Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

BLOG AL ISLAM

Diberdayakan oleh Blogger.

Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha

Arsip Blog

Twitter

twitter
Latest Post

Hukum Puasa Sya’ban pada Hari Sabtu

Written By sumatrars on Selasa, 03 Juni 2014 | Juni 03, 2014

Category : Bahasan Utama, amalan sya'ban, puasa sya'ban
Source article: Muslim.Or.Id, Muhammad Abduh Tuasikal

Transcribed on : 2 June 2014 M, 4 Sya’ban 1435 H

Kita sudah tahu bahwa puasa pada hari Sabtu adalah suatu yang disunnahkan, bahkan kita diperintahkan memperbanyak puasa pada bulan tersebut. Apakah puasa hari Sabtu masih dibolehkan di bulan Sya’ban?

Larangan Puasa pada Hari Sabtu

Mengenai larangan berpuasa pada hari Sabtu disebutkan dalam hadits,

لاَ تَصُومُوا يَوْمَ السَّبْتِ إِلاَّ فِيمَا افْتُرِضَ عَلَيْكُمْ

Janganlah kalian berpuasa pada hari Sabtu kecuali untuk puasa yang wajib bagi kalian.” (HR. Ibnu Majah no. 1726, Abu Daud no. 2421, Tirmidzi no. 744).

Abu Daud mengatakan bahwa hadits ini mansukh, yaitu telah dihapus. (Sunan Abi Daud, hal. 490)

Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan. (Jaami’ At Tirmidzi, hal. 247)

Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. (Takhrij Jaami’ At Tirmidzi, idem)

‘Abdul Qodir Al Arnauth dan Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini qowiy atau kuat. Mereka berdua berkata: Cacat hadits ini karena dikatakan mudhthorib tidaklah mencacati hadits ini karena hadits ini selamat jika dilihat dari jalur lainnya. (Tahqiq Zaadul Ma’ad, 2: 75).

Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits di atas adalah hadits shahih.(As Silsilah Ash Shahihah no. 3101, 7: 274)

Intinya, para ulama masih berselisih pendapat mengenai keshahihan hadits larangan puasa pada hari Sabtu.

Pendapat Ulama tentang Puasa Hari Sabtu

Abu ‘Isa At Tirmidzi rahimahullah berkata,

وَمَعْنَى كَرَاهَتِهِ فِى هَذَا أَنْ يَخُصَّ الرَّجُلُ يَوْمَ السَّبْتِ بِصِيَامٍ لأَنَّ الْيَهُودَ تُعَظِّمُ يَوْمَ السَّبْتِ

Makna hadits larangan puasa hari Sabtu menunjukkan makna makruh jika seseorang mengkhususkan puasa pada hari tersebut karena orang Yahudi mengagungkan hari Sabtu tersebut.” (Lihat Jaami’ At Tirmidzi, hal. 247-248).

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Larangan puasa pada hari Sabtu adalah larangan menyendirikan berpuasa pada hari tersebut. Sehingga Imam Abu Daud membuat judul Bab “Larangan mengkhususkan hari Sabtu untuk berpuasa“.” (Zaadul Ma’ad, 2: 75).

Guru dari Ibnul Qayyim yaitu Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Kebanyakan ulama madzhab Hambali memahami perakataan Imam Ahmad dalam mengamalkan hadits tersebut dan dipahami bahwa maksud larangan adalah jika mengkhususkan puasa pada hari Sabtu.

Ibnu Taimiyah rahimahullah sebelumnya mengatakan, “Menurut mayoritas ulama, tidak dianggap makruh berpuasa pada hari sabtu.” (Iqtidho’ Ash Shirothil Mustaqim, 2: 76).

Puasa Sya’ban pada Hari Sabtu

Kita telah mengetahui bersama bahwa salah satu amalan yang dianjurkan di bulan Sya’ban adalah memperbanyak puasa. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ . فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa, sampai kami katakan bahwa beliau tidak berbuka. Beliau pun berbuka sampai kami katakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)

Lantas apakah anjuran tersebut juga termasuk berpuasa pada hari Sabtu? Jawabnya, hadits menunjukkan makna umum, puasa hari Sabtu pun masih dibolehkan. Makna memperbanyak puasa berarti mencakup pula hari Sabtu.

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz dalam Fatawa Nur ‘Ala Darb (16: 444) ketika ditanya mengenai hukum puasa 6 hari di bulan Syawal pada hari Sabtu, mereka menjawab, “Puasa Syawal yang lebih afdhal adalah dilakukan secara berturut-turut. Puasa hari Sabtu secara bersendirian tidaklah masalah. Karena hadits yang membicarakan larangan puasa pada hari Sabtu kecuali puasa wajib tidaklah shahih (dhaif) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Maksud dari fatwa tersebut berarti berpuasa Sya’ban itu bebas dilakukan tidak ada larangan pada hari-hari tertentu karena kita diperintahkan memperbanyak puasa kala itu.

Hanya Allah yang memberi taufik.

Article : Blog Al-Islam


Ingin mendapatkan Artikel/Posting dari kami /Berlangganan, Silahkan kirimkan Alamat eMail  Anda pada kolom dibawah, demgan demikian anda akan mendapatkan setiap ada artikel yang terbit dari kami.
Want to get article / post from our / Subscribe, Please send your eMail address in the fields below, so you will get every article published from us.

Delivered by FeedBurner

Back to Top
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Biografi Imam At Tirmidzi

Category : Biografi, at tirmidzi, biografi, Hadits, ilmu hadits, sunan tirmidzi, ulama
Source article: Muslim.Or.Id

Transcribed on : 02 Jun 2014 M

Allah subhanahu wa ta’ala menakdirkan segala kejadian yang ada di alam semesta ini dengan perantara sebab akibat. Seperti halnya jika kita meminta rezeki dari Allah, kita tidak bisa meminta agar Allah ta’ala menurunkan uang atau pun emas langsung turun dari langit. Akan tetapi, kita harus mengambil sebab agar Allah ta’ala memberikan rezekinya untuk kita, yaitu dengan bekerja.

Begitu pula dengan ilmu. Allah ta’ala ingin menghidupkan dan menyebarkan ilmu agama ini untuk seluruh umat manusia dengan dihidupkannya para ulama. Mereka adalah orang-orang pilihan yang telah Allah ta’ala pilih di antara milyaran manusia di muka bumi ini yang bertugas sebagai pewaris para nabi.

Dan di antara para ulama tersebut, yang telah banyak berjasa untuk kaum muslimin adalah Imam Tirmidzi rahimahullahu ta’ala. Beliau adalah salah satu Imam Ahli Hadis terkenal yang memiliki kitab hadis yang monumental yaitu Kitab “Al-Jami’” atau Sunan at-Tirmidzi.

Bagaimanakah biografi beliau? Mari kita simak kisah perjalanan hidup beliau yang mulia. Semoga kita bisa mengambil banyak pelajaran hidup darinya.

Nama Beliau

Salah satu ulama besar yang dimiliki kaum muslimin ini bernama lengkap Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa as-Sulami at-Tirmidzi. Dan beliau memiliki nama kunyah Abu ‘Isa.1

Kelahiran Beliau

Imam ahli hadis ini dilahirkan pada tahun 209 Hijriyah di sebuah daerah bernama Tirmidz. Dan nama beliau tersebut dinisbatkan kepada sebuah sungai yang ada di daerah tersebut yang sering dikenal dengan nama Jaihun. Para ulama berbeda pendapat akan kebutaan yang beliau alami pada waktu itu. Ada yang mengatakan bahwa beliau mengalami kebutaan sejak beliau lahir. Akan tetapi yang benar adalah beliau mengalami kebutaan pada masa tua beliau, yaitu masa setelah beliau banyak melakukan perjalanan untuk menuntut ilmu.2

Kisah perjalanan beliau dalam menuntut ilmu

Pada zaman kita saat ini, sangat jarang kita temukan ada seorang anak muda yang sudah semangat menuntut ilmu agama di umurnya yang masih belia. Biasanya, pada usia yang masih belia, mereka lebih menyukai kebebasan bermain dan beraktivitas. Akan tetapi, dahulu para ulama kita memiliki semangat untuk menuntut ilmu agama sejak usia mereka yang masih muda. Termasuk di antaranya adalah Imam Tirmidzi. Beliau memulai jihadnya dengan belajar agama sejak beliau masih muda. Beliau mengambil ilmu dari para syekh yang ada di negara beliau.3

Kemudian beliau memulai melakukan perjalanan dalam menuntut ilmu ke berbagai negara yang ada di muka bumi ini. Yang mana perjalanan beliau itu hanya ditujukan untuk menimba ilmu agama. Beberapa daerah yang pernah beliau datangi pada saat itu adalah Khurasan, Iraq, Madinah, Mekkah, dan yang lainnya. 4

Guru Beliau

Bagi seorang penuntut ilmu, tidak bisa hanya mencukupkan diri dengan membaca buku-buku dalam rangka menimba ilmu agama. Karena jika hal tersebut dilakukan, maka kesalahanlah yang akan banyak dia dapat daripada kebenaran. Oleh karena itu para penuntut ilmu itu sangat membutuhkan kehadiran seorang guru dalam perjalanannya menuntut ilmu.

Begitu pula apa yang telah dilakukan oleh Imam Ahli Hadis ini. Berbagai negara telah beliau singgahi, sehingga beliau telah banyak menimba ilmu dari para gurunya. Di antara para guru beliau adalah:

  1. Ishaq bin Rahawaih, yang merupakan guru pertama bagi Imam Tirmidzi.

  2. Imam Bukhari. Imamnya para ahli hadis ini adalah termasuk salah satu imam besar yang mana Imam Tirmidzi mengambil ilmu darinya. Beliau adalah guru yang paling berpengaruh bagi Imam Tirmidzi. Dari beliaulah Imam Tirmidzi mengambil ilmu ‘ilalul hadits.

  3. Imam Muslim. Beliau dan Imam Bukhari adalah dua imam ahli hadis terkenal yang ada di muka bumi ini. Kitab hadis karya mereka berdua adalah kitab yang paling benar setelah Alquran.

  4. Imam Abu Dawud.

  5. Qutaibah bin Sa’id.

Dan masih banyak lagi yang lainnya. 5

Murid-murid beliau

Suatu keutamaan bagi orang yang berilmu adalah dia akan menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang banyak dan keberadaannya sangat dibutuhkan bagi orang-orang yang sadar akan pentingnya ilmu. Setelah beliau menimba ilmu sekian lama dari para gurunya, beliau mengajarkan dan menyebarkan ilmu-ilmunya kepada manusia. Dan di antara muridnya adalah:

  1. Abu Bakar Ahmad bin Isma’il as Samarqand

  2. Abu Hamid al Marwazi

  3. Ar Rabi’ bin Hayyan al Bahiliy

Dan masih banyak lagi yang lainnya. 6

Karya-karya emas beliau

Salah satu hal yang menyebabkan orang berilmu akan selalu terkenang namanya dan terus mengalir pahalanya adalah apabila dia menulis ilmu-ilmunya dalam suatu buku yang akan dibaca oleh manusia hingga akhir zaman. Dan di antara karya-karya beliau yang sampai saat ini dimanfaatkan oleh kaum muslimin terutama para ulama adalah:

  1. Al-Jami’ (Sunan at-Tirmidzi). Kitab yang satu ini adalah kitab beliau yang paling monumental dan paling bermanfaat.

  2. Al-‘Ilal.

  3. Al-‘Ilal al-Kabir

  4. Syamail an-Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Kitab ini termasuk kitab yang paling bagus yang membahas tentang sifat-sifat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

  5. At Tarikh

  6. Az Zuhd

  7. Al-Asma’ wal-Kuna.7 Dll

Keutamaan beliau dan pujian ulama’ terhadap beliau

Beliau adalah seorang ulama yang memiliki banyak keutamaan sehingga para ulama banyak memberikan pujian kepada beliau. Di antara keutamaan beliau dan pujian ulama kepadanya adalah sebagai berikut:

  • Kitab beliau yang berjudul “Al-Jami’” menunjukkan akan luasnya pengetahuan beliau dalam ilmu hadis, kefaqihan beliau dalam permasalahan fikih, dan juga luasnya wawasan beliau terhadap permasalahan khilafiyah di kalangan para ulama fikih. Akan tetapi beliau cenderung bermudah-mudahan dalam menilai sahih dan hasan suatu hadis.8

  • Abu Ahmad al-Hakim berkata bahwa beliau pernah mendengar ‘Umar bin ‘Allak berkata, “Tidak ada seorang pun yang bisa menggantikan posisi Imam Bukhari sepeninggal beliau kecuali Abu ‘Isa (Imam Tirmidzi) dalam masalah ilmu, kuatnya hafalan, sifat zuhud dan wara’-nya. Beliau menangis hingga matanya mengalami kebutaan, dan hal tersebut terus berlangsung beberapa tahun hingga beliau wafat.9

  • Imam Abu Isma’il ‘Abdullah bin Muhammad al-Anshoriy10 memberikan sebuah rekomendasi yang luar biasa terhadap beliau, di mana beliau pernah mengatakan bahwa Kitab ‘Al-Jami’ milik Imam Tirmidzi lebih besar manfaatnya daripada kitab hadis yang dimiliki Imam Bukhari dan Imam Muslim. Karena kedua kitab tersebut hanya bisa dimanfaatkan oleh orang yang alim yang tinggi ilmunya, sedangkan kitab Al-Jami’ milik beliau bisa dimanfaatkan oleh setiap orang yang membacanya.11 Akan tetapi hal ini semata-mata hanyalah pendapat seorang ulama’ yang mungkin beliau memandangnya dari sudut tertentu.

  • Abu Sa’d al-Idris mengatakan bahwa beliau adalah seorang imam hadis yang dijadikan teladan dalam masalah hafalan.12

  • Imam adz-Dzahabi mengatakan dalam kitabnya Siyar A’lam an-Nubala’, “Di dalam kitab tersebut (Al-Jami’), terdapat banyak sekali ilmu yang bermanfaat, faedah yang melimpah, dan juga terdapat pokok-pokok permasalahan dalam Islam. Seandainya saja kitab tersebut tidak dinodai dengan adanya hadis-hadis yang lemah, yang di antaranya adalah hadis palsu dalam permasalahan keutamaan-keutamaan amalan saleh.13

Jasa-jasa beliau

Sesungguhnya jasa-jasa yang telah beliau berikan untuk kaum muslimin sangatlah banyak. Dan di antara jasa yang pernah beliau lakukan untuk kaum muslimin adalah pembelaan beliau untuk ahlussunnah wal jama’ah terhadap kelompok-kelompok sesat yang ada pada zaman beliau. Di antara pembelaan tersebut adalah:

  • Beliau telah menulis sebuah kitab yang monumental yaitu Al-Jami’ yang di dalamnya beliau susun hadis-hadis yang dikhususkan untuk membantah para ahli bid’ah.

  • Beliau telah menulis sebuah pembahasan yang luas dalam kitab tersebut yang dikhususkan untuk membantah kelompok sesat “Al-Qadariyyah” dan juga bantahan terhadap “Al-Murji’ah” yang beliau beri nama “Kitab al-Iman”.

  • Beliau juga membuat pembahasan di akhir kitab beliau tersebut yang khusus membahas tentang keutamaan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan dua Imam ahli hadis kita, Imam Bukhari dan Imam Muslim, untuk membantah kaum Syi’ah Rafidhah laknatullahi ‘alaihim.

  • Di dalam kitab Al-Jami’ tersebut juga terdapat banyak sekali hadis yang membantah pemahaman Khawarij, Murji’ah, dan Qadariyyah. Dan beliau mengkhususkan pada “Kitab al-Qadr” untuk membantah pemahaman Qadariyyah yang mendustakan takdir Allah.14

Pelajaran yang dapat kita petik dari kisah perjalanan hidup beliau

  1. Jihad itu tidak hanya identik dengan pedang, akan tetapi jihad itu bisa dilakukan dengan ilmu, yaitu berjihad memerangi kebodohan. Seperti apa yang dilakukan oleh para ulama.

  2. Lahirkan penerus generasi pembela Islam dan bangsa ini dengan mendidik anak-anak kita untuk semangat menuntut ilmu agama sejak kecil.

  3. Hargailah, hormatilah, dan doakanlah kebaikan untuk para ulama kita yang telah berjuang dalam mendapatkan ilmu agama dan memberikannya untuk kaum muslimin dalam rangka membela agama ini dan meneruskan perjuangan-perjuangan para nabi dalam menyebarkan ilmu agama.

  4. Mempelajari suatu ilmu terutama ilmu agama membutuhkan adanya seorang guru yang bisa memahamkan penuntut ilmu tersebut. Karena apabila hanya mencukupkan diri dengan membaca buku maka hal itu dapat menyebabkan orang yang melakukannya terjatuh dalam kesalahan karena salahnya pemahaman mereka ketika mengkaji ilmu itu secara autodidak.

  5. Belajar agama adalah suatu hal yang sangat penting bagi kita dan sangat menentukan masa depan kita di kampung yang kekal nanti. Maka dari itu, kita harus mempelajarinya dari seseorang yang benar-benar berilmu. Sehingga kita tidak boleh sembarangan mengambil ilmu agama dari seseorang. Patokannya adalah ketakwaannya dan kapasitas ilmu agamanya, bukan kemahirannya dalam menyampaikan dan melawak.

  6. Jadilah orang yang bermanfaat untuk manusia, dengan menyebarkan ilmu yang bermanfaat untuk mereka melalui lisan dan tulisan.

  7. Berhati-hatilah dengan aliran-aliran menyimpang yang selalu gencar memberikan syubhat dan doktrinnya kepada masyarakat awam. Oleh karena itu, Mari kita bentengi diri kita dari pengaruh-pengaruh tersebut dengan pemahaman akidah yang benar dan lurus. Tidak ada cara lain kecuali dengan terus membekali diri kita dengan ilmu agama yang benar, yang bersumber dari Alquran dan sunah yang dipahami oleh para sahabat Nabi radhiyallahu ‘anhum ajma’in.

Dan tentunya, masih banyak hikmah dan pelajaran yang bisa kita petik dari biografi beliau tersebut, yang diharapkan bisa kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Demikianlah, biografi singkat salah satu ulama kita, Imam Tirmidzi, yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi kami pribadi dan para pembaca sekalian. Dan semoga Allah ‘azza wa jalla senantiasa memberikan kita taufik agar kita bisa mengilmui apa yang akan kita amalkan dan mengamalkan apa yang telah kita ilmui. Amin.

Wallahu a’lam bish shawab.


Catatan kaki:

  1. Lihat Jami’ al-Ushul, hal. 193

  2. Lihat Siyar, hal. 271/25

  3. Lihat Syarh ‘Ilal at-Tirmidzi, hal. 43/1

  4. Lihat Siyar, hal 271/25

  5. Lihat Siyar, hal 272/25

  6. Lihat Siyar, hal 273/25

  7. Lihat Juhud al-Imam al-Mubarakfuri, hal. 38/1

  8. Lihat Tarikh, hal. 617/6

  9. Lihat Tarikh, hal. 617/6 dan Siyar, hal. 274/25

  10. Biografi beliau bisa dilihat di kitab Thabaqat al-Hanabilah, hal. 245/2

  11. Lihat Tarikh, hal. 617/6

  12. Lihat Siyar, hal. 274/25

  13. Lihat Siyar, hal. 275/25

  14. Lihat Mausu’ah, hal. 388-392/4

Referensi:

  1. Jami’ al-Ushul fi Ahadits ar-Rasul, Ibnul Atsir. Tahqiq: Syekh Abdul Qadir al-Arnauth. Maktabah Syamilah.

  2. Juhudul Imam al-Mubarakfuri fi ad-Dirasah al-Qur’aniyyah min Khilal Kitabihi Tuhfah al-Ahwadz, Syekh Muhsin Abdul Adzim as-Syadzili. Maktabah Syamilah.

  3. Mausu’ah Mawaqif as-Salaf fi al-Aqidah wa al-Manhaj wa at-Tarbiyyah, Abu Sahl Muhammad bin Abdirrahman al-Maghrawy. Maktabah Syamilah.

  4. Siyar A’lam an-Nubala’, Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad adz-Dzahabi. Tahqiq: Syekh Syua’ib al-Arnauth. Maktabah Syamilah.

  5. Syarhu ‘Ilal at-Tirmidzi, Ibnu Rajab al-Hambali. Tahqiq: Dr. Hammam Abdurrahim Sa’id. Maktabah Syamilah.

  6. Tarikh al-Islam wa Wafayah al-Masyahiri wa al-A’lam, Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad adz-Dzahabi. Tahqiq: Dr. Basyar ‘Awwad Ma’ruf. Maktabah Syamilah

  7. Thabaqah al-Hanabilah, Abul Husein bin Abi Ya’la. Tahqiq: Syekh Muhammad Hamid al-Fiqqi. Maktabah Syamilah.

Article : Blog Al-Islam


Ingin mendapatkan Artikel/Posting dari kami /Berlangganan, Silahkan kirimkan Alamat eMail  Anda pada kolom dibawah, demgan demikian anda akan mendapatkan setiap ada artikel yang terbit dari kami.
Want to get article / post from our / Subscribe, Please send your eMail address in the fields below, so you will get every article published from us.

Delivered by FeedBurner

Back to Top
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Penjelasan Hadits Jibril (3) : Makna Ihsan

Category : Aqidah, ihsan, iman, rukun iman
Source article: Muslim.Or.Id

written on : 2 Juni 2014 M

Ihsan

Sabda Beliau tentang ihsan, “Jika kamu tidak merasa begitu (ketahuilah) bahwa Dia melihatmu” yakni tetaplah untuk memperbagus ibadah, karena dia senantiasa melihatmu. Dengan merasakan pengawasan Allah, seseorang dapat memperbagus ibadahnya, seperti mengerjakannya dengan sempurna syarat dan rukunnya, serta memperhatikan sunnah-sunnah dan adabnya.

Penjelasan Beliau tentang ihsan sangat bagus dan tepat sekali. Beliau tidak menerangkan ihsan adalah memperbagus dan memperbaiki ibadah, tetapi cukup mengatakan, “Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, dan jika kamu tidak merasa begitu, ketahuilah bahwa Dia melihat-Mu”. Karena dengan adanya rasa dilihat, diawasi dan diperhatikan oleh Allah, seseorang dengan sendirinya akan memperbagus dan memperbaiki ibadahnya. Ibarat seorang pembantu yang bekerja dengan serius, telaten, dan rapi karena merasa diawasi majikannya. Berbeda jika tidak adanya perasaan demikian, tentu akan membuat seseorang bermalas-malasan dan tidak sungguh-sungguh dalam melakukan pekerjaan.

Sabda Beliau, “Yang ditanya tidaklah lebih mengetahui dari yang bertanya”, maksudnya adalah sama-sama tidak mengetahui kapan kiamat, hanya Allah saja yang mengetahuinya.

Sabda Beliau, “Jika seorang budak melahirkan tuannya” ada beberapa tafsiran, yaitu: (1) Akan banyaknya budak-budak wanita yang melahirkan anak, seakan-akan budak-budak wanita itu adalah budak milik si anak, karena budak-budak itu milik bapak si anak. Di sini terdapat isyarat akan banyaknya penaklukkan negeri. (2) Budak-budak wanita melahirkan anak yang akan menjadi raja-raja, hingga akhirnya si budak wanita selaku ibu menjadi rakyatnya, (3) Menunjukkan sudah rusaknya zaman, di mana ummahaatul aulaad (budak-budak yang melahirkan anak) banyak yang dijual, lalu ada seorang anak yang membeli ibunya sedangkan ia tidak tahu kalau itu ibunya, (4) Banyaknya pembangkangan/durhaka anak terhadap kedua orang tua. Sehingga anak-anak memperlakukan kedua orang tuanya sebagaimana seorang tuan memperlakukan budaknya. Wallahu a’lam.

Perbedaan antara Islam dan Iman

Islam apabila disebutkan secara terpisah, maka masuk juga ke dalamnya iman, sebagaimana iman apabila disebutkan secara sendiri, maka masuk juga ke dalamnya Islam. Hal ini menunjukkan bahwa iman tidak sebatas dalam hati dan diucapkan oleh lisan, namun harus adanya amal. Oleh karena itu, seseorang yang mengakui bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, maka pada prakteknya dia harus beribadah kepada Allah saja, tidak kepada selain-Nya.
Islam dan iman apabila disebutkan secara bersamaan, maka maksud iman adalah amalan batin seperti beriman kepada Allah, malaikat, kitab dst. sedangkan Islam maksudnya adalah amalan yang tampak seperti mengucapkan syahadat, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dst.

Faedah hadits di atas

Di antara faedah hadits di atas adalah sebagai berikut:

  1. Hadits ini menunjukkan bahwa jika seseorang tidak tahu, hendaknya menjawab “tidak tahu” dan hal ini bukanlah cela baginya.

  2. Tidak disukainya mendirikan bangunan yang tinggi dan membaguskannya sepanjang tidak ada kebutuhan.

  3. Dalam hadits tersebut terdapat dalil bahwa perkara ghaib tidak ada yang mengetahuinya selain Allah Ta’ala.

  4. Isyarat agar seseorang duduk yang sopan di majlis ilmu.

  5. Penyebab sesuatu dihukumi sebagai pelaku. Hal ini sebagaimana Jibril ‘alaihis salam dikatakan

  6. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam “datang hendak mengajarkan agama kepada kalian”و padahal yang mengajarkan adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

  7. Beraneka ragamnya cara mengajar.

  8. Membaguskan pakaian dan sikap serta memperhatikan kebersihan ketika masuk menemui orang-orang utama, karena malaikat Jibril datang mengajarkan ilmu kepada manusia dengan sikap dan ucapannya (yang bagus).

  9. Bersikap lembut kepada penanya dan mendekatkan dirinya kepadanya agar ia dapat bertanya tanpa rasa sempit dan takut.

  10. Bergaul dengan manusia lebih utama daripada beruzlah (mengasingkan diri) selama ia tidak mengkhawatirkan bahaya terhadap agamanya. Jika ia khawatir terhadap agamanya, maka uzlah lebih utama.

  11. Bahwa di antara tanda Kiamat adalah berbaliknya keadaan, sehingga yang diasuh menjadi pengasuh, dan orang yang hina menjadi orang besar.

[selesai]

Article : Blog Al-Islam


Daftar Artikel

Ingin mendapatkan Artikel/Posting dari kami /Berlangganan, Silahkan kirimkan Alamat eMail  Anda pada kolom dibawah, demgan demikian anda akan mendapatkan setiap ada artikel yang terbit dari kami.
Want to get article / post from our / Subscribe, Please send your eMail address in the fields below, so you will get every article published from us.

Delivered by FeedBurner

Back to Top
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Optimalkan Ibadah Di Bulan Sya’ban

Written By sumatrars on Senin, 02 Juni 2014 | Juni 02, 2014

Category : Bahasan Utama, fikih, fikih puasa, Ramadhan, Sya'ban
Source article: Muslim.Or.Id, 1 June 2014,

Bulan Sya’ban adalah bulan yang terletak setelah bulan Rajab dan sebelum bulan Ramadhan. Bulan ini memiliki banyak keutamaan. Ada juga ibadah-ibadah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisinya dengan memperbanyak berpuasa di bulan ini sebagai persiapan menghadapi bulan Ramadhan. Bulan ini dinamakan bulan Sya’ban karena di saat penamaan bulan ini banyak orang Arab yang berpencar-pencar mencari air atau berpencar-pencar di gua-gua setelah lepas bulan Rajab. Ibnu Hajar Al-‘Asqalani mengatakan:

وَسُمِّيَ شَعْبَانُ لِتَشَعُّبِهِمْ فِيْ طَلَبِ الْمِيَاهِ أَوْ فِيْ الْغَارَاتِ بَعْدَ أَنْ يَخْرُجَ شَهْرُ رَجَبِ الْحَرَامِ وَهَذَا أَوْلَى مِنَ الَّذِيْ قَبْلَهُ وَقِيْلَ فِيْهِ غُيْرُ ذلِكَ.

Dinamakan Sya’ban karena mereka berpencar-pencar mencari air atau di dalam gua-gua setelah bulan Rajab Al-Haram. Sebab penamaan ini lebih baik dari yang disebutkan sebelumnya. Dan disebutkan sebab lainnya dari yang telah disebutkan.1 Adapun hadits yang berbunyi:

إنَّمَا سُمّي شَعْبانَ لأنهُ يَتَشَعَّبُ فِيْهِ خَيْرٌ كثِيرٌ لِلصَّائِمِ فيه حتى يَدْخُلَ الجَنَّةَ.

Sesungguhnya bulan Sya’ban dinamakan Sya’ban karena di dalamnya bercabang kebaikan yang sangat banyak untuk orang yang berpuasa pada bulan itu sampai dia masuk ke dalam surga.2 Hadits tersebut tidak benar berasal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Banyak orang menyepelekan bulan ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan hal tersebut di dalam hadits berikut:

عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنَ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ، قَالَ: ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ.

Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid radhiallahu ‘anhuma bahwasanya dia berkata, “Ya Rasulullah! Saya tidak pernah melihat engkau berpuasa dalam satu bulan di banding bulan-bulan lain seperti engkau berpuasa di bulan Sya’ban ?” Beliau menjawab, “Itu adalah bulan yang banyak manusia melalaikannya, terletak antara bulan Rajab dan Ramadhan. Dia adalah bulan amalan-amalan di angkat menuju Rabb semesta alam. Dan saya suka jika amalanku diangkat dalam keadaan saya sedang berpuasa”.3

Amalan-amalan apa yang disyariatkan pada bulan ini?

Ada beberapa amalan yang biasa dilakukan oleh Rasulullah dan para as-salafush-shalih pada bulan ini. Amalan-amalan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Memperbanyak puasa

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbanyak puasa pada bulan ini tidak seperti beliau berpuasa pada bulan-bulan yang lain.

عَنْ عَائِشَةَ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا- قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ, فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ.

Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha bahwasanya dia berkata, “Dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sampai kami mengatakan bahwa beliau tidak berbuka, dan berbuka sampai kami mengatakan bahwa beliau tidak berpuasa. Dan saya tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasa dalam sebulan kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada bulan Sya’ban.4 Begitu pula istri beliau Ummu Salamah radhiallahu ‘anha mengatakan:

مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَصُومُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ إِلاَّ شَعْبَانَ وَرَمَضَانَ.

Saya tidak pernah mendapatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali bulan Sya’ban dan Ramadhan.5 Ini menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hampir berpuasa Sya’ban seluruhnya. Para ulama menyebutkan bahwa puasa di bulan Sya’ban meskipun dia hanya puasa sunnah, tetapi memiliki peran penting untuk menutupi kekurangan puasa wajib di bulan Ramadhan. Seperti shalat fardhu, shalat fardhu memiliki shalat sunnah rawatib, yaitu: qabliyah dan ba’diyah. Shalat-shalat tersebut bisa menutupi kekurangan shalat fardhu yang dikerjakan. Sama halnya dengan puasa Ramadhan, dia memiliki puasa sunnah di bulan Sya’ban dan puasa sunnah enam hari di bulan Syawwal. Orang yang memulai puasa di bulan Sya’ban insya Allah tidak terlalu kesusahan menghadapi bulan Ramadhan.

2. Membaca Al-Qur’an

Membaca Al-Qur’an mulai diperbanyak dari awal bulan Sya’ban , sehingga ketika menghadapi bulan Ramadhan, seorang muslim akan bisa menambah lebih banyak lagi bacaan Al-Qur’an-nya. Salamah bin Kuhail rahimahullah berkata:

كَانَ يُقَالُ شَهْرُ شَعْبَانَ شَهْرُ الْقُرَّاءِ

Dulu dikatakan bahwa bulan Sya’ban adalah bulan para qurra’ (pembaca Al-Qur’an).” Begitu pula yang dilakukan oleh ‘Amr bin Qais rahimahullah apabila beliau memasuki bulan Sya’ban beliau menutup tokonya dan mengosongkan dirinya untuk membaca Al-Qur’an.6

3. Mengerjakan amalan-amalan shalih

Seluruh amalan shalih disunnahkan dikerjakan di setiap waktu. Untuk menghadapi bulan Ramadhan para ulama terdahulu membiasakan amalan-amalan shalih semenjak datangnya bulan Sya’ban , sehingga mereka sudah terlatih untuk menambahkan amalan-amalan mereka ketika di bulan Ramadhan. Abu Bakr Al-Balkhi rahimahullah pernah mengatakan:

شَهْرُ رَجَب شَهْرُ الزَّرْعِ، وَشَهْرُ شَعْبَانَ شَهْرُ سُقْيِ الزَّرْعِ، وَشَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرُ حَصَادِ الزَّرْعِ.

Bulan Rajab adalah bulan menanam, bulan Sya’ban adalah bulan menyirami tanaman dan bulan Sya’ban adalah bulan memanen tanaman.” Dan dia juga mengatakan:

مَثَلُ شَهْرِ رَجَبٍ كَالرِّيْحِ، وَمَثُل شَعْبَانَ مَثَلُ الْغَيْمِ، وَمَثَلُ رَمَضَانَ مَثَلُ اْلمطَرِ، وَمَنْ لَمْ يَزْرَعْ وَيَغْرِسْ فِيْ رَجَبٍ، وَلَمْ يَسْقِ فِيْ شَعْبَانَ فَكَيْفَ يُرِيْدُ أَنْ يَحْصِدَ فِيْ رَمَضَانَ.

Perumpamaan bulan Rajab adalah seperti angin, bulan Sya’ban seperti awan yang membawa hujan dan bulan Ramadhan seperti hujan. Barang siapa yang tidak menanam di bulan Rajab dan tidak menyiraminya di bulan Sya’ban bagaimana mungkin dia memanen hasilnya di bulan Ramadhan.7

4. Menjauhi perbuatan syirik dan permusuhan di antara kaum muslimin

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala akan mengampuni orang-orang yang tidak berbuat syirik dan orang-orang yang tidak memiliki permusuhan dengan saudara seagamanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ, فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ, إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ.

Sesungguhnya Allah muncul di malam pertengahan bulan Sya’ban dan mengampuni seluruh makhluknya kecuali orang musyrik dan musyahin.8 Musyahin adalah orang yang memiliki permusuhan dengan saudaranya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga secara khusus tentang orang yang memiliki permusuhan dengan saudara seagamanya:

تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا إِلاَّ رَجُلاً كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ فَيُقَالُ أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا.

Pintu-pintu surga dibuka setiap hari Senin dan Kamis dan akan diampuni seluruh hamba kecuali orang yang berbuat syirik kepada Allah, dikecualikan lagi orang yang memiliki permusuhan antara dia dengan saudaranya. Kemudian dikatakan, ‘Tangguhkanlah kedua orang ini sampai keduanya berdamai. Tangguhkanlah kedua orang ini sampai keduanya berdamai. Tangguhkanlah kedua orang ini sampai keduanya berdamai’9 Oleh karena itu sudah sepantasnya kita menjauhi segala bentuk kesyirikan baik yang kecil maupun yang besar, begitu juga kita menjauhi segala bentuk permusuhan dengan teman-teman muslim kita.

5. Bagaimana hukum menghidupkan malam pertengahan bulan Sya’ban?

Pada hadits di atas telah disebutkan keutamaan malam pertengahan bulan Sya’ban. Apakah di-sunnah-kan menghidupkan malam tersebut dengan ibadah? Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:

وَصَلَاةُ الرَّغَائِبِ بِدْعَةٌ مُحْدَثَةٌ لَمْ يُصَلِّهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا أَحَدٌ مِنْ السَّلَفِ، وَأَمَّا لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَفِيهَا فَضْلٌ، وَكَانَ فِي السَّلَفِ مَنْ يُصَلِّي فِيهَا، لَكِنَّ الِاجْتِمَاعَ فِيهَا لِإِحْيَائِهَا فِي الْمَسَاجِدِ بِدْعَةٌ وَكَذَلِكَ الصَّلَاةُ الْأَلْفِيَّةُ.

Dan shalat Raghaib adalah bid’ah yang diada-adakan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah shalat seperti itu dan tidak ada seorang pun dari salaf melakukannya. Adapun malam pertengahan di bulan Sya’ban, di dalamnya terdapat keutamaan, dulu di antara kaum salaf (orang yang terdahulu) ada yang shalat di malam tersebut. Akan tetapi, berkumpul-kumpul di malam tersebut untuk menghidupkan masjid-masjid adalah bid’ah, begitu pula dengan shalat alfiyah.10 Jumhur ulama memandang sunnah menghidupkan malam pertengahan di bulan Sya’ban dengan berbagai macam ibadah. Tetapi hal tersebut tidak dilakukan secara berjamaah.11 Sebagian ulama memandang tidak ada keutamaan ibadah khusus pada malam tersebut, karena tidak dinukil dalam hadits yang shahih atau hasan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau pernah menyuruh untuk beribadah secara khusus pada malam tersebut. Hadits yang berbicara tentang hal tersebut lemah.

6. Bagaimana hukum shalat alfiyah dan shalat raghaib di malam pertengahan bulan Sya’ban ?

Tidak ada satu pun dalil yang shahih yang menyebutkan keutamaan shalat malam atau shalat sunnah di pertengahan malam di bulan Sya’ban . Baik yang disebut shalat alfiyah (seribu rakaat), dan shalat raghaib (12 rakaat). Mengkhususkan malam tersebut dengan ibadah-ibadah tersebut adalah perbuatan bid’ah. Sehingga kita harus menjauhinya. Apalagi yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin. Mereka berkumpul di masjid, beramai-ramai merayakannya, maka hal tersebut tidak diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Imam An-Nawawi mengatakan tentang shalat Ar-Raghaib yang dilakukan pada Jumat pertama di bulan Rajab dan malam pertengahan bulan Sya’ban :

وَهَاتَانِ الصَّلاَتَانِ بِدْعَتَانِ مَذْمُومَتَانِ مُنْكَرَتَانِ قَبِيحَتَانِ ، وَلاَ تَغْتَرَّ بِذِكْرِهِمَا فِي كِتَابِ قُوتِ الْقُلُوبِ وَالإْحْيَاءِ

Kedua shalat ini adalah bid’ah yang tercela, yang mungkar dan buruk. Janganlah kamu tertipu dengan penyebutan kedua shalat itu di kitab ‘Quutul-Qulub’ dan ‘Al-Ihya’’.12

7. Bagaimana hukum berpuasa di pertengahan bulan Sya’ban ?

Mengkhususkan puasa di siang pertengahan bulan Sya’ban tidak dianjurkan untuk mengerjakannya. Bahkan sebagian ulama menghukumi hal tersebut bid’ah. Adapun hadits yang berbunyi:

إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا.

Apabila malam pertengahan bulan Sya’ban, maka hidupkanlah malamnya dan berpuasalah di siang harinya.13 Maka hadits tersebut adalah hadits yang palsu (maudhu’), sehingga tidak bisa dijadikan dalil. Akan tetapi, jika kita ingin berpuasa pada hari itu karena keumuman hadits tentang sunnah-nya berpuasa di bulan Sya’ban atau karena dia termasuk puasa di hari-hari biidh (ayyaamul-biid/puasa tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan hijriyah), maka hal tersebut tidak mengapa. Yang diingkari adalah pengkhususannya saja. Demikian beberapa ibadah yang bisa penulis sebutkan pada artikel ini. Mudahan kita bisa mengoptimalkan latihan kita di bulan Sya’ban untuk bisa memaksimalkan ibadah kita di bulan Ramadhan. Mudahan bermanfaat. Amin. ***

Footnotes

[1] Fathul-Bari (IV/213), Bab Shaumi Sya’ban.

[2] HR Ar-Rafi’i dalam Tarikh-nya dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu. Syaikh Al-Albani mengatakan, “Maudhu’, ” dalam Dha’if Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 2061.

[3] HR An-Nasai no. 2357. Syaikh Al-Albani menghasankannya dalam Shahih Sunan An-Nasai.

[4] HR Al-Bukhari no. 1969 dan Muslim 1156/2721.

[5] HR An-Nasai no. 2175 dan At-Tirmidzi no. 736. Di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasai.

[6] Lihat: Lathaiful-Ma’arif libni Rajab Al-Hanbali hal. 138.

[7] Lihat: Lathaiful-Ma’arif libni Rajab Al-Hanbali hal. 130.

[8] HR Ibnu Majah no. 1390. Di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibni Majah.

[9] HR Muslim no. 2565/6544.

[10] Al-Fatawa Al-Kubra (V/344).

[11] Lihat: Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah (XXXIV/123).

[12] Al-Majmu’ lin-Nawawi (XXII/272).

[13] HR Ibnu Majah no. 1388. Syaikh Al-Albani mengatakan, “Sanadnya Maudhu’,” dalam Adh-Dha’ifah no. 2132.



Daftar Pustaka

  1. Al-Khulashah fi Syarhil-Khamsiin Asy-Syamiyah. ‘Ali bin Nayif Asy-syahud. Darul-Ma’mur.

  2. At-Tibyan li Fadhail wa Munkarat Syahri Sya’ban. Nayif bin Ahmad Al-Hamd.

  3. Sya’ban, Syahrun Yaghfulu ‘anhu Katsir minannas. Abdul-Halim Tumiyat. www.nebrasselhaq.com

  4. Dan sumber-sumber lain yang sebagian besar telah dicantumkan di footnotes.

Article : Blog Al-Islam


Daftar Artikel

Ingin mendapatkan Artikel/Posting dari kami /Berlangganan, Silahkan kirimkan Alamat eMail  Anda pada kolom dibawah, demgan demikian anda akan mendapatkan setiap ada artikel yang terbit dari kami.
Want to get article / post from our / Subscribe, Please send your eMail address in the fields below, so you will get every article published from us.

Delivered by FeedBurner

Back to Top
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Fatwa Ulama: Apakah Benar Rasulullah Diciptakan Dari Cahaya?

Written By sumatrars on Rabu, 28 Mei 2014 | Mei 28, 2014

Category  : Fatwa Ulama, Soal Jawab

hadits palsu, Nur Muhammad

Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz

Soal:

Kami mendengar sebagian khatib Jum’at di tempat kami bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam itu diciptakan dari cahaya. Bukan dari tanah sebagaimana manusia yang lain. Apakah perkataan ini benar?

Jawab:

Ini adalah perkataan yang batil dan tidak memiliki landasan. Allah menciptakan Nabi kita Shallallahu’alaihi Wasallam sebagaimana menciptakan manusia yang lain yaitu dari air yang hina (air mani). Yaitu dari air mani ayahnya, Abdullah, dan ibunya, Aminah. Sebagaimana firman Allah Jalla Wa ‘Alaa dalam Al Qur’an yang mulia:

ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِن سُلَالَةٍ مِّن مَّاء مَّهِينٍ

Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani)” (QS. As Sajdah: 8)

Dan Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam juga termasuk keturunan Nabi Adam, dan semua keturunan Nabi Adam itu dari saripati air yang hina (air mani).

Adapun orang yang berpandangan bahwa Nabi diciptakan dari cahaya, mereka tidak memiliki landasan, melainkan hadits palsu yang dusta lagi batil yang tidak ada asalnya. Sebagian mereka mengklaim hadits tersebut ada di Musnad Ahmad dari sahabat Jabir, namun yang benar hadits ini tidak ada asalnya. Sebagian mereka mengklaim hadits tersebut ada di Mushannaf Abdurrazaq, namun yang benar hadits ini tidak ada asalnya.

Kecuali, jika dikatakan bahwa Allah menjadikan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sebagai cahaya bagi manusia dengan apa yang Allah wahyukan kepada beliau berupa petunjuk dalam Al Qur’an dan As Sunnah yang tersucikan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

قَدْ جَاءكُم مِّنَ اللّهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُّبِينٌ

Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan” (QS. Al Maidah: 15)

Cahaya yang dimaksud di sini adalah Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam, sebagaimana firman-Nya di ayat yang lain:

إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا . وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُّنِيرًا

Hai Nabi sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi” (QS. Al Ahzab: 45-46).

As Siraajul Muniir di sini maksudnya cahaya karena Allah memberikan Nabi wahyu yang agung yaitu Al Qur’anul Karim dan As Sunnah. Karena Allah memberi pencerahan kepada jalan petunjuk dengan kedua hal tersebut dan Allah menjelaskan dengan keduanya langkah menuju jalan yang lurus, dan dengan keduanya pula Allah memberikan petunjuk kepada umat kepada kebaikan. Maka Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam adalah cahaya dan datang dengan cahaya, namun bukan berarti beliau diciptakan dari cahaya.

Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/46095

Publisher of the article by :  Muslim.Or.Id

Rewritten by : Rachmat Machmud  end Republished by : Redaction

Kembali Keatas

Artikel :Blog Al Islam


 

Daftar Artikel

Silahkan Masukkan Alamat Email pada kolom dibawah untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.

If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.

Delivered by FeedBurner

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Amar Ma’ruf Nahi Munkar Dalam Keluarga


Category  : Keluarga

Mungkin semua kita sudah memahami bahwa setiap kita adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggung-jawabannya. Termasuk juga seorang suami dalam keluarga, adalah pemimpin dalam keluarga yang akan dimintai pertanggung-jawabannya terhadap keluarganya. Allah Ta’ala berfirman:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)” (QS. An Nisaa: 34)

Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam juga bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا

Setiap kalian adalah orang yang bertanggung jawab. Setiap kalian akan dimintai pertanggung-jawabannya. Seorang imam adalah orang yang bertanggung jawab dan akan dimintai pertanggung-jawabannya. Seorang lelaki bertanggung jawab terhadap keluarganya dan akan dimintai pertanggung-jawabannya. Seorang wanita bertanggung jawab terhadap urusan di rumah suaminya dan akan dimintai pertanggung-jawabannya” (HR. Bukhari 893, Muslim 1829).

Namun banyak yang belum memahami bentuk kepemimpinan seorang suami dalam keluarga. Sehingga ketika terjadi kesalahan yang penyimpangan yang terjadi di dalam keluarga, sebagian suami mentoleransi hal tersebut dan tidak merasa itu bagian dari tugasnya sebagai pemimpin. Misalnya ketika seorang istri atau anak perempuannya tidak berjilbab, suami berkata: “saya sebenarnya ingin mereka berjilbab, tetapi saya tidak memerintahkan mereka, biarlah kesadaran berjilbab datang dari diri mereka sendiri“. Atau ada juga suami yang merasa tugas kepemimpinannya hanyalah sekedar “memberi tahu”, semisal ketika anaknya berpacaran (dan pacaran adalah maksiat), ia berkata: “sebenarnya saya sudah sampaikan kepadanya bahwa pacaran itu tidak baik, namun ia sudah dewasa, biarlah ia memilih apa yang menurutnya baik“. Secara common sense saja sebetulnya kita mengakui bahwa yang demikian itu bukanlah pemimpin, atau kalau mau dikatakan pemimpin pun maka pemimpin yang lemah.

Wajibnya Amar Ma’ruf Nahi Munkar Dalam Keluarga

Ketahuilah amar ma’ruf nahi mungkar sejatinya wajib bagi semua individu muslim, entah ia sebagai anak, istri ataupun belum berkeluarga. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

الدين النصيحة قلنا : لمن ؟ قال : لله ولكتابه ولرسوله ولأئمة المسلمين وعامتهم

Agama adalah nasehat”. Para sahabat bertanya: “Untuk siapa?”. Beliau menjawab: “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para imam kaum muslimin dan umat muslim seluruhnya” (HR. Muslim, 55)

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan kita beramar-ma’ruf nahi-mungkar kepada semua Muslim, dengan tangan jika mampu, apabila tidak mampu maka menasehati dengan lisan atau minimal dengan hati:

من رأى منكم منكرا فليغيره بيده . فإن لم يستطع فبلسانه . فإن لم يستطع فبقلبه .وذلك أضعف الإيمان

Barang siapa yang melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka ubahlah dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka ubahlah dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemahnya iman” (HR. Muslim, 49)

Dan amar ma’ruf nahi mungkar dalam ruang lingkup keluarga itu lebih ditekankan lagi wajibnya, Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

Wahai orang-orang yang beriiman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan bebatuan” (QS. At Tahrim: 6)

Dan bagi seorang suami di dalam keluarga yang ia pimpin, kewajiban ini menjadi lebih wajib lagi. Mengapa demikian? Karena sudah atau belumnya ia mengerjakan amar ma’ruf nahi mungkar dalam keluarganya akan dimintai pertanggung-jawaban di akhirat.

كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Setiap kalian adalah orang yang bertanggung jawab. Setiap kalian akan dimintai pertanggung-jawabannya. Seorang imam adalah orang yang bertanggung jawab dan akan dimintai pertanggung-jawabannya. Seorang lelaki bertanggung jawab terhadap keluarganya dan akan dimintai pertanggung-jawabannya” (HR. Bukhari 893, Muslim 1829).

Dan seorang suami asalnya adalah orang yang paling mampu untuk mengubah kemunkaran dalam keluarganya dengan tangannya atau lisannya. Maka wajib bagi seorang suami untuk memerintahkan keluarga untuk mengerjakan perkara-perkara yang wajib bagi mereka dan melarang mereka dari hal-hal yang dilarang agama. Jadi perlu digaris bawahi, hukumnya wajib, bukan sunnah bukan pula mubah. Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam An Nawawi membuat judul bab:

باب وجوب أمره أهله وأولاده المميزين وسائر من في رعيته بطاعة الله تعالى ونهيهم عن المخالفة وتأديبهم ومنعهم من ارتكاب مَنْهِيٍّ عَنْهُ

“Bab wajib (bagi seorang suami) untuk memerintahkan istrinya dan anak-anaknya yang sudah mumayyiz serta semua orang yang ada dalam tanggung jawabnya untuk mengerjakan ketaatan kepada Allah Ta’ala dan melarang mereka dari semua penyimpangan serta wajib mengatur mereka serta mencegah mereka terhadap hal-hal yang dilarang agama”.

Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan:

فواجب على كل مسلم أن يعلم أهله ما بهم الحاجة إليه من أمر دينهم ويأمرهم به، وواجب عليه أن ينهاهم عن كل ما لا يحل لهم ويوقفهم عليه ويمنعهم منه ويعلمهم ذلك كله

wajib bagi setiap muslim untuk mengajarkan keluarganya perkara-perkara agama yang mereka butuhkan dan wajib memerintahkan mereka untuk melaksanakannya. Wajib juga untuk melarang mereka dari segala sesuatu yang tidak halal bagi mereka dan menjauhkan serta mencegah mereka dari semua itu. Dan wajib mengajarkan mereka semua hal ini (perintah dan larangan)” (Al Istidzkar, 510)

Jadi tidak benar seorang disebut “ulama” dan juga “cendikiawan Muslim” di negeri kita ini, yang anaknya tidak memakai jilbab, yang berkata: “saya tidak pernah memerintahkannya berjilbab, kalau ia mau berjilbab biarlah itu dari kesadarannya sendiri“. Perkataan yang dianggap bijak oleh orang-orang awam namun merupakan kesalahan yang fatal. Seolah-olah keshalihahan atau kebobrokan keluarganya itu bukanlah tanggung jawabnya. Inilah yang disebut dayyuts, yaitu suami yang tidak mengingkari kemaksiatan dan penyimpangan yang dilakukan keluarganya. Cukuplah dalam hal ini ancaman keras dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

ثلاثةٌ لا يَدخلُونَ الجنةَ: العاقُّ لِوالِدَيْهِ ، و الدَّيُّوثُ ، ورَجِلَةُ النِّساءِ

Tidak masuk surga orang yang durhaka terhadap orang tuanya, dayyuts (suami yang membiarkan keluarganya bermaksiat), dan wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Al Baihaqi dalam Al Kubra 10/226, Ibnu Khuzaimah dalam At Tauhid 861/2, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’, 3063).

Berlaku Hikmah Kepada Keluarga

Setelah mengetahui kewajiban suami untuk beramar ma’ruf nahi mungkar kepada keluarganya, perlu diketahui bahwa hal tersebut semestinya dilakukan dengan hikmah, bukan cara yang serampangan atau kasar. Beramar ma’ruf nahi mungkar diniatkan untuk memperbaiki dan menunjukkan kebaikan, bukan untuk menimbulkan kemungkaran lain atau bahkan yang lebih besar. Demikianlah sifat amar ma’ruf nahi mungkar yang benar kepada seluruh manusia secara umum. Terlebih kepada keluarga, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى

Sebaik-baik kalian adalah (suami) yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku” (HR. At Tirmidzi 3895, ia berkata: “hasan gharib shahih”)

Al Munawi menjelaskan:(aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku) yaitu dalam urusan agama maupun urusan dunia” (Faidhul Qadhir, 3/496).

Ibnu ‘Allan mengatakan:maksud dari (aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku) adalah bahwa beliau adalah yang paling baik sikapnya terhadap keluarga beliau dan paling sabar menghadapi mereka dengan segala perbedaan keadaan mereka” (Dalilul Falihin, 3/105).

Maka seorang suami yang bijak adalah yang senantiasa beramar ma’ruf nahi mungkar terhadap keluarganya dengan cara-cara yang baik, penuh kelembutan, kesabaran dan akhlak selain itu juga efektif, kreatif, solutif dan tepat sasaran sehingga tidak menimbulkan friksi-friksi yang justru berujung pada kerusakan yang lebih besar dari kemungkaran yang diingkari.

Hidayah Hanya Milik Allah

Sebagai penutup bahasan ini, penting untuk diketahui bahwa hidayah itu di tangan Allah. Yang menjadi tanggung jawab kita adalah proses, bukan hasil. Adapun hasil, itu di tangan Allah. Kita diperintahkan untuk beramar ma’ruf nahi mungkar dengan cara yang benar, adapun hasilnya apakah keluarga kita menjadi orang bertaqwa ataukah tidak, kelak menjadi penghuni neraka ataukah surga, itu di tangan Allah.

لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ

Bukanlah kewajibanmu apakah mereka mendapat petunjuk (atau tidak), akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendaki-Nya” (QS. Al Baqarah: 272)

Sebagaimana kita sendiri tidak bisa menjamin diri kita berada senantiasa di atas hidayah Allah, kita juga tidak bisa menjamin dan memastikan seseorang untuk mendapat hidayah Allah. Bahkan para Nabi pun tidak bisa memastikan hal tersebut pada keluarga mereka. Ingat kisah Nabi Nuh yang anak-istrinya enggan mengikuti ajakannya untuk bertauhid, juga kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang ayahnya tidak mendapat hidayah untuk bertauhid, dan banyak lagi. Yang dituntut darii kita adalah berproses, adapun hasil ada di tangan Allah.

Wabillahi at taufiq was sadaad.

Publisher of the article by :  Muslim.Or.Id

Rewritten by : Rachmat Machmud  end Republished by : Redaction

Kembali Keatas

Artikel :Blog Al Islam




Daftar Artikel

Silahkan Masukkan Alamat Email pada kolom dibawah untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

KISAH NABI ADAM ALAIHI SALAM

 BUAH TEEN Kisah Nabi Adam: Dari Awal Penciptaan Hingga Turun ke Bumi Kisah Nabi Adam menceritakan terciptanya manusia pertama y...

Translate

 
Support : Blog author | Rachmat.M,MA | Duta Asri Palem 3
Copyright © 2013. BLOG AL ISLAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger