BLOG AL ISLAM
Kontributor
Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha
Arsip Blog
-
►
2011
(33)
- ► Januari 2011 (22)
- ► September 2011 (1)
-
►
2012
(132)
- ► April 2012 (1)
- ► Agustus 2012 (40)
- ► Oktober 2012 (54)
- ► November 2012 (4)
- ► Desember 2012 (3)
-
►
2013
(15)
- ► Maret 2013 (1)
-
►
2015
(53)
- ► Januari 2015 (45)
- ► April 2015 (1)
-
►
2023
(2)
- ► Februari 2023 (1)
- ► Desember 2023 (1)
Live Traffic
Sayyid Qutb Pencela Shahabat
Written By sumatrars on Jumat, 07 September 2012 | September 07, 2012
Sayyid Qutb Pencela Shahabat
Sabda Nabi n:
Tatkala terjadi perselisihan antara Khalid ibnul Walid dan Abdurrahman bin ‘Auf, maka Khalid pun mencerca Abdurrahman. Sementara Abdurrahman lebih dahulu masuk Islam daripada Khalid, bahkan ia termasuk As-Sabiqunal Awwalun. Maka Rasulullah n menegur Khalid dengan sabda beliau di atas. Hadits di atas menunjukkan kepada kita semua tentang haramnya mencela para shahabat Nabi , sebagaimana hal ini telah dikemukakan sebagai penamaan bab di dalam Shahih Muslim oleh Al-Imam An-Nawawi .
Sebagaimana telah dijelaskan oleh Al-Imam Al-Qadhi ‘Iyadh bahwa keutamaan bersahabat dengan Rasulullah meski hanya sebentar tidak bisa dibandingkan dengan satu amalan pun. Tidak dapat dicapai derajat ini dengan sesuatu pun dan keutamaan itu tidak dapat diambil dengan qiyas, yang demikian itu merupakan keutamaan dari Allah yang Dia berikan kepada siapa yang diinginkan-Nya. (Syarhu Shahih Muslim, 16/93)
Dalam lafadz yang lain: “Lebih baik daripada ibadah salah seorang dari kalian sepanjang hidup.” (Riwayat Ibnu Abi ‘Ashim dalam As Sunnah no. 1006 dan atsar ini dishahihkan oleh Asy-Syaikh Albani dalam Tahqiq Syarhul ‘Aqidah Ath-Thahawiyyah hal. 469)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t berkata: “Mencela shahabat Rasulullah n adalah haram hukumnya dengan dalil Al Kitab dan As Sunnah.” (Ash-Asharimul Maslul ‘ala Syatimir Rasul, hal. 571)
‘Umar bin Abdul ‘Aziz bertanya: “Apa yang mendorongmu untuk mencercanya?”
“Aku membencinya,” jawab si pencerca.
“Apakah jika engkau membenci seseorang, engkau akan mencelanya?” tanya ‘Umar lagi. Lalu ia memerintahkan agar si pencerca itu dicambuk 30 kali.
Ibrahim bin Maisarah berkata: “Aku belum pernah sama sekali melihat ‘Umar bin Abdil ‘Aziz memukul seseorang, kecuali seorang laki-laki yang mencerca Mu’awiyah, maka ‘Umar memukulnya dengan beberapa kali cambukan.”
Al-Imam Malik berkata: “Siapa yang mencerca Nabi n maka ia dibunuh dan siapa yang mencerca shahabat maka ia diberi “pelajaran”. (Semua atsar kami nukilkan dari kitab Ash-Sharimul Maslul, hal. 567, 568, 569, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah)
Pertama: mencela para shahabat Nabi n dengan mengkafirkan mayoritas mereka atau menyatakan kebanyakan mereka itu fasik. Maka hukum orang yang berbuat seperti ini kafir karena ia telah mendustakan Allah dan Rasul-Nya yang telah memberikan pujian kepada para shahabat dan ridha terhadap mereka. Bahkan siapa yang ragu tentang kekufuran orang yang semisal ini maka ia pun kafir, karena kandungan dari pencelaan tersebut berarti para shahabat Nabi n yang menyampaikan Al Qur`an dan As Sunnah kepada umat ini adalah orang-orang kafir dan orang-orang fasiq. Dalam Al Qur`an Allah I berfirman:
Kita telah mengetahui betapa tinggi dan mulianya kedudukan para shahabat dengan persaksian Allah I dan Rasul-Nya n sehingga tidak boleh mengarahkan celaan kepada mereka, bahkan wajib bagi kita untuk tidak membicarakan kejelekan mereka. Kita harus menyakini bahwa sekalipun mereka punya kesalahan maka kesalahan itu terlalu kecil bila dibandingkan dengan kebaikan yang ada pada mereka. Bila salah seorang dari mereka punya satu dosa maka ia mungkin sudah bertaubat dari dosa tersebut, atau ia telah melakukan kebaikan yang banyak yang dengan itu akan menghapuskan kesalahan-kesalahannya, atau ia telah diampuni oleh Allah dengan keutamaannya terdahulu masuk Islam atau dengan syafaat Nabi n dan para shahabat adalah orang-orang yang paling berhak mendapatkan syafaat beliau n, atau ia telah ditimpa ujian dan cobaan ketika di dunia yang dengan itu akan menjadi kaffarah bagi dosanya. (Al-’Aqidah Al-Wasithiyyah dengan syarahnya, hal. 175)
1. Ia menjelekkan shahabat yang mulia, menantu Rasulullah n yang digelari Dzun Nuraini (karena pernah mempersunting dua putri beliau n) Amirul Mukminin ‘Utsman z, dengan tidak menganggap masa kekhilafahannya. Ia menyatakan dengan lisannya yang buruk: “Kami cenderung menganggap khilafah ‘Ali sebagai kepanjangan yang alami bagi khilafah Syaikhain sebelumnya (yakni Abu Bakar dan ‘Umar c, -pen.) dan sesungguhnya masa ‘Utsman merupakan celah di antara keduanya.” (Al-’Adalah Al-Ijtima’iyyah, hal. 206)
Dan tentunya akan lebih adil kalau kita juga melihat bagaimana aqidah Sayyid dan pemikirannya, agar menjadi jelas bagi kita siapa sebenarnya dia dan apa bandingannya dengan para shahabat mulia yang dicercanya?
Demikian pula ucapannya: “Islam menginginkan agar manusia menempuh jalan menuju hakikat ini. Manusia itu merasakan penderitaan dalam menjalani kenyataan hidup, namun bersamaan dengan itu mereka mestinya merasakan bahwasanya tidak ada hakikat kecuali Allah dan tidak ada wujud kecuali wujud-Nya.”
Ia juga membela aqidah Nirwana10 yang dianut oleh pemeluk Hindu Budha.11
3. Menolak sifat-sifat Allah I sebagaimana kelompok bid‘ah Jahmiyyah, seperti ketika ia menolak sifat istiwa` Allah di atas ‘Arsy-Nya di saat menafsirkan surat Yunus ayat 1 (Fi Zhilalil Qur`an, 3/1762-1763). Ia menganggap sifat-sifat Allah itu hanyalah sekadar makna yang tidak ada hakikatnya.13
6. Seorang sufi yang ghuluw dan berbahaya dengan pernyataannya: “Ya Allah, aku adalah hamba-Mu, (aku beribadah kepada-Mu) bukan karena takut dari neraka-Mu dan bukan pula karena ingin masuk ke dalam surga-Mu”, dalam kitabnya At-Tashwirul Fanni fil Qur`an.
Dan masih banyak lagi model penyimpangan orang ini, namun beberapa contoh di atas cukuplah mewakili gambaran tentang Sayyid Quthub. Namun ternyata dengan kebobrokan dan borok menjijikkan yang ada padanya, tidaklah membuatnya malu dan minder untuk tampil mencerca para shahabat yang mulia.
Wallahul musta’an.
Ikhlas - Belajar Ikhlas
Belajar Ikhlas
Risalah dari Yaman
Kisah Dari Yaman, Mungkin Ini Lebih Baik Oleh Ustadz Abu Nasim Mukhtar “iben” Rifai Pertengahan awal bulan Agustus 2007. Satu rombongan kecil,hanya satu mobil,bergerak menjauh meninggalkan sebuah hotel di Shan’a,ibukota Yaman. Tujuan mereka adalah bandara internasional Yaman.Sebab,ada empat orang yang akan terbang menuju Indonesia,kampung halaman masing-masing. Setibanya di bandara,setelah urus sana urus sini,ternyata rombongan kecil tersebut tidak memperoleh ijin untuk masuk bandara.Karena,satu dan lain halnya,tentunya. Sungguh kecewa berpadu dengan kesedihan. Ingin rasanya hari itu juga terbang dan tiba di Indonesia namun pesawat yang akan kami naiki justru telah terbang menembus awan-awan tipis di Shan’a. Seorang kawan dari Yaman yang turut menemani, kemudian berusaha meneduhkan hati,”Bersabarlah.Mungkin,ini lebih baik!” |
Lalu sang kawan pun menceritakan sebuah kisah nyata tentang saudaranya. Kejadiannya sama persis dengan kejadian “pahit” yang baru saja kamu alami ; rencana penerbangan yang gagal. Namun,beberapa waktu selanjutnya tersiar berita jika pesawat yang akan saudaranya naiki mengalami kecelakaan. Allahu Akbar! Cerita sang kawan dari Yaman tadi lalu seolah menjadi pegangan hidup kala muncul goncangan-goncangan dalam langkah kehidupan. Mungkin,ini lebih baik! Pembaca,rahimakallahu… Inilah kehidupan dunia! Terkadang kenyataan tak seindah angan-angan. Ada sebuah keinginan indah –menurut kita- yang diharap-harap untuk terwujud namun keinginan tersebut juga tak kunjung tiba. Ada juga sesuatu yang coba kita hindari karena buruk –masih menurut kita- malah terjadi. Memang,terkadang kenyataan tak seindah angan-angan. Masihkah Anda mengingat apa yang terjadi dalam peristiwa Hudaibiyah? Kala umat Islam yang dipimpin langsung oleh Rasulullah mengadakan perjanjian bersejarah bersama kaum musyrikin Quraisy? Ada beberapa butir perjanjian –dzahirnya demikian- sangat merugikan kaum muslimin. Sampai-sampai Umar bin Khatab menemui Rasulullah dan menyatakan,”Bukankah Anda adalah nabi Allah? Bukankah kita di atas kebenaran sementara mereka di atas kebatilan? Bukankah yang mati dari kita masuk surga sementara yang mati dari mereka masuk neraka?” Rasulullah dengan tegas menjawab, يَا ابْنَ الْخَطَّابِ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ وَلَنْ يُضَيِّعَنِي اللَّهُ أَبَدًا ”Wahai putra Al Khatab,sesungguhnya aku adalah utusan Allah.Dan Allah tidak akan mungkin mensia-siakan aku”[1] Dan,subhanallah… Perjanjian Hudaibiyah ternyata menjadi sebuah pendahuluan untuk menatap sebuah kemenangan besar. Perjanjian Hudaibiyah adalah titik kilas balik dari karunia Allah untuk kemudian disempurnakan dengan jatuhnya kota Mekkah ke pangkuan kaum muslimin. Melalui perjanjian Hudaibiyah,kaum muslimin dapat menyampaikan dakwah dan memperdengarkan Al Qur’an kepada orang-orang kafir. Lalu banyaklah yang kemudian tertarik lalu masuk Islam. Pembaca,hafidzakallahu… Justru yang terpenting adalah keyakinan kita,sebagai hamba, jika segala sesuatunya hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Adapun kita sangatlah terbatas kemampuan dan pengetahuannya.Sudut pandang kita dalam menilai sangatlah sempit. Terkadang –dengan sudut pandang kita yang sempit- menilai sesuatu sangat baik dan indah untuk kita.Padahal belum tentu,bukan? Kadang pula masih dengan sudut pandang sempit kita- menghukumi sesuatu sebagai hal yang buruk dan merugikan.Padahal belum tentu! Sebab,baik dan buruk atau indah dan pahit hanya Allah yang menentukan. Inilah salah satu pelajaran penting dari kisah penciptaan Adam sebagai khalifah di atas muka bumi. Saat itu Allah menyampaikan kepada para malaikat akan kehendak Nya ; mengangkat seorang khalifah di atas muka bumi. Para malaikat,dengan segala penghormatan dan pengagungan,menyatakan ; “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau” Allah menjawab dengan firman Nya: إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (QS. 2:30) Pembaca, baarakallahu fiik… Seharusnya,ayat di atas selalu teringat di saat kita berharap untuk meraih impian atau berharap terhindar dari kepahitan. Ingatlah selalu! Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang tidak kita ketahui. Yakinlah selalu! Segala sesuatu pasti ada hikmahnya. Cepat atau lambat hikmah dan rahasia itu akan tersingkap.Sekalipun tidak di dunia fana,tentu di akhirat sana. Siapa yang tak ingin harta? Tiap-tiap jiwa yang mampu bernafas tentu sangat tertarik dengan harta. Usaha demi usaha lalu dilanjutkan lagi dengan usaha,ternyata harta belum juga diraih. Hidup dalam kefakiran dan kekurangan. Siapa yang tak ingin kaya? Siapa pula yang ingin hidup menderita? Berbaiklah prasangka dengan kefakiran Anda! Mungkin,itu lebih baik! Hiburlah hati dengan mendengar sabda Nabi, اِثْنَتَانِ يَكْرَهُهُمَا ابْنُ آدَمَ المَوْتُ وَالمَوْتُ خَيْرٌ مِنَ الفِتْنَةِ وَيَكْرَهُ قِلَّةَ المَالِ وَقِلَّةُ المَالِ أَقَلُّ لِلْحِسَابِ “Ada dua hal yang tidak disuka manusia.Kematian,padahal kematian lebih baik daripada ujian akan agama.Kurang harta,padahal sedikit harta akan lebih mempermudah dalam hisab”[2] Hiburlah hati dengan mendengar firman Allah, وَلَوْ بَسَطَ اللهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي اْلأَرْضِ وَلَكِن يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَّايَشَآءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran.Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat (QS. 42:27) Ya…mungkin,ini lebih baik! Belum tentu jika kita berharta,kita akan mampu menggunakannya di jalan Allah. Barangkali jika berharta,kita justru lupa dan lalai dari Nya. Pembaca,rahimakallahu… Demikianlah sikap dan karakter seorang muslim! Menyerahkan dan pasrah dengan sepenuh hati dengan keputusan Allah.Kita hanya berencana dan Allah yang mengatur. Kita ingin ini ingin itu,berharap ini juga berharap itu .Sangat banyak keinginan kita. Kita pun tidak ingin begini tidak ingin begitu,tidak mau ke sana tidak mau ke sini.Banyak hal yang tidak kita inginkan. Namun,camkanlah dengan kuat ayat Allah berikut ini, وَعَسَى أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرُُ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS. 2:216) Syaikh As Sa’di menerangkan ayat ini, “Ayat-ayat ini berlaku secara umum. Perbuatan-perbuatan kebaikan,yang tidak disuka oleh jiwa karena dirasa berat,sesungguhnya adalah kebaikan,tanpa ada keraguan sedikit pun. Demikian pula,amalan-amalan buruk,walau disenangi oleh jiwa karena ada bayangan semu akan ketenangan dan kelezatan,sesungguhnya adalah kejahatan,tanpa ada sedikit pun keraguan.” Adapun urusan dunia tidak selamanya demikian. Terkadang, seorang hamba mukmin jika ia menginginkan sesuatu lalu Allah menghadirkan sebuah sebab yang menghalangi dirinya untuk meraih apa yang ia harapkan,justru hal itu lebih baik untuknya. Semestinya,ia malah bersyukur dan meyakini bahwa keputusan yang terjadi adalah lebih baik. Sebab,hamba mukmin sangat meyakini jika Allah lebih mengasihi dirinya dibandingkan ia terhadap dirinya sendiri.Ia pun yakin jika Allah Maha Tahu dan Maha Mampu untuk memberikan yang terbaik untuknya”[3] Pembaca,hafidzakallahu… Jelasnya,tugas hamba adalah berusaha dan berikhtiar. Tidak lupa ia hiasi dengan doa dan permohonan kepada Dzat Yang Maha Kuasa. Kemudian,apapun keputusan dari Nya,setiap hamba harus berprasangka baik. Mungkin,ini lebih baik! Rasulullah bersabda, احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ “Semangatlah! Untuk meraih hal-hal bermanfaat bagi dirimu.Mohonlah pertolongan selalu kepada Allah.Jangan merasa lemah![4] Mudah-mudahan kita selalu berada di dalam lingkaran ridha dan sabar atas ketentuan-ketentuan Allah Ta’ala.Sedih dan kecewa lumrah saja jika muncul karena harapan yang “belum” terwujud.Namun,sedih dan kecewa itu hanyalah sementara.Tidak akan berkepanjangan. Sebab kita yakin ; mungkin,ini lebih baik! Wallahu a’lam Catatan Kaki; [1] Bukhari (10/210) Muslim (2/141) dari sahabat Sahl bin Hunaif [2] Hadits Mahmud bin Labid riwayat Ahmad dan dishahihkan oleh Al Albani [3] Tafsir As Sa’di [4] Hadits Abu Hurairah riwayat Muslim Dinukil dari; "Salafy.or.id" |
Malu adalah Identitas Muslim
Makna Taubat
Written By sumatrars on Kamis, 06 September 2012 | September 06, 2012
- Karena manusia pasti berdosa.
- Karena dosa adalah penghalang antara kita dan Allah SWT, maka lari dari hal yang membuat kita jauh dari-Nya adalah kemestian.
- Karena dosa pasti membawa kehancuran cepat atau lambat, maka mereka yang berakal sehat pasti segera menjauh darinya.
- Jika manusia yang tidak melakukan dosa, pasti ia pernah berkeinginan untuk melakukanya. Jika ada orang yang tidak pernah berkeinginan untuk melakukan dosa, pasti ia pernah lalai dari mengingat Allah. Jika ada orang yang tidak pernah lalai mengingat Allah, pastilah ia tidak akan mampu berikan hak Allah sepenuhnya. Semua itu adalah kekurangan yang harus ditutupi dengan taubat.
- Karena Allah SWT memerintahkan kita bertaubat, sebagaimana dalam firman-Nya.
- Karena Allah mencintai orang yang bertaubat, sebagaimana dalam firman-Nya
- Karena Rasulullah SAW senantiasa bertaubat padahal beliau seorang nabi yang ma'shum (terjaga dari dosa). Beliau bersabda :
- Penyesalan dari dosa karena Allah.
- Berhenti melakukanya.
- Bertekat untuk tidak mengulanginya dimasa datang.
- Dilakukan sebelum nyawa sampai di tenggorokan ketika sakaratul maut, atau sebelum matahari terbit dari barat.
- Jika dosa berkaitan dengan sesama manusia, maka syaratnya bertambah satu : melunasi hak orang tersebut, atau meminta kerelaanya, atau memperbanyak amal kebaikan.
SIKAP IMAM SYAFI’I TERHADAP ORANG YANG MENGUTAMAKAN SYAIR DARIPADA AL-QUR’AN
<![endif]>
Imam Syafi’i VS Ahlu Bathil
Imam Syafi’i VS Ahlu Bathil
Nama eBook: Imam Syafi’i VS Ahlul BathilPenulis: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi خفظه الله
Pengantar:
Alhamdulillah, segala puji bagi Rabb semesta alam, kemudian shalawat dan
salam bagi Rasulullah صلى الله عليه وسلم, keluarganya, sahabatnya dan yang
mengikuti mereka hingga suatu hari yang pasti, amma ba’du:
diragukan lagi bahwa ulama adalah pewaris para nabi, Salah satu dereten Ulama
yang mulia adalah Imam Syafi’i رحمه الله, Imam pembela sunnah, sang pembela
hadits, yang konsisten mengikuti al-Qur’an dan as-Sunnah serta menentang para
pelaku kebatilan dari golongan ahlu ahwa dan ahlu bid’ah, kami kutipkan dilaman
ini:
memperingatkan keras kepada kita akan kejelekan Syiah. Beliau رحمه الله menyebut
mereka dengan kelompok yang paling jelek. Beliau juga mengatakan:
الرَّافِضَةِ
pun dari pengekor hawa nafsu yang lebih pendusta daripada kaum Rafidhah.”
Beliau Berkata:
الـظُّهْرِ إِلَّا وَجَدْتَهُ أَحْـمَقَ
sufi di awal siang hari, maka sebelum zhuhur akan engkau dapati dia termasuk
orang yang pandir.”
kemalasan.”
“التَّغْبِـيْرَ” يُشْغِلُوْنَ بِهِ النَّاسَ عَنِ الْقُرآنِ
sesuatu yang dibuat oleh orang-orang zindiq, mereka menamainya dengan
taghbir untuk melalaikan manusia dari al-Qur’an.”
sekelumit peringatan keras imam Syafi’i رحمه الله terhadap kelompok yang
menyimpang, simak eBook ini untuk melihat pelajaran berharga dari beliau…
Imam Syafi’i VS Ahlu Bathil
atau
Tulisan terkait:
Baca eBook-eBook dalam tulisan
Madzhab Syafi’i
KISAH NABI ADAM ALAIHI SALAM
BUAH TEEN Kisah Nabi Adam: Dari Awal Penciptaan Hingga Turun ke Bumi Kisah Nabi Adam menceritakan terciptanya manusia pertama y...