BLOG AL ISLAM
Diberdayakan oleh Blogger.
Kontributor
Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha
Arsip Blog
-
►
2011
(33)
- ► Januari 2011 (22)
- ► September 2011 (1)
-
►
2012
(132)
- ► April 2012 (1)
- ► Agustus 2012 (40)
- ► Oktober 2012 (54)
- ► November 2012 (4)
- ► Desember 2012 (3)
-
►
2013
(15)
- ► Maret 2013 (1)
-
►
2015
(53)
- ► Januari 2015 (45)
- ► April 2015 (1)
-
►
2023
(2)
- ► Februari 2023 (1)
- ► Desember 2023 (1)
twitter
Live Traffic
Latest Post
November 05, 2012
Aqidah: Ziarah Kubur Wali = Syirik?
Written By sumatrars on Senin, 05 November 2012 | November 05, 2012
Petaka demi
petaka melanda, hati manusia pun luluh karenanya, aqidah dikorbankan, agama
dilupakan, syariat hilang sedikit demi sedikit. Maka malapetaka apakah yang
lebih dahsyat dibandingkan dengan malapetaka yang menimpa iman? Dialah
kesyirikan.
Sebelum Saudara/i Berpindah ke Artikel Lain atau ke Blog kesedian-nya untuk meninggalkan Terima kasih.....
Bagaimana tidak,
sedang Allah telah berfirman:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ
قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي
إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ
فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ
مِنْ أَنْصَارٍ (٧٢)
“Sesungguhnya
orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, Maka pasti Allah
mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka; tidaklah ada bagi
orang-orang zhalim itu seorang penolongpun”. (QS.Al-Maa’idah 05:72).
Adapun
malapetaka ini, kebanyakan orang hanya mengetahuinya secara global saja. Adapun
kesyirikan secara terperinci, kebanyakan mereka tidak mengetahuinya.
Orang-orang
hanya mengetahui bahwa syirik itu, ketika seseorang menduakan Allah dalam
penciptaan; atau ketika seseorang menyembah patung-patung.
Adapun menyembah
orang sholeh, dan lainnya, dalam arti berdo’a, meminta pertolongan
kepada orang sholeh atau wali-wali, memohon syafa’at, kesembuhan,
jodoh, rejeki, dan lainnya kepada mereka, maka ini tidak dianggap
syirik !! Ini tentunya keliru !! Syirik bukan terbatas pada
penyembahan berhala.
Tapi penyembahan segala sesuatu dari selain Allah, baik
itu arca, nabi, malaikat, orang sholeh, pohon, kuburan, dan lainnya.
Makhluk-makhluk yang disembah ini biasa kita istilahkan dengan “berhala”.
Mereka keliru
dalam membatasi kesyirikan hanya khusus pada penyembahan arca-arca, karena
mereka menyangka bahwa orang-orang musyrikin di zaman Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wa sallam- adalah kaum yang menyembah patung-patung saja, tanpa yang lainnya.
Padahal jika membuka Kitabullah, dan kitab-kitab hadits, maka kita akan
mendapat keterangan bahwa kaum musyrikin dahulu bukan hanya menyembah patung
saja, bahkan ada yang menyembah kuburan, pohon, orang-orang sholeh.
Silakan
dengarkan penuturan seorang ulama Islam ketika menjelaskan jemis-jenis sembahan
kaum musyrikin jahiliyyah:
Syaikh Sholeh
bin Fauzan Al-Fauzan-hafizhahullah- berkata saat menjelaskan sembahan-sembahan
kaum musyrikin, “Kata Lata -tanpa dobel huruf t -, adalah nama berhala di
Tho’if .
Dia berupa batu
yang dipahat, yang dibangun sebuah rumah di atasnya. Padanya ada tirai-tirai yang
menyamai ka’bah. Di sekelilingnya ada halaman, dan di mempunyai pelayan
(penjaga).
Orang-orang jahiliyah menyembahnya sebagai sekutu selain Allah
-Subhanahu wa Ta’la-.
Berhala ini milik kabilah Tsaqif dan kabilah-kabilah yang
ada disekitar mereka. Mereka amat membanggakan berhala.
Sebagian
qira’ah membaca firman Allah, dengan dobel huruf t sebagai isim fa’il (Latta)
dari kata kerja latta-yaluttu. Dia (Latta) adalahseorang lelaki yang shalih
yang biasa mengadon tepung untuk memberi makan jama’ah haji. Ketika dia
meninggal, orang-orang pun membangun sebuah rumah di atas kuburannya, dan
menutupinya dengan tirai-tirai. Akhirnya mereka menyembahnya sebagai sekutu
selain Allah -Subhanahu wa Ta’la- . Inilah Latta ! Adapun Uzza, dia adalah
pohon dari Sallam yang terletak di lembah Nakhlah yang terletak antara Mekah
dan Tha’if.
Di sekitarnya terdapat bangunan, dan tirai-tirai. Berhala ini juga
mempunyai pelayan-pelayan (penjaga-penjaga).Di pohon ini terdapat setan-setan
yang berbicara kepada menusia. Orang-orang bodoh menyangka bahwa yang berbicara
kepada mereka adalah pohon-pohon itu atau rumah-rumah yang mereka bangun.
Padahal yang berbicara kepada mereka adalah setan-setan untuk menyesatkan
mereka dari jalan Allah.
Uzza ini adalah berhala milik suku Quraisy, penduduk
mekah serta suku-suku yang ada di sekitarnya. Adapun Manaat,dia adalah batu
besar yang terletak tak jauh di Gunung Qudaid yang terletak antara Mekah dan
Madinah. Berhala ini adalah milik suku Khuza’ah, Aus, dan Khozroj. (Jika ingin
haji), mereka berihram di sisinya, dan mereka menyembahnya sebagai sekutu bagi
Allah”. [Coba lihat Syarh Al-Qowa’id Al-Ar-ba’ (hal. 31)]
Inilah tiga
berhala yang merupakan berhala terbesarnya Bangsa arab. Maka penyembahan kepada
arca, batu, orang sholeh dan pohon adalah sesuatu yang jelas kalau itu adalah
kesyirikan. Tapi, sedikit yang menyadari bahwa menyembah orang-orang shalih
yang telah meninggal juga adalah kesyirikan. Dialah berhala Latta bagi
orang-orang Tsaqit dan kabilah-kabilah di sekitarnya.
Pembaca yang
budiman, mungkin kita bertanya, “Bagaimanakah bentuk penyembahan mereka
terhadap orang-orang shalih ini sehingga dikatakan sebagai suatu kesyirikan?”
Perhatikanlah ucapan Syaikh Al-Fauzan di atas! Mereka menyembahnya bukan ketika
orang shalih itu masih hidup tetapi setelah meninggalnya.
Mereka bangun
kuburannya, buatkan sebuah rumah di atasnya, dipasangi tirai/kelambu, dijaga
oleh satu atau dua orang atau bahkan lebih. Kemudian orang-orang pun
mendatanginya, menyampaikan hajat, berdo’a kepadanya atau minta dido’akan.
Bukan kepada penjaga kuburan tersebut tetapi kepada orang shalih yang telah
meninggal itu. Inilah keadaan mereka.
Allah
mengabarkan perbuatan mereka dalam firman-Nya:
أَلا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ
اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى
اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ
إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ (٣)
“Ingatlah, Hanya kepunyaan
Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil
pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya
mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya”. (QS.
Az-Zumar 39: 3)
(Sesungguhnya Allah akan memutuskan
di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah
tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.)
Kesyirikan
semacam ini tidak hanya terjadi di zaman nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-
bahkan jauh sebelumnya telah terjadi pada kaum Nuh -alaihis salam-.
Allah berfirman
saat mengisahkan perkataan mereka:
وَقَالُوا لا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلا
تَذَرُنَّ وَدًّا وَلا سُوَاعًا وَلا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا (٢٣)
“Dan
mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan
kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan
jangan pula Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr”. (QS.Nuh 71:23 ).
Penafsir Ulung
Al-Qur’an, Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhu- berkata dalam menafsirkan ayat ini,
“Ini adalah nama-nama orang shalih dari kaum Nuh. Ketika mereka telah meninggal,
setan pun datang mewahyukan kepada kaum meraka untuk mendirikan patung-patung
itu dengan nama orang-orang shalih, mereka pun melakukannya, tetapi orang-orang
sholih itu belum disembah.
Tatkala mereka
meninggal dan ilmu telah dilupakan, maka patung-patung orang shalih itu pun
disembah”. [HR. Al-Bukhariy dalam Kitab Tafsir Al-Qur’an (4920)]
Demikianlah
pelaku kesyirikan, saling mewarisi dari zaman ke zaman; bentuknya kadang beda,
tapi hakikatnya sama. Jaman nabi Nuh, orang shalih yang didatangi adalah dalam
patung-patungnya, sedangkan jaman Nabi Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam-
yang didatangi adalah kuburannya. Adapun jaman kita sekarang, maka setiap
tempat berbeda. Kadang di tempat ini, yang didatangi, dan disembah adalah
patung atau pohon. Tetapi di tempat yang lain adalah kuburan. Mereka meminta
dan mengharap darinya.
Mereka
menjadikan orang-orang shalih sebagai berhala yang disembah selain Allah dalam
bentuk mendatangi patung atau kuburannya, berdo’a kepada mereka, menyampaikan
hajat-hajat keseharian kepada mereka, mengharap dan takut kepadanya, bernazar
dan berkurban di sisinya.
Semua ini adalah kesyirikan !!
Semua ini
adalah perbuatan setan yang hendak menyesatkan manusia . Padahal jika kita
memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an, kelak pada hari kiamat nanti, orang-orang
shalih yang mereka sembah itu akan ditanya tentang penyembahan manusia
kepadanya. Namun orang-orang shalih itu pun berlepas diri dari perbuatan
mereka. Sebagai contoh, Nabi Isa –alaihis salam- dan ibunya yang dijadikan berhala
oleh orang-orang nashrani.
Allah -Ta’ala-
berfirman:
وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ
مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ
اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ
كُنْتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلا أَعْلَمُ مَا فِي
نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلامُ الْغُيُوبِ (١١٦)
“Dan
(Ingatlah) ketika Allah berfirman, “Hai Isa putera Maryam, Adakah kamu
mengatakan kepada manusia, “Jadikanlah Aku dan ibuku, dua orang tuhan selain
Allah?”. Isa menjawab, “Maha Suci Engkau. Tidaklah patut bagiku mengatakan apa
yang bukan hakku (mengatakannya). jika aku pernah mengatakannya, maka tentulah
Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang
ada pada diri-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha mengetahui perkara-perkara ghaib”.
(QS.Al-Maidah 005:116)
Al-Hafizh Abul
Fida’ Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy-rahimahullah- berkata, “Ini juga merupakan
perkara yang Allah bicarakan tentangnya kepada hamba dan Rasul-Nya, Isa bin
Maryam -alaihis salam- seraya berfirman kepadanya pada hari kiamat di depam
orang-orang yang menjadikannya, dan ibunya sebagai dua sembahan selan Allah,
“Adakah kamu mengatakan kepada manusia, “Jadikanlah Aku dan ibuku, dua orang
tuhan selain Allah?”. Ini merupakan ancaman bagi orang-orang Nasrani, celaan,
dan kecaman kepada mereka di depan seluruh makhluk”. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir
(2/164)]
Al-Allamah
Abdur Rahman bin Ali Ibnul Jauziy-rahimahullah- berkata dalam tafsirnya,
“Lafazh ayat ini berupa pertanyaan. Sedang maknanya adalah kecaman bagi orang
yang mendakwakan ketuhanan Isa”. [Lihat Zadul Masir fi Ilm At-Tafsir (2/463)]
Selain
menyembah orang sholeh, sebagian manusia menyembah malaikat. Ini juga merupakan
kesyirikan dan pelakunya musyrik.
Allah -Ta’ala-
berfirman:
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا ثُمَّ
يَقُولُ لِلْمَلائِكَةِ أَهَؤُلاءِ إِيَّاكُمْ كَانُوا يَعْبُدُونَ (٤٠)
قَالُوا سُبْحَانَكَ أَنْتَ وَلِيُّنَا
مِنْ دُونِهِمْ بَلْ كَانُوا يَعْبُدُونَ الْجِنَّ أَكْثَرُهُمْ بِهِمْ مُؤْمِنُونَ
(٤١)
“Dan
(Ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya Kemudian
Allah berfirman kepada malaikat, “Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?”.
Malaikat-malaikat itu menjawab, “Maha Suci Engkau. Engkaulah pelindung kami,
bukan mereka; bahkan mereka Telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman
kepada jin itu”. (QS.Saba’ 34:40-41 ).
Allah -Ta’ala-
juga berfirman:
وَلا يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلائِكَةَ
وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا أَيَأْمُرُكُمْ بِالْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
(٨٠)
“Dan
(Tidak wajar pula bagi-Nya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi
sebagai tuhan. apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu
sudah (menganut agama) Islam?”. (QS. Ali Imran
003: 80 ).
Diantara bentuk
kesyirikan, penyembahan matahari, rembulan, dan bintang-bintang.
Allah -Ta’ala-
berfirman:
وَجَدْتُهَا وَقَوْمَهَا يَسْجُدُونَ لِلشَّمْسِ
مِنْ دُونِ اللَّهِ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ
السَّبِيلِ فَهُمْ لا يَهْتَدُونَ (٢٤)
”
Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan syaitan
telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu
menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk”.
(QS. An-Naml 27:24 ).
Allah -Ta’ala-
juga berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ
وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ
الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ (٣٧)
“Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan.
janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah yang
menciptakannya, jika ialah yang kamu hendak sembah . (QS. Fushshilat 41:37 ).
Dalam ayat-ayat
ini terdapat faedah bahwa kemusyrikan bukan hanya terbatas pada penyembahan
arca sebagaimana yang dipahami oleh orang-orang jahil, bahkan menyembah orang
sholeh (baik ia malaikat, nabi atau wali) pohon, bebatuan dan lainnya, semuanya
termasuk kesyirikan. Semua bentuk kesyirikan telah ada di zaman Nabi
-Shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Olehnya, Syaikh
Muhammad bin Sulaiman At-Tamimiy An-Najdiy -rahimahullah- berkata dalam
Al-Qowa’id Al-Arba’ , “Sesungguhnya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- muncul
di tengah manusia yang berbeda-beda dalam peribadatan mereka. Diantara mereka,
ada yang mengibadahi malaikat, ada yang mengibadahi nabi-nabi, orang sholeh, ada yang menyembah batu dan pohon; ada yang menyembah
matahari dan rembulan”. [Lihat Al-Majmu’ Al-Mufid fi Naqd Al-Quburiyyah wa
Nushroh At-Tauhid (hal.609)]
Sumber :
Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 52 Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas.
Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe,
Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah).
Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc.
Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust.
Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk
berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp.
200,-/exp)
Sumber Artikei: http://almakassari.com
Sebelum Saudara/i Berpindah ke Artikel Lain atau ke Blog kesedian-nya untuk meninggalkan Terima kasih.....
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
November 05, 2012
Keutamaan Surat Al Fatihah
كُنْتُ
أُصَلِّيْ فَدَعَانِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ
أُجِبْهُ, قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنِّيْ كُنْتُ أُصَلِّيْ, قَالَ: أَلَمْ
يَقُلِ اللهُ: (اسْتَجِيْبُوْا لِلّهِ وَلِلرَّسُوْلِ إِذَا دَعَاكُمْ), ثُمَّ
قَالَ: أَلاَ أُعَلِّمُكَ أَعْظَمَ سُوْرَةٍ فِي الْقُرْآنِ قَبْلَ أَنْ تَخْرُجَ
مِنَ الْمَسْجِدِ؟. فَأَخَذَ بِيَدِيْ, فَلَمَّا أَرَدْنَا أَنْ نَخْرُجَ, قُلْتُ:
يَا رَسُوْلَ اللهِ, إِنَّكَ قُلْتَ: لأُعَلِّمَنَّكَ أَعْظَمَ سُوْرَةٍ مِنْ
الْقُرْآنِ. قَالَ: (الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ), هِيَ السَّبعُ
الْمَثَانِيْ وَاْلقُرْآنُ الْعَظِيْمُ الَّذِيْ أُوْتِيْتَهُ
"Aku tiba kepada Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , sedang
beliau mengalirkan air. Aku berkata, "Assalamu alaika, wahai
Rasulullah". Maka beliau tak menjawab salamku (sebanyak 3 X). Kemudian
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- berjalan, sedang aku berada di
belakangnya sampai beliau masuk ke kemahnya, dan aku masuk ke masjid sambil
duduk dalam keadaan bersedih. Maka keluarlah Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa
sallam- menemuiku, sedang beliau telah bersuci seraya bersabda, "Alaikas
salam wa rahmatullah (3 kali)". Kemudian beliau bersabda, "Wahai
Abdullah bin Jabir, maukah kukabarkan kepadamu tentang sebaik-baik surat di
dalam Al-Qur’an". Aku katakan, "Mau ya Rasulullah". Beliau
bersabda, "Bacalah surat Alhamdulillahi Robbil alamin (yakni, Surat Al-Fatihah)
sampai engkau menyelesaikannya". [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (4/177).
Hadits ini di-hasan-kan oleh Al-Arna’uth dalam Takhrij Al-Musnad (no.
17633)]
Al - Fatihah adalah Al - Qur’an Al - Azhim
Surat Al-Fatihah dinamai oleh Allah dengan "Al-Qur’an Al-Azhim", padahal Al-Qur’an Al-Azim bukan hanya Al-Fatihah, masih ada surat-surat lainnya yang berjumlah 11 3. Namun Allah -Azza wa Jalla- menamainya demikian karena kandungan Al-Fatihah meliputi segala perkara yang dikandung oleh Al-Qur’an Al-Azhim secara global. Wallahu A’lam bish showab.
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
"Ummul Qur’an (yakni, Al-Fatihah) adalah tujuh ayat yang berulang-ulang, dan Al-Qur’an Al-Azhim". [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (4427), Abu Dawud dalam Sunan-nya (1457), dan At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (3124)]
Surat Ruqyah
Al-Qur’an seluruhnya bisa digunakan dalam meruqyah. Namun secara khusus Al-Fatihah pernah dipergunakan oleh para sahabat dalam meruqyah sebagian orang yang tergigit kalajengking. Dengan berkat pertolongan Allah, orang yang digigit kalajengking tersebut sembuh kala itu juga.
Sekarang kita dengarkan kisahnya dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudriy -radhiyallahu ‘anhu- ketika beliau berkata,
" Ada beberapa orang dari kalangan sahabat Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa
sallam- pernah berangkat dalam suatu perjalanan yang mereka lakukan sampai
mereka singgah pada suatu perkampungan Arab. Mereka pun meminta jamuan kepada
mereka. Tapi mereka enggan untuk menjamu mereka (para sahabat). Akhirnya,
pemimpin suku itu digigit kalajengking. Mereka (orang-orang kampung itu) telah
mengusahakan segala sesuatu untuknya. Namun semua itu tidak bermanfaat baginya.
Sebagian diantara mereka berkata, "Bagaimana kalau kalian mendatangi
rombongan (para sahabat) yang telah singgah. Barangkali ada sesuatu (yakni,
obat) diantara mereka".Orang-orang itu pun mendatangi para sahabat seraya
berkata, "Wahai para rombongan, sesungguhnya pemimpin kami tersengat, dan
kami telah melakukan segala usaha, tapi tidak memberikan manfaat kepadanya.
Apakah ada sesuatu (obat) pada seorang diantara kalian?" Sebagian sahabat
berkata, "Ya, ada. Demi Allah, sesungguhnya aku bisa me-ruqyah. Tapi demi
Allah, kami telah meminta jamuan kepada kalian, namun kalian tak mau menjamu
kami. Maka aku pun tak mau me-ruqyah kalian sampai kalian mau memberikan gaji
kepada kami". Merekapun menyetujui para sahabat dengan gaji berupa
beberapa ekor kambing. Lalu seorang sahabat pergi (untuk me-ruqyah mereka)
sambil memercikkan ludahnya kepada pimpinan suku tersebut, dan membaca,
"Alhamdulillah Robbil alamin (yakni, Al-Fatihah)". Seakan-akan orang
itu terlepas dari ikatan. Maka mulailah ia berjalan, dan sama sekali tak ada
lagi penyakit padanya. Dia (Abu Sa’id) berkata, "Mereka pun memberikan
kepada para sahabat gaji yang telah mereka sepakati. Sebagian sahabat berkata,
"Silakan bagi (kambingnya)". Yang me-ruqyah berkata, "Janganlah
kalian lakukan hal itu sampai kita mendatangi Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa
sallam-, lalu kita sebutkan kepada beliau tentang sesuatu yang terjadi.
Kemudian kita lihat, apa yang beliau perintahkan kepada kita". Mereka pun
datang kepada Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- seraya menyebutkan hal
itu kepada beliau. Maka beliau bersabda, "Apa yang memberitahukanmu bahwa
Al-Fatihah adalah ruqyah?" Kemudian beliau bersabda lagi, "Kalian
telah benar, silakan (kambingnya) dibagi. Berikan aku bagian bersama
kalian". Lalu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- tertawa". [HR.
Al-Bukhoriy (2156), Muslim (2201)]
Al-Imam Ibnu Abi Jamroh-rahimahullah- berkata, "Tempat memercikkan ludah ketika me-ruqyah adalah usai membaca Al-Qur’an pada anggota badan yang dilalui oleh ludah". [Lihat Tuhfah Al-Ahwadziy (9/206)]
Cahaya Untuk Ummat Islam
Satu lagi diantara fadhilah Al-Fatihah, ia disebut dengan cahaya, karena di dalamnya terdapat petunjuk bagi seorang muslim dalam semua urusannya. Jika kita mengkaji Al-Fatihah secara mendalam, maka kita akan mendapat banyak faedah dan petunjuk. Oleh karena itu, sebagian ulama’ telah menulis kitab khusus menafsirkan Al-Fatihah dan mengeluarkan mutiara hikmahnya yang berisi pelita yang menerangi kehidupan kita.
Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhu- berkata,
"Tatkala Jibril duduk di sisi Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , maka
ia mendengarkan suara (seperti suara pintu saat terbuka) dari atasnya. Maka ia
(Jibril) mengangkat kepalanya seraya berkata, "Ini adalah pintu di langit
yang baru dibuka pada hari ini; belum pernah terbuka sama sekali, kecuali pada
hari ini". Lalu turunlah dari pintu itu seorang malaikat seraya Jibril berkata,
"Ini adalah malaikat yang turun ke bumi; ia sama sekali belum pernah
turun, kecuali pada hari ini". Malaikat itu pun memberi salam seraya
berkata, "Bergembiralah dengan dua cahaya yang diberikan kepadamu; belum
pernah diberikan kepada seorang nabi sebelummu, yaitu Fatihatul Kitab, dan
ayat-ayat penutup Surat Al-Baqoroh. Tidaklah engkau membaca sebuah huruf dari
keduanya, kecuali engkau akan diberi". [HR. Muslim dalam Shahih-nya (806),
dan An-Nasa’iy (912)]
Penentu Sholat
Al-Fatihah adalah kewajiban bagi setiap orang yang mengerjakan sholat, baik ia imam, makmum, atau pun munfarid (sholat sendiri). Barangsiapa yang tak membacanya, maka sholatnya tak sah.
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
"Barangsiapa yang melakukan sholat, sedang ia tak membaca Ummul Qur’an (Al-Fatihah) di dalamnya, maka sholatnya kurang (3X), tidak sempurna". Abu Hurairah ditanya, "Bagaimana kalau kami di belakang imam". Beliau berkata, "Bacalah pada dirimu (yakni, secara sirr/pelan), karena sungguh aku telah mendengar Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, "Allah -Ta’ala- berfirman, "Aku telah membagi Sholat (yakni, Al-Fatihah) antara Aku dengan hamba-Ku setengah, dan hamba-Ku akan mendapatkan sesuatu yang ia minta". [HR. Muslim (395), Abu Dawud (821), At-Tirmidziy (2953), An-Nasa’iy (909), dan Ibnu Majah (838)]
Abu Zakariya An-Nawawiy-rahimahullah- berkata, "Al-Fatihah dinamai sholat, karena sholat tak sah, kecuali bersama Al-Fatihah". [Lihat Syarh Shohih Muslim (2/127)]
Inilah beberapa diantara keutamaan Al-Fatihah, kami sajikan bagi para khotib, da’i, penuntut ilmu, dan seluruh kaum muslimin agar mereka tahu dan mengamalkan hadits-hadits shohih ini, dan menyebarkannya, tanpa berpegang lagi dengan hadits-hadits lemah dan palsu tentang fadhilah Al-Fatihah.
Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 86 Tahun II. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)
Sumber Arikel http://almakassari.com/?p=338
Sebelum Saudara/i Berpindah ke Artikel Lain atau ke Blog kesedian-nya untuk meninggalkan Terima kasih.....
Qur'an : Keutamaan Surat Al-Fatihah
Surat Al-Fatihah adalah surat yang amat masyhur,
telah dikenal oleh seluruh kaum muslimin. Saking terkenalnya, terkadang
sebagian kaum muslimin menyalahgunakannya, seperti membacanya untuk orang mati
saat ziarah kubur, atau mengirimkan pahalanya kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wa sallam-, Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy, dan orang-orang yang telah mati.
Semua ini tak ada contohnya dari Allah dan Rasul-Nya
Surat Al-Fatihah amat masyhur, namun banyak di antara kita tak mengetahui fadhilah, dan keutamaannya. Padahal banyak sekali hadits-hadits yang menunjukkan keutamaannya, baik dari sisi kandungan atau kedudukannya di sisi Allah -Azza wa Jalla-. Diantara fadhilah dan keutamaan Surat Al-Fatihah:
Surat yang Paling Agung
Orang yang membaca Al-Fatihah akan mendapatkan balasan pahala yang besar di sisi Allah. Terlebih lagi jika ia membacanya dengan ikhlash, dan mentadabburi maknanya.
Surat Al-Fatihah amat masyhur, namun banyak di antara kita tak mengetahui fadhilah, dan keutamaannya. Padahal banyak sekali hadits-hadits yang menunjukkan keutamaannya, baik dari sisi kandungan atau kedudukannya di sisi Allah -Azza wa Jalla-. Diantara fadhilah dan keutamaan Surat Al-Fatihah:
Surat yang Paling Agung
Orang yang membaca Al-Fatihah akan mendapatkan balasan pahala yang besar di sisi Allah. Terlebih lagi jika ia membacanya dengan ikhlash, dan mentadabburi maknanya.
Abu Sa’id bin Al-Mu’allaa -radhiyallahu ‘anhu- berkata,
كُنْتُ
أُصَلِّيْ فَدَعَانِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ
أُجِبْهُ, قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنِّيْ كُنْتُ أُصَلِّيْ, قَالَ: أَلَمْ
يَقُلِ اللهُ: (اسْتَجِيْبُوْا لِلّهِ وَلِلرَّسُوْلِ إِذَا دَعَاكُمْ), ثُمَّ
قَالَ: أَلاَ أُعَلِّمُكَ أَعْظَمَ سُوْرَةٍ فِي الْقُرْآنِ قَبْلَ أَنْ تَخْرُجَ
مِنَ الْمَسْجِدِ؟. فَأَخَذَ بِيَدِيْ, فَلَمَّا أَرَدْنَا أَنْ نَخْرُجَ, قُلْتُ:
يَا رَسُوْلَ اللهِ, إِنَّكَ قُلْتَ: لأُعَلِّمَنَّكَ أَعْظَمَ سُوْرَةٍ مِنْ
الْقُرْآنِ. قَالَ: (الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ), هِيَ السَّبعُ
الْمَثَانِيْ وَاْلقُرْآنُ الْعَظِيْمُ الَّذِيْ أُوْتِيْتَهُ
"Dulu aku pernah sholat. Lalu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-
memanggilku. Namun aku tak memenuhi panggilan beliau. Aku katakan, "Wahai
Rasulullah, tadi aku sholat". Beliau bersabda, "Bukankah Allah
berfirman,
"Penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu". (QS. Al-Anfaal: 24).
Kemudian beliau bersabda, "Maukah engkau kuajarkan surat yang paling agung dalam Al-Qur’an sebelum engkau keluar dari masjid"?. Beliau pun memegang tanganku. Tatkala kami hendak keluar, maka aku katakan, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya tadi Anda bersabda, "Aku akan ajarkan kepadamu Surat yang paling agung dalam Al-Qur’an". Beliau bersabda, "Alhamdulillahi Robbil alamin. Dia ( Surat Al-Fatihah) adalah tujuh ayat yang berulang-ulang, dan Al-Qur’an Al-Azhim yang diberikan kepadaku". [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (4720), Abu Dawud dalam Sunan-nya (1458), dan An-Nasa’iy dalam Sunan-nya (913)]
Al-Imam Ibnu At-Tiin-rahimahullah- berkata saat menjelaskan makna hadits di atas, "Maknanya, bahwa pahalanya lebih agung (lebih besar) dibandingkan surat lainnya". [Lihat Fathul Bari(8/158) karya Ibnu Hajar Al-Asqolaniy]
Surat Terbaik dalam Al - Qur’an
Surat Al-Fatihah merupakan surat terbaik, karena ia mengandung tauhid, ittiba’ (mengikuti) Sunnah, adab berdo’a, al-wala’ wal baro’, keimanan terhadap perkara gaib, dan lainnya.
Ibnu Jabir-radhiyallahu ‘anhu- berkata,
"Penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu". (QS. Al-Anfaal: 24).
Kemudian beliau bersabda, "Maukah engkau kuajarkan surat yang paling agung dalam Al-Qur’an sebelum engkau keluar dari masjid"?. Beliau pun memegang tanganku. Tatkala kami hendak keluar, maka aku katakan, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya tadi Anda bersabda, "Aku akan ajarkan kepadamu Surat yang paling agung dalam Al-Qur’an". Beliau bersabda, "Alhamdulillahi Robbil alamin. Dia ( Surat Al-Fatihah) adalah tujuh ayat yang berulang-ulang, dan Al-Qur’an Al-Azhim yang diberikan kepadaku". [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (4720), Abu Dawud dalam Sunan-nya (1458), dan An-Nasa’iy dalam Sunan-nya (913)]
Al-Imam Ibnu At-Tiin-rahimahullah- berkata saat menjelaskan makna hadits di atas, "Maknanya, bahwa pahalanya lebih agung (lebih besar) dibandingkan surat lainnya". [Lihat Fathul Bari(8/158) karya Ibnu Hajar Al-Asqolaniy]
Surat Terbaik dalam Al - Qur’an
Surat Al-Fatihah merupakan surat terbaik, karena ia mengandung tauhid, ittiba’ (mengikuti) Sunnah, adab berdo’a, al-wala’ wal baro’, keimanan terhadap perkara gaib, dan lainnya.
Ibnu Jabir-radhiyallahu ‘anhu- berkata,
اِنْتَهَيْتُ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ إِهْرَاقَ الْمَاءَ فَقُلْتُ السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيَّ فَقُلْتُ: السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيَّ فَقُلْتُ السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيَّ فَانْطَلَقَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْشِيْ وَأَنَا خَلْفَهُ حَتَّى دَخَلَ عَلَى رَحْلِهِ وَدَخَلْتُ أَنَا الْمَسْجِدَ فَجَلَسْتُ كَئِيْبًا حَزِيْنًا فَخَرَجَ عَلَيَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ تَطَهَّرَ فَقَالَ : عَلَيْكَ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَ عَلَيْكَ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ و عَلَيْكَ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ ثُمَّ قَالَ اَلاَ أُخْبِرُكَ يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ جَابِرٍ بِخَيْرِ سُوْرَةٍ فِيْ الْقُرْآنِ قُلْتُ بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: اِقْرَأْ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ حَتَّى تَخْتِمَهَا
Al - Fatihah adalah Al - Qur’an Al - Azhim
Surat Al-Fatihah dinamai oleh Allah dengan "Al-Qur’an Al-Azhim", padahal Al-Qur’an Al-Azim bukan hanya Al-Fatihah, masih ada surat-surat lainnya yang berjumlah 11 3. Namun Allah -Azza wa Jalla- menamainya demikian karena kandungan Al-Fatihah meliputi segala perkara yang dikandung oleh Al-Qur’an Al-Azhim secara global. Wallahu A’lam bish showab.
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
أُمُّ الْقُرْآنِ هِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِيْ وَالْقُرْآنُ الْعَظِيْمُ
"Ummul Qur’an (yakni, Al-Fatihah) adalah tujuh ayat yang berulang-ulang, dan Al-Qur’an Al-Azhim". [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (4427), Abu Dawud dalam Sunan-nya (1457), dan At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (3124)]
Surat Ruqyah
Al-Qur’an seluruhnya bisa digunakan dalam meruqyah. Namun secara khusus Al-Fatihah pernah dipergunakan oleh para sahabat dalam meruqyah sebagian orang yang tergigit kalajengking. Dengan berkat pertolongan Allah, orang yang digigit kalajengking tersebut sembuh kala itu juga.
Sekarang kita dengarkan kisahnya dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudriy -radhiyallahu ‘anhu- ketika beliau berkata,
انْطَلَقَ نَفَرٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ سَفْرَةٍ سَافَرُوْهَا حَتَّى نَزَلُوْا عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ فَاسْتَضَافُوْهُمْ فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوْهُمْ فَلُدِغَ سَيِّدُ ذَلِكَ الْحَيِّ فَسَعَوْا لَهُ بِكُلِّ شَيْءٍ لاَ يَنْفَعُهُ شَيْءٌ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: لَوْ أَتَيْتُمْ هَؤُلاَءِ الرَّهْطَ الَّذِيْنَ نَزَلُوْا لَعَلَّهُ أَنْ يَكُوْنَ عِنْدَ بَعْضِهِمْ شَيْءٌ فَأَتَوْهُمْ فَقَالُوْا: يَا أَيُّهَا الرَّهْطُ إِنَّ سَيِّدَنَا لُدِغَ وَسَعْيُنَا لَهُ بِكُلِّ شَيْءٍ لاَ يَنْفَعُهُ فَهَلْ عَنْدَ أَحَدٍ مِنْكُمْ مِنْ شَيْءٍ ؟ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: نَعَمْ وَاللهِ إِنِّيْ لأَُرْقِي وَلَكِنْ وَاللهِ لَقَدْ اسْتَضَفْنَاكُمْ فَلَمْ تُضَيِّفُوْنَا فَمَا أَنَا بِرَاقٍ لَكُمْ حَتَّى تَجْعَلُوْا لَنَا جُعْلاً فَصَالَحُوْهُمْ عَلَى قَطِيْعٍ مِنَ الْغَنَمِ فَانْطَلَقَ يَتْفُلُ عَلَيْهِ وَيَقْرَأُ { الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ } . فَكَأَنَّمَا نُشِطَ مِنْ عِقَالٍ فَانْطَلَقَ يَمْشِي وَمَا بِهِ قَلَبَةٌ . قَالَ: فَأَوْفَوْهُمْ جُعْلَهُمُ الَّذِيْ صَالَحُوْهُمْ عَلَيْهِ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: اقْسِمُوْا فَقَالَ الَّذِيْ رَقِيَ: لاَ تَفْعَلُوْا حَتَّى نَأْتِيّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَذْكُرَ لَهُ الَّذِيْ كَانَ فَنَنْظُرَ مَا يَأْمُرُنَا فَقَدِمُوْا عَلَى رَسُوْلِ اللهِ فَذَكَرُوْا لَهُ فَقَالَ: وَمَا يُدْرِيْكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ . ثُمَّ قَالَ: قَدْ أَصَبْتُمْ اقْسِمُوْا وَاضْرِبُوْا لِيْ مَعَكُمْ سَهْمًا . فَضَحِكَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Al-Imam Ibnu Abi Jamroh-rahimahullah- berkata, "Tempat memercikkan ludah ketika me-ruqyah adalah usai membaca Al-Qur’an pada anggota badan yang dilalui oleh ludah". [Lihat Tuhfah Al-Ahwadziy (9/206)]
Cahaya Untuk Ummat Islam
Satu lagi diantara fadhilah Al-Fatihah, ia disebut dengan cahaya, karena di dalamnya terdapat petunjuk bagi seorang muslim dalam semua urusannya. Jika kita mengkaji Al-Fatihah secara mendalam, maka kita akan mendapat banyak faedah dan petunjuk. Oleh karena itu, sebagian ulama’ telah menulis kitab khusus menafsirkan Al-Fatihah dan mengeluarkan mutiara hikmahnya yang berisi pelita yang menerangi kehidupan kita.
Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhu- berkata,
بَيْنَمَا جِبْرِيْلُ قَاعِدٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ نَقِيْضًا مِنْ فَوْقِهِ فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ: هَذَا بَابٌ مِنَ السَّمَاءِ فُتِحَ الْيَوْمَ لَمْ يُفْتَحْ قَطُّ إِلاَّ الْيَوْمَ فَنَزَلَ مِنْهُ مَلَكٌ فَقَالَ: هَذَا مَلَكٌ نَزَلَ إِلَى اْلأَرْضِ لَمْ يَنْزِلُ قَطُّ إِلاَّ الْيَوْمَ فَسَلَّمَ وَقَالَ: أَبْشِرْ بِنُوْرَيْنِ أُوْتِيْتَهُمَا لَمْ يُؤْتَهُمَا نَبِيٌّ قَبْلَكَ: فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَخَوَاتِيْمَ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ لَنْ تَقْرَأَ بِحَرْفٍ مِنْهُمَا إِلاَّ أُعْطِيْتَهُ
Penentu Sholat
Al-Fatihah adalah kewajiban bagi setiap orang yang mengerjakan sholat, baik ia imam, makmum, atau pun munfarid (sholat sendiri). Barangsiapa yang tak membacanya, maka sholatnya tak sah.
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
مَنْ صَلَّى صَلاَةً لَمْ يَقْرَأْ فِيْهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ ثَلاَثًا غَيْرُ تَمَامٍ فَقِيْلَ لِأَبِيْ هُرَيْرَةَ: إِنَّا نَكُوْنُ وَرَاءَ اْلإِمَامِ فَقَالَ: اِقْرَأْ بِهَا فِيْ نَفْسِكَ فَإِنِّيْ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: قَالَ اللهُ تَعَالَى: قَسَّمْتُ الصَّلاَةَ بَيْنِيْ وَبَيْنَ عَبْدِيْ نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِيْ مَا سَأَلَ
"Barangsiapa yang melakukan sholat, sedang ia tak membaca Ummul Qur’an (Al-Fatihah) di dalamnya, maka sholatnya kurang (3X), tidak sempurna". Abu Hurairah ditanya, "Bagaimana kalau kami di belakang imam". Beliau berkata, "Bacalah pada dirimu (yakni, secara sirr/pelan), karena sungguh aku telah mendengar Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, "Allah -Ta’ala- berfirman, "Aku telah membagi Sholat (yakni, Al-Fatihah) antara Aku dengan hamba-Ku setengah, dan hamba-Ku akan mendapatkan sesuatu yang ia minta". [HR. Muslim (395), Abu Dawud (821), At-Tirmidziy (2953), An-Nasa’iy (909), dan Ibnu Majah (838)]
Abu Zakariya An-Nawawiy-rahimahullah- berkata, "Al-Fatihah dinamai sholat, karena sholat tak sah, kecuali bersama Al-Fatihah". [Lihat Syarh Shohih Muslim (2/127)]
Inilah beberapa diantara keutamaan Al-Fatihah, kami sajikan bagi para khotib, da’i, penuntut ilmu, dan seluruh kaum muslimin agar mereka tahu dan mengamalkan hadits-hadits shohih ini, dan menyebarkannya, tanpa berpegang lagi dengan hadits-hadits lemah dan palsu tentang fadhilah Al-Fatihah.
Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 86 Tahun II. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)
Sumber Arikel http://almakassari.com/?p=338
Sebelum Saudara/i Berpindah ke Artikel Lain atau ke Blog kesedian-nya untuk meninggalkan Terima kasih.....
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
November 05, 2012
Untuk menjawab pertanyaan ini, kami bawakan nasehat yang bagus dari Syaikh Rabi bin Hadi Al Madkhali:
“Jika imam membaca doa qunut di shalat shubuh, maka ikutilah dia. Walau anda sebagai ma’mum berpendapat berbeda. Bahkan jika anda sebagai ma’mum menganggap shalat sang imam itu tidak sah menurut mazhab anda, namun sah menurut mazhab sang imam, anda tetap boleh berma’mum kepadanya. Karena Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan demikian, beliau bersabda:
Jika demikian, maka anda tetap boleh shalat bersama imam tersebut.
فَإِنْ قَنَتَ
الْإِمَامُ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ يَسْكُتُ مَنْخَلْفَهُ عِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ
وَمُحَمَّدٍ رَحِمَهُمَا اللَّهُ .
فإذا كان الإمام
يسدل في صلاته ويديم القنوت في صلاة الصبح على ماذكر في السؤال نصحه أهل العلم
وأرشدوه إلى العمل بالسنة ، فإن استجاب فالحمد لله ،وإن أبى وسهلت صلاة الجماعة
وراء غيره صُلِّيَ خلف غيره محافظةً على السنة ، وإن لميسهل ذلك صُلِّيَ وراءه
حرصاً على الجماعة ، والصلاةُ صحيحةٌ على كل حال .
Qunut Jika Imam Membaca Qunut Shubuh
Jika Imam Membaca
Qunut Shubuh
Bagaimana
hukumnya orang yang menjadi makmumnya ahlul bid’ah? Apakah diperbolehkan
seseorang mendirikan shalat berjamaah di asrama, dengan alasan masjid terdekat
dari asrama imam rawatibnya biasanya melakukan ritual bid’ah sedangkan masjid
yang lain jaraknya jauh? Misalnya, jika kita berkeyakinan bahwa qunut
subuh adalah suatu bid’ah, maka bagaimana hukumnya jika kita menjadi makmumnya
imam yang selalu mengamalkan qunut subuh, apakah boleh? Jazakallahu khairan
Abu Abdirrahman
Alamat: Jl. Mulyosari, Surabaya
Email: emailkuxxxx@yahoo.com
Alamat: Jl. Mulyosari, Surabaya
Email: emailkuxxxx@yahoo.com
Al Akh Yulian
Purnama menjawab:
Pertama, shalat wajib
berjama’ah di masjid hukum asalnya adalah wajib sebagaimana telah dijelaskan
oleh Ustadz Kholid Syamhudi,Lc. Hafizhahullah pada artikel HukumShalat Berjama’ah Wajib Ataukah Sunnah.
Kedua, sebagaimana
telah diketahui penanya bahwa membaca doa qunut pada shalat shubuh secara rutin
adalah perkara baru dalam agama. Meskipun memang sebagian Syafi’iyyah dan
Malikiyyah menganggapnya disyariatkan. Penjelasan mengenai hal ini cukup
panjang, namun ringkasnya, pendapat yang benar adalah bahwa hal tersebut
termasuk perkara baru dalam agama dengan alasan berikut:
- Praktek
membaca Doa Qunut yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wassallam berdasarkan banyak hadits adalah Qunut Nazilah, yaitu doa
Qunut yang dibaca karena adanya musibah besar yang menimpa kaum muslimin.
Dan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wassallam mempraktekan hal tersebut
tidak hanya pada shalat shubuh, namun pernah dilakukan pada seluruh shalat
fardhu. Dan beliau tidak merutinkan membaca doa Qunut pada shalat shubuh
meskipun memang praktek Qunut Nazilah yang beliau lakukan paling sering
dilakukan ketika shalat shubuh. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Qayyim Al
Jauziyyah:
وكان هديه صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ القنوت في النوازل خاصة، وترْكَه عند عدمها ، ولم يكن يخصه بالفجر، بل كان أكثر قنوته فيها
“Petunjuk dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wassallam
dalam masalah Qunut adalah hanya melakukannya jika terjadi nazilah (musibah
besar) saja. Dan tidak melakukannya jika tidak ada nazilah. Tidak pula
mengkhususkannya pada shalat shubuh, walaupun memang beliau paling sering
membaca Qunut Nazilah ketika shalat shubuh (Zaadul Ma’ad, 1/273)”
- Terdapat
hadits shahih dari Abu Malik bin Sa’id Al Asy-ja’i yang tegas menunjukkan
bahwa membaca qunut pada shalat shubuh secara rutin tidak pernah dilakukan
oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabat:
عَنْ أَبِيهِ صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِوَسَلَّمَ فَلَمْ يَقْنُتْ ، وَصَلَّيْتُ خَلْفَ أَبِي بَكْرٍ فَلَمْ يَقْنُتْ ،وَصَلَّيْتُ خَلْفَ عُمَرَ فَلَمْ يَقْنُتْ ، وَصَلَّيْتُ خَلْفَ عُثْمَانَ فَلَمْيَقْنُتْ وَصَلَّيْتُ خَلْفَ عَلِيٍّ فَلَمْ يَقْنُتْ ، ثُمَّ قَالَ يَا بُنَيَّإنَّهَا بِدْعَةٌ } رَوَاهُ النَّسَائِيّ وَابْنُ مَاجَهْ وَالتِّرْمِذِيُّ وَقَالَحَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
“Dari ayahku, ia berkata: ‘Aku pernah shalat menjadi
makmum Nabi Shallallahu’alaihi Wassallam namun ia tidak membaca Qunut, Aku
pernah shalat menjadi makmum Abu Bakar namun ia tidak membaca Qunut, Aku pernah
shalat menjadi makmum Umar namun ia tidak membaca Qunut, Aku pernah shalat
menjadi makmum Utsman namun ia tidak membaca Qunut, Aku pernah shalat menjadi
makmum Ali namun ia tidak membaca Qunut. Wahai anakku ketahuilah itu perkara
bid’ah‘” (HR. Nasa-i, Ibnu Majah, At Tirmidzi. At Tirmidzi berkata:
“Hadits ini hasan shahih”)
Dalam lafadz Ibnu Majah:
Dalam lafadz Ibnu Majah:
قُلْت لِأَبِي يَا أَبَتِ إنَّكَ قَدْ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُولِاللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَوَعَلِيٍّ بِالْكُوفَةِ نَحْوًا مِنْ خَمْسِ سِنِينَ أَكَانُوا يَقْنُتُونَ فِيالْفَجْرِ ؟ قَالَ : أَيْ بُنَيَّ مُحْدَثٌ
“Abu Malik berkata: ‘Wahai ayah, engkau pernah shalat
menjadi makmum Nabi Shallallahu’alaihi Wassallam, Abu Bakar, Umar, Utsman dan
Ali di kufah selama kurang lebih 5 tahun. Apakah mereka membaca qunut di shalat
shubuh?’. Ayahku berkata: ‘Wahai anakku, itu perkara baru dalam agama’“
- Sedangkan
hadits yang menyatakan bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wassallam membaca
qunut di shalat shubuh hingga wafatnya, telah dijelaskan oleh para ulama
bahwa bukan lah maknanya merutinkan qunut, jika dilihat dari praktek
beliau.
وَأَمَّا حَدِيثُ أَنَسٍ { مَا زَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا } رَوَاهُأَحْمَدُ وَغَيْرُهُ : فَفِيهِ مَقَالٌ ، وَيُحْتَمَلُ : أَنَّهُ أَرَادَ بِهِ : طُولَ الْقِيَامِ ، فَإِنَّهُ يُسَمَّى قُنُوتًا
“Adapun hadits ‘Rasulullah Shallallahu’alaihi Wassallam
selalu qunut di shalat shubuh sampai berpisah dengan dunia‘ Hadits Riwayat
Ahmad dan lainnya. Tentang makna Qunut di sini terdapat beberapa
pendapat. Dan nampaknya maknanya adalah beliau shalat shubuh dengan waktu
berdiri yang lama. Oleh karena itu dalam bahasa arab disebut juga Qunut” (Syarhu
Muntahal Iradat, 45/2)
Ketiga, mengenai
shalat dibelakang imam yang melakukan bid’ah, selama bukan bid’ah yang
menyebabkan kekafiran maka persoalan ini dibagi menjadi 2 bagian:
1. Bolehkah dan
sahkah shalatnya?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kami bawakan nasehat yang bagus dari Syaikh Rabi bin Hadi Al Madkhali:
“Jika imam membaca doa qunut di shalat shubuh, maka ikutilah dia. Walau anda sebagai ma’mum berpendapat berbeda. Bahkan jika anda sebagai ma’mum menganggap shalat sang imam itu tidak sah menurut mazhab anda, namun sah menurut mazhab sang imam, anda tetap boleh berma’mum kepadanya. Karena Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan demikian, beliau bersabda:
يُصَلُّونَ لَكُمْ فَإِنْ أَصَابُوا فَلَكُمْ وَإِنْ أخطؤوا فَلَكُمْوَعَلَيْهِمْ
“Shalatlah
kalian bersama imam, jika shalat imam itu benar, kalian mendapat pahala. Jika
shalat imam itu salah, kalian tetap mendapat pahala dan sang imam yang
menanggung kesalahnnya” (HR. Bukhari no.662)
Jika demikian, maka anda tetap boleh shalat bersama imam tersebut.
Demikian juga
yang dipraktekan oleh para salaf. Suatu ketika Khalifah Harun Ar Rasyid pergi
berhaji lalu singgah di Madinah, kemudian berbekam. Kemudian ia bertanya kepada
Imam Malik: “Aku baru berbekam, apakah aku boleh shalat tanpa wudhu lagi?”.
Imam Malik menjawab: “Boleh”. Maka beliau pun mengimami shalat tanpa berwudhu
lagi.
Karena menurut
mazhab Maliki
Hanafi, bekam dapat membatalkan wudhu, orang-orang bertanya kepada Abu Yusuf Al
Hanafi: “Bagaimana mungkin aku shalat bermakmum pada Khalifah Harun Ar Rasyid
padahal ia belum berwudhu??”. Abu Yusuf berkata: “Subhanallah… Ia Amirul
Mu’minin!”
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah juga memiliki pendapat dalam hal ini: “Jika anda bermakmum pada
imam yang memiliki perbedaan pendapat dengan anda dalam masalah sah atau
tidaknya shalat. Lalu anda berpendapat bahwa shalat yang dilakukannya itu tidak
sah, namun ia memiliki hujjah dan dalil bahwa shalat yang ia lakukan sudah sah,
maka anda boleh bermakmum kepadanya. Kecuali jika sang imam menegaskan bahwa ia
belum berwudhu, misalnya ia berkata: ‘Saya belum berwudhu dan saya akan shalat
tanpa wudhu’. Maka shalatnya tidak sah bagi si imam dan tidak sah pula bagi
anda”.
[Sampai di sini perkataan Syaikh Rabi', dinukil dari http://www.rabee.net/show_fatwa.aspx?id=208]
[Sampai di sini perkataan Syaikh Rabi', dinukil dari http://www.rabee.net/show_fatwa.aspx?id=208]
Imam Al Bukhari
dalam Shahih-nya juga membuat bab:
باب إِمَامَةِ الْمَفْتُونِ وَالْمُبْتَدِعِ وَقَالَ الْحَسَنُ صَلِّوَعَلَيْهِ بِدْعَتُهُ
“Bab berimam kepada
orang yang terkena fitnah atau mubtadi. Dan Al Hasan berkata: ‘Shalatlah
bermakmum kepada mereka, sedangkan bid’ah yang mereka lakukan biarlah mereka
yang menanggung’”. Perlu diketahui fiqih Imam Al Bukhari terdapat pada
judul-judul babnya.
Ringkasnya,
anda boleh shalat dibelakang imam yang melakukan kesalahan dalam shalat semisal
membaca doa qunut dalam shalat shubuh atau semacamnya, selama kesalahan
tersebut bukan kesalahan yang secara ijma ulama dapat membatalkan shalat,
seperti tidak berwudhu. Namun tetap disarankan untuk mencari masjid yang
imamnya sesuai atau lebih mendekati sunnah jika memungkinkan.
2. Apa yang
harus dilakukan?
Jika seseorang bermakmum dibelakang imamyang membaca doa qunut pada shalat shubuh, yang merupakan bid’ah, apakah ia ikut membaca doa bersama imam? Ataukah diam saja? Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama.
Jika seseorang bermakmum dibelakang imamyang membaca doa qunut pada shalat shubuh, yang merupakan bid’ah, apakah ia ikut membaca doa bersama imam? Ataukah diam saja? Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama.
Pendapat
pertama, yaitu
mengikuti imam membaca doa qunut, mengingat perintah untuk mengikuti imam.
Sebagaimana pendapat Abu Yusuf Al Hanafi yang disebutkan dalam Fathul Qadiir
(367/2):
وَقَالَ أَبُو يُوسُفَ رَحِمَهُ اللَّهُ يُتَابِعُهُ ) لِأَنَّهُتَبَعٌ لِإِمَامِهِ ، وَالْقُنُوتُ مُجْتَهَدٌ فِيهِ
“Abu Yusuf rahimahullah
berpendapat ikut membaca qunut. Karena hal tersebut termasuk kewajiban
mengikuti imam. Sedangkan membaca qunut adalah ijtihad imam”
Dalam Syarhul
Mumthi’ Syarh Zaadul Mustaqni’ (45/4) kitab fiqh mazhab Hambali, Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan:
وانظروا إلى الأئمة الذين يعرفون مقدار الاتفاق، فقد كان الإمامأحمدُ يرى أنَّ القُنُوتَ في صلاة الفجر بِدْعة، ويقول: إذا كنت خَلْفَ إمام يقنتفتابعه على قُنُوتِهِ، وأمِّنْ على دُعائه، كُلُّ ذلك مِن أجل اتِّحاد الكلمة،واتِّفاق القلوب، وعدم كراهة بعضنا لبعض
“Perhatikanlah
para ulama yang sangat memahami pentingnya persatuan. Imam Ahmad berpendapat
bahwa membaca qunut ketika shalat shubuh itu bid’ah. Namun ia berkata: ‘Jika
seseorang shalat bermakmum pada imam yang membaca qunut maka hendaknya ia
mengikuti dan mengamini doanya’. Ini dalam rangka persatuan, dan mengaitkan
hati dan menghilangkan kebencian diantara kaum muslimin”
Pendapat kedua, diam dan
tidak mengikuti imam ketika membaca doa qunut, karena tidak harus mengikuti
imam dalam kebid’ahan. Dalam Fathul Qadiir (367/2), kitab Fiqih Mazhab
Hanafi, dijelaskan:
فَإِنْ قَنَتَ
الْإِمَامُ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ يَسْكُتُ مَنْخَلْفَهُ عِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ
وَمُحَمَّدٍ رَحِمَهُمَا اللَّهُ .
“Jika imam
membaca doa qunut dalam shalat shubuh, sikap makmum adalah diam. Ini
menurut Imam Abu Hanifah dan Muhammad rahimahumallah“
Dalam Al
Mubdi’ (238/2), kitab fiqih mazhab Hambali dikatakan:
وذكر أبو الحسين رواية فيمن صلى خلف من يقنت في الفجر أنه يسكت ولايتابعه
“Abul Husain
(Ishaq bin Rahawaih) membawakan riwayat tentang sahabat yang shalat dibelakang
imam yang membaca qunut pada shalat shubuh dan ia diam“
Namun perkara
ini adalah perkara khilafiah ijtihadiyah, anda dapat memilih pendapat
yang menurut anda lebih mendekati kepada dalil-dalil yang ada. Wallahu Ta’ala
A’lam, kami menguatkan pendapat pertama, yaitu mengikuti imam berdoa qunut
mengingat hadits tentang perintah untuk mengikuti imam meskipun imam melakukan
kesalahan selama tidak disepakati oleh para ulama kesalahan tersebut dapat
membatalkan shalat, sebagaimana telah dibahas di atas.
Yang terakhir, perlu
dicamkan bahwa dalam keadaan ini anda tetap berkewajiban untuk menghadiri
shalat berjama’ah di masjid. Sebagaimana solusi yang disarankan oleh Al
Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Wal Ifta:
فإذا كان الإمام
يسدل في صلاته ويديم القنوت في صلاة الصبح على ماذكر في السؤال نصحه أهل العلم
وأرشدوه إلى العمل بالسنة ، فإن استجاب فالحمد لله ،وإن أبى وسهلت صلاة الجماعة
وراء غيره صُلِّيَ خلف غيره محافظةً على السنة ، وإن لميسهل ذلك صُلِّيَ وراءه
حرصاً على الجماعة ، والصلاةُ صحيحةٌ على كل حال .
“Jika imam
melakukan sadl atau merutinkan membaca doa qunut ketika shalat shubuh,
sebagaimana yang anda tanyakan, katakan kepadanya bahwa para ulama menasehatkan
dirinya untuk beramal dengan yang sesuai sunnah. Jika ia setuju, alhamdulillah.
Jika ia menolak, maka bila anda dapat dengan mudah mencari masjid lain,
shalatlah di sana. Dalam rangka menjaga diri agar senantiasa mengamalkan yang
sunnah. Jika sulit untuk mencari masjid lain, maka anda tetap shalat menjadi
makmum imam tersebut, dalam rangka melaksanakan kewajiban shalat berjama’ah” (Fatawa
Lajnah Ad Daimah, 7/366)
Wabillahi At
Taufiq
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Label:
fatwa ulama,
index
November 05, 2012
Ulil Amri
Allah ta’ala berfirman,
Sebelum Saudara/i Berpindah ke Artikel Lain atau ke Blog kesedian-nya untuk meninggalkan Terima kasih.....
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا
الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah rasul, dan ulil amri diantara
kalian.” (QS. an-Nisaa’: 59)
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata,
“Para ulama mengatakan: Yang dimaksud dengan ulil amri adalah orang-orang yang
Allah wajibkan untuk ditaati yaitu penguasa dan pemerintah. Inilah
pendapat yang dipegang oleh mayoritas ulama salaf/terdahulu dan
kholaf/belakangan dari kalangan ahli tafsir maupun ahli fikih dan selainnya.
Ada yang berpendapat bahwa ulil amri itu adalah para ulama.
Ada yang mengatakan bahwa mereka itu adalah umara’/pemerintah
dan ulama. Adapun orang yang berpendapat bahwa ulil amri
itu hanya para Sahabat maka dia telah keliru.”
[1]
Adapun pendapat yang dikuatkan
oleh Ibnul Qayyim rahimahullah bahwa kandungan ayat
ini mencakup kedua kelompok tersebut; yaitu ulama
maupun umara/pemerintah. Dikarenakan kedua penafsiran ini sama-sama terbukti
sahih dari para Sahabat [2]
Abu Hurairah radhiyallahu’anhu berkata,
“Mereka (ulil amri) adalah parapemimpin/pemerintah.” Penafsiran
serupa juga diriwayatkan dari Maimun bin Mihran dan yang
lainnya. Sedangkan Jabir bin Abdullah berkata
bahwa mereka itu adalah para ulama dan pemuka kebaikan. Mujahid,
Atha’, al-Hasan, dan Abul Aliyah mengatakan bahwa
maksudnya adalah para ulama. Mujahid menafsirkan
bahwa yang dimaksud adalah para Sahabat. Pendapat yang dikuatkan
oleh Imam asy-Syafi’i adalah pendapat pertama, yaitu ulil
amri adalah para pemimpin/pemerintah[3]
Referensi:
[1] Syarh Muslim [6/467]
cet. Dar Ibnu al-Haitsam
[2] adh-Dhau’ al-Munir ‘ala at-Tafsir [2/235
dan 238]
[3] Fath al-Bari [8/106]
—
Sumber Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi dan Sumber Artikel Muslim.Or.Id
Sebelum Saudara/i Berpindah ke Artikel Lain atau ke Blog kesedian-nya untuk meninggalkan Terima kasih.....
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Oktober 30, 2012
Baca Selengkapnya
Sebelum Saudara/i Berpindah ke Artikel Lain atau ke Blog kesedian-nya untuk meninggalkan Terima kasih.....
E T I K A BERCAKAP-CAKAP
Written By sumatrars on Selasa, 30 Oktober 2012 | Oktober 30, 2012
Adab Berbicara
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, kemudian shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, keluarga dan sahabatnya serta yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari yang dijanjikan.
Dalam kehidupan ini sebagai makluk sosial manusia tidak akan pernah lepas dari berkomunikasi, satu dengan yang lainnya. Terkadang untuk suatu keperluan dan terkadang juga sekadar basa-basi. Tapi, kadangkala adab dalam bercakap-cakap ini diabaikan, sehingga tidak sedikit membuat kesal dan tersinggung lawan bicaranya.
Karena itu, inilah eBook yang menjelaskan beberapa etika yang perlu diperhatikan agar percakapan kita menjadi berfaedah dan penuh dengan hikmah, selamat menyimak…
Baca Selengkapnya
Sebelum Saudara/i Berpindah ke Artikel Lain atau ke Blog kesedian-nya untuk meninggalkan Terima kasih.....
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Label:
akhlaq dan nasehat,
index
Oktober 30, 2012
Sebelum Saudara/i Berpindah ke Artikel Lain atau ke Blog kesedian-nya untuk meninggalkan Terima kasih.....
Iman - Malu adalah Identitas Muslim
Malu adalah Identitas Muslim
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Malulah kalian
kepada Allah dengan sebenar-benar malu”. Kami berkata, “Wahai Nabi Allah,
sesungguhnya kami malu, Alhamdulillah (segala puji bagi Allah)”. Rasulullah SAW
bersabda, “Bukan begitu, tetapi malu kepada Allah dengan sebenar-benar malu itu
ialah kamu menjaga kepala dan apa yang ada di dalamnya, kamu menjaga perut
dengan segala isinya, dan hendaklah kamu mengingat mati dan kehancuran.
Barangsiapa menghendaki akhirat dengan meninggalkan kemewahan dunia, orang yang
berbuat demikian, maka ia telah malu yakni kepada Allah dengan sebenar-benar
malu”. [HR Tirmidzi juz 4, hal. 53, no. 2575]
Manusia merupakan makhluk Allah SWT yang paling sempurna. Kesempurnaan itu
tampak dari dianugerahkannya akal, sehingga manusia seharusnya mampu memilah
antara yang hak dan batil. Berbeda dengan makhluk tumbuhan dan binatang, dimana
nafsu lebih mendominasi tanpa akal.
Malu merupakan sifat yang mulia. Sifat yang telah diwariskan oleh para Nabi.
Islam menganjurkan umatnya agar menjadikan malu sebagai penghias hidupnya.
Hiasan yang membawa kebaikan bagi pemiliknya dan menjadi jalan menuju surga.
Rasa malu memang merupakan rem yang sangat ampuh dalam mengontrol perilaku kita.
Sekiranya tidak ada rasa malu pada diri kita, tentu apa yang diisyaratkan hadis
di atas akan benar-benar terjadi. Kita akan melakukan apa saja yang diinginkan
tanpa kekangan. Kalau sudah seperti itu, maka berbagai penyelewengan dan
penyimpangan tentu akan dilakukan tanpa adanya perasaan bersalah.
Bahkan mungkin, berbagai penyimpangan dikemas dalam tampilan yang soleh dan
agamis. Tanpa adanya rasa malu, apa yang tidak layak menjadi pantas, dan apa
yang terlarang menjadi boleh dan dipandang baik. Tuntunan menjadi tontonan, dan
sebaliknya tontonan menjadi tuntunan.
Penting untuk dipahami bahwa rasa malu disini dalam konteks apa-apa yang dibenci
Allah SWT bukan dalam hal-hal yang benar. Sehingga didalam perjuangan menegakkan
kebenaran dan kejujuran wajib dikedepankanlah keberanian. Tidak semestinya
seorang malu untuk menuntut apa yang memang menjadi haknya. Tapi, ia seharusnya
malu jika mengambil apa-apa yang bukan haknya, walaupun tidak ada seorang
manusiapun yang mengetahui perbuatannya.
Alangkah indah sekiranya kaum Muslimin memilika rasa malu yang kuat, sehingga
rasa malu itu menjadi penuntun kearah perilaku yang mulia. Setiap kali
bisikan-bisikan buruk menggoda, maka akan kita katakan, “Sungguh saya malu pada
Allah untuk berbuat yang semacam ini.”
Sudah saatnya malu menjadi budaya yang harus selalu dijaga dan dipelihara, baik
oleh individu, kelompok, terlebih bangsa ini. Kita sadari betapa tidak
berhentinya petaka, bencana, yang melanda bangsa ini mungkin salah satunya
diakibatkan oleh hilangnya rasa malu.
Seorang siswa yang
tahu nikmatnya mencari ilmu tidak akan pernah malu dalam bertanya. Kenapa harus
takut dan malu untuk memburu ilmu yang sedang dipelajari? Sebaliknya dia akan
malu ketika ada bisikan-bisikan untuk mencontek atau memberikan contekan juga.
Seorang Muslim akan
merasa malu ketika melihat tontonan acara tv yang tersuguh dalam bentuk gossip
dan fitnah. Acara mengumbar maksiyat dan kedurhakaan sudah pasti dimatikan bagi
yang masih mempuyai rasa malu.
Seorang pejabat merasa
malu jika menyelewengkan kekuasaan terkait profesinya. Jabatannya merupakan
amanah yang harus diemban. Dia menjadi pejabat bukan karena kehebatannya,
melainkan kepercayaan konstituen kepadanya.
Seorang wanita merasa malu mempertononkan auratnya pada orang yang tidak
memiliki hak atasnya. Dia berpikir bahwa ini merupakan karunia Allah SWT yang
harus dijaga sesuai aturan yang telah digariskan.
Seorang pengusaha merasa
malu jika terlambat memberi upah pada karyawannya. Kesuksesan usahanya adalah
berkat kerja keras para karyawannya. Tak ada artinya dia tanpa bantuan karyawan.
Seorang penguasa merasa
malu jika tidak memberikan pelayanan terbaiknya kepada rakyat. Kekuasaan yang
dimilikinya sangat terbatas oleh ruang dan waktu. Namun, kekuasaan Allah SWT
bersifat kekal. Ketakutannya kepada Allah SWT mendorongnya untuk berbuat adil
dan bijaksana. Semua akan ditanyakan di alam akherat tidak tersisa bab sekecil
apapun.
Apakah masih ada rasa malu di hati kita? Jika kita tidak malu melakukan maksiyat
kecil maka bersiaplah akan hanyut dalam kemungkaran dan maksiyat yang lebih
besar.
Satu lagi, kalau malu hanya berpatokan pada pandangan manusia, maka hal itu akan
melahirkan manusia-manusia yang bersikap munafik. Di depan banyak orang, dia
akan bersikap baik, santun, ramah, dan sebagainya. Begitu tidak terlihat banyak
manusia, dia akan berkhianat, korupsi, menyengsarakan orang lain, serta
melakukan kejahatan kejam lainnya.
Rasa malu merupakan identitas bagi setiap Muslim.
Dari Zaid bin Thalhah bin Rukanah, ia mengatakannya dari Nabi SAW, Rasulullah
SAW bersabda, “Bagi tiap-tiap agama itu ada akhlaqnya, dan akhlaq Islam adalah
malu”. [HR Malik, di dalam Muwaththa' : 905]
Artinya, rasa malu merupakan bagian yang tak boleh terpisahkan dari diri setiap
Muslim.
Begitu hilang rasa malunya, maka hilang pula kepribadiannya sebagai seorang
Muslim. Ia akan terbiasa berbuat dosa, baik terang-terangan maupun tersembunyi.
Makanya, sangat wajar jika Rasulullah SAW murka terhadap orang yang tak punya
rasa malu.
Dari Abu Mas’ud, ia berkata : Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya diantara apa-apa
yang didapati orang-orang dari perkataan para Nabi dahulu ialah : Apabila kamu
sudah tidak malu, maka berbuatlah sekehendakmu”. [HR. Bukhari juz 7, hal. 100]
Betul! Silahkan berbuat sesukamu tanpa malu sehingga Allah akan murka. Dan
bersiaplah untuk menjalani hidup yang sempit di akhirat dan didunia. Mari kita
jaga dan budayakan sifat MALU ketika akan berbuat kemungkaran dan selalu BERANI
dalam memperjuangkan kebenaran.
Sumber : R,Chan
Sebelum Saudara/i Berpindah ke Artikel Lain atau ke Blog kesedian-nya untuk meninggalkan Terima kasih.....
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Label:
akhlaq dan nasehat,
index
KISAH NABI ADAM ALAIHI SALAM
BUAH TEEN Kisah Nabi Adam: Dari Awal Penciptaan Hingga Turun ke Bumi Kisah Nabi Adam menceritakan terciptanya manusia pertama y...