-kitab Hadits yang mu'tabar.
Dan alhamdulilah semua itu
telah dikumpulkan oleh banyak ulama kita, diantaranya oleh: Imam Nawawi di
dalam kitab al Adzkar dan Majmu' Syarah Muhadzdzab (III: 447-452),2
Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah di kitab Majmu' Fatawtaya (XXII: 493-494), atau
Syaikhul Islam Ibnul Qayyim di kitabnya Zadul Ma'ad (I: 285-295), atau bisa
membaca risalah Sifat Dzikir Nabi صلي الله عليه وسلم
Sesudah Shalat Yang Fardhu/Wajib, yang ditulis oleh guru kami Ustadz Abdul
Hakim bin 'Amir Abdat.3 Atau juga yang ditulis secara ringkas oleh
Guru kami Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas di kitabnya Kumpulan Do'a dari al
Qur'an dan as Sunnah yang shahih hal. 80-85. Silahkan sidang pembaca yang
terhormat merujuk ke kitab-kitab tersebut, karena di dalamnya ada keterangan
yang mencukupi sekali, insya Allahu Ta'ala.4
1 Adapun menetapkan adanya dzikir dan do'a di setiap selesai
shalat yang lima waktu dengan mengangkat kedua tangan, secara berjama'ah,
dipimpin dan dikomandoi oleh seorang imam, maka hal ini telah dibid'ahkan oleh
para ulama. Lihat: Majmu' Fatawa (XXII: 495-dst) di kitab itu ada bantahan
terhadap syubhat dalam masalah ini, Zadul Ma'ad (II: 249-250), al I'tisham
hal. 455-456, Majmu' Fatawa Bin Bazz (IV: 256-258), Fatawa Lajnah Daa-imah
(VII: 103-105), al Qaulul Mubin Fil Akhtaa-il Mushallin hal. 304-306, Risalah
Bid'ah hal. 189 no: 111, Kumpulan Do'a Dan Wirid hal. 86
2 Awalnya saya hendak mencantumkan di risalah ini apa yang
tercantum di dua kitab tersebut secara ringkas, akan tetapi saya melihat
terlalu panjang untuk dicantumkan di sini, maka saya biarkan di dalam kitab
aslinya: Bukti-bukti Penyelisikan Kaum Muslimin... .
3 Atau juga yang tercantum di dalam kitabnya al Masaa-il war
Rasaa-il jilid pertama, masalah ke-11
4 Kami tambahkan dalam ebook ini Dzikir Setelah Shalat
Fardhu dan Peringatan Penting Seputar Kesalahan Dalam [Setelah] Shalat, buah
karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas dalam Buku Beliau yang berjudul Dzikir Pagi
Petang dan Sesudah Shalat Fardhu Menurut al-Qur’an dan as Sunnah yang Shahih,
alhamdulillah buku tersebut juga tersedia ebooknya pada Blog Kami di http://ibnumajjah.wordpress.com/
Untuk Mendownload dari Blog ini silahkan Klik Ebook
Komlet Pandangan Madzhab Syafi'i Terhadap Dzikir Berjama'ah Setelah Shalat
Fardhu.chm
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
KISAH NABI ADAM ALAIHI SALAM
BUAH TEEN Kisah Nabi Adam: Dari Awal Penciptaan Hingga Turun ke Bumi Kisah Nabi Adam menceritakan terciptanya manusia pertama y...