Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

BLOG AL ISLAM

Diberdayakan oleh Blogger.

Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha

Arsip Blog

Twitter

twitter
Latest Post

Dalam rangka untuk menambah FeedFlare ke blog Anda

Written By sumatrars on Rabu, 05 Maret 2014 | Maret 05, 2014

Dalam rangka untuk menambah FeedFlare ke blog Anda, Anda harus memasukkan sepotong kecil kode ke template Anda. Untungnya, ini benar-benar mudah (really!) - cukup ikuti langkah-langkah pendek.
  1. Masuk ke Blogger .
  2. Untuk blog yang Anda tambahkan FeedFlare, klik "Manage Template" atau "Manage Layout" (Anda akan melihat satu atau yang lain).
    Safari Screen001
    Jika Anda mengklik "Layout," ikuti petunjuk untuk mengedit Blogger Layouts . Jika Anda mengklik "Template", ikuti petunjuk untuk mengedit Blogger Template . (Ya, kami menyadari bahwa sedikit membingungkan!)

Editing Blogger "Layouts"

  1. Copy kode ini:
  2. Di Blogger, klik "Edit HTML". Anda harus melihat HTML untuk template blog Anda.
    Safari Screen002
  3. Klik "Expand Template Widget" kotak di atas dan di sebelah kanan kode template.
    Safari Screen003
  4. Dalam kode template Anda, gulir ke <div class='post-footer'> . (Tidak melihat kode ini? Anda mungkin menggunakan template Blogger disesuaikan atau non-standar. Jangan panik! Paste kode dekat pos metadata (penulis, tanggal, komentar, dll)).
  5. Paste kode dari langkah 1 tepat di bawah <div class='post-footer'> .
    Safari Screen004
  6. Klik [Save Template].
    Klik "Lihat Blog" untuk melihat apa yang telah Anda lakukan, dan nikmatilah!

Mengedit Blogger "Template"

  1. Copy kode ini:
  2. Klik "Template" tab. Anda harus melihat HTML untuk template blog Anda.
    tab Template
  3. Dalam template Anda, gulir ke bawah ke <p class="post-footer"> . (Tidak melihat kode ini? Anda mungkin menggunakan template Blogger disesuaikan atau non-standar. Jangan panik! Konsultasikan kami petunjuk lanjutan .)
  4. Paste kode dari langkah 2 di atas <p class="post-footer"> .
    paste FeedFlare kode ke template blog
  5. Klik "Simpan Perubahan Template" dan membangun kembali blog Anda.
  6. Klik "Lihat Blog" untuk melihat apa yang telah Anda lakukan, dan nikmatilah!

Menyesuaikan FeedFlare s Penampilan di Blog Anda

FeedFlare Anda bisa ditata hampir tak terbatas menggunakan CSS. Mari kita melihat dari dekat bagaimana keluaran FeedFlare adalah terstruktur:
<p class="feedburnerFlareBlock"> <a href="flare1url" class="first"> Flare 1 </ a> <span> • </ span> <a href="flare2url"> Flare 2 </ a> <span> • </ span> <a href="flare3url"> Flare 3 </ a> </ p>
Ada beberapa yang menarik (dan penting) hal yang menunjukkan tentang hal ini:
  • FeedFlare dibungkus dalam <p> tag, sehingga akan mewarisi style paragraf standar yang digunakan di blog Anda. Namun, karena mengandung kelasfeedburnerFlareBlock , Anda dapat gaya namun Anda inginkan.
  • Secara default, FeedFlare menggunakan peluru (•) sebagai pemisah. Tapi masing-masing dibungkus dalam <span> tag, sehingga Anda dapat menyembunyikan mereka, restyle mereka, atau membuat mereka menari di waktu luang Anda.
  • Untuk membantu styling Anda, kami telah menerapkan kelas pertama untuk link pertama.
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Tawakal, Kunci Keberhasilan Yang Sering Dilalaikan

Tawakal, Kunci Keberhasilan Yang Sering Dilalaikan

بسم الله الرحمن الرحيم

Banyak orang yang salah memahami dan menempatkan arti tawakal yang sesungguhnya. Sehingga tatkala kita mengingatkan mereka tentang pentingnya tawakal yang benar dalam kehidupan manusia, tidak jarang ada yang menanggapinya dengan ucapan: “Iya, tapi kan bukan cuma tawakal yng harus diperbaiki, usaha yang maksimal juga harus terus dilakukan!”.

Ucapan di atas sepintas tidak salah, akan tetapi kalau kita amati dengan seksama, kita akan dapati bahwa ucapan tersebut menunjukkan kesalahpahaman banyak orang tentang makna dan kedudukan yang sesungguhnya. Karena ucapan di atas terkesan memisahakan antara tawakal dan usaha. Padahal, menurut penjelasan para ulama, tawakal adalah bagian dari usaha, bahkan usaha yang paling utama untuk meraih keberhasilan.

Salah seorang ulama salaf berkata: “Cukuplah bagimu untuk melakukan tawassul (sebab yang disyariatkan untuk mendekatkan diri) kepada Allah adalah dengan Dia mengetahui (adanya) tawakal yang benar kepada-Nya dalam hatimu, berapa banyak hamba-Nya yang memasrahkan urusannya kepada-Nya, maka Diapun mencukupi (semua) keperluan hamba tersebut”1.

{وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ، وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ}

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan ke luar (bagi semua urusannya). Dan memberinya rezki dari arah yang tidada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (segala keperluan)nya” (QS ath-Thalaaq:2-3).

Artinya, barangsiapa yang percaya kepada Allah dalam menyerahkan (semua) urusan kepada-Nya maka Dia akan mencukupi (segala) keperluannya2.

Maka tawakal yang benar, merupakan sebab utama berhasilnya usaha seorang hamba, baik dalam urusan dunia maupun agama, bahkan sebab kemudahan dari Allah Ta’ala bagi hamba tersebut untuk meraih segala kebaikan dan perlindungan dari segala keburukan.

Coba renungkan kemuliaan besar ini yang terungkap dalam makna sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: “Barangsiapa yang ketika keluar rumah membaca (zikir): Bismillahi tawakkaltu ‘alallahi, walaa haula wala quwwata illa billah (Dengan nama Allah, aku berserah diri kepada-Nya, dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan-Nya), maka malaikat akan berkata kepadanya: “(sungguh) kamu telah diberi petunjuk (oleh Allah Ta’ala), dicukupkan (dalam segala keperluanmu) dan dijaga (dari semua keburukan)”, sehingga setanpun tidak bisa mendekatinya, dan setan yang lain berkata kepada temannya: Bagaimana (mungkin) kamu bisa (mencelakakan) seorang yang telah diberi petunjuk, dicukupkan dan dijaga (oleh Allah Ta’ala)?”3.

Artinya, diberi petunjuk kepada jalan yang benar dan lurus, diberi kecukupan dalam semua urusan dunia dan akhirat, serta dijaga dan dilindungi dari segala keburukan dan kejelekan, dari setan atau yang lainnya4.

Imam Ibnul Qayyim berkata: “Tawakkal kepada Allah adalah termasuk sebab yang paling kuat untuk melindungi diri seorang hamba dari gangguan, kezhaliman dan permusuhan orang lain yang tidak mampu dihadapinya sendiri. Allah akan memberikan kecukupan kepada orang yang bertawakkal kepada-Nya. Barangsiapa yang telah diberi kecukupan dan dijaga oleh Allah Ta’ala maka tidak ada harapan bagi musuh-musuhnya untuk bisa mencelakakannya. Bahkan dia tidak akan ditimpa kesusahan kecuali sesuatu yang mesti (dirasakan oleh semua makhluk), seperti panas, dingin, lapar dan dahaga. Adapun gangguan yang diinginkan musuhnya maka selamanya tidak akan menimpanya. Maka (jelas sekali) perbedaan antara gangguan yang secara kasat mata menyakitinya, meskipun pada hakikatnya merupakan kebaikan baginya (untuk menghapuskan dosa-dosanya) dan untuk menundukkan nafsunya, dan gangguan (dari musuh-musuhnya) yang dihilangkan darinya”5.

Tidak terkecuali dalam hal ini, usaha untuk mencari rezki yang halal dan berkah. Seorang hamba yang beriman kepada Allah Ta’ala, dalam usahanya mencari rezki, tentu dia tidak hanya mentargetkan jumlah keuntungan yang besar dan berlipat ganda, tapi lebih dari itu, keberkahan dari rezki tersebut untuk memudahkannya memanfaatkan rezki tersebut di jalan yang benar. Dan semua ini hanya bisa dicapai dengan taufik dan kemudahan dari AllahTa’ala. Maka tentu ini semua tidak mungkin terwujud tanpa adanya tawakal yang benar dalam hati seorang hamba.

Berdasarkan ini semua, maka merealisasikan tawakal yang hakiki sama sekali tidak bertentangan dengan usaha mencari rezki yang halal, bahkan ketidakmauan melakukan usaha yang halal merupakan pelanggaran terhadap syariat Allah Ta’ala, yang ini justru menyebabkan rusaknya tawakal seseorang kepada Allah.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

“Seandainya kalian bertawakal pada Allah dengan tawakal yang sebenarnya, maka sungguh Dia akan melimpahkan rezki kepada kalian, sebagaimana Dia melimpahkan rezki kepada burung yang pergi (mencari makan) di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang”6.

Imam al-Munawi ketika menjelaskan makna hadits ini, beliau berkata: “Artinya: burung itu pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali waktu petang dalam keadaan perutnya telah penuh (kenyang). Namun, melakukan usaha (sebab) bukanlah ini yang mendatangkan rezki (dengan sendirinya), karena yang melimpahkan rezki adalah Allah Ta’ala (semata).

Dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengisyaratkan bahwa tawakal (yang sebenarnya) bukanlah berarti bermalas-malasan dan enggan melakukan usaha (untuk mendapatkan rezki), bahkan (tawakal yang benar) harus dengan melakukan (berbagai) macam sebab (yang dihalalkan untuk mendapatkan rezki).

Oleh karena itu, Imam Ahmad (ketika mengomentari hadits ini) berkata: “Hadits ini tidak menunjukkan larangan melakukan usaha (sebab), bahkan (sebaliknya) menunjukkan (kewajiban) mencari rezki (yang halal), karena makna hadits ini adalah: kalau manusia bertawakal kepada Allah ketika mereka pergi (untuk mencari rezki), ketika kembali, dan ketika mereka mengerjakan semua aktifitas mereka, dengan mereka meyakini bahwa semua kebaikan ada di tangan-Nya, maka pasti mereka akan kembali dalam keadaan selamat dan mendapatkan limpahan rezki (dari-Nya), sebagaimana keadaan burung”7.

Makna inilah yang diisyaratkan dalam ucapan Sahl bin Abdullah at-Tustari8: “Barangsiapa yang mencela tawakal maka berarti dia telah mencela (konsekwensi) iman, dan barangsiapa yang mencela usaha untuk mencari rezki maka berarti dia telah mencela sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam”9.

Maka berusahalah dengan sungguh-sungguh dalam mencari rezki yang halal dan kebaikan-kebaikan lainnya, tapi jangan lupa untuk menyandarkan hati kita kepada Allah yang maha kuasa atas segala sesuatu, bukan kepada usaha yang kita lakukan.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa memudahkan rezki yang halal dan berkah bagi kita semua, serta menolong kita untuk selalu istiqamah di atas petunjuk-Nya sampai di akhir hayat kita, Amin.

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

1 Dinukil oleh imam Ibnu Rajab dalam kitab “Jaami’ul ‘uluumi wal hikam” (2/497).

2 Kitab “Fathul Qadiir” (7/241).

3 HR Abu Dawud (no. 5095) dan at-Tirmidzi (no. 3426), dishahihkan oleh at-Tirmidzi dan al-Albani.

4 Lihat kitab “Fiqhul asma-il husna” (hal. 235).

5 Kitab “Bada-i’ul fawa-id” (2/464-465).

6 HR Ahmad (1/30), at-Tirmidzi (no. 2344), Ibnu Majah (no. 4164), Ibnu Hibban (no. 730) dan al-Hakim (no. 7894), dinyatakan shahih oleh, at-Tirmidzi, Ibnu Hibban, al-Hakim dan al-Albani.

7 Dinukil oleh al-Mubarakfuri dalam kitab “Tuhfatul ahwadzi” (7/7-8).

8 Beliau adalah ahli zuhud yang terkenal (wafat 283 H), biografi beliau dalam kitab “Siyaru a’laamin nubalaa’” (13/330).

9 Dinukil oleh Abu Nu’aim al-Ashbahani dalam kitab “Hilyatul auliyaa’” (10/195).

Penulis: Ustadz Abdullah Taslim Al Buthoni, MA.
Artikel Muslim.Or.Id

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Bersyukur Ketika Senang, Bersabar Ketika Mendapat Bencana

Dari Shuhaib bin Sinan radhiallahu’anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

عجبًا لأمرِ المؤمنِ . إن أمرَه كلَّه خيرٌ . وليس ذاك لأحدٍ إلا للمؤمنِ . إن أصابته سراءُ شكرَ . فكان خيرًا له . وإن أصابته ضراءُ صبر . فكان خيرًا له

Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya”[1].

Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan bersyukur di saat senang dan bersabar di saat susah, bahkan kedua sifat inilah yang merupakan penyempurna keimanan seorang hamba. Abdullah bin Mas’ud berkata: “Iman itu terbagi menjadi dua bagian; sebagiannya (adalah) sabar dan sebagian (lainnya adalah) syukur”[2].

Dalam Al-Qur’an, Allah memuji secara khusus hamba-hamba-Nya yang memiliki dua sifat ini sebagai orang-orang yang bisa mengambil pelajaran ketika menyaksikan tanda-tanda kemahakuasaan Allah. Allah berfirman:
إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kemehakuasaan Allah) bagi setiap orang yang sangat sabar dan banyak bersyukur” (QS Luqmaan: 31).

Beberapa faidah penting yang dapat kita petik dari hadits ini:

Imam Ibnul Qayyim berkata: “(Hadits di atas menunjukkan bahwa) tingkatan-tingkatan iman seluruhnya  (berkisar) antara sabar dan syukur”[3]. 

Kehidupan seorang mukmin seluruhnya bernilai kebaikan dan pahala di sisi Allah, baik dalam kondisi yang terlihat membuatnya senang ataupun susah.


Seorang hamba yang sempurna imannya akan selalu bersyukur kepada Allah ketika senang dan bersabar ketika susah, maka dalam semua keadaan dia senantiasa ridha kepada Allah dalam segala ketentuan takdir-Nya, sehingga kesusahan dan musibah yang menimpanya berubah menjadi nikmat dan anugerah baginya.

Orang yang tidak beriman akan selalu berkeluh kesah dan murka ketika ditimpa musibah, sehinnga semua dosa dan keburukan akan menimpanya, dosa di dunia karena ketidaksabaran dan ketidakridhaannya terhadap ketentuan takdir Allah, serta di akhirat mendapat siksa neraka.

Keutamaan dan kebaikan dalam semua keadaan hanya akan diraih oleh orang-orang yang sempurna imannya[4].

Rukun sabar ada tiga yaitu: menahan diri dari sikap murka terhadap segala ketentuan Allah I, menahan lisan dari keluh kesah, dan menahan anggota badan dari perbuatan yang dilarang (Allah), seperti menampar wajah (ketika terjadi musibah), merobek pakaian, memotong rambut dan sebagainya[5].

Rukun syukur juga ada tiga:

mengakui dalam hati bahwa semua nikmat itu dari Allah Ta’ala,
menyebut-nyebut semua nikmat tersebut secara lahir (dengan memuji Allah dan memperlihatkan bekas-bekas nikmat tersebut dalm rangkan mensyukurinya),
menggunakan nikmat tersebut di jalan yang diridhai Allah[6].


وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
-----------------------------------------------------------------------
Catatan Kaki
[1] HSR Muslim (no. 2999).
[2] Dinukil oleh imam Ibnul Qayyim dalam kitab “’Uddatush shaabiriin” (hal. 88).
[3] Kitab “Thariiqul hijratain” (hal. 399).
[4] Keempat faidah di atas kami nukil dari kitab “Bahjatun naazhiriin” (1/82-83).
[5] Lihat keterangan imam Ibnul Qayyim dalam kitab “al-Waabilish shayyib” (hal. 11).
[6] Ibid.

 
Sumber : Artikel Muslim.Or.Id













?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Daging Dhab Halal, Sedangkan Biawak Haram

Dikeluarkan oleh Imam Al Bukhari dalam Kitab Khabarul Ahad, BabKhobarul Mar’ah Waahidah,

قَالَ (ابن عمر رضي الله عنه): كَانَ نَاسٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صلىالله عليه وسلم، فِيهمْ سَعْدٌ، فَذَهَبُوا يَأْكُلُونَ مِنْ لَحْمٍ،فَنَادَتْهُمُ امْرَأَةٌ مِنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم،إِنَّهُ لَحْمُ ضَبٍّ، فَأَمْسَكُوا فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم:كُلُوا أَوِ اطْعَمُوا، فَإِنَّهُ حَلاَلٌ أَوْ قَالَ: لاَ بَأْسَ بِهِ وَلكِنَّهُلَيْسَ مِنْ طَعَامِي.

Abdullah Bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Orang-orang dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu’alaihi wasallam yang di antara mereka terdapat Sa’ad makan daging. Kemudian salah seorang isteri Nabi Shallallahu’alaihi wasallam memanggil mereka seraya berkata, ‘Itu daging Biawak’. Mereka pun berhenti makan. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Makanlah, karena karena daging itu halal atau beliau bersabda: “tidak mengapa dimakan, akan tetapi daging hewan itu bukanlah makananku“.

Hadits diatas merupakan salah satu hadits yang menerangkan tentang kehalalan hewan dhab sehingga tidak ada keraguan lagi pada diri kita akan kehalalannya. Namun, yang menjadi masalah adalah banyak sebagian dari kita yang menterjemahkan dhab dengan biawak sehingga konsekwensinya mereka menghalalkan pula memakan biawak. (pengalaman pribadi: ketika kami memberikan ta’lim ada beberapa ikhwah dibeberapa majelis yang menanyakan tentang hal tersebut).

Karena kami merasa hal ini belum banyak diketahui oleh kaum muslimin, maka ingin rasanya untuk ikut berpartisipasi dalam menjelaskan perkara ini walau dengan ringkas.

Perbedaan Dhab dan Biawak

Untuk membedakan antara kedua hewan tersebut rasanya saya hanya perlu menjelaskan ciri-ciri atau karakteristik hewan dhab saja dikarenakan insya Allah mayoritas dari kita sudah mengenal siapa itu biawak. Berikut karakteristik hewan dhab menurut para ulama:

  1. Bentuk tubuhnya
    • Bentuk tubuh dhab hampir mirip dengan biawak, bunglon dan tokek.
    • Ukuran tubuhnya lebih kecil dari biawak.
    • Dhab itu berekor kasar (mirip duri duren kalau menurut saya), kesat dan bersisik. Ekornyapun tidak terlalu panjang berbeda dengan biawak.
    • Dhab jantan memiliki dua dzakar dan dhab betina memiliki dua vagina.
  2. Warnanya

    warna tubuhnya mirip dengan warna tanah, berdebu kehitam-hitaman (غُبْرَة مُشْرَبةٌ سَواداً), apabila telah gemuk maka dadanya menjadi berwarna kuning.

  3. Makanannya
    • Rerumputan
    • Jenis-jenis belalang
    • Dhab tidak memangsa dan memakan hewan lain(selain belalang), bahkan Ibnu Mandzur mengatakan bahwa dhab tidak mau memakan kutu.
  4. Tempat Hidupnya

    Dhab hanya tinggal digurun pasir. Mereka tidak bisa tinggal dirawa-rawa seperti halnya biawak.

  5. Sifatnya
    • Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa dhobb tidak memangsa hewan lain kecuali hanya jenis-jenis belalang, maka kami katakan dhab bukanlah hewan buas dan tidak pula membahayakan, berbeda sekali dengan biawak yang sudah kita kenal.
    • Dhab tidak suka dengan air, berbeda sekali dengan biawak yang jago berenang dan menyelam dalam mencari mangsa sehingga terkenal menjadi musuh para petani ikan.
    • Dikatakan pula bahwa dhab tidak meminum air secara langsung. Dhab hanya meminum embun dan air yang terdapat di udara yang dingin. Apabila Orang Arab menggambarkan keengganannya dalam melakukan seseuatu maka mereka berkata: “لا افعل كذا حتى يرد الضب الماء”/ Aku tidak akan melakukannya sampai dhab mendatangi air.
    • Dhab tidak pernah keluar dari lubangnya selama musim dingin.
    • Dikatakan pula bahwasannya umur dhab bisa mencapai 700 tahun.
  6. Hubungannya dengan biawak

    Dhab merupakan salah satu hewan yang kerap menjadi mangsa kedzaliman biawak.

  7. Bangsa Arab memandang dhab

    Orang arab suka memburu dhab dan menyantapnya sebagai makanan namun mereka merasa jijik terhadap biawak dan menggolongkannya ke dalam hewan yang menjijikan.

    Dari beberapa ciri hewan dhab sebagaimana yang kami sebutkan diatas, memang ada kemiripan bentuk tubuh antara dhab dengan biawak, namun pada banyak hal terdapat banyak sekali perbedaan antara kedua hewan tersebut, yang paling menonjol adalah pada makanannya, dimana dhab merupakan hewan yang jinak(tidak buas) memakan makanan yang bersih dan tidak menjijikan berbeda sekali dengan biawak yang merupakan hewan buas dan pemangsa serta memakan makanan yang menjijikkan. Diantara makanan biawak adalah bangkai, ular, musang, kelelawar, kala jengking, kodok, kadal, tikus,  dan hewan kotor lainnya.

    Selain merupakan hewan yang menjijikkan, biawak juga merupakan hewan yang licik dan zhalim. Abdul Lathif Al-Baghdadi menyebutkan bahwa diantara kelicikkan dan kedzaliman biawak adalah bahwa biawak suka merampas lubang ular untuk ditempatinya dan tentunya sebelumnya dia membunuh dan memakan ular tersebut, selain itu biawak juga suka merebut lubang dhab, padahal kuku biawak lebih panjang dan lebih mudah untuk digunakan membuat lubang. Karena kedzalimannya, orang-orang Arab sering mengungkapkan: “Dia itu lebih zhalim daripada biawak”.

    Kesimpulan
    • Dhab merupakan hewan yang halal untuk dimakan.
    • Dhab berbeda dengan biawak. Sebenarnya kalau kita mau membuka kamus kita akan dapati bahwa biawak dalam bahasa arab disebut warol (الوَرَلُ), bukan dhab(الضَّبّ).
    • Biawak haram dimakan dikarenakan:
      • Biawak merupakan hewan yang menjijikkan (khabits)
      • Biawak merupakan hewan buas
      • Para ulama mutaqaddimin telah mengharamkan biawak. Para ulama mutaakhirin dari kalangan Syafi’iyah dan Hanabilah telah menegaskan tentang kejelasan haramnya biawak.

    WallohuA’lam.

    Rujukan:

    • Lisaanul ‘Arab Li Muhammad Ibni Mandzur Al-Anshari. Daar Shaadir, Beirut (Juz I dan Juz XI).
    • Hayaatul Hayawaan Al-Kubra Li Muhammad Ibni Musa Ad-Damiri. Daarul KutubAl-Ilmiyah, Beirut (Juz II)
    • Haasyiyatus Syarqaawii ‘Ala Tuhfatit Thulaab Li Abdillah Ibni Hijaazi Asy-Syafi’i (Pdfhttp://www.book.feqhweb.com/?book)
    • http://islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=11555

     

Penulis: Abu Unais Abdul Mughni, BA.
Artikel Muslim.Or.Id

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Membuat Hati Lebih Tenang - Buah Manis Beriman Kepada Takdir (bag. 02)

Written By sumatrars on Selasa, 25 Februari 2014 | Februari 25, 2014

Kategori : Aqidah

بسم اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ, الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ, أَمَّا بَعْدُ:

Saudaraku seiman…

Ketenangan hati…

Inilah yang dicari-cari setiap insan yang hidup di dunia, berbagai macam cara yang dilakukan oleh seseorang untuk mencari yang namanya KETENANGAN HATI DAN JIWA;

Terkadang ia mengeluarkan harta yang begitu banyak hanya untuk menggapai ketenangan

Terkadang ia pergi ke sebuah tempat terpencil hanya untuk merasakan ketenangan

Terkadang ia meneguk minuman yang memabukkan atau obat yang menghilangkan akalnya hanya untuk sebuah ketenangan menurutnya

Terkadang juga ia berani melepas pekerjaannya yang haram, di saat sangat sulit mencari pekerjaan sebagai penghasilan hidup, ia lakukan itu hanya untuk menggapai sebuah ketenangan

Terkadang juga ia berani dan harus tega meninggalkan karib kerabat sanak family, anak istri yang sangat ia cintai bahkan orangtua! Hanya untuk mencari ketenangan.

Dan masih banyak lagi cara-cara insan manusia yang ia kerjakan hanya untuk mencari, menggapai ketenangan hati atau jiwa.

Sungguh ketenangan hati dan jiwa laksana berlian yang setiap orang menginginkannya

Sedikit cerita nyata yang pernah saya dapatkan dari seorang teman, beliau bekerja di sebuah perusahaan terkenal bergerak di bidang penyediaan dan perbaikan alat-alat berat, sering sekali beliau diperintahkan untuk memalsukan barang oleh manager perusahaannya, beliau sudah berusaha menolak mengerjakannya dan memperingatkan sang manager untuk merubah sikapnya karena ini adalah pemalsuan dan kecurangan, tetapi waktu terus berlanjut dan ia tidak bisa berbuat apa-apa, akibatnya hatinya tidak tenang, di dalam hatinya selalu terbetik apakah harta yang ia dapat halal atau tidak?!?

Beda lagi kasus, seorang teman saya selalu disuruh untuk berdusta kepada pelanggan, kebetulan beliau kerja di bengkel, kadang ia disuruh berdusta oleh atasannya bahwa mobil atau motor yang dimasukkan ke bengkel rusaknya adalah ini satu, ini dua dan itu tiga, ditambah-tambahin, padahal tidak ada yang rusak kecuali cuma remnya saja misalkan, bahkan kadang tidak sekali dua kali ia diperintahkan untuk menyiramkan oli ke bagian bawah mesin mobil sebagai bentuk pura-pura agar dikira mesinnya bermasalah, sehingga harus diperbaiki, teman saya ini pun tidak tenang hatinya dengan pekerjaan culas yang ia kerjakan, tetapi di sisi lain, ia tidak mempunyai perkerjaan yang dengannya ia mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya. “Lalu bagaimana dong?”, katanya kepada saya.

Dan masih banyak lagi hal-hal yang menyebabkan tidak tenangnya hati.

Saudaraku seiman…

Sungguh ketenangan hati adalah laksana berlian yang selalu di cari-cari dan diharap-harap oleh seorang manusia yang hidup di dunia.

Dan Demi Allah, salah satu yang mendatangkan ketenangan hati, terlepas dari beban, nyaman menghadapi masalah adalah dengan mengimani takdir Allah dengan benar.

Seorang mengimani takdir hatinya akan selalu tenang, jiwanya akan selalu tentram, bagaimana tidak !?! karena ia akan selalu mengingat sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

وَتَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَأَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ

Artinya: “Dan kamu mengetauhi, bahwa sesungguhnya yang menimpamu (yang sudah ditakdirkan untukmu-pent) tidak akan pernah meleset dan bahwa yang tidak menimpamu (yang belum ditakdirkan untukmu-pent) tidak akan pernah menimpamu.” HR. Abu Daud.

Maka tidak heran setelah ini kita mendengar perkataan dari para ulama salaf yang mengaitkan ketenagan hati dengan beriman kepada tkadir Allah Ta’ala;

Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata:

أصبحت ومالي سرورٌ إلا في مواضع القضاء والقدر .

“Akhirnya aku tidak memiliki kebahagiaan kecuali dalam tempat-tempat (yang memikirkan) qadha dan qadar.” Lihat kitab Jami’ Al ‘ulum wa Al Hikam, 21/33.

Ketenangan hatilah yang akhirnya Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan:

إن في الدنيا جنة من لم يدخلها لا يدخل جنة الآخرة.

“Sesungguhnya di dalam dunia terdapat surga barangsiapa yang tidak memasukinya, niscaya ia tidak akan masuk surga akhirat.” Lihat kitab Al Wabil Ash Shayyib, 1/67.

Bahkan ketika beliau dipenjara, dalam keadaan yang serba terbatas, beliau masih bisa berkata:

ما يصنع أعدائي بي؟ أنا جنتي وبستاني في صدري، إن رحت فهي معي لا تفارقني، إن حبسي خلوة، وقتلي شهادة، وإخراجي من بلدي سياحة.

“Apa yang telah diperbuat musuh-musuhku kepada?”, surgaku dan kebunku di dalam hatiku, jika aku pergi maka ia bersamaku, tidak berpisah denganku, sesungguhnya penjaraku adalah khalwat (menyendiri utnuk beribadah kepada Allah), membunuhku adalah berarti mati syahid (di jalan Allah) dan dikeluarkannya aku dari negeriku adalah jalan-jalanku.”

Ketenangan ini pulalah yang menenangkan Abu Qilabah Abdullah bin Zaid Al Jarmi, seorang tabi’ie yang buntung kedua kaki dan tangan, penglihatan rabun, pendengaran lemah, sehingga ia masih bisa berucap:

اللهم أوزعنى أن أحمدك حمدا أكافىء به شكر نعمتك التي أنعمت بها على وفضلتنى على كثير ممن خلقت تفضيلا

“Wahai Allah, berikanlah aku petunjuk untuk memujimu dengan pujian yang mencukupi untuk bersyukur atas nikmat-Mu yang telah engkau berikan kepadaku, dan Engkau telah memuliakanku dengan kemuliaan yang tinggi dari makhluk yang engkau ciptakan.”

Bahkan ketika diberitahu bahwa anak lelaki satu-satunya yang biasa mengurusnya, memakaninya jika ia lapar, meminuminya jika ia haus, mewudhukannya jika ia hendak shalat, terbunuh di terkam binatang buas, Abu Qilabah Abdullah bin Zaid Al JArmi masih sanggup mengatakan:

الحمد لله الذي لم يخلق من ذريتي خلقا يعصيه فيعذبه بالنار

Segala puji hanya milik Allah yang tidak menciptakan dari keturunanku seorang makhluk yang akan bermaksiat kepada-Nya, lalu ia nanti akan menyiksanya dengan neraka.” Lihat kitab Ats Tsiqat, 5/3.

INILAH BUAH MANIS BERIMAN KEPADA TAKDIR ALLAH TA’ALA, MEMBUAT HATI LEBIH TENANG, JIWA LEBIH TENTRAM. SEMOGA SAYA DAN ANDA DAPAT MERASAKANNYA.

Sumber Artikel : Dakwahsunnah.com

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Pembatal Puasa Kontemporer (10), Injeksi Lewat Saluran Kencing

Dalam pengobatan ada yang dilakukan dengan cara menginjeksi cairan, minyak atau pun obat lewat saluran kencing. Kaitannya dengan puasa, bisa jadi ada yang tetap mau melakukan injeksi atau suntik semacam ini ketika menjalani shiyam. Apakah injeksi semacam itu termasuk membatalkan puasa?

Perselisihan Para Ulama

Mengenai hukum menginjeksi cairan atau minyak lewat saluran kencing saat puasa, diperselisihkan oleh para ulama apakah menjadi batal ataukah tidak puasanya. Intinya, ada dua pendapat dalam masalah ini.

Pendapat pertama menyatakan tidaklah batal. Inilah yang menjadi pendapat dalam madzhab Abu Hanifah, Malikiyah dan Hanabilah. Alasannya adalah tidak ada saluran yang menghubungkan saluran kencing dengan bagian dalam tubuh.

Pendapat kedua menyatakan batalnya puasa. Inilah yang menjadi pendapat ulama Syafi’iyah dan Abu Yusuf (murid Abu Hanifah). Seperti misalnya disebutkan dalam kitab Matan Al Ghoyah wat Taqrib bahwa yang membatalkan puasa adalah segala sesuatu yang diinjeksikan melalui dubur dan saluran kencing. Alasan pendapat ini karena menganggap adanya saluran yang menghubungkan antara saluran kencing dan rongga dalam tubuh.

Pendapat kedua di atas bisa terbantah karena penelitian terkini menunjukkan tidak adanya saluran yang menghubungkan saluran kencing dan bagian dalam tubuh.

Pendapat Terpilih

Pendapat yang terpilih dalam masalah ini adalah pendapat jumhur ulama (mayoritas) yang menyatakan tidak batalnya. Karena pendapat tersebutlah yang didukung oleh penelitian mutakhir saat ini. Dan juga dengan adanya injeksi seperti itu tidak sampai mengenyangkan orang yang berpuasa.

Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita.

Sumber Artikel Rumaysho.Com.

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Meluruskan Wawancara Habib Ali Hasan Bahar Seputar Isu Wahabi

wawancara Para pembaca yang budiman, kali ini kami akan melakukan wawancara sebagai bentuk usaha dalam meluruskan pemahaman tentang siapa itu “Wahabi”. Artikel ini lahir saat kami usai membaca sebuah artikel dalam bentuk wawancara yang di dalamnya sebagai pembicara yang diwawancarai adalah Habib Ali Hasan Bahar, mantan Ketua Habaib DKI Jakarta, kepada Moh Anshari dari Indonesia Monitor.[1] Dia juga merupakan alumunus Universitas Kerajaan Yordania yang kini aktif di Islamic Centre Kwitang dan UIN Jakarta.

Wawancara dengan Sang Habib berkisar seputar keresahannya terhadap munculnya Dakwah Wahabi (yakni, Ahlus Sunnah). Semua hasil wawancara itu dibangun di atas sangkaan tanpa bukti yang jelas. Padahal Allah -Azza wa Jalla- berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ [الحجرات/12]

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan (meng-ghiba) satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Hujurat : 12)

Di dalam wawancara itu terdapat banyak kerancuan, sebab semua jawaban dalam wawancara sang Habib hanya dibangun di atas buruk sangka, benci dan tanpa bukti yang akurat. Dia hanya membangun sebuah opini buruk tentang Wahabi dengan membangun sebuah kerangka berpikir yang salah. Sang Habib hanya menghubungkan suatu asumsi dengan asumsi lain, lalu mengeluarkan sebuah kesimpulan yang masih mungkin diperdebatkan, karena tak memiliki data autentik dan menyelisihi realita.

Para pembaca yang budiman, kerancuan dan buruk sangka itu harus kita hapus dengan ilmu dan kebenaran. Oleh karena itu, kali ini kami mengajak anda untuk mendengarkan hasil perbincangan dan wawancara dengan seorang Alumni Islamic University of Madinah, Saudi Arabiah, yaitu Al-Ustadz Abul Fadhilah Al-Makassariy yang sekarang menjadi Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ihsan, Gowa, Sulsel.

Sengaja kami melakukan wawancara dengan Al-Ustadz Abul Fadhilah Al-Makassariy, karena beliau adalah orang yang pernah disana selama lima tahun, tentunya lebih paham dengan kondisi disana dibandingkan dengan Sang Habib.

Berikut ini wawancara dengan beliau :

Reporter Al-Ihsan (RI):

Apa sih sebenarnya Dakwah Wahabi?

Abul Fadhilah (AF) :

Dakwah Wahabi adalah dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Sebab, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab -rahimahullah- berjalan di atas manhaj dan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Hal ini dapat dilihat dalam kitab-kitab yang beliau tulis, semisal: Al-Ushul Ats-Tsalatsah, Kitabut Tauhid, Al-Qowa’id Al-Arba’,Al-Ushul As-Sittah, Masa’il Al-Jahiliyyah, Ushul Al-Iman, dan lainnya. Semua kitab-kitab ini dan lainnya diantara karya tulis beliau merupakan bukti autentik tentang aqidah dan manhaj beliau yang lurus dalam beragama.

Kemunculan dakwah beliau di Jazirah Arab dimaksudkan untuk membersihkan akidah dari perilaku-perilaku syirik sebagaimana dahulu para nabi dan rasul berdakwah[2]. Oleh karena itu, amat mengherankan jika ada yang membenci dakwah para nabi yang diemban berikutnya oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.

RI :

Lantas kenapa dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah di Jazirah Arab disebut “Wahabi”? Kepada siapakah nisbah itu?

AF :

Dakwah Ahlus Sunnah dahulu tak dikenal dengan “Dakwah Wahabi”. Sebutan Wahabi hanyalah muncul dari kalangan musuh-musuh beliau, seperti penjajah Inggris, kaum sufi, ahli kalam (Asy’ariyyah dan Maturidiyyah).Sebutan itu menurut mereka dinisbahkan kepada Muhammad bin Abdul Wahhab. Yakni, penisbahannya pada kata kedua, yang merupakan sebuah nama diantara nama-nama Allah -Azza wa Jalla-. Ini asal penisbahannya.

RI : Apakah gelar Wahabi ini mereka pakai dan sukai?

AF:

Setahu kami gelar Wahabi ini tak pernah mereka pakai dan sebarkan. Yang menyematkan dan menyebarkan istilah itu adalah para penjajah Inggris dan musuh-musuh dakwah Ahlus Sunnah yang lainnya di zaman itu, sebagaimana yang telah kami sebutkan tadi.

RI :

Siapakah sebenarnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab? Dilahirkan dimana?

AF:

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah seorang ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang lahir dalam lingkungan ulama. Nama asli beliau adalah Muhammad bin Abdil Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rosyid bin Barid bin Muhammad bin Barid bin Musyrif bin Umar bin Mi’dhod bin Idris bin Ali bin Muhammad bin Alawiy bin Qosim bin Musa bin Mas’ud bin Uqbah Mas’ud bin Haritsah bin Amer bin Robi’ah bin Sa’idah bin Tsa’labah bin Robi’ah bin Mulkan bin Adi bin Abdi Manah bin Tamim[3].

Beliau dilahirkan pada tahun 1115 H di Uyainah salah satu tempat di Negeri Najd dan wafat 1206 H dengan umur 91 tahun. Orang tua beliau adalah seorang ulama di zamannya.

Dari masa kecilnya sudah tampak keistimewaan pada diri beliau. Hal itu tampak dengan kemampuan beliau menghafal Al-Qur’an sebelum usia 10 tahun. Beliau di masa kecil tergolong anak yang cepat memahami pelajaran, tajam pikirannya, kuat hafalannya dan fasih bahasanya.

Awal kali beliau belajar pada ayahnya seorang ulama di zamannya yang bernama Syaikh Abdul Wahhab bin Sulaiman sebelum beliau melakukan rihlah (perjalanan panjang) dalam mencari ilmu agama. Saking cerdasnya sampai ayahnya mengaku biasa mengambil faedah dari Muhammad bin Abdul Wahhab kecil.

Ketika beliau sudah baligh, ayahnya langsung menikahkan beliau. Tak lama kemudian beliau melakukan haji dan kunjungan ke Kota Madinah. Beliau telah belajar kepada orang tuanya dan menyelesaikan fiqih berdasarkan madzhab Imam Ahmad bin Hambal (Penulis Al-Musnad).

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab setelah itu melakukan berbagai perjalanan menuntut ilmu ke Makkah, Madinah, Al-Ihsa’, Bashrah. Diantara guru-guru beliau, Syaikh Abdullah bin Ibrahim An-Najdiy, Syaikh Muhammad Hayah As-Sindiy, Abul Mawahib Al-Ba’liy Ad-Dimasyqiy dan lainnya.[4]

Sepulang menuntut ilmu, maka beliau berdakwah di kalangan kaumnya sampai banyak menentang beliau, termasuk ayah beliau dan saudaranya yang bernama Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab. Bahkan terjadi bantah-membantah, walaupun pada akhirnya saudara beliau rujuk dari sikapnya selama ini menentang dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab -rahimahullah-[5]. Itulah buah kesabaran beliau.

Di masa beliaulah tersebar kesyirikan dan merajalela dimana-mana. Banyak kuburan yang disembah, banyak manusia dan makhluk yang dikultuskan bagaikan tuhan. Semua ini membuat beliau bangkit untuk meluruskannya bersama Raja Muhammad bin Su’ud sampai kesyirikan bersih dari dua tanah haram : Makkah dan Madinah. Bahkan semua wilayah yang dikuasai oleh Raja Muhammad bin Su’ud -rahimahullah-.

RI :

Betulkah Wahabi (baca: Ahlus Sunnah) di Indonesia punya misi ingin menguasai Indonesia baik dari sisi teritorial, maupun ekonomi?

AF :

Dakwah Ahlus Sunnah bukanlah dakwah yang cinta kekuasaan, sehingga tidak tepat jika mereka pun dituduh demikian. Cuma memang dewasa ini dakwah Ahlus Sunnah yang mereka gelari dengan “Wahabi” amat berkembang pesat dengan berbagai macam fasilitas yang memudahkan dakwah dari bantuan Timur Tengah. Hal inilah membuat sebagian orang cemburu dan hasad serta sakit hati dan resah.

Padahal yang disebarkan oleh Ahlus Sunnah adalah dakwah kepada kebaikan. Namun anehnya mereka tetap resah. Sementara kalau dakwah Syi’ah, JIL, LDDI, Ahmadiyah dan lainnya yang tersebar, maka mereka tak resah seperti resahnya mereka saat melihat perkembangan pesat dakwah Ahlus Sunnah yang mereka namai dengan “Wahabi”. Sungguh sikap seperti ini tak adil!!

Jangan sampai karena kebencian kita kepada orang-orang Saudi membuat kita berbuat curang dan tidak adil terhadap mereka, sehingga kita pun mebuat kedustaan atau tuduhan yang melecehkan dan merendahkan mereka. Padahal semua itu tak ada. Semua hanya lahir dari prasangka buruk terhadap mereka.

Allah -Ta’ala- berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآَنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ [المائدة/8]

Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencian kalian terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan”. (QS. Al-Maa’idah : 8 )

RI :

Betulkah dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab keras, radikal, ekstrim dan semacamnya?

AF :

Dakwah beliau bukanlah dakwah yang keras, bahkan beliau orang yang dikenal lembut kepada manusia di zamannya. Sebagian orang mengira beliau keras, karena memerangi sebagian orang-orang yang memerangi beliau. Sudah suatu perkara lumrah jika orang lain memerangi kita, maka pasti kita juga melakukan perlawanan. Misalnya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mendakwahi mereka dengan tauhid dan melarang mereka dari berbuat syirik. Mereka akhirnya marah, melawan, memfitnah dan menolak serta memerangi dakwah beliau. Disinilah terjadi peperangan.

Kalau beliau dikatakan radikal, maka juga kurang tepat. Dari sisi mana dikatakan radikal [6]. Kalau dikatakan ekstrim (berlebihan), maka dakwah beliau tidaklah melebihi batas agama. Beliau mendakwahkan tauhid, masakdibilang radikal atau ekstrim. Justru orang yang menolak tauhid dan memelihara syirik itulah yang ekstrim!!Yakni, ekstrim dalam kesyirikannya!!!

RI :

Betulkah Wahabi menguasai Makkah dan Madinah dengan berbagai cara sampai banyak ulama menjadi korban?

AF :

Pertama, Ahlus Sunnah yang dikenal dengan “Wahabi” bukanlah manusia badui yang jahil. Mereka melakukan dakwah dan peperangan berdasarkan bimbingan wahyu. Kedua, dikatakan bahwa banyak ulama menjadi korban. Nah, ulama siapa dulu? Kalau ulama pembela kesyirikan, maka mereka diperangi setelah tegaknya hujjah [7]. Mereka telah dinasihati dan disampaikan hujjah, namun mereka tetap melawan, bahkan memerangi bendera tauhid yang dikibarkan oleh Syaikh. [8]

RI :

Ada berita tersebar bahwa Ahlus Sunnah yang digelari Wahabi oleh kaum sufi, katanya ingin menghilangkan makam Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. Menurut Ustadz Abul Fadhilah apakah ini benar?!

AF :

Jelas ini berita bohong. Ini salah satu berita bohong yang disandarkan kepada Ahlus Sunnah yang dikenal dengan istilah “Wahabi”. Andaikan makam Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- mau dihilangkan oleh mereka, maka dari dulu sejak mereka berkuasa, maka pasti mereka sudah hilangkan. Tapi realita tidak demikian. Kubur Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- sampai hari ini masih ada dan mereka jaga dari segala macam makar dan perbuatan jahiliah. Makanya, hari ini kalau anda ke Madinah, anda akan melihat beberapa petugas di sekitar makam Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- demi menjaganya dari hal-hal itu.

Berita itu hanya fitnah dan kabar miring yang tak perlu ditoleh. Masak Ahlus Sunnah mau menghilangkan kubur Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-??!

Sungguh berita ini amat menyakitkan orang-orang Saudi, bila mereka mendengarkannya. Bahkan seluruh orang beriman akan sakit hati jika mendengarkan berita bohong ini jika disandarkan kepada Saudi, sementara mereka bersih darinya.

Allah -Azza wa Jalla- berfirman,

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا [الأحزاب/58]

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka (yang menyakiti) telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”. (QS. Al-Ahzaab : 58)

Allah -Ta’ala- berfirman,

إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ (15) وَلَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ قُلْتُمْ مَا يَكُونُ لَنَا أَنْ نَتَكَلَّمَ بِهَذَا سُبْحَانَكَ هَذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ (16) يَعِظُكُمَ اللَّهُ أَنْ تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (17) [النور/15-18]

(Ingatlah) diwaktu kalian menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut, dan kalian katakan dengan mulut kalian apa yang tidak kalian ketahui sedikitpun, dan kalian menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal di sisi Allah adalah (perkara yang sangat) besar.” (QS. An-Nur:15)

RI :

Sejauh mana pandangan anda tentang tuduhan sebagian orang bahwa dakwah Wahabi memakai cara-cara yang disebut dengan istilah ‘Badui-Wahabi’, yakni cara-cara barbar, kekerasan, dan agresif, misalnya penghancuran kuburan dan diratakan dengan tanah.

AF :

Meratakan kuburan bukanlah cara-cara badui atau barbar!! Bahkan itu merupakan sunnah Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-!!! Tidakkah anda pernah membaca sebuah hadits yang menjelaskan hal itu?

RI :

Kayaknya pernah. Cuma tidak hafal.

AF :

Baiklah kami akan bawakan kepada anda sejumlah hadits tentang sunnahnya meratakan tanah kuburan agar kita tahu bahwa itu bukan cara barbar alias badui, bahkan itu adalah sunnahnya kakek sang Habib, yakni Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-.

Dari Tsumamah bin Syufaiy -rahimahullah- berkata,

كُنَّا مَعَ فَضَالَةَ بْنِ عُبَيْدٍ بِأَرْضِ الرُّومِ بِرُودِسَ فَتُوُفِّىَ صَاحِبٌ لَنَا فَأَمَرَ فَضَالَةُ بْنُ عُبَيْدٍ بِقَبْرِهِ فَسُوِّىَ ثُمَّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَأْمُرُ بِتَسْوِيَتِهَا.

Kami dahulu pernah bersama Fadholah bin Ubaid di Negeri Romawi, di Rodhes. Kemudian meninggallah seorang teman kami. Fadholah bin Ubaid (seorang sahabat, pen.) memerintahkan (agar kuburnya diratakan). Akhirnya, kuburnya diratakan. Lalu berkatalah Fadholah, “Aku telah mendengarkan Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- memerintahkan perataan kuburan”. [HR. Muslim dalam Shohih-nya, Kitab Al-Jana'iz, bab: Al-Amr bi taswiyah Al-Qobr (no. 968)]

Abul Hayyaj Al-Asadiy -rahimahullah- berkata,

قَالَ لِى عَلِىُّ بْنُ أَبِى طَالِبٍ أَلاَّ أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِى عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ لاَ تَدَعَ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ

Ali bin Abi Tholib berkata kepadaku, “Tidakkah kamu mau aku utus untuk sesuatu yang dahulu Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- mengutusku untuknya?, yaitu agar jangan kamu biarkan suatu gambar, kecuali engkau hapus dan tidak pula kubur yang menonjol, kecuali engkau meratakannya”. [HR. Muslim dalam Shohih-nya (no. 969)]

Perhatikanlah wahai saudaraku, apakah meratakan kubur adalah perilaku biadab, barbar, badui dan semacamnya?! Jelas bukan perilaku badui dan barbar. Bahkan perilaku manusia terbaik dan perintah dari dua kakek Habib Ali Hasan Bahar, yaitu Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- dan Ali bin Abi Tholib -radhiyallahu anhu-.

RI :

Sekarang saya amat paham. Kalau masalah membangun sesuatu di atas kubur berupa rumah kecil atau cungkup di atas kubur, apakah hal ini juga dilarang dalam agama Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-?

AF :

Hal ini juga terlarang dalam agama!!! Kalau anda pernah mendengar bahwa orang Wahabi melarangnya, maka ketahuilah bahwa mereka telah benar dan mencocoki ajaran Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam melarang hal itu.

RI :

Kenapa mereka melarang? Apa dasarnya dalam Sunnah?

AF :

Mereka melarang membuat bangunan di atas kubur, karena Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- melarangnya.

Dari Jabir -radhiyallahu anhu- berkata,

نهى رسول الله صلى الله عليه و سلم أن يجصص القبر وأن يقعد عليه وأن يبنى عليه

“Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- melarang dari mengapuri kubur, atau duduk di atasnya atau dibuat bangunan di atasnya”. [HR. Muslim dalam Shohih-nya (no. 970)]

Inilah sunnahnya Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-, kakek dari Habib Ali Hasan Bahar. Semoga Sang Habib tidak menyangka bahwa membuat cungkup adalah boleh-boleh saja. Semoga beliau juga tidak menuduh orang yang melarangnya adalah orang yang badui, barbar dan semacamnya!!!

Jadi, meratakan kubur –apalagi jika dikultuskan-, dan melarang dibuat bangunan di atasnya merupakan sunnah (jalan)nya Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-. Sedang orang yang menganggapnya baik –padahal buruk-, maka sungguh telah mengada-adakan pemikiran dan pemahaman bid’ah lagi sesat!!

Kemudian tak lupa kami perlu jelaskan bahwa meratakan dan menghancurkan tempat-tempat keramat, kesyirikan dan kekafiran bukanlah perkara baru yang tak ada contohnya di zaman Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. Itu bukanlah perbuatan radikal, ekstrim, keras, badui, dan lainnya!!!

Bahkan Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah mengirim sebagian sahabat dalam memberantas tempat-tempat yang menjadi situs dan praktek kesyirikan.

Dari Abu Ath-Thufail berkata,

لمَاَّ فَتَحَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَكَّةَ بَعَثَ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيْدِ إِلَى نَخْلَةَ وَكَانَتْ بِهَا الْعُزَّى, فَأَتَاهَا خَالِدٌ وَكَانَتْ عَلَى ثَلاَثِ سَمُرَاتٍ, فَقَطَعَ السَّمُرَاتِ وَهَدَمَ الْبَيْتَ الَّذِيْ كَانَ عَلَيْهَا, ثُمَّ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ, فَقَالَ: اِرْجِعْ فَإِنَّكَ لَمْ تَصْنَعْ شَيْئًا, فَرَجَعَ خَالِدٌ, فَلَمَّا أَبْصَرَتْ بِهِ السَّدَنَةُ وَهُمْ حَجَبَتُهَا أَمْعَنُوْا فِي الْجَبَلِ وَهُمْ يَقُوْلُوْنَ: يَا عُزَّى, فَأَتَاهَا خَالِدٌ, فَإِذَا هِيَ امْرَأَةٌ عُرْيَانَةٌ نَاشِرَةٌ شَعْرَهَا تَحْتَفِنُ التُّرَابَ عَلَى رَأْسِهَا, فَعَمَّمَهَا بِالسَّيْفِ حَتَّى قَتَلَهَا, ثُمَّ رَجَعَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ: تِلْكَ الْعُزَّى

“Tatkala Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- telah merebut kota Makkah, maka beliau mengutus Kholid bin Al-Walid ke daerah Nakhlah, sedang di sana terdapat Uzza. Kholid pun mendatanginya, dan Uzza berupa tiga pohon berduri. Kemudian Kholid menebas pohon-pohon tersebut, dan merobohkan bangunan yang terdapat di atasnya. Lalu ia mendatangi Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- seraya mengabarkan hal itu kepada beliau. Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, “Kembalilah, karena engkau belum berbuat apa-apa”. Kholid pun kembali. Tatkala ia dilihat para security (para penjaga) Uzza, maka mereka mengintai di atas gunung seraya mereka berkata, “Wahai Uzza”. Kemudian Kholid mendatangi Uzza, tiba-tiba ada seorang wanita telanjang yang mengurai rambutnya sambil menaburkan debu di atas kepalanya. Akhirnya Kholid menebas wanita itu dengan pedang sehingga ia membunuhnya. Beliaupun kembali ke Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- seraya mengabarkan hal itu. Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, “Itulah Uzza”. [HR. An-Nasa'iy dalam As-Sunan Al-Kubro (6/474/no. 11547), Abu Ya'laa Al-Maushiliy dalam Al-Musnad (no. 902) dan Adh-Dhiya' Al-Maqdisiy dalam Al-Ahadits Al-Mukhtaroh (no. 258 & 259). Hadits ini di-hasan-kan oleh Syaikh Ali bin Sinan dalamTakhrij Fath Al-Majid (no. 103)]

Jadi, sekali lagi membongkar dan menghancurkan situs dan tempat keramat dan kesyirikan bukan sikap barbarisme!!

RI :

Ada rumor tersebar bahwa Wahabi dilahirkan oleh imprealis Inggris untuk memecah-belah kekuatan Islam?

AF :

Rumor ini tidak benar sama sekali. Bagaimana mungkin Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan Ahlus Sunnah di zamannya sampai hari ini menjadi boneka dan alat dalam memecah-belah kekuatan Islam. Justru mereka adalah batu sandungan terbesar bagi Inggris dan sekutunya. Suatu perkara mustahil orang kafir mencintai negara yang menerapkan hukum Allah ‘syariat Islam’.[9]

Adapun indikasi “kuat”, padahal lemah, yang diisyaratkan oleh Sang Habib. Katanya bersumber dari seorang dai di Al-Jaza’ir, maka kami katakan bahwa sumber itu tidak jelas siapa orangnya? Apa orangnya jujur atau pendusta? Kemudian tak ada bukti dan data akurat. Hanya persangkaan belaka yang masih bisa diperdebatkan dan disanggah dengan mudah, insya Allah.

RI :

Oh, gitu ya. Baiklah. Saya mau bertanya kepada Ustadz Abul Fadhilah, “Ada orang yang menuduh bahwa Ahlus Sunnah yang mereka gelari “Wahabi” adalah kaum suka menganggap orang yang berbeda dengan mereka sebagai kafir“. Betulkah tuduhan itu?

AF :

Tuduhan ini tak betul. Ahlus Sunnah saat menghadapi orang yang berbeda dalam perkara ijtihad, tidaklah mudah mengkafirkan orang!! Orang yang terjerumus saja dalam kekafiran dan kesyirikan, mereka tak kafirkan langsung, tanpa memperhatikan syarat-syaratnya. Ahlus Sunnah tidaklah demikian. Mereka amat menjaga lisannya dari mengkafirkan orang.

Adapun orang-orang yang terjatuh dalam kekafiran setelah terpenuhinya syarat-syarat bolehnya mengkafirkan orang, maka Ahlus Sunnah memang telah mengkafirkan beberapa orang semisal, Musailamah Al-Kadzdzab, Al-Hallaj, Ibnu Arabi, Mirza Ghulam Ahmad, Jahm bin Shofwan dan lainnya.

Ini bukan sikap ekstrim!! Bahkan sikap pertengahan yang selalu dipijaki oleh Ahlus Sunnah!!!

RI :

Bagaimana tanggapan anda tentang orang yang menyatakan bahwa Wahabi (baca : Ahlus Sunnah) suka menuduh bid’ah dan suka mengafirkan, tidak toleran, kaku, literalis?

AF :

Ahlus Sunnah dari zaman Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- sampai zaman Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, bahkan sampai sekarang, mereka tidaklah mudah mencap orang sebagai ahli bid’ah, kafir, musyrik, munafik, kecuali setelah terpenuhinya syarat-syarat dalam menghukumi seseorang.

Justru kita bisa balik menyatakan bahwa orang yang tidak membid’ahkan, dan tidak mengkafirkan orang, maka ia adalah orang yang jahil tentang agama, manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Memang Ahlus Sunnah mengakui bahwa bermudah-mudah dalam mengafirkan atau membid’ahkan dengan tanpa memerhatikan syarat-syarat dalam hal itu dan penghalangnya, maka pelakunya jelas salah [10].

Tapi apakah Ahlus Sunnah yang dirumorkan selama ini, salah dalam menerapkan hal itu? Kalau salah apa buktinya?! dan apa kaedah dan dasarnya?!!

Orang-orang yang menyalahi jalannya ahlus Sunnah dalam hal ini justru akan menjadi alat bagi orang asing dalam memecah belah kaum muslimin, tanpa mereka sadari.

RI :

Kalau ada yang bilang sejak awal kemunculan Wahabi bermotif politis-kekuasaan [11]. Lalu ada kepentingan-kepentingan yang memanfaatkan gerakan tersebut, termasuk kepentingan asing.

AF :

Disini perlu kami jelaskan bahwa kemunculan Ahlus Sunnah di zaman Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, lalu didukung oleh Raja Muhammad bin Su’ud, bukanlah dilatari semata kekuasaan, bahkan keprihatinan atas kondisi masyarakat yang kala itu jauh terperosok dalam jurang kesyirikan, kesesatan dan kekafiran, akibat tersebarnya berbagai macam pemikiran dan tarekat yang berbahaya dan merongrong dasar agama kaum muslimin. Di sisi lain, kondisi itu diperparah dengan adanya dukungan dari para ulama suu’ (buruk) yang menghias-hiasi kesyirikan, kekafiran dan kesesatan sebagai sesuatu yang baik atau minimal boleh-boleh saja!! Na’udzu billah.

Ulama-ulama suu’ itu juga ikut memanas-manasi keadaan sehingga pemicu terjadinya perang. Mereka menyebarkan isu yang tak benar tentang dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab -rahimahullah-.

Inilah kondisi sosial dan kemasyarakatan yang ada di zaman beliau -rahimahullah-. Memang kala itu banyak yang kaget, marah, hasad dan dendam atas munculnya dakwah tauhid dan sunnah yang memerangi segala macam bentuk kesyirikan dan bid’ah.

Kalau mereka dikatakan sebagai kaki tangan asing, maka ini hanyalah tuduhan kosong, tanpa bukti. Justru kerajaan Inggris saat mendengar munculnya Kerajaan Tauhid, Saudi Arabiah, maka mereka memanfaatkan negara-negara kaum muslimin yang sudah mereka caplok untuk memerangi Kerajaan Saudi. Akhirnya, terjadilah perang saudara dan runtuhlah Dinasti Saudi pertama, lalu para pemimpin dan ulama Saudi di penjara dan diasingkan. Walau pun Saudi setelah itu bangkit lagi dan sampai hari ini pun para pemimpin negara sekutu terus berusaha menggulingkan Negara Tauhid, Saudi Arabiah. Semoga Allah menolong, melindungi dan memberi taufiq kepada mereka, amin…

RI :

Kelihatannya Habib Ali Hasan Bahar membawakan sebuah fakta yang perlu dikritisi. Dia ingin menguatkan dugaan bahwa kemunculan Wahabi ada campur tangan asing. Faktanya menurut dia bahwa pernah ada fatwa dari mufti Saudi untuk jihad ke Afganistan, karena kader-kader Wahabi yang berjihad ke Afghanistan itu sebenarnya hasil rekayasa intelijen Eropa Barat untuk menghabisi pengaruh komunisme Eropa Timur di Afghanistan.Afghanistan menjadi lahan pertempuran dua ideologi; ideologi Barat dan ideologi Timur.

Ini penuturan Sang Habib. Menurut Ustadz Abul Fadhilah gimana ini?

AF :

Semua ini hanyalah sangkaan yang lemah dan batil [12]. Adanya fatwa jihad ke Afganistan, mungkin karena saat itu, jihad ke sanalah yang memungkinkan. Sedang jihad ke Palestina mungkin saja berat menurut ulama saat itu. Karena berhadapan dengan Yahudi, berarti berhadapan dengan negara-negara multinasional. Wallahu A’lam, yang jelas, semua korelasi yang disebutkan hanyalah asumsi yang masih bisa diperebatkan dan butuh data serta fakta akurat.

Kalau kita mau membuat asumsi, lalu dihubungkan dengan asumsi lain, maka tak ada manusia yang selamat dari tuduhan-tuduhan keji. Bahkan Sang Habib pun dapat kami tuduh sebagai kaki tangan asing, dengan membuat asumsi-asumsi buruk, lalu dihubungkan untuk membuat kesimpulan bahwa ia adalah kaki tangan asing dalam memecah belah kaum muslimin.

Namun tentunya sikap seperti ini kami tak akan lakukan, karena hanya menimbulkan hal-hal yang negatif.

RI :

Ada yang menyatakan bahwa Wahabi (baca: Ahlus Sunnah) di Indonesia mendapatkan suntikan dana dari Timur Tengah?

AF :

Mungkin ya, mungkin tidak. Kalau ya, kenapa kita pusingi? Bukankah juga aliran-aliran sesat dan kafir, kayak Ahmadiah dan Syi’ah juga mendapatkan suntikan dana. Nah, kenapa bukan ini yang disoroti.

RI :

Ada penyataan Habib Ali Hasan Bahar bahwa Wahabi dan Ikhwanul Muslimin beda. Gimana ini?

AF :

Betul beda antara Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang mereka sebut “Wahabi” dengan Ikhwanul Muslimin (IM). Karena, Ahlus Sunnah melarang memberontak melawan pemerintah muslim, sementara IM membolehkan hal itu dan sebagian tokohnya mengafirkan kaum muslimin.

RI :

Apa memang Ahlus Sunnah mengafirkan HTI dan IM?

AF:

Tidak!! Sama sekali tidak!!! Walaupun sebagian tokohnya terjatuh dalam sikap yang dapat membuatnya kafir. Namun Tak ada yang menghukuminya kafir. Jadi, tak benar jika Ahlus Sunnah mengafirkan dua kelompok ini. Itu hanya berita bohong yang harus dipertanggungjawabkan oleh si pengucap, termasuk Habib Ali Hasan Bahar.

Demikian pula prediksi yang disebutkan terakhir oleh Sang Habib dari Mohammed Arkoun asal Maroko, semuanya dibangun di atas prasangka, asumsi lemah yang tak perlu dibantah.

RI :

Terakhir Ustadz kami mau tanya. Apa perbedaan Asy’ariyyah dengan Ahlus Sunnah? Ini perlu kami tanyakan, karena banyak orang yang rancu dalam membedakannya. Sebagian orang salah kaprah dan mengira Asy’ariyyah itu adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah sampai mereka menggelari diri dengan “Aswajah” (Singkatan dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah).

AF:

Ahlus Sunnah adalah pengikut setiap Al-Qur’an dan Sunnah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- berdasarkan bimbingan para sahabat dan para ulama yang mengikuti jalan hidup mereka dalam beragama, seperti Imam Malik, Asy-Syafi’iy dan lainnya.

Mereka adalah pengikut Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- yang setia memegangi ajaran beliau, baik dalam akhlaq, ibadah, aqidah dan lainnya.

Adapun Asy’ariyyah, maka ia adalah paham yang baru muncul di zaman Abul Hasan Al-Asy’ariy (kelahiran 260 H atau 270 H) [13]. Jadi, paham ini muncul sekitar abad ketiga. Sementara Ahlus Sunnah merupakan pemahaman beragama yang diajarkan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- kepada para sahabat, lalu para sahabat mewariskannya kepada para ulama dan generasi setelahnya.

Paham Asy’ariyyah termasuk paham yang dicetuskan oleh seorang ahli kalam, yaitu Abul Hasan Al-Asy’ariy. Jadi, beda antara kelompok Ahlus Sunnah dengan Asy’ariyyah. Asy’ariyyah amat mengandalkan akal dalam perkara-perkara ilahiyyah yang sifatnya gaib, sementara Ahlus Sunnah membatasi ruang gerak akal dalam perkara itu, tapi bukan berarti mematikan fungsi akal secara total [14].

Ahlus Sunnah mencela ilmu kalam, sementara Asy’ariyyah pengagum ilmu kalam. Ini perbedaan sederhana.

Orang-orang ahli kalam –semisal Asy’ariyyah- telah berbicara tentang nama-nama Allah tanpa ilmu. Mereka dalam hal itu mendahulukan akalnya yang lemah di atas Al-Kitab dan Sunnah serta pemahaman As-Salaf Ash-Sholih. Mereka telah melakukan pembatasan nama dan sifat-sifat Allah, tanpa hujjah yang nyata. Semuanya berdasarkan takwil buta [15].

Adapun Ahlus Sunnah dalam hal itu menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah sebagaimana yang Allah dan Rasul-Nya tetapkan bagi Allah, tanpa takwil, tasybih (penyerupaan), takyif (menanyakan cara dan bentuknya), dan tanpa tafwidh (menyerahkan maknanya kepada Allah) [16].

Catatan: Abul Hasan Al-Asy’ariy dalam hidupnya melalui tiga fase. Fase pertama sebagai tokoh Mu’tazilah yang mengikuti bapak tirinya Abu Ali Al-Jubba’iy. Fase kedua ia mengikuti sekte dan paham Kullabiyyah yang pernah dicetuskan oleh seorang ahli kalam bernama Abdullah bin Sa’id bin Kullab. Pemikiran di fase inilah yang kita kenal hari ini dengan paham “Asy’ariyyah” yang ia tuangkan dalam kitabnya Al-Luma’. Fase ketiga, ini yang banyak tidak diketahui oleh orang Indonesia, yaitu fase perpindahan beliau kepada paham dan aqidah Imam Ahmad bin Hanbal, yaitu aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Walaupun dalam fase ini pemahaman beliau belum sepenuhnya sama persis dengan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang pernah diajarkan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-, para sahabat, tabi’in dan tabi’in. Ini sebagaimana yang anda lihat dalam tiga kitabnya yang mashur: “Maqolat Al-Islamiyyin”, “Al-Ibanah an Ushul Ad-Diyanah”, dan “Risalah ila Ahli Ats-Tsaghr”. Wallahu a’lam bish-showab. Washollallahu ala Nabiyyina wa ala alihi wa shohbih wa sallam.


[1] Sumber : Indonesia Monitor, Edisi 61 Tahun II/26 Agustus – 1 September 2009

[2] Ini juga diakui oleh Sang Habib.

[3] Lihat At-Taudhih an Tauhid Al-Khollaq fi Jawab Ahlil Iraq (1/25) oleh Syaikh Sulaiman bin Abdillah Alusy Syaikh -rahimahullah- dan Shiyanah Al-Insan an Waswasah Asy-Syaikh Dahlan (hal. 421) oleh Syaikh Muhammad Basyir As-Sahsawaniy Al-Hindiy -rahimahullah- serta Tash-hih Khotho’ Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah (hal. 4).

[4] Adapun tuduhan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab belajar kepada Orinetalis dan Agen rahasia Inggris bernama Hempher, maka ini adalah satu kedustaan atas Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab -rahimahullah-.

[5] Oleh karenanya, buku bantahan Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab yang disebarkan oleh sebagian situs NUharus ditarik, karena itu adalah buku lama sebelum penulisnya rujuk.

[6] Kalau sekedar menuduh, maka semua orang bisa melakukannya. Tapi yang berat adalah pertanggungjawabannya di depan Allah!!

[7] Mungkin juga mereka diperangi, karena mereka lebih dulu memerangi. Masak tinggal diam tidak membela diri?!! Karena di zaman itu Ahlus Sunnah sering difitnah sampai banyak orang yang membencinya, bahkan memeranginya.

[8] Lihat Ad-Durar As-Saniyyah fi Al-Ajwibah An-Najdiyyah (1/102-104) dalam bab : tentang surat beliau dalam membantah tuduhan bahwa Raja Muhammad bin Su’ud dan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab memerangi semua orang, baik alim, maupun jahil.

[9] Justru orang-orang yang benci Negara Tauhid ‘Saudi Arabiah’ (negara yang menerapkan syariat Islam) adalah orang yang harus dicurigai; jangan sampai ia (orang yang benci) ini adalah boneka dan kaki tangan kaum kafir dalam meruntuhkan dan melemahkan negara Islam (Saudi), baik sadar atau tidak!! Memang inilah yang diinginkan oleh kaum kafir agar cahaya Islam redup. Semoga Allah menjaga Negara Saudi dari makar kaum kafir, munafik dan orang-orang sehaluan dengannya. Semoga makar mereka kembali kepada diri mereka sendiri.

[10] Seperti yang dilakukan oleh sebagian pembesar Ikhawan Al-Muslimin, HTI, dan lainnya

[11] Kalau politiknya politik syar’iy, kenapa tidak. Kalau menguasai suatu negeri dengan bimbingan wahyu, kenapa tidak? Cuma mereka ini menggambarkan bahwa Ahlus Sunnah sebenarnya haus kekuasaan, sehingga berusaha meraih kekuasaan dengan baju dakwah. Jelas ini sangkaan buruk dan miring!! Kalau sekedar menuduh, yah gampang saja. Bukankah NU juga menginginkan kekuasaan melalui partai-partainya? Alhamdulillah, Ahlus Sunnah yang mereka gelari “Wahabi” di Indonesia mereka tak masuk dalam partai apapun untuk membuktikan bahwa mereka bukanlah manusia haus kekuasaan.

[12] Kalau sekedar menuduh gampang saja!!

[13] Lihat Siyar Al-A’lam (15/86) oleh Adz-Dzahabiy dan Wafayat Al-A’yan (3/284) oleh Ibnu Khollikan.

[14] Tentang tercelanya ilmu kalam di sisi para imam, termasuk Al-Imam Asy-Syafi’iy, maka silakan baca kitabAsy-Syari’ah karya seorang ulama Syafi’iyyah bernama Al-Ajurriy, Ahadits Dzammil Kalam wa Ahlih oleh Abul Fadhl Al-Muqri, Dzammul Kalam oleh Al-Harowiy.

[15] Lihat At-Tuhfah Al-Mahdiyyah Syarh Ar-Risalah At-Tadmuriyyah (hal. 80) Di dalamnya terdapat bantahan atas Abul Hasan Al-Asy’ariy dan pengikutnya yang menetapkan sifat tujuh atau sifat 20.

[16] Lihat rincian hal ini dalam Al-Aqidah Al-Wasithiyyah dan Al-Aqidah Ath-Thohawiyyah beserta syarah keduanya.

Sumber : Pesantren-alihsan.org


Dikutip dari Sumber Artikel : Abunamira.wordpress.com

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Ajarkan Aku Satu Doa yang Aku Baca dalam Shalatku!

Written By sumatrars on Minggu, 23 Februari 2014 | Februari 23, 2014

Ajarkan Aku Satu Doa yang Aku Baca dalam Shalatku!

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.

اللَّهُمَّ إنِّي ظَلَمْت نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا ، وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إلَّا أَنْتَ ، فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِك وَارْحَمْنِي ، إنَّك أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Allaahumma Innii Zhalamtu Nafsii Zhulman Katsira, Walaa Yaghfirudz Dzunuuba Illaa Anta, Fatghfirlii Maghfiratam Min Indika Warhamnii, Innaka Antal Ghafuurur Rahiim

"Ya Allah, Sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri dengan kezaliman yang banyak. Tidak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan rahmati aku. Sesungguhnya Engkau Dzat Maha pengampun lagi Penyayang."

Sumber Doa

Diriwayatkan dari Abu Bakar al-Shiddiq Radhiyallahu 'Anhu, beliau berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam: "Ajarkan aku satu doa yang aku baca dalam shalatku. Beliau bersabda, "Ucapkanlah (wahai Abu Bakar):

اللَّهُمَّ إنِّي ظَلَمْت نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا ، وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إلَّا أَنْتَ ، فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِك وَارْحَمْنِي ، إنَّك أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

"Ya Allah, Sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri dengan kezaliman yang banyak. Tidak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan rahmati aku. Sesungguhnya Engkau Dzat Maha pengampun lagi Penyayang." (Muttafaq 'Alaih)

Kapan Membacanya?

Imam Shan'ani berkata: "Hadits ini adalah dalil disyariatkannya doa di dalam shalat secara umum tanpa ditentukan tempatnya. Dan di antara tempatnya adalah sesudah tasyahud, shalawat atas Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, dan Isti'adzah (berlindung dari empat perkara). Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, "Lalu hendaknya ia memiliki doa yang dikehendakinya."

Al-Hafidz Ibnul Hajar menyebutkan hadits di atas sesudah hadits yang berisi perlindungan dari empat perkara. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: RasulullahShallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Apabila salah seorang kalian bertasyahhud hendaknya ia berlindung dari empat perkara." Beliau bersabda:

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ , وَمِنْ عَذَابِ اَلْقَبْرِ , وَمِنْ فِتْنَةِ اَلْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ , وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ اَلْمَسِيحِ اَلدَّجَّالِ

"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab Jahannam, dari adzab kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari keburukan fitnah Masih Dajjal." (Muttafaq 'alaih)

Ini menunjukkan bahwa doa di atas dibaca setelah doa perlindungan dari empat perkara ini. Terlebih redaksi dari hadits kedua secara jelas menunjukkan tempat dibacanya doa perlindungan dan kuatnya anjuran untuk membacanya sebelum salam.

Bolehkah Menambah Dengan Doa Lainnya?

Waktu sebelum salam dalam shalat termasuk waktu mustajab untuk dikabulkannya doa. Karenanya dianjurkan memperbanyak doa padanya sebagaimana sabda NabiShallallahu 'Alaihi Wasallam, "Lalu hendaknya ia memiliki doa yang dikehendakinya." (HR. Al-Bukhari)

Dua doa di atas adalah sebagian dari doa khusus yang disyariatkan padanya. Yakni doa perlindungan dari empat perkara dan pengakuan dosa yang diajarkan kepada Abu Bakar al-Shiddiq. Terdapat doa lain yang boleh dibaca sebelum salam, antara lain: Wasiat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam kepada Mu'adz Bin Jabal,

اَللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

"Ya Allah, Bantu aku untuk berzikir, bersyukur, dan memperbaiki ibadah kepada-Mu." (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan al-Nasai dengan sanad kuat.)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (I/274) dari Ibnu Mas'ud secara Mauquf,

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

"Ya Allah, ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka." (HR. Bukhari dan Ahmad)

Dan doa-doa lain yang tidak ditentukan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, "Lalu hendaknya ia memiliki doa yang dikehendakinya." (HR. Al-Bukhari) Namun doa yang disebutkan oleh hadits dan diajarkan NabiShallallahu 'Alaihi Wasallam itu yang lebih utama di bandingkan doa-doa selainnya. (Lilhat: Taudhi al-Ahkam, Syaikh Al-Bassam dalam menjelaskan hadits di atas)

Kandungan Doa

Ini salah satu bukti kefaqihan Abu Bakar al-ShiddiqRadhiyallahu 'Anhu, ia sangat paham bahwa shalat adalah sarana interaksi paling kuat antara hamba dengan Rabb-nya. Shalat juga merupakan salah satu tempat mustajab dikabulkannya doa. 

Karenanya ia meminta kepada NabiShallallahu 'Alaihi Wasallam agar diajarkan doa yang paling manfaat dan paling tepat untuk dimunajatkan pada tempat ini. Lalu beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengajarkan kepadanya doa di atas yang bisa mengangkat pelakunya kepada derajat tertinggi di surga.

Doa di atas juga mengajarkan sarana (wasilah) paling kuat untuk dikabulkannya doa, yakni pengakuan dosa (Sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri dengan kezaliman yang banyak), lalu pentauhidan (Tidak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau), kemudian diikuti dengan permohonan ampunan.

Ibnu Mulqin berkata: 

"Betapa bagusnya susunan ini; ia mendahulukan pengakuan doa, lalu ketauhidan (pengesaan Allah), kemudian permohonan ampunan; karena mengakui dosa sarana kuat untuk mendapatkan maaf dan pujian terhadap orang yang diminta lebih dekat untuk dikabulkannya permintaan."

Kezaliman seseorang terjadi pada salah satu dari dua hal: meninggalkan kewajiban atau melakukan keharaman-keharaman atau kedua-duanya secara sekaligus.

Tidak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau: Bahwa semua makhluk tidak sanggup mengampuni satupun dari kesalahan dan dosa seseorang. Hak mengampuni dosa adalah milik Allah semata, karena tidak boleh meminta amapunan kecuali hanya kepada-Nya.

Ampuni Aku dan rahmati aku: permintaan agar dihindarkan dari sesuatu yang dibenci dan ditakuti, lalu diberi kebaikan-kebaikan yang diinginkan dan dirindukan. Karenanya makna maghfirah: dihilangkan sesuatu yang dibenci. Sementara rahmat: didapatkan apa yg diinginkan.

. . . shalat adalah sarana interaksi paling kuat antara hamba dengan Rabb-nya. Shalat juga merupakan salah satu tempat mustajab dikabulkannya doa. . .

Di dalamnya juga disebutkan tawassul (usaha mengambil sarana untuk tercapainya sesuatu yang dituju/dimau) kepada Allah dengan Asmaul Husna (nama-nama Alah yang maha Indah) saat memohon sesuatu atau dihindarkan dari sesuatu yang menakutkan. Di dalamnya disebutkan dua nama Allah (الْغَفُورُ الرَّحِيمُ: maha Pengampun lagi Penyayang) yang sesuai dengan isi permintaan, "Maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan rahmati aku". 

Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

KISAH NABI ADAM ALAIHI SALAM

 BUAH TEEN Kisah Nabi Adam: Dari Awal Penciptaan Hingga Turun ke Bumi Kisah Nabi Adam menceritakan terciptanya manusia pertama y...

Translate

 
Support : Blog author | Rachmat.M,MA | Duta Asri Palem 3
Copyright © 2013. BLOG AL ISLAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger