Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

BLOG AL ISLAM

Diberdayakan oleh Blogger.

Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha

Arsip Blog

Twitter

twitter
Latest Post

HUKUM MEMPERINGATI MAULID NABI

Written By sumatrars on Minggu, 11 Januari 2015 | Januari 11, 2015




HUKUM PERINGAN MULID NABI

Category : Aqidah, Sejarah,Maulid,Nabi,Manhaj
Source article: Alkhoirot.Net

Peringatan Maulid Nabi Muhammad adalah masalah muamalah,bukan ibadah, demikian penjelasan Dr. Mustofa Yaqub MA dalam satu ceramahnya di TVRI, Imam Besar masjid Istiqlal dan ulama Ahli hadits Indonesia. Karena memperingati Maulid Nabi itu masalah muamalah, maka manusia dibolehkan berinovasi (Arab, bid'ah) selagi tidak ada perbuatan yang melanggar syariah. Sama dengan bolehnya manusia memakai komputer, browsing internet, naik mobil dan pesawat terbang walaupun semua ini tidak ada pada zaman Nabi dan para Sahabat. Dalam kaidah fikih dikatakan bahwa "hukum asal dari masalah muamalah adalah boleh." Sedangkan kaum Wahabi menganggap bahwa Maulid Nabi termasuk ibadah yang bersifat tauqifi dan harus berdasarkan atas Quran dan hadits. Perbedaan dasar inilah yang membuat kontroversi Maulid Nabi sulit menemukan titik temu antara kaum Wahabi yang mengharamkan dan kalangan Ahlussunnah Wal Jamaah yang membolehkan.

Memperingati atau merayakan maulid Nabi Muhammad s.a.w sudah menjadi tradisi yang mengakar di kalangan umat Islam Indonesia. Hari kelahiran Nabi Muhammad yang jatuh pada 12 Rabiul Awal ini bahkan sudah menjadi salah satu hari besar dan hari libur nasional. Hukum merayakan maulid Nabi dipertanyakan halal haramnya setelah munculnya kelompok neo Khawarij yang bernama Wahabi yang mengharamkan peringatan maulid Nabi dan menganggapnya sebagai bid'ah dhalalah (sesat).

DAFTAR ISI PILIHAN

  1. Sejarah Peringatan Maulid Nabi

  2. Hukum Maulid Nabi menurut Ulama Ahlus-Sunnah (Non-Wahabi)

  1. Fatwa Jalaluddin As-Suyuthi Tentang Peringatan Maulid Nabi

  2. Fatwa Abul Khattab Al Dihyah Tentang Perayaan Maulid Nabi

  3. Fatwa Yusuf Qardhawi Tentang Perayaan Maulid Nabi

  4. Fatwa Said Ramadan Al-Buthi Tentang Perayaan Maulid Nabi

  5. Fatwa Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki Tentang Perayaan Maulid Nabi

  • Hukum Maulid Nabi menurut Ulama Wahabi Salafi

  • Kesimpulan Hukum Maulid

  • I. SEJARAH PERINGATAN MAULID NABI

    Ada berbagai macam versi mengenai waktu awal mula diadakannya peringatan atau perayaan Maulid Nabi. Jalaluddin As-Suyuthi (1445 - 1505M atau 849 - 911 H)[1] menerangkan bahwa orang yang pertama kali menyelenggarakan maulid Nabi adalah Malik Mudhaffar Abu Sa’id Kukburi (1153 - 1232 M atau 549 - 630 H).[2]

    Sebagian pendapat mengatakan bahwa Shalahuddin Al Ayyubi (1138 - 1193 M), yang pertama kali melakukan peringatan Maulid Nabi secara resmi. Sementara versi lain menyatakan bahwa perayaan maulid Nabi ini dimulai pada masa dinasti Daulah Fathimiyah di Mesir pada akhir abad keempat Hijriyah atau abad keduabelas masehi.[3]

    Kegiatan perayaan (ihtifal) maulid Nabi ini kemudian menyebar ke berbagai negara Islam termasuk Indonesia.

    II. HUKUM MAULID NABI MENURUT ULAMA AHLUS-SUNNAH (NON-WAHABI)

    Mayoritas ulama membolehkan peringatan atau perayaan Maulid Nabi Muhammad selagi tidak ada perbuatan yang melanggar syariat saat peringatan tersebut. Jalaluddin As Suyuthi berpendapat bahwa sunnah itu dapat terjadi dengan qiyas (analogi) tidak harus berdasarkan adanya dalil Quran dan hadits.

    FATWA JALALUDDIN AS SUYUTHI TENTANG PERAYAAN MAULID NABI

    1. Jalaluddin As-Suyuthi berpendapat bahwa memperingati maulid Nabi Muhammad adalah bid'ah hasanah (baik). As-Suyuthi mengatakan:

    2. وبعــــد: فقد وقع السؤال عن عمل المولد النبوي في شهر ربيع الأول، ما حكمه من حيث الشرع؟ وهل هو محمود أو مذموم؟ وهل يثاب فاعله أو لا؟.

      الجـــــواب:

      عندي أن أصل عمل المولد الذي هو اجتماع الناس وقراءة ما تيسر من القرآن ورواية الأخبار الواردة في مبدأ أمر النبي صلى الله عليه وسلم وما وقع في مولده من الآيات ثم يمد لهم سماط يأكلونه وينصرفون من غير زيادة على ذلك هو من البدع الحسنة التي يثاب عليها صاحبها لما فيه من تعظيم قدر النبي صلى الله عليه وسلم وإظهار الفرح والاستبشار بمولده الشريف.

      Arti kesimpulan: Perayaan Maulid Nabi yang berupa berkumpulnya manusia dengan membaca ayat Quran dan sejarah Nabi dan memakan hidangan makanan termasuk dari bid'ah yang baik (hasanah) yang mendapat pahala karena bertujuan mengagungkan Nabi Muhammad dan menampakkan kegembiraan terhadap kelahiran Nabi.

      Alasan As-Suyuthi menganggap sunnah merayakan maulid Nabi karena hukum sunnah itu tidak harus terjadi pada era Nabi, tapi bisa karena qiyas.[4]

      Istilah bid'ah hasanah (baik) dan qabihah (buruk) yang dipakai As-Suyuthi berasal dari Imam Nawawi dalam kitab تهذيب الأسماء واللغات Tahdzibul Asma' wal Lughat.

      FATWA ABUL KHATTAB AL DIHYAH TENTANG PERAYAAN MAULID NABI

    3. Abul Khattab bin Dihyah pada tahun 604 H menulis kitab At Tanwir fi Maulidil Basyir an-Nadzir (التنوير في مولد البشير النذير) khusus membahas tentang bolehnya Maulid Nabi. Bin Dihyah adalah ulama ahli hadits yang bergelar Al Hafidz asal Maroko yang terkenal pada zamannya.[5]

    4. Ismail bin Umar bin Katsir, penulis tafsir Al Quran Ibnu Katsir yang terkenal termasuk yang membolehkan perayaan Maulid Nabi Muhammad.[6]

    5. Syed Muhammad Alwi Al Maliki Al Hasnai dalam kitabnya Hawlal Ihtifal bi Dzikral Maulid an-Nabawi [7]

    FATWA YUSUF QARDHAWI TENTANG PERAYAAN MAULID NABI

    - Yusuf Qardhawi menganggap perayaan Maulid Nabi Muhammad adalah baik. Qardhawi menyatakan:

    فهناك لون من الاحتفال يمكن أن نقره ونعتبره نافعاً للمسلمين، ونحن نعلم أن الصحابة رضوان الله عليهم لم يكونوا يحتفلون بمولد الرسول صلى الله عليه وسلم ولا بالهجرة النبوية ولا بغزوة بدر، لماذا؟

    لأن هذه الأشياء عاشوها بالفعل، وكانوا يحيون مع الرسول صلى الله عليه وسلم، كان الرسول صلى الله عليه وسلم حياً في ضمائرهم، لم يغب عن وعيهم، كان سعد بن أبي وقاص يقول: كنا نروي أبناءنا مغازي رسول الله صلى الله عليه وسلم كما نحفِّظهم السورة من القرآن، بأن يحكوا للأولاد ماذا حدث في غزوة بدر وفي غزوة أحد، وفي غزوة الخندق وفي غزوة خيبر، فكانوا يحكون لهم ماذا حدث في حياة النبي صلى الله عليه وسلم، فلم يكونوا إذن في حاجة إلى تذكّر هذه الأشياء.

    ثم جاء عصر نسي الناس هذه الأحداث وأصبحت غائبة عن وعيهم، وغائبة عن عقولهم وضمائرهم، فاحتاج الناس إلى إحياء هذه المعاني التي ماتت والتذكير بهذه المآثر التي نُسيت، صحيح اتُخِذت بعض البدع في هذه الأشياء ولكنني أقول إننا نحتفل بأن نذكر الناس بحقائق السيرة النبوية وحقائق الرسالة المحمدية، فعندما أحتفل بمولد الرسول فأنا أحتفل بمولد الرسالة، فأنا أذكِّر الناس برسالة رسول الله وبسيرة رسول الله

    وفي هذه المناسبة أذكِّر الناس بهذا الحدث العظيم وبما يُستفاد به من دروس، لأربط الناس بسيرة النبي صلى الله عليه وسلم (لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا) [الأحزاب 21] لنضحي كما ضحى الصحابة، كما ضحى علِيّ حينما وضع نفسه موضع النبي صلى الله عليه وسلم، كما ضحت أسماء وهي تصعد إلى جبل ثور، هذا الجبل الشاق كل يوم، لنخطط كما خطط النبي للهجرة، لنتوكل على الله كما توكل على الله حينما قال له أبو بكر: والله يا رسول الله لو نظر أحدهم تحت قدميه لرآنا، فقال: "يا أبا بكر ما ظنك في اثنين الله ثالثهما، لا تحزن إن الله معنا".

    نحن في حاجة إلى هذه الدروس فهذا النوع من الاحتفال تذكير الناس بهذه المعاني، أعتقد أن وراءه ثمرة إيجابية هي ربط المسلمين بالإسلام وربطهم بسيرة النبي صلى الله عليه وسلم ليأخذوا منه الأسوة والقدوة، أما الأشياء التي تخرج عن هذا فليست من الاحتفال؛ ولا نقر أحدًا عليها.

    Artinya: Ada salah satu jenis perayaan/peringatan yang dapat kita anggap bermanfaat bagi umat Islam. Kita tahu bahwa para Sahabat tidak merayakan Maulid Nabi Muhammad, hijrah Nabi dan Perang Badar, kenapa?

    Karena kejadian-kejadian di atas mereka lakukan dalam kehiudpan nyata. Mereka hidup bersama Nabi. Dan Nabi hidup dalam hati mereka. Tidak hilang dari kesadaran mereka. Sa'ad bin Abi Waqqas berkata: Kami mengisahkan pada anak-anak kami kisah-kisah peperangan Nabi sebagaimana kami menghafal Surah dari Al-Qur'an dengan bercerita pada anak-anak apa yang terjadi dalam Perang Badar dan Perang Uhud, Perang Khandaq, Perang Khaibar. Mereka bercerita pada anak-anak mereka apa yang terjadi pada masa hidup Nabi sehingga mereka tidak perlu memperingati perayaan-perayaan semacam ini.

    Kemudian datanglah masa di mana manusia melupakan berbagai peristiwa di atas dan hilang dari kesadaran, jiwa dan hati mereka. Maka manusia perlu untuk menghidupkan kembali pemahaman yang telah mati dan mengingat peristiwa yang sudah terlupakan. Betul, terdapat hal-hal bid'ah dalam perkara ini tapi saya berpendapat bahwa kita merayakannya untuk mengingatkan manusia atas hakikat perjalanan kenabian dan risalahnya. Saat kita memperingati Maulid Nabi maka saya memperingati kelahiran terutusnya Nabi; maka saya mengingatkan manusia atas diutusnya Rasulullah dan kisah kenabian beliau.

    ... Kita saat ini sangat perlu untuk mempelajari (kisah Nabi) ini. Perayaan semacam ini bertujuan untuk mengingatkan manusia akan makna-makna di atas. Saya yakin bahwa di balik beberapa peringatan ini terdapat hasil yang positif yaitu mengikat umat dengan Islam dan mengikat mereka dengan sejarah Nabi untuk dimabil suri tauladan dan panutan. Adapun hal-hal yang keluar dari ini, maka itu bukanlah perayaan dan kami tidak mengakuinya.
    (Sumber: http://qaradawi.net/fatawaahkam/30/1444.html).

    FATWA SAID RAMADAN AL-BUTHI TENTANG PERAYAAN MAULID NABI

    Said Ramadhan Al-Buthi menilai bahwa Maulid Nabi bukan bid'ah walaupun ia baru eksis setelah era Tabi'in atau Tabi'it Tabi'i. Ia berpendapat tidak semua yang baru itu bid'ah. Dalam salah satu fatwanya ia menyatakan:

    ليس كل جديد بدعة
    البدعة، بمعناها الاصطلاحي الشرعي، ضلالة يجب الابتعاد عنها، وينبغي التحذير من الوقوع فيها. ما في ذلك ريب ولا خلاف. وأصل ذلك قول رسول الله صلى الله علية وسلم فيما اتفق علية الشيخان (من احدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهورد) وقوله فيما رواه مسلم : (إن خير الحديث كتاب الله، وخير الهدى هدى محمد، وشر الأمور محدثاتها، وكل بدعة ضلالة).

    ولكن ما هو المعنى المراد من كلمة (بدعة) هذه ؟
    هل المراد بها معناها اللغوي الذي تعارف علية الناس فيكون المقصود بها إذن، كل جديد طارئ على حياة المسلم، مما لم يفعله رسول الله صلى الله علية وسلم ولا أحد من أصحابه، ولم يكن معروفا لديهم؟
    إن الحياة ما تزال تتحول بأصحابها من حال ألي حال، وتنقلهم من طور إلى آخر..

    Artinya: Ditinjau dari pengertian istilah yang syar'i tidak semua yang baru itu bid'ah dhalalah (sesat) yang wajib dijauhi. Tidak ada keraguan dan perbedaan dalam soal ini. Asal dari masalah bid'ah ini adalah sabda Nabi riwayat Bukhari dan Muslim: Barangsiapa yang mengada-ada di dalam urusan agama ini dengan sesuatu yang tidak berasal darinya, maka tertolak." Dan sabda Nabi dalam sebuah hadits riwayat Muslim: "Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, sedangkan seburuk-buruk perkara adalah perkara baru yang dibuat-buat, dan setiap yang bidah itu adalah kesesatan."

    Akan tetapi apa yang dimaksud dengan kata "bid'ah" di sini? Apakah yang dimaksud dengan bid'ah secara lughawi (literal) yang umum diketahui manusia sehingga yang dimaksud adalah setiap hal yang baru pada kehidupan muslim yang tidak dilakukan Rasulullah dan para Sahabat tidak ada yang tahu? Sesungguhnya kehidupan senantiasa berubah dari waktu ke waktu dan berpindah dari masa ke masa yang lain ...

    Lebih detail baca: الاحتفال بالمولد النبوي

    FATWA SAYYID MUHAMMAD ALWI AL-MALIKI TENTANG PERAYAAN MAULID NABI

    Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki, ulama terkenal Mekkah yang bukan Wahabi menulis buku khusus tentang bolehnya merayakan
    Maulid Nabi Muhammad. Kitabnya berjudul Haulal Ihtifal bi Dzikrol Maulidin Nabawi as-Syarif. Berikut salah satu isinya:

    أننا نقول بجواز الاحتفال بالمولد النبوي الشريف والاجتماع لسماع سيرته والصلاة والسلام عليه وسماع المدائح التي تُقال في حقه ، وإطعام الطعام وإدخال السرور على قلوب الأمة

    Artinya: Saya berpendapat atas bolehnya merayakan maulid Nabi dan berkumpul untuk mendengar sejarah Nabi, membaca shalawat dan salam untuk Nabi, mendengarkan puji-pujian yang diucapan untuk beliau, memberi makan (pada yang hadir) dan menyenangkan hati umat.

    Lebih detail baca: حول الاحتفال بذكرى المولد النبوي للسيد محمد علوي المالكي

    - Habib Mundzir Al Musawa dalam bukunya Kenalilah Aqidahmu membuat daftar panjang kalangan ulama dulu dan kontemporer (muta'akhirin) dan kitabnya yang menghalalkan perayaan Maulid Nabi Muhammad sebagai berikut:

    Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi)
    Syamsuddin Aljazriy dalam kitabnya ‘Urif bitta’rif Maulidissyariif
    Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqiy dalam kitabnya Mauridusshaadiy fii maulidil Haadiy
    Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah
    Ibn Abidin rahimahullah dalam syarahnya maulid ibn hajar
    Ibnul Jauzi dengan karangan maulidnya yg terkenal al aruus
    Al Qasthalaniy dalam kitabnya Al Mawahibulladunniyyah
    Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Aljuzri dg maulidnya Urfu at ta’rif bi maulid assyarif.
    Al ’Iraqy dg maulidnya Maurid al hana fi maulid assana
    Imam ibn hajar al haitsami dg maulidnya Itmam anni’mah alal alam bi maulid sayidi waladu adam
    Ibrahim Baajuri mengarang hasiah atas maulid ibn hajar dg nama tuhfa al basyar ala maulid ibn hajar
    Yusuf bin ismail An Nabhaniy dg Maulid jawahir an nadmu al badi’ fi maulid as syafi’
    Asyeikh Ali Attanthowiy dg maulid nur as shofa’ fi maulid al mustofa
    Muhammad Al maghribi dg Maulid at tajaliat al khifiah fi maulid khoir al bariah.

    III. HUKUM MAULID NABI MENURUT ULAMA WAHABI SALAFI

    Adapun pendapat ulama Wahabi Salafi hampir seragam: merayakan maulid Nabi adalah bid'ah dhalalah. Dan haram.

    Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz mengatakan:

    لا يجوز الاحتفال بمولد الرسول صلى الله عليه وسلم ، ولا غيره ؛ لأن ذلك من البدع المحدثة في الدين ؛ لأن الرسول صلى الله عليه وسلم لم يفعله ، ولا خلفاؤه الراشدون ، ولا غيرهم من الصحابة ـ رضوان الله على الجميع ـ ولا التابعون لهم بإحسان في القرون المفضلة ، وهم أعلم الناس بالسنة ، وأكمل حباً لرسول الله صلى الله عليه وسلم ومتابعة لشرعه ممن بعدهم .

    Artinya: Tidak boleh merayakan maulid (kelahiran) Nabi dan lainnya karena termasuk bid'ah karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi, khalifah yang empat, dan Sahabat lain dan tabi'in. Padahal mereka yang lebih tahu tentang sunnah dan lebih sempurna kecintaannya pada Rasul dan lebih mengikuti syariahnya daripada generasi setelahnya.[8]

    Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menyatakan:

    فالاحتفال به يعتبر من البدعة وقد قال النبي صلى الله عليه وسلم : " كل بدعة ضلالة " قال هذه الكلمة العامة ، وهو صلى الله عليه وسلم أعلم الناس بما يقول ، وأفصح الناس بما ينطق ، وأنصح الناس فيما يرشد إليه ، وهذا الأمر لا شك فيه ، لل يستثن النبي صلى الله عليه وسلم من البدع شيئاً لا يكون ضلالة ، ومعلوم أن الضلالة خلاف الهدى ، ولهذا روى النسائي آخر الحديث : " وكل ضلالة في النار " ولو كان الاحتفال بمولده صلى الله عليه وسلم من الأمور المحبوبة إلى الله ورسوله لكانت مشروعة ، ولو كانت مشروعة لكانت محفوظة ، لأن الله تعالى تكفل بحفظ شريعته ، ولو كانت محفوظة ما تركها الخلفاء الراشدون والصحابة والتابعون لهم بإحسان وتابعوهم ، فلما لم يفعلوا شيئاً من ذل علم أنه ليس من دين الله

    Arti kesimpulan: Memperingati maulid Nabi itu bid'ah dhalalah (sesat).[9]

    IV. KESIMPULAN HUKUM MAULID

    Peringatan atau perayaan maulid Nabi adalah bi'dah karena tidak dilakukan pada zaman Nabi. Akan tetapi termasuk daripada bid'ah hasanah (hal baru yang baik) selagi apa yang dilakukan dalam peringatan maulid itu tidak bertentangan dengan spirit Al Quran, Sunnah, atsar Sahabat dan ijma' ulama.

    Pandangan Wahabi bahwa segala sesuatu yang baru yang tidak ada pada zaman Nabi dianggap bi'dah sesat (dhalalah) adalah pandangan yang sempit. Karena para Sahabat banyak melakukan bid'ah. Seperti Abu Bakar dengan pengumpulan catatan Al Quran, Umar bin Khattab dengan tarawih dan Utsman bin Affan dengan pembukuan Al Quran yang dikenal dengan mushaf Utsmani.

    ====================
    [1] Jalaluddin As-Suyuthi, Husnul Maqsad fi Amalil Maulid (حسن المقصد في عمل المولد)
    [2] Mudhoffar adalah penguasa kawasan Irbil pada masa Shalahuddin Al Ayyubi. Nama lengkapnya Mudhofaruddin Abu Said Kukburi bin Zainuddin Ali bin Baktakin bin Muhammad (مظفر الدين أبو سعيد كوكبري بن زين الدين علي بن بكتكين بن محمد)
    [3] Dr. Sulaiman bin Salim As Suhaimi dalam Al A’yad wa Atsaruha alal Muslimin
    [4] Jalaluddin As-Suyuthi, ibid. Link: almoslem.net/modules.php?name=News&file=article&sid=27
    [5] Ibid
    [6] ibid
    [7] Termasuk ulama muta'akhirin yang berani merayakan Maulid Nabi di Arab Saudi kendati dilarang oleh ulama Wahabi. Kitabnya dapat dibaca di sini: حول الاحتفال بذكرى المولد النبوي للسيد محمد علوي المالكي
    [8] Lihat http://www.khayma.com/kshf/B/Moled.htm
    [9] فتاوى الشيخ محمد الصالح العثيمين " إعداد وترتيب أشرف عبد المقصود

    Article : Blog Al-Islam


    Back to Top

    ?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

    Pengertian Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah

    Written By sumatrars on Sabtu, 10 Januari 2015 | Januari 10, 2015

    Category : Kitab : Aqidah (Syarah Aqidah ASWJ)
    Source article: Almanhaj.or.id

    PENGERTIAN ‘AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

    Oleh
    Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

    1. Definisi ‘Aqidah
      ‘Aqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu(التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat.[1]
    2. Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.

      Jadi, ‘Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid[2] dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur-an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih.[3]

    3. Objek Kajian Ilmu ‘Aqidah[4]
      ‘Aqidah jika dilihat dari sudut pandang sebagai ilmu -sesuai konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah- meliputi topik-topik: Tauhid, Iman, Islam, masalah ghaibiyyaat (hal-hal ghaib), kenabian, takdir, berita-berita (tentang hal-hal yang telah lalu dan yang akan datang), dasar-dasar hukum yang qath’i (pasti), seluruh dasar-dasar agama dan keyakinan, termasuk pula sanggahan terhadap ahlul ahwa’ wal bida’ (pengikut hawa nafsu dan ahli bid’ah), semua aliran dan sekte yang menyempal lagi menyesatkan serta sikap terhadap mereka.

    Disiplin ilmu ‘aqidah ini mempunyai nama lain yang sepadan dengannya, dan nama-nama tersebut berbeda antara Ahlus Sunnah dengan firqah-firqah (golongan-golongan) lainnya.

    • Penamaan ‘Aqidah Menurut Ahlus Sunnah:

    Di antara nama-nama ‘aqidah menurut ulama Ahlus Sunnah adalah:

    1. Al-Iman
      ‘Aqidah disebut juga dengan al-Iman sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur-an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena ‘aqidah membahas rukun iman yang enam dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Sebagaimana penyebutan al-Iman dalam sebuah hadits yang masyhur disebut dengan hadits Jibril Alaihissallam. Dan para ulama Ahlus Sunnah sering menyebut istilah ‘aqidah dengan al-Iman dalam kitab-kitab mereka.[5]
    2. ‘Aqidah (I’tiqaad dan ‘Aqaa-id)
      Para ulama Ahlus Sunnah sering menyebut ilmu ‘aqidah dengan istilah ‘Aqidah Salaf: ‘Aqidah Ahlul Atsar dan al-I’tiqaad di dalam kitab-kitab mereka.[6]
    3. Tauhid
      ‘Aqidah dinamakan dengan Tauhid karena pembahasannya berkisar seputar Tauhid atau pengesaan kepada Allah di dalam Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma’ wa Shifat. Jadi, Tauhid merupakan kajian ilmu ‘aqidah yang paling mulia dan merupakan tujuan utamanya. Oleh karena itulah ilmu ini disebut dengan ilmu Tauhid secara umum menurut ulama Salaf.[7]
    4. As-Sunnah
      As-Sunnah artinya jalan. ‘Aqidah Salaf disebut As-Sunnah karena para penganutnya mengikuti jalan yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat Radhiyallahu anhum di dalam masalah ‘aqidah. Dan istilah ini merupakan istilah masyhur (populer) pada tiga generasi pertama.[8]
    5. Ushuluddin dan Ushuluddiyanah
      Ushul artinya rukun-rukun Iman, rukun-rukun Islam dan masalah-masalah yang qath’i serta hal-hal yang telah menjadi kesepakatan para ulama.[9]
    6. Al-Fiqhul Akbar
      Ini adalah nama lain Ushuluddin dan kebalikan dari al-Fiqhul Ashghar, yaitu kumpulan hukum-hukum ijtihadi.[10]
    7. Asy-Syari’ah
      Maksudnya adalah segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya berupa jalan-jalan petunjuk, terutama dan yang paling pokok adalah Ushuluddin (masalah-masalah ‘aqidah).[11]

    Itulah beberapa nama lain dari ilmu ‘Aqidah yang paling terkenal, dan adakalanya kelompok selain Ahlus Sunnah menamakan ‘aqidah mereka dengan nama-nama yang dipakai oleh Ahlus Sunnah, seperti sebagian aliran Asyaa’irah (Asy’ariyyah), terutama para ahli hadits dari kalangan mereka.

    • Penamaan ‘Aqidah Menurut Firqah (Sekte) Lain:
      Ada beberapa istilah lain yang dipakai oleh firqah (sekte) selain Ahlus Sunnah sebagai nama dari ilmu ‘aqidah, dan yang paling terkenal di antaranya adalah:
    1. Ilmu Kalam
      Penamaan ini dikenal di seluruh kalangan aliran teologis mu-takallimin (pengagung ilmu kalam), seperti aliran Mu’tazilah, Asyaa’irah[12] dan kelompok yang sejalan dengan mereka. Nama ini tidak boleh dipakai, karena ilmu Kalam itu sendiri merupa-kan suatu hal yang baru lagi diada-adakan dan mempunyai prinsip taqawwul (mengatakan sesuatu) atas Nama Allah dengan tidak dilandasi ilmu.
    2. Dan larangan tidak bolehnya nama tersebut dipakai karena bertentangan dengan metodologi ulama Salaf dalam menetapkan masalah-masalah ‘aqidah.

    3. Filsafat
      Istilah ini dipakai oleh para filosof dan orang yang sejalan dengan mereka. Ini adalah nama yang tidak boleh dipakai dalam ‘aqidah, karena dasar filsafat itu adalah khayalan, rasionalitas, fiktif dan pandangan-pandangan khurafat tentang hal-hal yang ghaib.
    4. Tashawwuf
      Istilah ini dipakai oleh sebagian kaum Shufi, filosof, orientalis serta orang-orang yang sejalan dengan mereka. Ini adalah nama yang tidak boleh dipakai dalam ‘aqidah, karena merupakan pe-namaan yang baru lagi diada-adakan. Di dalamnya terkandung igauan kaum Shufi, klaim-klaim dan pengakuan-pengakuan khurafat mereka yang dijadikan sebagai rujukan dalam ‘aqidah.
    5. Penamaan Tashawwuf dan Shufi tidak dikenal pada awal Islam. Penamaan ini terkenal (ada) setelah itu atau masuk ke dalam Islam dari ajaran agama dan keyakinan selain Islam.

      Dr. Shabir Tha’imah memberi komentar dalam kitabnya, ash-Shuufiyyah Mu’taqadan wa Maslakan: “Jelas bahwa Tashawwuf dipengaruhi oleh kehidupan para pendeta Nasrani, mereka suka memakai pakaian dari bulu domba dan berdiam di biara-biara, dan ini banyak sekali. Islam memutuskan kebiasaan ini ketika ia membebaskan setiap negeri dengan tauhid. Islam memberikan pengaruh yang baik terhadap kehidupan dan memperbaiki tata cara ibadah yang salah dari orang-orang sebelum Islam.”[13]

      Syaikh Dr. Ihsan Ilahi Zhahir (wafat th. 1407 H) rahimahullah berkata di dalam bukunya at-Tashawwuful-Mansya’ wal Mashaadir: “Apabila kita memperhatikan dengan teliti tentang ajaran Shufi yang pertama dan terakhir (belakangan) serta pendapat-pendapat yang dinukil dan diakui oleh mereka di dalam kitab-kitab Shufi baik yang lama maupun yang baru, maka kita akan melihat dengan jelas perbedaan yang jauh antara Shufi dengan ajaran Al-Qur-an dan As-Sunnah. Begitu juga kita tidak pernah melihat adanya bibit-bibit Shufi di dalam perjalanan hidup Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat beliau Radhiyallahu anhum, yang mereka adalah (sebaik-baik) pilihan Allah Subhanahu wa Ta’ala dari para hamba-Nya (setelah para Nabi dan Rasul). Sebaliknya, kita bisa melihat bahwa ajaran Tashawwuf diambil dari para pendeta Kristen, Brahmana, Hindu, Yahudi, serta ke-zuhudan Budha, konsep asy-Syu’ubi di Iran yang merupakan Majusi di periode awal kaum Shufi, Ghanusiyah, Yunani, dan pemikiran Neo-Platonisme, yang dilakukan oleh orang-orang Shufi belakangan.”[14]

      Syaikh ‘Abdurrahman al-Wakil rahimahullah berkata di dalam kitabnya, Mashra’ut Tashawwuf: “Sesungguhnya Tashawwuf itu adalah tipuan (makar) paling hina dan tercela. Syaithan telah membuat hamba Allah tertipu dengannya dan memerangi Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sesungguhnya Tashawwuf adalah (sebagai) kedok Majusi agar ia terlihat sebagai seorang yang ahli ibadah, bahkan juga kedok semua musuh agama Islam ini. Bila diteliti lebih mendalam, akan ditemui bahwa di dalam ajaran Shufi terdapat ajaran Brahmanisme, Budhisme, Zoroasterisme, Platoisme, Yahudi, Nasrani dan Paganisme.”[15]

    6. Ilaahiyyat (Teologi)
      Illahiyat adalah kajian ‘aqidah dengan metodologi filsafat. Ini adalah nama yang dipakai oleh mutakallimin, para filosof, para orientalis dan para pengikutnya. Ini juga merupakan penamaan yang salah sehingga nama ini tidak boleh dipakai, karena yang mereka maksud adalah filsafatnya kaum filosof dan penjelasan-penjelasan kaum mutakallimin tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala menurut persepsi mereka.
    7. Kekuatan di Balik Alam Metafisik
      Sebutan ini dipakai oleh para filosof dan para penulis Barat serta orang-orang yang sejalan dengan mereka. Nama ini tidak boleh dipakai, karena hanya berdasar pada pemikiran manusia semata dan bertentangan dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah.

    Banyak orang yang menamakan apa yang mereka yakini dan prinsip-prinsip atau pemikiran yang mereka anut sebagai keyakinan sekalipun hal itu palsu (bathil) atau tidak mempunyai dasar (dalil) ‘aqli maupun naqli. Sesungguhnya ‘aqidah yang mempunyai pengertian yang benar yaitu ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang bersumber dari Al-Qur-an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih serta Ijma’ Salafush Shalih.

    [Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
    _______
    Footnote
    [1]. Lisaanul ‘Arab (IX/311: عقد) karya Ibnu Manzhur (wafat th. 711 H) t dan Mu’jamul Wasiith (II/614: عقد).
    [2]. Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma’ wa Shifat Allah.
    [3]. Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 11-12) oleh Dr. Nashir bin ‘Abdul Karim al-‘Aql, cet. II/ Daarul ‘Ashimah/ th. 1419 H, ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 13-14) karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil ‘Aqiidah oleh Dr. Nashir bin ‘Abdul Karim al-‘Aql.
    [4]. Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 12-14).
    [5]. Seperti Kitaabul Iimaan karya Imam Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sallam (wafat th. 224 H), Kitaabul Iimaan karya al-Hafizh Abu Bakar ‘Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah (wafat th. 235 H), al-Imaan karya Ibnu Mandah (wafat th. 359 H) dan Kitabul Iman karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat th. 728 H), رحمهم الله .
    [6]. Seperti ‘Aqiidatus Salaf Ash-haabil Hadiits karya ash-Shabuni (wafat th. 449 H), Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 5-6) oleh Imam al-Lalika-i (wafat th. 418 H) dan al-I’tiqaad oleh Imam al-Baihaqi (wafat th. 458 H), رحمهم الله.
    [7]. Seperti Kitaabut Tauhiid dalam Shahiihul Bukhari karya Imam al-Bukhari (wafat th. 256 H), Kitaabut Tauhiid wa Itsbaat Shifaatir Rabb karya Ibnu Khuzaimah (wafat th. 311 H), Kitaab I’tiqaadit Tauhiid oleh Abu ‘Abdillah Muhammad bin Khafif (wafat th. 371 H), Kitaabut Tauhiid oleh Ibnu Mandah (wafat th. 359 H) dan Kitaabut Tauhiid oleh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab (wafat th. 1206 H), رحمهم الله.
    [8]. Seperti kitab as-Sunnah karya Imam Ahmad bin Hanbal (wafat th. 241 H), as-Sunnah karya ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal (wafat th. 290 H), as-Sunnah karya al-Khallal (wafat th. 311 H) dan Syarhus Sunnah karya Imam al-Barba-hari (wafat th. 329 H), رحمهم الله.
    [9]. Seperti kitab Ushuuluddin karya al-Baghdadi (wafat th. 429 H), asy-Syarh wal Ibaanah ‘an Ushuuliddiyaanah karya Ibnu Baththah al-Ukbari (wafat th. 387 H) dan al-Ibaanah ‘an Ushuuliddiyaanah karya Imam Abul Hasan al-Asy’ari (wafat th. 324 H), رحمهم الله.
    [10]. Seperti kitab al-Fiqhul Akbar karya Imam Abu Hanifah rahimahullah (wafat th. 150).
    [11]. Seperti kitab asy-Syarii’ah oleh al-Ajurri (wafat th. 360 H) dan al-Ibaanah ‘an Syarii’atil Firqah an-Naajiyah karya Ibnu Baththah.
    [12]. Seperti Syarhul Maqaashid fii ‘Ilmil Kalaam karya at-Taftazani (wafat th. 791 H).
    [13]. Ash-Shuufiyyah Mu’taqadan wa Maslakan (hal. 17), dikutip dari Haqiiqatuth Tashawwuf karya Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan (hal. 18-19).
    [14]. At-Tashawwuf al-Mansya’ wal Mashaadir (hal. 50), cet. I/ Idaarah Turjumanis Sunnah, Lahore-Pakistan, th. 1406 H.
    [15]. Mashra’ut Tashawwuf (hal. 10), cet. I/ Riyaasah Idaaratil Buhuuts al-‘Ilmiyyah wal Iftaa’, th. 1414 H.

    Article : Almanhaj.Or.Id Blog Al-Islam


    Back to Top
    ?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

    Dakwah Kepada Islam atau Kepada Kelompok Islam

    Written By sumatrars on Jumat, 09 Januari 2015 | Januari 09, 2015


    Category : Dkwah,Manhaj
    Source article: eBook Ibnumajjah.Com

    Posted on 09/01/2015 by Blog Al Islam

    Nama eBook: Dakwah Kepada Islam atau Kepada Kelompok Islam

    Penulis: Ustadz Abu Hafshah Abdurrahman al-Buthoni حفظه الله

    Pengantar:

    الحمد لله رب العالمين، والعاقبة للمتقين، والصلاة والسلام على إمام المرسلين، نبينا محمد، وعلى آله وصحبه أجمعين، أما بعد

    Dakwah kepada Allah merupakan kewajiban terpenting, ibadah dan ketaatan paling mulia, karena dengannya menjadi jelas antara hidayah dan kesesatan dan ia merupakan tugas para rasul dan pengikut mereka hingga hari Kiamat, hingga Allah عزّوجلّ mengutus nabi kita Muhammad صلى الله عليه وسلم dan beliau terus berdakwah kepada jalan yang lurus hingga Allah عزّوجلّ memenangkannya di atas semua agama dan umat manusia masuk ke dalam agama-Nya berbondong-bondong lalu beliau wafat dalam keadaan Allah عزّوجلّ telah menyempurnakan agama dan nikmat-Nya.

    Alhamdulillah dewasa ini dakwah Islam kian semarak di mana-mana. Buah yang dihasilkan pun cukup cemerlang berupa semakin banyaknya umat yang mengikuti kegiatan keislaman.

    Namun sayang sebagian aktivis dakwah tidak lagi mempedulikan apakah dakwah mereka sesuai dengan dakwah Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan para sahabatnya ataukah malah berseberangan. banyak da’i tidak mengetahui maksud berdakwah yaitu mengajak kepada apa dan kepada siapa dan dengan cara apa.

    Masyarakat pun menyangka bahwa setiap dakwah dan setiap da’i pasti melambangkan dakwah Islam yang hakiki.

    Penulis -semoga Allah menjaganya- menjelaskan fenomena ini dan akibat yang ditimbulkan olehnya, kemudian kami berdo’a semoga para da’i ikhlas dan berilmu mengajak manusia kepada Islam yang sesungguhnya, amin…

    Download eBook Format Word:

    Klik untuk Download

    Article : Blog Al-Islam


    Back to Top
    ?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

    Sejarah; Kemungkaran-kemungkaran dalam maulid nabi (2/2)



    Category : aqidah, Manhaj, Sejarah,Maulid Nabi,
    Source article: Abuzuhriy.Com/

    Oleh: al Ustadz Abu Mu’awiyyah Hammad Hafizhahullahu ta’ala

    1. Dijadikannya hari maulid sebagai salah satu ‘ied (hari raya) kaum muslimin oleh pemerintah suatu negara.

      Padahal Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- telah bersabda:

    2. Saya terutus kepada kalian sedang kalian (dulunya) mempunyai dua hari raya yang kalian bermain di dalamnya pada masa jahiliyah, dan sungguh Allah telah mengganti keduanya untuk kalian dengan yang lebih baik dari keduanya, (yaitu) hari Nahr (’Idul Adh-ha) dan hari Fithr (’Idul Fithri)”.

      (HR. An-Nasa`i (3/179/5918) dari sahabat Anas bin Malik dan dishohihkan oleh Al-Albany dalam Shohihul Jami’ no. 4460)

      Maka ini tegas menunjukkan bahwa selain dari dua ‘ied (hari raya) di atas adalah hari ‘ied jahiliyah (yang tidak ada dasarnya dalam tuntunan Islam).

    3. Perayaan ini merupakan tasyabbuh (penyerupaan) terhadap ahli kitab.

    4. Padahal kita telah dilarang untuk menyerupai orang-orang kafir. Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:
      Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kalian termasuk orang-orang musyrikin”. (QS. Ar-Rum : 31)

      Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- juga bersabda:

      Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari golongan mereka” (Telah berlalu takhrijnya).
      Telah berlalu pembahasan ini secara lengkap pada bab keenam.

    5. Adanya jalan dan kesempatan yang bisa mengantarkan kepada terjadinya bentuk-bentuk perzinahan
      Yakni perzinahan dalam artian yang lebih luas sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- dalam sabda beliau:

    6. Telah dituliskan atas anak Adam bagiannya dari zina, dia pasti akan mendapatinya (melakukannya) tidak mungkin tidak: Maka kedua mata zinanya dengan melihat, kedua telinga zinanya dengan mendengar, lidah zinanya dengan berbicara, tangan zinanya dengan menyentuh, kaki zinanya dengan melangkah, hati berhasrat dan berangan-angan, dan hal itu akan dibenarkan atau didustakan oleh kemaluan”.

      (HR. Al-Bukhary no. 5889, 6238 dan Muslim no. 2657 dari Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu- dan ini adalah lafadz Muslim)

      Di antara bentuknya adalah:

      - Terfitnahnya para lelaki dengan amrod (Anak lelaki yang gagah dan belum balig yang belum tumbuh jenggotnya). Ini merupakan jalan yang bisa mengantarkan kepada perbuatan sodomi (homoseks), wal’iyadzu billah. 1

      - Terfitnahnya (tertariknya) lelaki -baik yang telah baligh maupun yang belum- kepada wanita -baik yang telah balig maupun yang belum- dan demikian pula sebaliknya.

      Padahal Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam telah memperingatkan hal ini dalam sabda beliau:

      Saya tidaklah meninggalkan setelahku suatu fitnah (ujian) di tengah manusia yang lebih berbahaya bagi para lelaki dibandingkan para wanita”.

      (HR. Al-Bukhary no. 4808 dan Muslim no. 2740, 2741 dari Usamah bin Zaid -radhiyallahu ‘anhu-)

      Dan beliau juga telah bersabda:

      Maka takutlah kalian dari (fitnah) dunia dan takutlah kalian dari (fitnah) wanita”. (HR. Muslim no. 2742 dari Abu Sa’id Al-Khudry -radhiyallahu ‘anhu-)

      - Percampurbauran antara lelaki dan wanita.

      Ini bertentangan dengan perintah Allah dalam Al-Qur`an yang mensyari’atkan adanya hijab antara lelaki dan wanita.
      Allah -‘Azza wa Jalla- berfirman:

      Apabila kalian meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (para wanita), maka mintalah dari belakang tabir, cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka”. (QS. Al-Ahzab : 53)

      Rasul-Nya juga telah bersabda:

      Hati-hati kalian dari masuk kepada para wanita”. Maka ada seorang lelaki dari Anshor yang berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang ipar?”, beliau menjawab, ["Ipar adalah kematian”].

      (HR. Al-Bukhary no. 4934 dan Muslim no. 2172 dari ‘Uqbah bin ‘Amir -radhiyallahu ‘anhu-)

      - Kaum pria memandang kepada aurat wanita yang bukan mahramnya dan demikian pula sebaliknya.

      Padahal Allah -‘Azza wa Jalla- telah memerintahkan sebaliknya yaitu menundukkan pandangan dari lawan jenis yang bukan mahram. Perintah ini Allah arahkan kepada lelaki dalam firman-Nya:

      Katakanlah kepada para lelaki yang beriman, hendaklah mereka menahan (menundukkan) pandangan-pandangan mereka dan memelihara kemaluan-kemaluan mereka; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka”.

      (QS. An-Nur : 30)

      Juga kepada wanita:

      Katakanlah kepada para wanita beriman, hendaklah mereka menahan (menundukkan) pandangan-pandangan mereka dan memelihara kemaluan-kemaluan mereka”.

      (QS. An-Nur : 31)

      - Laki-laki menyentuh wanita yang bukan mahramnya dan sebaliknya.

      Telah nyata adanya ancaman bagi lelaki dan wanita yang melanggar hal ini. Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- bersabda:

      Andaikata kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum besi, itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya”.

      (HR. Ar-Ruyany dalam Musnadnya no. 1282, Ath-Thobarony (20/no. 486-487), dan Al-Baihaqy dalam Syu’abul Iman no. 4544 dari Ma’qil bin Yasar -radhiyallahu ‘anhu- dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ash-Shohihah no. 226)
      Hadits ini menunjukkan bahwa bersentuhan dengan wanita yang bukan mahram atau disentuh oleh wanita atau lelaki yang bukan mahram adalah termasuk dosa besar.

      - Keluarnya para wanita dari rumah mereka -tanpa ada hajat dan keperluan- dalam keadaan berhias, memakai wewangian, dan menampakkan perhiasannya.

      Padahal Allah -Subhanahu wa Ta’ala- telah berfirman, memerintahkan kepada para wanita:

      Dan hendaklah kalian (wahai para wanita) tetap (tinggal) di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias dengan model berhias orang-orang Jahiliyah yang dahulu”. (QS. Al-Ahzab : 33)

      Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- telah bersabda:

      Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka akan dibuat anggun oleh syaithan”. (HR. At-Tirmidzy no. 1173 dari ‘Abdullah bin Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu- dan dishohihkan oleh Al-Albany dalam Al-Irwa` no. 273)

      Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- juga telah bersabda:

      Jika seorang wanita memakai wewangian lalu dia melewati suatu kaum agar mereka (kaum tersebut) mencium wangi dirinya maka dia adalah begini dan begitu, -beliau mengucapkan perkataan yang keras-

      (HR. Abu Daud no. 4173, At-Tirmidzy no. 2786, dan An-Nasa`i (2/283) dari Abu Musa Al-Asy’ary dan dishohihkan oleh Al-Albany dalam Shohihul Jami’ no. 323).

      Dan dalam riwayat At-Tirmidzy: “Yakni dia adalah pezina”.

    7. Adanya nyanyian-nyanyian, alat-alat musik, serta tarian-tarian.

    8. Semua hal ini adalah perkara yang diharamkan oleh Allah -Subhanahu wa Ta’ala- dengan firman-Nya:

      Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna yang karenanya dia menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.”.

      (QS. Luqman : 6)

      Ibnu Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu- berkata menafsirkan makna ["perkataan yang tidak berguna"]:

      Dia -demi Allah- adalah nyanyian”.

      (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf no. 21130, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak no. 3542 dan Al-Baihaqy dalam Al-Kubro (10/223))

      Dan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf no. 21137 dan Al-Baihaqy dalam As-Sunan Al-Kubro (10/221, 223) meriwayatkan dari sahabat Ibnu ‘Abbas -radhiyallahu ‘anhuma- bahwa beliau berkata mengomentari ayat di atas:

      Ayat (dalam surah Luqman) ini turun berkenaan dengan nyanyian dan yang semisalnya”.

      Maka ini adalah penafsiran dari dua pembesar sahabat dalam masalah tafsir Al-Qur`an yang keduanya menyatakan bahwa ayat tersebut turun untuk mengharamkan nyanyian, musik, dan yang semisalnya.

      Dan Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- juga telah mengabarkan bahwa di antara tanda-tanda Hari kiamat adalah dengan tersebarnya nyanyian dan alat musik. Beliau bersabda:

      Akan datang dari ummatku sekelompok kaum yang akan menghalalkan perzinahan, kain sutera (bagi lelaki), khamer, dan alat-alat musik”.

      (HR. Al-Bukhary no. 5268 dari Abu ‘Amir atau Abu Malik Al-Asy’ary -radhiyallahu ‘anhu-) 2

      Syaikh Sholih Alu Asy-Syaikh berkata,

      Hadits ini jelas menunjukkan keharamannya, karena penghalalan tidak mungkin dilakukan kecuali pada perkara yang diharamkan. Dan Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- telah benar, sungguh sekelompok manusia dari kalangan umat Muhammad sudah ada yang menggunakan alat-alat musik dan lagu-lagu dengan meremehkan dan tidak memperdulikan (larangan syari’at)

      (Lihat Al-Minzhor fii Bayani Katsirin minal Akhtho`i Asy-Sya`i’ah hal. 53)

      Dan Imam Ibnul Qoyyim berkata menerangkan makna hadits di atas dalam Ighotsatul Luhfan (1/291),

      Dan sisi pendalilan dari hadits ini adalah bahwa sesungguhnya alat-alat musik, semuanya adalah alat-alat yang melalaikan, tidak ada perbedaan pendapat di antara pakar bahasa dalam perkara ini. Dan seandainya hal itu (alat-alat musik, pen.) halal, maka pasti Nabi tidak akan mencerca mereka (kaum yang tersebut dalam hadits, pen.) karena penghalalan mereka atasnya (alat-alat musik, pen.) dan pasti tidak akan digandengkan penghalalannya dengan penghalalan minuman keras“.

    9. Kurangnya penghormatan dan tadabbur kepada Al-Qur`an karena mereka menggabungkan -dalam acara maulid ini- antara Al-Qur`an dan nyanyian-nyanyian.

    10. Ini menunjukkan kurangnya ketaqwaan di dalam hati. Memadukan antara Al-Qur’an dan nyanyian merupakan perbuatan yang bertentangan dengan syari’at dan merupakan perbuatan tidak mengagungkan syi’ar Allah, karena Al-Qur`an adalah syi’ar Allah yang terbesar di muka bumi ini.

      Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:

      Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi`ar-syi`ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati”. (QS. Al-Hajj : 32)

      Bahkan Allah -Subhanahu wa Ta’ala- menyatakan:

      Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an ataukah hati mereka terkunci?”. (QS. Muhammad : 24)

    11. Hadir/berperan serta dan berinfak/mengeluarkan harta dalam perayaan maulid.

    12. Ini adalah bentuk dukungan terhadap kerusakan dan kesesatan sebagaimana yang akan datang berupa fatwa para ulama tentang hal ini.

    13. Boros dan mubazzir dalam hal makanan3.

    14. Ini menyerupai sifat setan yang memerintahkan mereka untuk melakukan bid’ah maulid ini:

      Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”. (QS. Al-Isra` : 26-27)

      Perbuatan ini juga termasuk perkara yang dibenci oleh Allah -Subhanahu wa Ta’ala- bila ada pada seorang hamba. Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- mengabarkan:

      Sesungguhnya Allah membenci untuk kalian 3 (perkara): Qila wa qol (katanya dan katanya), membuang-buang harta dan terlalu banyak bertanya [Yakni pada perkara-perkara yang sudah sangat jelas]”. (HR. Al-Bukhary no. 1407, 2277, 5630, 6108, 6862 dan Muslim no. 593 dari Al-Mughirah bin Syu’bah -radhiyallahu ‘anhu-)

    15. Dzikir berjama’ah. Telah berlalu -pada bab keempat- kisah Ibnu Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu- yang mengingkari orang-orang yang berdzikir berjama’ah di zaman beliau. Ini menunjukkan bahwa dzikir secara berjama’ah sama sekali tidak pernah mereka lakukan bersama Nabi mereka -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-4

    16. Mengkhususkan adanya taushiah (ceramah agama) dalam setiap perayaan.

    Ini juga merupakan suatu bid’ah. Karena taushiah adalah perkara yang dituntut kapan dan dimana saja. Syari’at memerintahkannya dalam bentuk umum tanpa mengikatnya atau membatasinya dengan waktu dan tempat tertentu. Maka mengkhususkan atau mengikat adanya taushiah khusus dalam perayaan maulid, tanpa ada dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah bid’ah (Lihat Ahkamul Jana`iz hal. 306 karya Syaikh Nashiruddin Al-Albany -rahimahullah-).

    {Lihat : Ar-Roddu ‘ala Syubhati man Ajazal Ihtifal bil Maulid bab keenam dan ketujuh, Hukmul Ihtifal bi Dzikrol Maulid An-Nabawy, Hukmul Ihtifal bil Maulid warroddu ‘ala Man Ajazahu dan Al-Maurid fii Hukmil Ihtifal bil Maulid bab ketiga}
    Diambil dari : Buku Studi Kritis Perayaan Maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam karya al-Ustadz Hammad Abu Muawiyah, cetakan Maktabah al-Atsariyyah 2007; dari kautsarku dari abdullah al-aussie

    Catatan Kaki

    Bagaimana seorang tidak tertarik dengan anak-anak kecil atau ABG yang sengaja dihias untuk tampil bernyanyi dan bersya`ir di depan khalayak ramai?!. Ini merupakan sebab terbesar timbulnya perbuatan sodomi oleh orang yang memiliki penyakit hati. Cukuplah peristiwa yang terjadi di zaman Nabi Luth -‘alaihis salam- sebagai ibrah dan pelajaran. Belum lagi, tampilnya wanita pilihan yang muda lagi cantik bersolek dengan busana yang indah untuk menghibur para hadirin, nas’alullahal ‘afiyah was salamah minal fitan.(ed) [1]

    Sebagian orang ada yang berusaha melemahkan hadits ini dengan beberapa alasan yang sangat lemah. Lihat alasan-alasan tersebut beserta bantahannya dalam Fathul Bary (1/52), Ighotsatul Luhfan (1/290-291), dan Tahrim Alatut Thorb hal. 81-82 [2]

    Bentuk pemborosan ini sangat jelas terjadi ketika hari peringatan maulid. Orang-orang yang hadir, baik tua maupun muda, semuanya berebutan makanan sehingga terkadang rebutan yang berbentuk “tawuran” tersebut membuat sebagian makanan terhambur dan jatuh di tanah, sedang mereka tidak memungutnya. Di lain tempat, sebagian orang seusai acara inti berupa ceramah, bukannya berebutan makanan, akan tetapi saling melempar makanan antara satu hadirin dengan yang lainnya. Di sudut kota lain, ada yang melemparkan semacam tumpeng atau nasi tujuh warna ke lautan atau ke sungai, ibaratnya seperti orang-orang musyrikin dan penganut animisme. Padahal Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- melarang berbuat boros dan memerintahkan kita agar tidak membuang makanan yang jatuh, akan tetapi makanan yang jatuh hendaknya dibersihkan lalu dimakan. Inilah sebagian di antara bentuk pemborosan mereka. (ed) [3]

    Untuk lebih puasnya, silakan anda baca kitab Adz- Dzikr Al-Jama’iy karya Syaikh Muhammad bin Abdurrahman Al-Khumayyis -hafizhohullah-. Kesimpulannya, dzikir jama’ah adalah bid’ah dholalah (sesat), bagaimanapun mereka berusaha keras untuk ‘mencari-cari’ dalil, sebab pengingkaran sahabat Abdullah bin Mas’ud yang diisyaratkan oleh penulis (Syaikh Muhammad) sudah cukup menjadi “kata pemutus” dalam permasalahan ini. Beliau adalah sahabat yang telah menyaksikan kehidupan di zaman Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dan telah menyatakan bahwa dzikir jama’iy ini adalah bid’ah. Maka alangkah mengherankannya jika ada orang yang hidup di zaman belakangan yang menyatakan bahwa dzikir jama’iy ini ada di zaman kenabian, padahal Abdullah bin Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu- telah mengingkarinya !!? (ed) [4]

    Article : Blog Al-Islam


    Back to Top
    ?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

    Sejarah, Ternyata Maulid Nabi Berasal Dari Syiah Fatimiyah



    Category : Aqidah, Sejarah, Tarikh
    Source article:  Rumaysho.Com, Abunamira.Wordpress.Com

    Jika kita menelusuri dalam kitab tarikh (sejarah), perayaan Maulid Nabi tidak kita temukan pada masa sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan empat Imam Madzhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad), padahal mereka adalah orang-orang yang sangat cinta dan mengagungkan Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka adalah orang-orang yang paling paham mengenai sunnah Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan paling semangat dalam mengikuti setiap ajaran beliau.

    Perlu diketahui pula bahwa -menurut pakar sejarah yang terpercaya-, yang pertama kali mempelopori acara Maulid Nabi adalah Dinasti ‘Ubaidiyyun atau disebut juga Fatimiyyun (silsilah keturunannya disandarkan pada Fatimah). Sebagai buktinya adalah penjelasan berikut ini.

    Al Maqriziy, seorang pakar sejarah mengatakan,Para khalifah Fatimiyyun memiliki banyak perayaan sepanjang tahun. Ada perayaan tahun baru, hari ‘Asyura, maulid (hari kelahiran) Nabi, maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Hasan dan Husain, maulid Fatimah al Zahra, maulid khalifah yang sedang berkuasa, perayaan malam pertama bulan Rajab, perayaan malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Sya’ban, perayaan malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Ramadhan, perayaan malam penutup Ramadhan, perayaan ‘Idul Fithri, perayaan ‘Idul Adha, perayaan ‘Idul Ghadir, perayaan musim dingin dan musim panas, perayaan malam Al Kholij, hari Nauruz (Tahun Baru Persia), hari Al Ghottos, hari Milad (Natal), hari Al Khomisul ‘Adas (3 hari sebelum paskah), dan hari Rukubaat.” (Al Mawa’izh wal I’tibar bi Dzikril Khutoti wal Atsar, 1/490. Dinukil dari Al Maulid, hal. 20 dan Al Bida’ Al Hawliyah, hal. 145-146)

    Asy Syaikh Bakhit Al Muti’iy, mufti negeri Mesir dalam kitabnya Ahsanul Kalam (hal. 44) mengatakan bahwa yang pertama kali mengadakan enam perayaan maulid yaitu: perayaan Maulid (hari kelahiran) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maulid ‘Ali, maulid Fatimah, maulid Al Hasan, maulid Al Husain –radhiyallahu ‘anhum- dan maulid khalifah yang berkuasa saat itu yaitu Al Mu’izh Lidinillah (keturunan ‘Ubaidillah dari dinasti Fatimiyyun) pada tahun 362 H.

    Begitu pula Asy Syaikh ‘Ali Mahfuzh dalam kitabnya Al Ibda’ fi Madhoril Ibtida’ (hal. 251) dan Al Ustadz ‘Ali Fikriy dalam Al Muhadhorot Al Fikriyah (hal. 84) juga mengatakan bahwa yang mengadakan perayaan Maulid pertama kali adalah ‘Ubaidiyyun (Fatimiyyun). (Dinukil dari Al Maulid, hal. 20)

    Fatimiyyun yang Sebenarnya

    Kebanyakan orang belum mengetahui siapakah Fatimiyyun atau ‘Ubaidiyyun. Seolah-olah Fatimiyyun ini adalah orang-orang sholeh dan punya i’tiqod baik untuk mengagungkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tetapi senyatanya tidak demikian. Banyak ulama menyatakan sesatnya mereka dan berusaha membongkar kesesatan mereka.

    Al Qodhi Al Baqillaniy menulis kitab khusus untuk membantah Fatimiyyun yang beliau namakan “Kasyful Asror wa Hatkul Astar(Menyingkap rahasia dan mengoyak tirai)”. Dalam kitab tersebut, beliau membuka kedok Fatimiyyun dengan mengatakan, “Mereka adalah suatu kaum yang menampakkan pemahaman Rafidhah (Syi’ah) dan menyembunyikan kekufuran semata.

    Ahmad bin ‘Abdul Halim Al Haroni Ad Dimasqiy mengatakan, “Tidak disangsikan lagi, jika kita melihat pada sejarah kerajaan Fatimiyyun, kebanyakan dari raja (penguasa) mereka adalah orang-orang yang zholim, sering menerjang perkara yang haram, jauh dari melakukan perkara yang wajib, paling semangat dalam menampakkan bid’ah yang menyelisihi Al Kitab dan As Sunnah, dan menjadi pendukung orang munafik dan ahli bid’ah. Perlu diketahui, para ulama telah sepakat bahwa Daulah Bani Umayyah, Bani Al ‘Abbas (‘Abbasiyah) lebih dekat pada ajaran Allah dan Rasul-Nya, lebih berilmu, lebih unggul dalam keimanan daripada Daulah Fatimiyyun. Dua daulah tadi lebih sedikit berbuat bid’ah dan maksiat daripada Daulah Fatimiyyun. Begitu pula khalifah kedua daulah tadi lebih utama daripada Daulah Fatimiyyun.

    Beliau rahimahullah juga mengatakan, “Bani Fatimiyyun adalah di antara manusia yang paling fasik (banyak bermaksiat) dan paling kufur.” (Majmu’ Fatawa, 35/127)

    Apakah Fathimiyyun Memiliki Nasab sampai Fatimah?

    Bani Fatimiyyun atau ‘Ubaidiyyun juga menyatakan bahwa mereka memiliki nasab (silsilah keturunan) sampai Fatimah. Ini hanyalah suatu kedustaan. Tidak ada satu pun ulama yang menyatakan demikian.

    Ahmad bin ‘Abdul Halim juga mengatakan dalam halaman yang sama, “Sudah diketahui bersama dan tidak bisa disangsikan lagi bahwa siapa yang menganggap mereka di atas keimanan dan ketakwaan atau menganggap mereka memiliki silsilah keturunan sampai Fatimah, sungguh ini adalah suatu anggapan tanpa dasar ilmu sama sekali. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.” (QS. Al Israa’: 36). Begitu juga Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali orang yang bersaksi pada kebenaran sedangkan mereka mengetahuinya.” (QS. Az Zukhruf: 86). Allah Ta’ala juga mengatakan saudara Yusuf (yang artinya), “Dan kami hanya menyaksikan apa yang kami ketahui.” (QS. Yusuf: 81). Perlu diketahui bahwa tidak ada satu pun ulama yang menyatakan benarnya silsilah keturunan mereka sampai pada Fatimah.

    Begitu pula Ibnu Khallikan mengatakan, “Para ulama peneliti nasab mengingkari klaim mereka dalam nasab [yang katanya sampai pada Fatimah].” (Wafayatul A’yan, 3/117-118)

    Perhatikanlah pula perkataan Al Maqrizy di atas, begitu banyak perayaan yang dilakukan oleh Fatimiyyun dalam setahun, kurang lebih ada 25 perayaan. Bahkan lebih parah lagi mereka juga mengadakan perayaan hari raya orang Majusi dan Nashrani yaitu hari Nauruz (Tahun Baru Persia), hari Al Ghottos, hari Milad (Natal), dan hari Al Khomisul ‘Adas (perayaan tiga hari selelum Paskah). Ini pertanda bahwa mereka jauh dari Islam. Bahkan perayaan-perayaan maulid yang diadakan oleh Fatimiyyun tadi hanyalah untuk menarik banyak masa supaya mengikuti madzhab mereka. Jika kita menilik aqidah mereka, maka akan nampak bahwa mereka memiliki aqidah yang rusak dan mereka adalah pelopor dakwah Batiniyyah yang sesat. (Lihat Al Bida’ Al Hawliyah, 146, 158)

    ‘Abdullah At Tuwaijiriy mengatakan, “Al Qodhi Abu Bakr Al Baqillaniy dalam kitabnya ‘yang menyingkap rahasia dan mengoyak tirai Bani ‘Ubaidiyyun’, beliau menyebutkan bahwa Bani Fatimiyyun adalah keturunan Majusi. Cara beragama mereka lebih parah dari Yahudi dan Nashrani. Bahkan yang paling ekstrim di antara mereka mengklaim ‘Ali sebagai ilah (Tuhan yang disembah) atau ada sebagian mereka yang mengklaim ‘Ali memiliki kenabian. Sungguh Bani Fatimiyyun ini lebih kufur dari Yahudi dan Nashrani.

    Al Qodhi Abu Ya’la dalam kitabnya Al Mu’tamad menjelaskan panjang lebar mengenai kemunafikan dan kekufuran Bani Fatimiyyun. Begitu pula Abu Hamid Al Ghozali membantah aqidah mereka dalam kitabnya Fadho-ihul Bathiniyyah (Mengungkap kesalahan aliran Batiniyyah).” (Al Bida’ Al Hawliyah, 142-143)

    Inilah sejarah yang kelam dari Maulid Nabi. Namun, kebanyakan orang tidak mengetahui sejarah ini atau mungkin sengaja menyembunyikannya. Dari penjelasan di atas dapat kita tarik kesimpulan:

    Pertama: Maulid Nabi tidak ada asal usulnya sama sekali dari salafush sholeh. Tidak kita temukan pada sahabat atau para tabi’in yang merayakannya, bahkan dari imam madzhab.

    Kedua: Munculnya Maulid Nabi adalah pada masa Daulah Fatimiyyun sekitar abad tiga Hijriyah. Daulah Fatimiyyun sendiri dibinasakan oleh Shalahuddin Al Ayubi pada tahun 546 H.

    Ketiga: Fatimiyyun memiliki banyak penyimpangan dalam masalah aqidah sampai aliran ekstrim di antara mereka mengaku Ali sebagai Tuhan. Fatimiyyun adalah orang-orang yang gemar berbuat bid’ah, maksiat dan jauh dari ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya.

    Keempat: Merayakan Maulid Nabi berarti telah mengikuti Daulah Fatimiyyun yang pertama kali memunculkan perayaan maulid. Dan ini berarti telah ikut-ikutan dalam tradisi orang yang jauh dari Islam, senang berbuat sesuatu yang tidak ada tuntunannya, telah menyerupai di antara orang yang paling fasiq dan paling kufur. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

    مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

    Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ [1/269] mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus)

    Semoga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik.

    Article : Blog Al-Islam


    Back to Top
    ?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

    Awas, Ada Setan Di Sisi Anda!



    Category : Tazkiyatun Nufus
    Source article: Muslim.Or.Id
    Sobat! Bayangkan di tengah malam yang sunyi senyap dan gelap gulita, hujan turun rintik-rintik, tiba tiba anda terjaga dari tidur. Anda berusaha untuk tidur kembali namun ternyata mata anda seakan enggan untuk dipejamkan, akibatnya anda gelisah.

    Atau barangkali anda sedang asyik berselancar di dunia maya membuka buka situs yang memajang gambar “topless” atau “ayam kampus”. Dalam kondisi semacam itu, tiba tiba anda mendengar suara seseorang yang memanggil anda: “hai fulaaan, engkau susah tidur ya? Fulan, apa yang engkau tonton? Fulan, segera lakukan ini dan itu, pikirkan ini dan itu ….”

    Anda penasaran dengan suara itu, sehingga anda menoleh ke kanan atau ke kiri, untuk mengetahui siapakah yang memanggil anda. Namun anehnya, walau lampu di kamar anda terang benderang, ternyata tak seorangpun ada di kamar anda selain anda sendiri.

    Walau demikian, bisikan suara itu tetap saja terdengar oleh anda, bahkan semakin banyak kata kata yang anda dengar dan seakan semakin keras.

    Sobat, kira kira apa yang anda lakukan bila mengalami kondisi semacam ini? Anda menjerit meminta pertolongan? Atau anda segera melarikan diri keluar kamar untuk meminta pertolongan? Ataukah anda akan segera kembali ke kasur anda untuk meneruskan tidur anda? Atau melanjutkan perselancaran anda di dunia maya?

    Sobat! Tahukah anda bahwa sejatinya kondisi tersebut benar benar telah anda alami dan akan terus anda alami. Anda tidak percaya? simak sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam berikut:

    {ما منكم من أحد إلا وقد وكل به قرينه من الملائكة وقرينه من الجن. قالوا: وإياك يا رسول الله قال: وإياي إلا أن الله أعانني عليه فأسلم وفي رواية فلا يأمرني إلا بخير}

    Tiada seorangpun dari kalian kecuali ia didampingi selalu oleh qariin(teman dekat) dari bangsa Malaikat dan qariin dari bangsa jin. Spontan para sahabat bertanya: apakah engkau juga demikian ya Rasulullah? Beliau menjawab: termasuk aku, hanya saja Allah menolongku, sehingga pendampingku ( dari bangsa jin) masuk islam, dan ia tiada membisikkan kepadaku kecuali kebaikan” (HR. Muslim).

    Sobat! Sadarkah anda apa yang selama ini terjadi pada diri anda? Selama ini Betapa sering dan betapa banyak anda hanyut dalam bisikan setan, terlebih lagi di saat anda berada di tempat sunyi atau jauh dari keramaian orang.

    Ketahuilah bahwa ide ide nakal yang terdengar oleh batin anda sejatinya adalah seruan seruan setan. Masihkah anda merasa aman dari gangguan setan di saat anda dalam kesunyian? Adakah anda masih merasa bahwa anda bebas dari pengaruh atau godaan setan?

    Article : Blog Al-Islam


    Back to Top
    ?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

    Balasan Bagi Pelaku Riba Dalam Al Qur’an



    Category : Bahasan Utama, Bunga Bank, Kredit, Riba, Qur'an, Tafsir
    Source article: Muslim.Or.Id

    Dalam kehidupan sekarang ini, banyak kita dapatkan di sekeliling kita, kaum muslimin yang bermudah-mudah mencari jalan pintas mendapatkan harta, seperti mobil dan rumah, dengan melakukan transaksi riba. Padahal, pelaku riba mendapatkan ancaman dari Allah Ta’ala. Berikut ini kami sampaikan dua ayat dalam Al Qur’an tentang ancaman bagi pelaku riba, sebagai peringatan untuk kita semuanya.

    Dibangkitkan dari Kubur dalam Keadaan Gila

    Allah Ta’ala berfirman,

    الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

    Orang-orang yang makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat) bahwa sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Baqarah [2]: 275)

    Ibnu Katsir rahimahullah berkata ketika menjelaskan ayat di atas,”Maksudnya, tidaklah mereka berdiri (dibangkitkan) dari kubur mereka pada hari kiamat kecuali seperti berdirinya orang yang kerasukan dan dikuasai setan.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/708)

    Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah menjelaskan,”Para ulama berbeda pendapat tentang ayat ini. Apakah maksud ayat ini adalah mereka tidaklah bangkit dari kubur mereka pada hari kiamat kecuali dalam kondisi semacam ini, yakni bangkit dari kubur seperti orang gila atau kerasukan setan. Atau maksudnya adalah mereka tidaklah berdiri untuk bertransaksi riba (di dunia), (yaitu) mereka memakan harta riba seperti orang gila karena sangat rakus, tamak, dan tidak peduli. Maka ini adalah kondisi (sifat) mereka (pelaku riba) di dunia. Yang benar, jika sebuah ayat mengandung dua kemungkinan makna, maka ditafsirkan kepada dua makna tersebut semuanya.” (Syarh Riyadhus Shalihin, 1/1907)

    Allah akan Menghancurkan Harta Riba

    Allah Ta’ala berfirman,

    يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ

    Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS. Al Baqarah [2]: 276)

    Ini adalah hukuman di dunia bagi pelaku riba, yaitu Allah akan memusnahkan atau menghancurkan hartanya. “Menghancurkan” ini ada dua jenis:

    Pertama, menghancurkan yang bersifat konkret. Misalnya pelakunya ditimpa bencana atau musibah, seperti jatuh sakit dan membutuhkan pengobatan (yang tidak sedikit). Atau ada keluarganya yang jatuh sakit serupa dan membutuhkan biaya pengobatan yang banyak. Atau hartanya terbakar, atau dicuri orang. Akhirnya, harta yang dia dapatkan habis dengan sangat cepatnya.

    Ke dua, menghancurkan yang bersifat abstrak, yaitu menghilangkan (menghancurkan) berkahnya. Dia memiliki harta yang sangat berlimpah, akan tetapi dia seperti orang fakir miskin yang tidak bisa memanfaatkan hartanya. Dia simpan untuk ahli warisnya, namun dia sendiri tidak bisa memanfaatkan hartanya. (Lihat penjelasan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin di Syarh Riyadhus Shalihin, 1/580 dan 1/1907).

    ***

    Article : Blog Al-Islam


    Back to Top
    ?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

    Maulid Nabi: Bid’ah-kah atau Syar’i-kah?



    Category : Fiqih dan Muamalah,fatwa,Ulama,Maulid, Download
    Source article: Abunamira.Wordpress.Com

    Yuk Cari Tahu Tentang Maulid Nabi: Bid’ah-kah atau Syar’i-kah?

    Peringatan Maulid Dalam Timbangan Islam

    Sejarah Peringatan Hari Maulid Nabi Bulan Rabi’ul Awwal dikenang oleh kaum muslimin sebagai bulan maulid Nabi, karena pada bulan itulah, tepatnya pada hari senin tanggal 12, junjungan kita nabi besar Muhammad dilahirkan, menurut pendapat jumhur ulama. Mayoritas kaum muslimin pun beramai-ramai memperingatinya karena terdorong rasa mahabbah (kecintaan) kepada beliau , dengan suatu keyakinan bahwa ini adalah bagian dari hari raya Islam, bahkan terkategorikan sebagai amal ibadah mulia yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.

    Lalu sejak kapankah peringatan ini diadakan?....... Selengkapnya Silahkan di Download...



    Article : Blog Al-Islam
    Back to Top
    ?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

    KISAH NABI ADAM ALAIHI SALAM

     BUAH TEEN Kisah Nabi Adam: Dari Awal Penciptaan Hingga Turun ke Bumi Kisah Nabi Adam menceritakan terciptanya manusia pertama y...

    Translate

     
    Support : Blog author | Rachmat.M,MA | Duta Asri Palem 3
    Copyright © 2013. BLOG AL ISLAM - All Rights Reserved
    Template Created by Creating Website Published by Mas Template
    Proudly powered by Blogger