Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

BLOG AL ISLAM

Diberdayakan oleh Blogger.

Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha

Arsip Blog

Twitter

twitter
Latest Post
Tampilkan postingan dengan label doa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label doa. Tampilkan semua postingan

Dzikir Berjama'ah setelah Shalat Wajib BAB II

Written By sumatrars on Jumat, 21 Februari 2014 | Februari 21, 2014

Bab: II

Beberapa Hadits Nabi yang Melarang Dari Berdzikir dan Berdo'a Dengan Suara Keras

HADITS PERTAMA:

Nabi صلي الله عليه وسلم telah bersabda:

عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ ، كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَجَعَلَ النَّاسُ يَجْهَرُونَ بِالتَّكْبِيْرِ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:أَيُّهَا النَّاسُ اِرْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِنَّكُمْ لَيْسَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا، إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا، وَهُوَ مَعَكُم

Dari Abu Musa al Asy'ariy, ia berkata: Kami pernah pergi safar bersama Nabi صلي الله عليه وسلم kemudian para Shahabatpun me<­ninggikan suara mereka pada saat bertakbir,laku Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda kepada mereka:

Wahai manusia, hendaklah kamu menyayangi diri kamu sendiri, karena sesungguhnya kamu tidaklah menyeru Dzat Yang tuli dan jauh, bahkan kalian menyeru Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia itu bersama kalian (dengan ilmu serta pengawasan-Nya)."1

HADITS KEDUA:

Nabi  صلي الله عليه وسلم  juga telah bersabda:

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ قَالَ: اِعْتَكَفَ رسول الله صلي الله عليه وسلم فِيْ الـــمَسْجِدِ فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُونَ بِالْقِرَاءَةِ، فَكَشَفَ السِّتْرَ وَقَالَ: أَلاَ إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ، فَلاَ يُــؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلاَ يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَيْ بَعْضٍ فِيْ القِرَاءَةِ

Dari Abu Said, ia berkata, "Rasu­lullah  صلي الله عليه وسلم  pernah i'tikaf di masjid, lalu beliau mendengar (sebagian Shahabat) mengeraskan bacaan (mereka), maka beliau membuka tabir (kemahnya yang berada di masjid) dan bersabda, 'Ketahuilah! Sesungguhnya tiap-tiap kamu itu bermunajah (berbisik) kepada Rabb-nya, oleh ka­rena itu janganlah sebagian kamu mengganggu sebagian yang lain, dan janganlah sebahagian kamu mengeraskan bacaannya kepada seba­gian yang lain"2

Ibnu Majjah 4 Ummat Muslim

[1] Muttafaq 'Alaihi: Bukhari no: 2992, Muslim no: 2704, dan Abu Dawud no: 1526,1527,1528
[2]Shahih: Abu Dawud no: 1332, Ibnu Khuzaimah no: 1162, Ahmad di dalam kitab Musnadnya no: 11913, dan telah dishahihkan oleh Imam al Albani di dalam kitab Shahih Abi Dawud (I: 365), dalam kitab Shahih Ja-mi' ash Shaghir no: 2639 dan ash Shahihah (IV: 134)
Bersambung ; BAB III { Sikap Para Shahabat  Terhadap Mereka yang Berdzikir Dengan Suara Keras dan Berjama'ah & Sekilas Tentang Sejarahnya }



Daftar Artikel

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Pandangan Madzhab Syafii Dzikir Berjamaah BAB IV

Bab: IV

Pernyataan Dari Para Ulama Madzhab Imam Syafi'i  Tentang Berdzikir Setelah Selesai Shalat Dengan Suara Keras & Berjama'ah

Setelah ini saya akan membawakan per¬nyataan dalam masalah berdzikir setelah shalat wajib dan juga berdzikir serta berdo'a secara umum dari para ulama kita dari kalangan madzhab Imam Syafi'I  رحمه الله  bahkan juga dari perkataan Imam Syafi'inya  رحمه الله  sendiri:

PERTAMA:
Imam Syafi'I  رحمه الله  sendiri telah berkata di dalam kitabnya yang tersohor "al Umm" (1/127):1
Dan aku (Imam Syafi'i) lebih memilih bagi para imam dan makmum untuk berdzikir sete-lah shalat (yang lima waktu) dengan cara me¬nyembunyikannya (yakni tidak mengeraskan suaranya), kecuali bila imam harus mengajar¬kannya kepada makmum, maka ia (boleh) untuk mengeraskannya sampai mereka bisa mengikutinya, tetapi  kemudian  ia (imam) kembali menyembunyikannya (lagi seperti semula), karena sesungguhnya Allah  سبحانه و تعالي  telah berfirman:
وَلاَ تَجْهَرْ بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا
"dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula merendahkannya..."[QS. Al Isra': 110]; maksudnya adalah wallahu Ta'ala a'lam (ketika) berdo'a; "...dan janganlah kamu mengeraskannya.." (maksudnya adalah: janganlah) kamu mengangkat (suaramu ketika berdo'a), " dan janganlah pula kamu merendahkannya" sehingga tidak terdengar oleh dirimu sendiri.2
KEDUA:lmam Nawawi
Imam Nawawi telah menyatakan di il.iliim kitab al Majm’ Syarah Muhadzdzab (III: 484-488)3 sebagai berikut:
Telah terjadi kesepakatan antara Imam Syafi'i dan para ulama pengikut madzhab Syafi'I rahimahumullahul Jami' tentang disunnahkannya dzikir setelah selesai dari Salam, dan hal itu berlaku bagi imam maupun makmum (shalat berjama'ah), dan bagi seorang yang shalat sendirian, baik dia adalah seorang laki-laki maupun wanita, ataupun dia seorang yang sedang safar ataupun tidak... Imam Syafi'i mengatakan:  (kemudian Imam Nawawi membawakan pernyataan Imam Syafi'i di atas). Dan demikianlah juga apa yang telah dinyatakan oleh para ulama dari kalangan madzhab Syafi'i: Bahwa dzikir dan do'a yang dilakukan setelah shalat itu disunnahkan untuk disembunyikan, kecuali bila seorang imam yang hendak mengajarkannya kepada orang-orang, maka dia boleh untuk mengeraskannya, agar mereka dapat belajar (lafazhlafazh dzikir tersebut darinya), dan mereka telah dapat belajar darinya, maka hendaklah ia tidak mengeraskannya lagi,  adapun yang biasa dilakukan oleh kebanyakan orang dengan menugaskan imam untuk khusus (berdzikir dan) berdo'a (untuk sekalian jama'ahnya) pada shalat Shubuh dan Ashar, maka hal itu tidak ada dasarnya (dalam Agama).  Bahkan yang disunnahkan bagi imam untuk menghadap kepada jema'ahnya (setelah selesai shalat). Wallahu a'lam.

KETIGA:
Imam Nawawi juga telah berkata di tempat yang lainnya di dalam kitabnya Syarah Muslim (V/84)4:
Dalam sebuah riwayat: "Bahwa meninggikan suara di saat berdzikir ketika manusia baru sa-ja menyelesaikan shalat wajib itu adalah hal yang biasa terjadi pada masa Nabi   صلي الله عليه وسلم "  dan Ibnu  Abbas  رضي الله عنهما  pernah mengatakan:
كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ
"Dahulu aku mengetahui selesainya (Nabi   صلي الله عليه وسلم  dan para Shahabatnya  رضي الله عنهم)  dari shalat wajib dengannya (mendengar suara dzikir mereka).[5]
Sedangkan (Para ulama) yang lainnya, mereka semuanya sepakat, bahwa mengeraskan suara di saat berdzikir dan bertakbir itu tidaklah disukai. Dan Imam Syafi'i telah memahami bahwa hadits-hadits ini dimaksudkan untuk dilakukan pada batas waktu yang singkat, sehingga sang imam dapat mengajarkan lafazh dzikir itu kepada makmumnya. Dan tidak berarti bahwa mereka mengeraskannya secara terus menerus.
Ia berkata: Bahwa Imam Syafi'i lebih memilih, bagi Imam dan makmum untuk menyembunyikan bacaan dzikir mereka (setelah shalat wajib, yakni; sendiri-sendiri dan tidak dengan suara yang keras .-pen), kecuali bila sang imam hendak mengajarkan bacaan dzikir itu kepada makmumnya, maka dia boleh untuk mengeraskannya, sehingga dia melihat bahwa para makmumnya telah mampu untuk berdzikir (sendiri-sendiri). Bila demikian, maka hendaknya dia (imam) menyembunyikan (lagi seperti semula).
Beginilah caranya Imam Syafi'i memahami hadits-hadits di atas (dan yang semisalnya).

KEEMPAT:

Ia juga telah menyatakan di dalam kitab at Tahqiq (hal. 219) sebagai berikut:
Dan telah disunnahkan untuk berdikir dan berdo'a setiap setelah selesai dari salam; dengan cara menyembunyikan (tidak mengeraskan) bacaan (dzikir dan do'anya itu), terkecuali bila seorang imam yang hendak mengajarkan bacaan-bacaan dzikir tersebut, maka dia boleh untuk mengeraskan bacaannya tersebut. Namun, bila dia melihat bahwa orang-orang (makmum) telah belajar darinya bacaan-bacaan tersebut, maka hendaklah dia kembali untuk menyembunyikan kembali.6
KELIMA:
Kemudian Imam Diyaa-uddin al Azdra'i (w. 731 H) [7] pernah menyatakan:
Imam Syafi'I  رحمه الله  memahami  hadits-hadits yang menunjukkan bahwa berdzikir (setelah shalat itu) dengan suara yang keras, bahwa hal itu dimaksudkan bagi orang yang hendak mengajarkan (lafazh dzikir-dzikir tersebut). [8 ]

KEENAM: Al Hafizh Ibnu Hajar:

Al Hafizh Ibnu Hajar telah berkata di dalam kitabnya Fath-hul Bari (II/326)9:
Dan di dalam redaksi hadits di atas ada isyarat bahwa para Shahabat, tidaklah meninggikan suara mereka di dalam berdzikir, di saat yang telah disebutkan oleh Ibnu Abbas di atas.
Saya (Ibnu Hajar) katakan: Bahwa mengkaitkan perbuatan tersebut kepada para Shahabat, perlu diteliti kembali, sebab pada saat Itu tidak tertinggal dari para Shahabat kecuali sedikit.
Imam Nawawi mengatakan: Dan Imam Syafi'i telah memahami bahwa hadits-hadits ini dimaksudkan dilakukan pada batas waktu yang singkat, sehingga sang imam dapat mengajarkan lafazh dzikir itu kepada makmumnya, dan tidak berarti bahwa mereka mengeraskannya secara terus menerus. Ia berkata: Bahwa Imam Syafi'i lebih memilih bagi Imam dan makmum untuk menyembunyikan bacaan dzikir mereka (setelah shalat wajib sendiri-sendiri dan tidak dengan suara yang tinggi), kecuali bila imam hendak mengajarkan bacaan dzikir itu kepada makmumnya.

KETUJUH:

Syaikh Zainuddin bin Abdil Aziz al Malibari di dalam kitabnya Fat-hul Mu'in (III: 185-186)10 setelah membawakan pernyataan Imam Syafi'i di atas secara lengkap dari kitab al Umm, maka ia mengatakan:
Faidah: Syaikh kami mengatakan: Adapun (berdzikir atau berdo'a) dengan suara yang sangat keras di dalam masjid, sehingga mengganggu orang yang sedang shalat, maka sudah selayaknya hal seperti ini untuk DIHARAMKAN.

KEDELAPAN:
Lihat juga nukilan di atas beserta sedikit keterangannya di kitab Hasyiyah I'anatith Thalibin (1:185), karya Sayyid al Bakriy bin Sayyid Muhammad Syatha' ad Dimyathiy.
Setelah kita mengetahui pernyataan Imam Syafi'i di atas, jelaslah bagi kita bahwa madzhab beliau dalam masalah berdzikir setelah shalat yang lima waktu adalah dengan sendiri-sendiri, tidak berjama'ah/beramai-ramai, serta tidak dengan mengeraskan suara, sedangkan yang biasa diamalkan oleh saudara-saudara kita kaum muslimin di negeri ini khususnya, maka saya tidak mengetahui, dalil apa serta madzhab siapa yang mereka ikuti itu!!
Kemudian, di bawah ini akan saya bawakan juga sebagian keterangan dari para ulama madzhab Syafi'i yang lainnya tentang sifat (cara) berdzikir yang benar, apakah dengan suara yang keras atau bagaimana?

KESEMBILAN: Imam Ghazaliy

Imam Abu Hamid al Gazaliy asy Syafi'I  رحمه الله  telah berkata di dalam kitabnya Ihya' 'Ulumuddin (I/358)11 ketika menerangkan adab-adab dalam berdo'a, ia menyebutkan:
Keempat: Dengan merendahkan suara, antara diam dan keras (seperti seorang yang sedang berbisik) dengan dalil yang diriwayatkan dari Abu Musa al Asy'ari [12 ]
'Aisyah  رضي الله عنها  pernah berkata ketika menafsirkan firman Allah:

وَلاَ تَجْهَرْ بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا

dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya... [QS. al Isra': 110] Maksudnya "dalam shalatmu" adalah "dalam do'amu (kepada Allah)."
Allah juga telah memuji Nabi-Nya Zakariya  عليه السلام  dengan firman-Nya:

إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاء خَفِيّاً

Yaitu tatkala la berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. [Maryam: 3]
Allah سبحانه و تعالي juga telah berfirman:

ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعاً وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. [QS. Al A'raf: 55].

KESEPULUH: Imam Nawawi

Kemudian Imam Nawawi juga telah menukil pernyataan Imam al Ghazaliy di atas dengan ringkas di kitabnya al Adzkar hal. 470.

KESEBELAS:

Imam Nawawi  رحمه الله  juga telah berkata di dalam kitab Syarah Muslim (III/ 308)13:
Bab (yang di dalamnya terdapat pembahasan tentang) disukainya kita untuk merendahkan suara pada saat berdzikir, kecuali pada tempat-tempat yang diperintahkan oleh Agama untuk dikeraskan, seperti pada saat bertalbiyah, dan lain-lain. Serta (bab) tentang sabda beliau kepada para shahabatnya, ketika mereka mengeraskan suara dalam bertakbir: Wahai manusia, hendaklah kamu menyayangi diri kalian sendiri, karena sesungguhnya kamu tidaklah menyeru Dzat Yang tuli dan jauh, bahkan kalian menyeru Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia itu bersama kalian (dengan ilmu serta pengawasan-Nya)."
Makna kata  "( اِرْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ)"  adalah:  Kasihanilah diri kalian sendiri dengan cara merendahkan suara kalian (di dalam berdzikir), karena meninggikan suara itu hanyalah dilakukan oleh seseorang yang sedang memanggil orang yang berada jauh darinya, agar orang yang berada jauh darinya itu dapat mendengarnya.  Sedangkan kalian saat ini sedang menyeru Allah Ta'ala, dan Dia tidak tuli dan tidak juga jauh, bahkan Dia itu Maha Mendengar dan Dekat. Dan Dia selalu berserta kalian dengan Ilmu dan pengawasan-Nya. Maka dalam hadits ini ada (faidah):  Disunnahkannya kita untuk merendahkan suara di saat berdzikir, bila tidak ada manfaatnya bagi kita untuk meninggikan suara. Karena sesungguhnya bila seseorang itu merendahkan suaranya di saat berdzikir, maka hal itu dapat membuat dia lebih mengagungkan dan meninggikan Allah. Dan bila memang diperlukan untuk meninggikan suara di saat berdzikir, maka boleh untuk meninggikannya sebagaimana yang telah disebutkan di dalam beberapa hadits. Sabda beliau yang disebutkan di dalam riwayat yang lain dari hadits ini: "Bahwa Dzat Yang kalian serukan itu lebih dekat kepada kalian daripada leher hewan tunggangan kalian," maka lafazh itu haruslah difahami seperti yang telah lalu (yakni Allah itu sangat dekat kepada hamba-hamba-Nya, sehingga tidak perlu untuk mengeraskan suara di dalam berdzikir -pen).

KEDUA BELAS: Imam Baihaqiy

(Imam) Baihaqi—salah seorang pembesar ula¬ma madzhab Syafi'i (w. 458 H) berdalil dengan hadits ini dan yang lainnya dalam hal menyembunyikan bacaan dzikir dan do'a (artinya: Tidak mengeraskannya).14

KETIGA BELAS: Al 'Izz bin Abdis Salam

Imam al 'Izz bin 'Abdis Salam asy Syafi'iy (w. 660 H) telah menjawab sebuah pertanyaan yang diajukan kepadanya, sebagaimana yang tercantum di dalam Fatawanya hal. 46-47 no: 15 sebagai berikut:
Soal: Apakah disunnahkan bagi kita untuk berjabatan tangan setelah shalat Shubuh dan Ashar? Dan apakah juga disunnahkan bagi imam untuk berdo'a setelah selesai salam (shalat) atau tidak? Dan bila engkau mengatakan bahwa hal itu disunnahkan, maka apakah imam itu juga harus menghadap ke kiblat atau tidak? Kemudian apakah boleh untuk mengeraskan suaranya atau justru menyembunyikannya? Kemudian, apakah seorang yang berdo'a (saat) itu juga boleh untuk mengangkat kedua tangannya atau tidak? Karena ini bukan merupakan tempat-tempat yang di situ Nabi  صلي الله عليه وسلم  mengangkat kedua tangannya.
Jawab: Berjabatan tangan setelah selesai dari shalat Shubuh dan Ashar termasuk perbuatan bid'ah [15] Dan Nabi it biasa membaca beberapa dzikir/wirid setelah shalat, dan mengucapkan istigfar tiga kali, kemudian beliau pergi (dari tempatnya) Dan kebaikan itu hanyalah kita dapati dengan cara meneladani Rasuli. Imam Syafi'i pun menyukai agar seorang imam itu segera meninggalkan tempatnya setelah selesai salam (pastinya, setelah membaca beberapa wirid/dzikir yang disyari'atkan Nabi  صلي الله عليه وسلم)  Dan tidaklah disukai bagi seorang pun untuk mengangkat kedua tangannya di saat berdo'a, kecuali pada saat-saat dan tempat yang di situ Rasulullah  صلي الله عليه وسلم,  mengangkat kedua tangannya, dan juga tidak diperbolehkan untuk mengusapkan kedua tangannya itu ke mukanya setelah selesai dia berdo'a, karena tidak ada yang melakukannya, kecuali orang-orang yang jahil (bodoh).

KEEMPAT BELAS: Imam Ibnu Katsir

Imam Ibnu Katsir asy Syafi'I  رحمه الله  berkata di dalam kitab Tafsirnya (III/307-308)16:
Maka Dia berfirman: "Berdoalah kepada Tu¬hanmu... [QS. Al A'raf: 205].
Ibnu Juraij mengatakan dari 'Atha al Khurasani dari Ibnu Abbas, ia berkata dalam rangka menafsirkan ayat di atas: Maksudnya adalah (berdo'a) dengan tersembunyi. Imam Ibnu Jarir berkata menafsirkan ayat di atas: Maksudnya adalah dengan merendahkan diri dalam rangka menta'ati Allah, dan berdo'a dengan penuh kekhusyuan hati dan keyakinan akan ke-Esaan-Nya dan ke-Mahakuasaan-Nya hanya antara kalian dan Dia semata dengan tidak mengeraskan suara dan riya... Ibnu Juraij mengatakan: Dimakruhkan untuk mengeraskan suara di dalam berdzikir dan berdo'a, begitu juga dimakruhkan untuk berteriak ketika berdo'a, akan tetapi justru kita diperintahkan untuk melakukannya dalam keadaan merendah diri dan tenang.
Al Hafizh Ibnu Katsir juga berkata di tempat yang lainnya (III/389)17:
Adapun Firman-Nya: "dengan merendahkan diri dan rasa takut" maksudnya adalah: Ingatlah akan Tuhanmu di dalam hatimu dengan penuh rasa harap dan takut (yang berpadu), dan dengan bisikan lisan bukanlah dengan suara yang tinggi, untuk itulah Dia (lebih menegaskannya  lagi dengan) firman-Nya: "Dan dengan tidak mengeraskan suara," begitulah seharusnya cara seseorang berdzikir kepada Allah, dan bukannya dengan suara yang tinggi dan sangat keras.

KELIMA BELAS: Al Hafizh Ibnu Hajar:

Imam Ibnu Hajar al 'Asqalani , seorang ulama yang dikenal menganut madzhab Syafi'i telah berkata di dalam kitabnya Fat-hul Baari (VI/240)18:
Maksud dari sabda beliau di dalam hadits:  (اِرْبَعُوا)  adalah: "kasihanilah (dirimu sendiri)." Imam ath Thabari mengatakan: Di dalam hadits ini ada larangan untuk mengeraskan suara di dalam berdo'a dan berdzikir, dan seperti itulah pendapat umumnya kaum Salaf dari kalangan para Shahabat dan Tabi'in.
Semua ini adalah pendapat dari para ulama kalangan madzhab Imam Syafi'iy  رحمهم الله. Dan begitulah juga pendapat para ulama dari madzhab yang empat lainnya.19

 Ibnu Majjah 4 Ummat Muslim


1 Dalam buku aslinya Penulis (Ibnu Saini) mencantumkan perkataan para ulama dari Madzhab Syafi’Ii dalam teks arab, bagi yang menginginkannya silahkan beli bukunya (Ibnu Majjah)
2 Bagi yang mampu untuk berbahasa Arab; silahkan merujuk ke kitab al Umm di bagian akhir pembahasan masalah shalat bab:

كَلَامُ الإِمَامِ وَجُلُوسِهِ بَعْد السَّلَامِ

Atau bagi mereka yang belum mampu untuk berbahasa Arab, bisa juga untuk merujuk ke kitab al Umm edisi terjemahan jilid: I hal: 296, pada Bab: "Berkata-katanya imam dan duduknya sesudah memberi salam," disebutkan sebagai berikut:
"Saya memandang baik bagi imam dan makmum. Bahwa berdzikir kepada Allah, sesudah keluar dari shalat. Keduanya itu menyembunyikan dzikir. Kecuali bahwa dia itu (adalah seorang) imam yang harus orang belajar dari padanya. Maka ia (boleh untuk) mengeraskan suaranya. Sehingga ia melihat bahwa orang (lain) telah mempelajari (lafazh dzikir itu) dari padanya, (maka) kemudian ia (kembali) mengecilkan suaranya. Allah 'azza wa Jalla berfirman:

وَلاَ تَجْهَرْ بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا

'Dan janganlah engkau sembahyang dengan suara keras dan jangan pula diam saja.' Yakni Allah Yang maha Tahu. Ialah: Do'a. Tidak engkau keraskan: Artinya: Tidak engkau tinggikan suara. Dan tidak diam saja: Artinya: Sehingga tidak dapat engkau dengar sendiri."
Alhamdulillah kitab terjemahan ini telah lama dan banyak beredar di negeri kita ini. Dengan demikian saya tidak akan dituduh mengada-ada dalam hal ini
3 Tepatnya di Kitabush Shalah setelah pembahasan salam.
4 Tepatnya di kitab:  الــمَسَاجِدِ وَمَوَاضِع الصَّلَاةِ, bab: الذِّكْرُ بَعْدَ الصَّلَاةِ ,  ketika mensyarah hadits no: 583
5 Shahih: Diriwayatkan oleh Bukhari no: 841 dan Abu Dawud no: 1002 & 1003
6 Lihat: adz Dzikrul Jama'iy, Bainal Ittiba' Wal lbtida hal. 46, karya DR. Muhammad al Khumais
7 Lihat: riwayat hidupnya di kitab al A'lam karya az Zerikli (IV: 291)
8 Lihat: kitab Ishlahul Masajid hal. 111 oleh Syaikh Jamaluddin al Qasimi, dan kitab adz Dzikir al jama'i Bainal Ittiba' wal Ibtida' hal. 14, oleh DR. Muhammad bin 'Abdirrahman al Khumais.
9 Tepatnya di kitab:  (الأَذَان), bab:الذِّكْرُ بَعْدَ الصَّلَاة,  Ketika mensyarahkan hadits no: 841.
10 Tepatnya di kitab: Shalat, pada pembahasan dzikir dan do'a setelah shalat.
11 Tepatnya di kitab:  (الأَذْكَرُ والدَّعَوَاتُ)  bab:

(فِيْ أَدَبِ الدُّعَاءِ وَفَضْلِهِ وَفَضْلِ بَعْدِ الأَدْعِيَةِ الــمَأْثُوْرَةِ وَفَضِيْلَةِ الاِسْتِغْفَارِ(

Kitab ini juga banyak beredar di negeri kita ini, walhamdulillah.
12 Muttafaq 'Alaihi: Al Bukhari no: 2992, Muslim no: 2704, akan tetapi lofazh yang disebutkan di atas merupakan lafazh hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud no: 1526, 1527
13 Tepatnya ketika beliau mensyarah hadits no: 2704
14 Lihat nukilannya di kitab Majmu’ Syarah Muhadzdzab (III: 452) dan kitab Fat-hul Mu’in (I: 185), bersama kitab I’anatuth Thalibin
15 Dan saya telah terangkan tentang kesepakatan para ulama madzhab untuk membid’ahkan berjabatan tangan setelah shalat wajib, di risalah saya Hukum Berjabatan Tangan di dalam Islam, Pustaka al ‘Ilmu. Silahkan merujuk ke risalah tersebut bagi siapa yang menginginkannya
16 Tepatnya ketika beliau menafsirkan ayat ke-205 dari surat al A'raf, silahkan merujuk ke kitab Tafsir Ibnu Katsir yang juga telah banyak beredar di negeri kita ini, walhamdulillah
17 Tepatnya ketika beliau menafsirkan ayat ke-55 dari surat al A'raf, silahkan merujuk ke kitab Tafsir Ibnu Katsir yang juga telah banyak beredar di negeri kita ini, walhamdulillah
18 Tepatnya ketika beliau mensyarah hadits no: 2992
19 Lihat keterangannya di kitab al Hawadits Wal Bida’ hal.66 dan adz Dzikirul Jama’i hal.43-51.


Daftar Artikel

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Dzikir Berjama'ah Pandangan Madzhab Syafi'i BAB V

Bab: V

Pengganti yang Disunnahkan


Kalau ada di antara sidang pembaca yang terhormat bertanya: "Jadi sebenarnya, bagaimanakah cara berdzikir yang benar menurut petunjuk al Qur'an dan Sunnah?"

Maka saya jawab dengan mengharap petunjuk dan bimbingan dari Allah سبحانه و تعالي bahwa berdzikir yang dicontohkan oleh Ra­sulullah صلي الله عليه وسلم adalah sebagaimana yang telah disebutkan oleh Imam Syafi'i di atas, yakni dengan cara berdzikir secara tersembunyi, tidak dengan suara yang keras, sendiri-sendiri dan tidak beramai-ramai serta dipimpin atau dikomandoi oleh seseorang.

Hal seperti itu juga akan membuat orang-orang awam tidak mau berusaha un­tuk menghafalkan dzikir-dzikir setelah shalat wajib, seperti yang diajarkan oleh Rasu­lullah صلي الله عليه وسلم dan lebih dari itu, mereka juga me­nyerahkan urusan do'a mereka kepada imam shalat, tanpa diketahui apa isi do'a yang dipanjatkan imamnya itu kepada Allah سبحانه و تعالي, dan ini merupakan bentuk kebodohan,1 Allahul musta'an.

Kemudian, bila ada di antara sidang pembaca yang terhormat bertanya lagi: "Ba­gaimanakah lafazh dzikir yang disunnahkan itu?"

Saya katakan: Bahwa risalah ini bukan­lah maksudnya untuk menurunkan lafazh dzikir setelah selesai shalat yang lima wak­tu, karena keterangan tentang hal itu cukup panjang dan beragam cukup banyak, se­dangkan risalah ini bukan dimaksudkan untuk menerangkan hal itu.

Saya persilahkan kepada para sidang pembaca yang terhormat untuk merujuk ke kitab-kitab Hadits yang mu'tabar. 
Dan alhamdulilah semua itu telah dikumpulkan oleh banyak ulama kita, diantaranya oleh: Imam Nawawi di dalam kitab al Adzkar dan Majmu' Syarah Muhadzdzab (III: 447-452),2 Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah di kitab Maj­mu' Fatawtaya (XXII: 493-494), atau Syaikhul Islam Ibnul Qayyim di kitabnya Zadul Ma'ad (I: 285-295), atau bisa membaca risa­lah Sifat Dzikir Nabi صلي الله عليه وسلم Sesudah Shalat Yang Fardhu/Wajib, yang ditulis oleh guru kami Ustadz Abdul Hakim bin 'Amir Abdat.3 Atau juga yang ditulis secara ringkas oleh Guru kami Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas di kitabnya Kumpulan Do'a dari al Qur'an dan as Sunnah yang shahih hal. 80-85. Silahkan sidang pembaca yang terhormat merujuk ke kitab-kitab tersebut, karena di dalamnya ada keterangan yang mencukupi sekali, insya Allahu Ta'ala.4




1 Adapun menetapkan adanya dzikir dan do'a di setiap selesai shalat yang lima waktu dengan mengang­kat kedua tangan, secara berjama'ah, dipimpin dan di­komandoi oleh seorang imam, maka hal ini telah dibid'ahkan oleh para ulama. Lihat: Majmu' Fatawa (XXII: 495-dst) di kitab itu ada bantahan terhadap syubhat da­lam masalah ini, Zadul Ma'ad (II: 249-250), al I'tisham hal. 455-456, Majmu' Fatawa Bin Bazz (IV: 256-258), Fatawa Lajnah Daa-imah (VII: 103-105), al Qaulul Mubin Fil Akhtaa-il Mushallin hal. 304-306, Risalah Bid'ah hal. 189 no: 111, Kumpulan Do'a Dan Wirid hal. 86
2 Awalnya saya hendak mencantumkan di risalah ini apa yang tercantum di dua kitab tersebut secara ringkas, akan tetapi saya melihat terlalu panjang untuk dicantumkan di sini, maka saya biarkan di dalam kitab aslinya: Bukti-bukti Penyelisikan Kaum Muslimin... .
3 Atau juga yang tercantum di dalam kitabnya al Masaa-il war Rasaa-il jilid pertama, masalah ke-11
4 Kami tambahkan dalam ebook ini Dzikir Setelah Shalat Fardhu dan Peringatan Penting Seputar Kesalahan Dalam [Setelah] Shalat, buah karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas dalam Buku Beliau yang berjudul Dzikir Pagi Petang dan Sesudah Shalat Fardhu Menurut al-Qur’an dan as Sunnah yang Shahih, alhamdulillah buku tersebut juga tersedia ebooknya pada Blog Kami di http://ibnumajjah.wordpress.com/



Daftar Artikel

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Dzikir Berjama'ah Setelah Shalat Wajib BAB I

"Apa kata imam syafi'i tentang dzikir berjama'ah setelah shalat wajib dengan suara keras"

Bab: I

Ayat-ayat Al Qur'an yang Menerangkan Bahwa Berdzikir dan Berdo'a Tidaklah Dengan Suara Keras

AYAT PERTAMA:

Telah berfirman: سبحانه و تعالي

ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعاً وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut, Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.[QS. Al A'raf: 55]

AYAT KEDUA:

Kemudian Allah سبحانه و تعالي  ulangi lagi dengan lebih memperinci untuk memberikan penekanan di dalam permasalahan ini:

وَاذْكُر رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعاً
وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلاَ تَكُن
مِّنَ الْغَافِلِينَ

Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, di waktu pagi dan petang,dan dengan tidak mengeraskan suara,dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. [QS. Al A'raf: 205]

AYAT KETIGA:

Allah  سبحانه و تعالي  juga telah berfirman di dalam al Qur'an:

قُلِ ادْعُواْ اللّهَ أَوِ ادْعُواْ الرَّحْمَـنَ أَيّاً مَّا تَدْعُواْ فَلَهُ الأَسْمَاء الْحُسْنَى وَلاَ تَجْهَرْ
بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلاً

Katakanlah: "Serulah (berdo'alah kepada) Allah atau serulah Ar Rahman [1] Dengan Nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul-husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu,[2] dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu". [QS. Al Isra': 110]

AYAT KEEMPAT:

ذِكْرُ رَحْمَةِ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَرِيَّا.
إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاء خَفِيّاً

(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria. Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. [QS. Maryam: 2-3].

Keempat ayat al Qur'an di atas sangatlah jelas melarang kita dari berdo'a atau berdzikir kepada Allah dengan suara yang keras, tanpa perlu keterangan lagi, walhamdulillah.

 Ibnu Majjah 4 Ummat Muslim
[1] Sebutan "Ar Rahman" merupakan salah satu Nama dari Nama-nama Allah yang indah dan sempurna

[2] Maksud shalat di sini adalah: do'a, sebagaimana disebutkan oleh sebagian ulama




Daftar Artikel

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Saat Banjir Melanda, Amalkan Do’a Ketika Terjadi Hujan Deras

Written By sumatrars on Minggu, 02 Februari 2014 | Februari 02, 2014

Banjir dapat terjadi karena hujan yang terus menerus turun atau karena adanya hujan deras, bisa juga karena banjir kiriman. Jika yang terjadi adalah hujan yang begitu deras di tempat kita atau hujan yang tidak kunjung berhenti, maka kita bisa meminta pada Allah untuk memalingkan hujan tersebut pada tempat yang lebih manfaat dengan mengamalkan do’a yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Do’a yang dimaksud adalah sebagai berikut:

اَللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا، اَللَّهُمَّ عَلَى اْلآكَامِ وَالظِّرَابِ، وَبُطُوْنِ اْلأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

(Allahumma hawaalainaa wa laa ‘alainaa. Allahumma ‘alal aakaami wadz dzirabi wa buthuunil awdiyati wa manabitis syajari)

“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, jangan yang merusak kami. Ya, Allah! turunkanlah hujan di dataran tinggi, di bukit-bukit, di perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan.” 1


Do’a di atas disebutkan dalam hadits Anas bin Malik, ketika hujan tak kunjung berhenti (dalam sepekan), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas memohon pada Allah agar cuaca kembali cerah. Lalu beliau membaca do’a di atas. (HR. Bukhari no. 1014 dan Muslim no. 897).

Do’a tersebut berisi permintaan agar cuaca yang jelek beralih cerah dan hujan yang ada berpindah pada tempat yang lebih membutuhkan air. [ed]

Atau untuk ringkasnya membaca:

اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا، وَلاَ عَلَيْنَا
“Allahumma hawaalainaa wa laa ‘alainaa” [Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, jangan yang merusak kami]

Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata menjelaskan hadits, “Maksud hadits ini adalah memalingkan hujan dari pusat kehidupan, al-aakaam adalah jamak dari akmah dengan memfathahkan hamzah, yaitu gunung kecil atau apa yang tinggi di bumi (dataran tinggi). Adz dziraf maknanya adalah bukit yang kecil. Adapun penyebutan lembah karena di situlah tempat berkumpulnya air dalam waktu yang lama sehingga bisa dimanfaatkan oleh manusia dan binatang ternak.”2

Ibnu Daqiq Al-‘Ied rahimahullah berkata, “Hadits ini merupakan dalil doa memohon dihentikan dampak buruk hujan, sebagaimana dianjurkan untuk berdoa agar turun hujan, ketika lama tidak turun. Karena semuanya membahayakan (baik lama tidak hujan atau hujan yang sangat lama, pent).”3

Syaikh Abdul Aziz bin Biz rahimahullah berkata,  “Selama hujan tidak membawa bahaya maka –alhamdulillah- ucapkan doa:

اللهم صيّباً نافعاً، مطرنا بفضل الله ورحمته
Allahumma shayyiban nafi’a, muthirna bifadhlillahi wa rahmatihi, Allahummaj’alhu mubarakan

Jika hujan ini memberatkan, maka berdoalah:

اللهم حوالينا ولا علينا
Allahumma hawalaina wa laa ‘alaina”4

Jadi, bagi saudara-saudara kami yang merasakan hujan yang begitu deras, amalkanlah do’a di atas. Moga hujan tersebut turun tidak membawa musibah banjir. Moga dengan diberikannya ujian, kita sadar untuk bertaubat pada Allah. Moga kita pun terus diberi kesabaran. [ed]

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Editor: M. Abduh Tuasikal
Sumber Artikel : Muslim.Or.Id


  1. HR. Al-Bukhari 1/224 dan Muslim 2/614
  2. Fathul Baari 2/505, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379 H, syamilah
  3. Ihkam Al-Ahkam, 1/358. Mathba’ah As-Sunnah Muhammadiyyah, syamilah
  4. Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/4123

Artikel :Blog Al Islam



Daftar Artikel
Silahkan Masukkan Alamat Email pada kolom dibawah untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

12 Golongan yang Didoakan Para Malaikat

Written By sumatrars on Minggu, 05 Mei 2013 | Mei 05, 2013

 12 Golongan yang Didoakan Para Malaikat

Oleh: al-Akh Moegrand Tomu Gubali

Inilah 12 golongan manusia yang akan didoakan olah para malaikat.

1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci
“Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa: Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci.” (HR. Imam Ibnu Hibban dari Abdullah bin Umar)

2. Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat
“Tidaklah salah seorang di antara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya: Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia.” (HR. Imam Muslim dari Abu Hurairah, Shahih Muslim 469)

3. Orang-orang yang berada di shaf barisan depan di dalam shalat berjamaah
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang-orang) yang berada pada shaf-shaf terdepan.” (HR. Imam Abu Dawud -dan Ibnu Khuzaimah- dari Barra’ bin ‘Azib)

4. Orang-orang yang menyambung shaf pada sholat berjamaah (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf)
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang-orang yang menyambung shaf-shaf.” (Para Imam, yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah)

5. Para malaikat mengucapkan ‘aamiin’ ketika seorang Imam selesai membaca Al-Fatihah
“Jika seorang Imam membaca ‘ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh dhaalinn’, maka ucapkanlah oleh kalian ‘aamiin’, karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu.” (HR. Imam Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih Bukhari 782)

6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat
“Para malaikat akan selalu bershalawat (berdoa) kepada salah satu di antara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat di mana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata: Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia.” (HR. Imam Ahmad dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106)

7. Orang-orang yang melakukan shalat Shubuh dan ‘Ashar secara berjama’ah
“Para malaikat berkumpul pada saat shalat Shubuh lalu para malaikat (yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga Shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat ‘Ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat ‘Ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?’ Mereka menjawab: Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat.” (HR. Imam Ahmad dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 9140)

8. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan
“Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata ‘aamiin dan engkau pun mendapatkan apa yang ia dapatkan.” (HR. Imam Muslim dari Ummud Darda’, Shahih Muslim 2733)

9. Orang-orang yang berinfak
“Tidak satu hari pun di mana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu di antara keduanya berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak’. Dan lainnya berkata, ‘Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit.” (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah, Shahih Bukhari 1442 dan Shahih Muslim 1010)

10. Orang yang sedang makan sahur
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat (berdoa) kepada orang-orang yang sedang makan sahur. Insya Allah termasuk di saat sahur untuk puasa sunnah.” (HR. Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, dari Abdullah bin Umar)

11. Orang yang sedang menjenguk orang sakit
“Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya, kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga Shubuh.” (HR. Imam Ahmad dari ‘Ali bin Abi Thalib, Al Musnad 754)

12. Seseorang yang sedang mengajarkan kebaikan kepada orang lain
“Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah di antara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.” (HR. Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily)

Sumber dari Artikel : http://fadhlihsan.wordpress.com

Artikel :Blog Al Islam



Daftar Artikel

Silahkan Masukkan Alamat Email pada kolom dibawah untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Mutiara Do'a dan Hadits

Written By sumatrars on Sabtu, 20 April 2013 | April 20, 2013


Hadits Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu tentang perpecahan ummat, Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم bersabda :

وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ فِي رِوَايَةٍ : مَنْ كَانَ عَلَى مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي 

“Sesunggunya agama (ummat) ini akan terpecah menjadi 73 (kelompok), 72 di (ancam masuk ke) dalam Neraka dan satu yang didalam Surga, dia adalah Al-Jama’ah”.
(HR. Ahmad dan Abu Daud dan juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu dan juga mirip dengannya dari hadits Auf bin Malik radhiallahu ‘anhu)

عن العرباض بن سارية قال: صلى بنا رسول الله ذات يوم ثم أقبل علينا فوعظنا موعظة بليغة ذرفت منها العيون ووجلت منها القلوب، فقال قائل: يا رسول الله كأن هذه موعظة مودع، فماذا تعهد إلينا؟ فقال: أوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة وإن عبدا حبشيا؛ فإنه من يعش منكم بعدي فسيرى اختلافا كثيرا، فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء المهديين الراشدين، تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة 

“Dari sahabat ‘Irbadh bin As Sariyyah rodhiallahu’anhu ia berkata: Pada suatu hari Rasulullah صلى الله عليه وسلم shalat berjamaah bersama kami, kemudian beliau menghadap kepada kami, lalu beliau memberi kami nasehat dengan nasehat yang sangat mengesan, sehingga air mata berlinang, dan hati tergetar. Kemudian ada seorang sahabat yang berkata: Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat seorang yang hendak berpisah, maka apakah yang akan engkau wasiatkan (pesankan) kepada kami? Beliau menjawab: Aku berpesan kepada kalian agar senantiasa bertaqwa kepada Allah, dan senantiasa setia mendengar dan taat ( pada pemimpin/penguasa , walaupun ia adalah seorang budak ethiopia, karena barang siapa yang berumur panjang setelah aku wafat, niscaya ia akan menemui banyak perselisihan. Maka hendaknya kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafa’ Ar rasyidin yang telah mendapat petunjuk lagi bijak. Berpegang eratlah kalian dengannya, dan gigitlah dengan geraham kalian. Jauhilah oleh kalian urusan-urusan yang diada-adakan, karena setiap urusan yang diada-adakan ialah bid’ah, dan setiap bid’ah ialah sesat“. (Riwayat Ahmad 4/126, Abu Dawud, 4/200, hadits no: 4607, At Tirmizy 5/44, hadits no: 2676, Ibnu Majah 1/15, hadits no:42, Al Hakim 1/37, hadits no: 4, dll)

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا (٣) 

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu.”
(Al-Maaidah: 3)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. 

"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu".
(QS. At-tahrim [66]:8)


Dalam hadits Abu Hurairah, Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda,

تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا كِتَابُ اللهِ وَسُنَّتِيْ 

“Saya tinggalkan pada kalian dua perkara, yang kalian tidak akan sesat di belakang keduanya, (yaitu) kitab Allah dan Sunnahku.” (HR. Malik dan Al-Hakim dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albany dalam Al-Misykah )
______________


Mutiara Do'a : Wahai Dzat Yang Membolak-Balikkan Hati (Yaa Muqollibal quluubi) 

Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarokatuh,

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صلى الله عليه وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين

'Innalhamdalillaah, nahmaduhu wanasta’inuhu, wanastaghfiruh. Wana’udzubillaahiminsyururi anfusina waminsyay yiati a’malina, may yahdihillahu fala mudzillalah, wamay yut’lil fala hadziyalah. Asyhadu alailahaillallahu wah dahula syarikalah wa assyhadu anna muhammadan ‘abduhu warosuluh.Salallahu'alaihi wa 'ala alihi wa sahbihi wa man tabi'ahum bi ihsanin illa yaumiddiin'.

Fainna ashdaqal hadits kitabaLLAH wa khairal hadyi hadyu Muhammad Salallahu'alaihiwassalam, wa syarral ‘umuri muhdatsatuha, Wa kullu muhdatsatin bid’ah wa kullu bid’atin dhalalah wa kullu dhalalatin fin nar… Ammaba’du

Do'a-do'a Yang Disunahkah

Berikut adalah do'a-do'a yang sahih dari Rasulallohu صلى ا لله عليه وسلم :
Do'a-do'a ini dapat dibaca kapan saja,terutama pada sujud dalam shalat maupun dalam duduk tasyahud (baca syarat-syarat mebaca do'a dalam duduk tasyahud pent-)

Do'a dibawah ini adalah do'a yang dimintakan untuk agar kita tetap tegar dan istiqomah diatas agama yang benar.

يامقلب القلوب ثبت قلبي على دينك

'Yaa Muqallibal Quluub, Tsabbit Qalbi ‘Ala Diinik'

Artinya: “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu.”

[HR.Tirmidzi 3522, Ahmad 4/302, al-Hakim 1/525, Lihat Shohih Sunan Tirmidzi III no.2792]


يا مقــلـب لقــلــوب ثبــت قــلبـــي عــلى طـا عــتـك

'Yaa Muqallibal Quluub, Tsabbit Qalbi ‘Ala Ta'atik'

Artinya: “Wahai Dzat yg membolak-balikan hati teguhkanlah hatiku diatas ketaatan kepadamu”
[HR. Muslim (no. 2654)]

اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

'Allaahumma Musharrifal Quluub, Sharrif Quluubanaa ‘Alaa Tho'atika'

Artinya: “Ya Allah yang mengarahkan hati, arahkanlah hati-hati kami untuk taat kepadamu.” (HR. Muslim)

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

'Rabbabaa Laa Tuzigh Quluubanaa Ba’da Idz Hadaitanaa wa Hab Lana Mil-Ladunka Rahmatan Innaka Antal-Wahhaab'

Artinya: “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).”
(QS. Ali Imran: 7)
__________



Penjelasan Hadits

1.Hadits pertama

Nawwas bin Sam’an Al Kilabi berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا مِنْ قَلْبٍ إِلَّا وَهُوَ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Tidak ada satu hati pun kecuali ia berada di antara dua jari dari Jari-Jemari Rabb semesta alam.

إِنْ شَاءَ أَنْ يُقِيمَهُ أَقَامَهُ وَإِنْ شَاءَ أَنْ يُزِيغَهُ أَزَاغَهُ

Jika Dia ingin memberikannya keistiqamahan niscaya Ia akan berikan keistiqamahan padanya. Dan jika Dia ingin memalingkannya (dari Islam) niscaya akan dipalingkan-Nya dari Islam.

Dan beliau berdo’a:

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قُلُوبَنَا عَلَى دِينِكَ

Wahai Dzat yang membulak-balikkan hati tetapkanlah hati kami di atas agama-Mu

وَالْمِيزَانُ بِيَدِ الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ يَخْفِضُهُ وَيَرْفَعُهُ

Dan Al Mizan juga berada di Jari Ar Rahman ‘azza wajalla Dia lah yang meringankan dan mengangkatnya.

(HR. Ahmad; dishahiihkan syaikh muqbil dalam shahiihul musnad)

2.Hadits kedua

dari Anas ia berkata; Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam banyak mengucapkan doa:

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

Ya Allah Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami di atas agama-Mu

Anas berkata; Maka kami (PARA SHAHABAT) berkata;

Wahai Rasulullah, kami telah beriman kepadamu dan kepada wahyu yang engkau bawa, maka apakah engkau masih mengkhawatirkan kami?

Beliau menjawab:

نَعَمْ إِنَّ الْقُلُوبَ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يُقَلِّبُهَا

Ya, sesungguhnya hati itu berada di antara jari-jari Allah ‘azza wajalla, Dialah yang membolak-balikkannya.

(HR. Ahmad; Ibnu ‘Adiy berkata didalamnya terdapat perawi yang bernama Abu Sufyan dan dia tidak mengapa.)

Dalam riwayat at-Tirmidziy dengan lafazh:

‎نعم إن القلوب بين إصبعين من أصابع الله يقلبها كيف شاء

Benar, sesungguhnya hati itu berada diantara jari-jari Allah, Ia membolak-balikannya sekehendakNya.

(HR.at Tirmidizy dishahiihkan syaikh al-albaaniy dalam shahiih at Tirmidziy)

3.Hadits ketiga

dari ‘Aa-isyah radhiyallahu ‘anhaa berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperbanyak mengucapkan;

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ وَطَاعَتِكَ

Wahai yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu dan ketaatan kepada-Mu

Lalu dikatakan kepada beliau, wahai Rasulullah! Affan telah berkata; Aisyah telah berkata kepadanya, sesungguhnya engkau memperbanyak membaca;

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ وَطَاعَتِكَ

Wahai yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu dan ketaatan kepada-Mu

Beliau bersabda:

وَمَا يُؤْمِنُنِي وَإِنَّمَا قُلُوبُ الْعِبَادِ بَيْنَ أُصْبُعَيْ الرَّحْمَنِ إِنَّهُ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُقَلِّبَ قَلْبَ عَبْدٍ قَلَّبَهُ قَالَ عَفَّانُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Apa yang membuatku aman, sesungguhnya hati hamba berada diantara dua ujung jari-jemari Arrahman, apabila Ia berkehendak untuk memabalikkan hati seorang hamba maka Ia akan membalikkannya.”

(HR. Ahmad; dalam hadits ini terdapat perawi yang MAJHULAH yaitu: AMANAH BINTI ABDILLAH; dan juga terdapat perawi yang LEMAH yaitu: ‘ali bin zaid)

Namun dalam riwayat lain yang berbunyi:

dari ‘Aa-isyah radhiyallahu ‘anhaa berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperbanyak mengucapkan;

‎يامثبت القلوب ثبت قلبي على دينك

Yaa mutsabbital quluub tsabbit qalbiy ‘ala diinik

Bersabda Rasulullah:

‎نعم و ما يؤمني أي عائشة و قلوب العباد بين إصبعين من أصابع الرحمن ؟

Benar, akan tetapi siapakah yang merasa aman wahai ‘aa-isyah; sedangkan hati seorang hamba berada diantara jari-jemari ar-rahmaan?!

(Maka hadits ini DISHAHIIHKAN oleh Syaikh al-albaaniy dalam takhrij kitaabus sunan)

4.Hadits keempat

Ditanyakan kepada Ummu Salamah;

“Wahai Ummul mukminin! Do’a apakah yang paling banyak Rasulullah shalallahu’alahi wa sallam baca ketika bersamamu?”

ia menjawab;

“Do’a beliau yang paling banyak adalah:

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

Wahai yang membolak-balikkan hati! Teguhkanlah hatiku senantiasa di atas agamamu

Ia berkata;

“Lalu aku bertanya kepada beliau, Wahai Rasulullah! Kenapa do’a yang paling banyak engkau baca:

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

Wahai yang membolak-balikkan hati! Teguhkanlah hatiku senantiasa di atas agamaMu?

beliau menjawab;

يَا أُمَّ سَلَمَةَ مَا مِنْ آدَمِيٍّ إِلَّا وَقَلْبُهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مَا شَاءَ أَقَامَ وَمَا شَاءَ أَزَاغَ

“Wahai Ummu Salamah! Tidaklah anak keturunan Adam kecuali hatinya berada di antara dua jari dari-jari Allah Azzawajalla. Bila Ia berkehendak akan meluruskannya dan bila Ia berkehendak maka akan menyesatkannya.”

(HR. Ahmad; dalam sanadnya terdapat “Syahar bin Hawsyab” dan dia didhaifkan para ulama)

Namun dalam riwayat lain, dengan lafazh

‎يا أم سلمة ما من آدمي إلا قلبه بين إصبعين من أصابع الرحمن ، ما شاء أقامه ، و ما شاء أزاغه

“Wahai Ummu Salamah! Tidaklah anak keturunan Adam kecuali hatinya berada di antara dua jari dari-jari ar Rahmaan. Bila Ia berkehendak akan meluruskannya dan bila Ia berkehendak maka akan menyesatkannya.”

(maka hadits ini diSHAHIIHkan syaikh al Albaaniy dalam takhrij kitabus sunan)

Dalam riwayat lain:

Ummu Salamah meceritakan bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam memperbanyak dalam do’anya:

اللَّهُمَّ مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

Ya Allah, yang membolak balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agamamu

Ia berkata; saya berkata;

“Wahai Rasululah! Apakah hati itu berbolak balik?”

beliau menjawab:

نَعَمْ مَا مِنْ خَلْقِ اللَّهِ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ بَشَرٍ إِلَّا أَنَّ قَلْبَهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ

“Ya, tidaklah ciptaan Allah dari manusia anak keturunan Adam kecuali hatinya berada di antara dua jari dari jari-jari Allah.

فَإِنْ شَاءَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَقَامَهُ وَإِنْ شَاءَ اللَّهُ أَزَاغَهُ

Bila Allah Azzawajalla berkehendak, Ia akan meluruskannya, dan jiwka Allah berkehendak, Ia akan menyesatkannya.

Wallahu a’lam
(artinya: “Dan Allah lebih tahu atau Yang Maha tahu atau Maha Mengetahui)

“Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa Anta astaghfiruka wa atubu ilaik (Maha Suci Engkau ya Allah dan segala puji untuk-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah selain Engkau, saya meminta ampunan dan bertaubat kepada-Mu).”

"Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarokatuh,.




Artikel :Blog Al Islam




Daftar Artikel

Silahkan Masukkan Alamat Email pada kolom dibawah untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Kesalahan Dalam Setelah Shalat

Written By sumatrars on Senin, 22 Oktober 2012 | Oktober 22, 2012

Peringatan Penting Seputar Kesalahan Dalam Setelah Shalat

 Beberapa hal biasa dilakukan oleh banyak orang setelah shalat fardhu (wajib) yang lima waktu, tapi tidak ada contoh dan dalil dari Rasulullah  صلي الله عليه وسلم dan para Sahabat ridhwaanullaah 'alaihim ajma'iin.

Di antara kesalahan dan bid'ah tersebut ialah:

Mengusap muka setelah salam.1

Berdo'a dan berdzikir secara berjama'ah yang di pimpin oleh imam shalat.2
Berdzikir dengan bacaan yang tidak ada nash/ dalilnya, baik lafazh maupun bilangannya, atau berdzikir dengan dasar hadits yang dha'if (lemah) atau maudhu' (palsu).

Contoh:
Sesudah salam membaca: "Alhamdulillaah."
Membaca surat al-Faatihah setelah salam.
Membaca beberapa ayat terakhir surat al-Hasyr dan lainnya.

Menghitung dzikir dengan memakai biji-bijian tasbih atau yang serupa dengannya. Tidak ada satu pun hadits yang shahih tentang menghitung dzikir dengan biji-bijian tasbih, bahkan sebagiannya maudhu' (palsu).3

Syaikh al-lbani رَحِم الله mengatakan: "Berdzikir dengan biji-bijian tasbih adalah bid'ah."4

Syaikh Bakr Abu Zaid mengatakan bahwa berdzikir dengan menggunakan biji-bijian tasbih menyerupai orang-orang Yahudi, Nasrani, Budha, dan perbuatan ini adalah bid'ah dha-laalah.5

Yang disunnahkan dalam berdzikir adalah dengan menggunakan jari-jari tangan:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍ رَضِيَ اللهُ قَلَ: رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْقِدُ التَّسْبِيْحَ بِيَمِيْنِهِ

"Dari Abdullah bin Amr رضي الله عنه , ia berkata: Aku melihat Rasulullah صلي الله عليه وسلم menghitung bacaan tasbih dengan jari-jari tangan kanannya."6

Bahkan, Nabi صلي الله عليه وسلم memerintahkan para Sa­habat wanita menghitung; Subhaanallaah, al­hamdulillaah, dan mensucikan Allah dengan jari-jari, karena jari-jari akan ditanya dan di­minta untuk berbicara (pada hari Kiamat).7

Berdzikir dengan suara keras dan beramai-ramai (bersamaan/ berjama'ah).

Allah سبحانه و تعاليmemerintahkan kita berdzikir dengan suara yang tidak keras (QS. Al-A'raaf ayat 55 dan 205, lihat Tafsiir Ibni Katsir tentang ayat ini).

Nabi صلي الله عليه وسلم melarang berdzikir dengan suara keras sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Muslim dan lain-lain.

Imam asy-Syafi'i menganjurkan agar imam atau makmum tidak mengeraskan bacaan dzikir.8

Membiasakan/merutinkan do'a setelah shalat fardhu (wajib) dan mengangkat tangan pada do'a tersebut, (perbuatan ini) tidak ada contoh­nya dari Rasulullah صلي الله عليه وسلم.9

Saling berjabat tangan seusai shalat fardhu (bersalam-salaman). Tidak ada seorang pun dari Sahabat atau Salafush Shalih  yang ber­jabat tangan (bersalam-salaman) kepada orang disebelah kanan atau kiri, depan atau belakang­nya apabila mereka selesai melaksanakan shalat. Jika seandainya perbuatan itu baik, maka akan sampai (kabar) kepada kita, dan ulama akan menukil serta menyampaikannya kepada kita (riwayat yang shahih.Pen).

Para ulama mengatakan: "Perbuatan ter­sebut adalah bid'ah."10

Berjabat tangan dianjurkan, akan tetapi me­netapkannya di setiap selesai shalat fardhu tidak ada contohnya, atau setelah shalat Shubuh dan 'Ashar, maka perbuatan ini adalah bid'ah.11 Wallaahu a'lam bish Shawaab.

 Ibnu Majjah 4 Ummat Muslim
--------------------------------------------------------------------------------
1 Lihat, Silsilah al-Ahaadiits adh-Dha'iifah wal Maudhuu'ah no. 660 oleh Imam al-Albani
2 Al-I'tishaam, Imam asy-Syathibi hal. 455456 tahqiq Syaikh Salim al-Hilali, Fataawa al-Lajnah ad-Daa-imah VII/104-105, Fataawa Syaikh bin Baaz XI/188-189, as-Sunan wal Mub-tada'aat hal. 70. Perbuatan ini bid'ah, (al-Qaulul Mubiin fii Akhthaa-il Mushalliin hal. 304-305).
3 Lihat, Silsilah al-Ahaadiits adh-Dha'iifah wal Maudhuu'ah no. 83 dan 1002
4 Silsilah al-Ahaadiits adh-Dha'iifah I/185
5 As-Subbah Taariikhuha wa Hukmuha hal. 101 cet. I Daarul 'Ashimah 1419 H - Syaikh Bakr bin 'Abdillah Abu Zaid.
6 Hadits shahih, riwayat Abu Dawud no. 1502, dan at-Tirmidzi no. 3486, Shahiih at-Tirmidzi IH/146 no. 2714, Shahiih Abi Dawud 1/280 no. 1330, al-Hakim 1/547, al- Baihaqi 11/253
7 Hadits hasan, riwayat Abu Dawud no. 1501, dan at-Tirmidzi. Dihasankan oleh Imam an-Nawawi dan Ibnu Hajar al-Asqalani
8 Lihat Zaadul Ma'aad 1/357 tahqiq al-Arna'uth. Majmuu' Fataawa, Syaikh bin Baaz XI/167-168
9 Tamaamul Kalaam fi bid'iyyatil Mushaafahah ba'das Salaam- DR. Muhammad Musa Alu Nashr
10 Al-Qaulul Mubiin fii Akhtbaa-il Mushalliin hal. 293-294 -Syaikh Masyhur Hasan Salman
11 Al-Qaulul Mubiin fii Akhthaa-il Mushalliin hal. 294-295 dan Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah 1


Daftar Artikel

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

KISAH NABI ADAM ALAIHI SALAM

 BUAH TEEN Kisah Nabi Adam: Dari Awal Penciptaan Hingga Turun ke Bumi Kisah Nabi Adam menceritakan terciptanya manusia pertama y...

Translate

 
Support : Blog author | Rachmat.M,MA | Duta Asri Palem 3
Copyright © 2013. BLOG AL ISLAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger