?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Belajar Ikhlas
Oleh Ustadz Marwan
Mengeja kata ikhlas adalah sesuatu yang bisa
dilakukan oleh seorang anak yang masih balita yang baru belajar membaca, bahkan
seorang yang mencari asal kata ikhlas secara bahasa adalah sangat mudah bagi
mereka yang mempelajari bahasa Arab tingkat pemula. Lain halnya dengan penjagaan
dan usaha untuk mengamalkan dari sebesar-besar perintah Allah tersebut,
sebagaimana termaktub dalam firman Allah Ta’aala :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali
untuk beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan bagi-Nya agama ini. (Al-Bayinah
: 5).
Yaitu Manusia tidaklah diperintahkan untuk
mengerjakan pada seluruh syari’atNya kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan
hanya memaksudkan pada seluruh peribadatan tersebut yaitu Wajah Allah semata,
apakah peribadatan yang dhahir dan yang bathin dan dalam rangka untuk
mendekatkan diri kepada-Nya. Dalam tulisan singkat ini tidaklah akan membahas
bab ikhlas secara panjang lebar yang wajib ada dalam setiap amalan, tetapi hanya
kita sampaikan tentang pentingnya menjaga keikhlasan di dalam thalabul ilmi (belajar
ilmu agama ini), yaitu belajar ikhlas dalam belajar ilmu agama.
Rasulullah shallallhu’alaihi wa sallam bersabda
dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan dihasankan derajatnya oleh
Asy-Syaikh Al-Albani –rahimahullah- dari sahabat ‘Abdullah bin Umar –radziallahu’anhuma.-
:
مَنْ طَلَبَ العِلْمَ لِيُبَاهيَ بِهِ العُلَماءَ وَيُمارِيَ بِهِ السُفَهاءَ أو
ليَصْرِفَ وُجُوهَ النَّاسِ إلَيهِ فَهوَ في النَّارِ
“Barangsiapa yang mencari ilmu dengan tujuan
menyaingi dengannya para ulama, atau untuk mendebat orang-orang bodoh, atau
untuk menjadikan wajah-wajah manusia menoleh kepadanya maka orang tersebut (nanti)
di dalam api neraka.”
Mencari ilmu adalah seutama-utama amalan sholeh
dan seutama-utama jenis peribadatan kepada Allah Ta’aala, maka menjadi suatu
keharusan atas siapa saja yang mencari ilmu untuk menjaga keikhlasan niat karena
Allah semata, dan tidak diinginkan dengannya selain Allah, apakah dari niatan
mencari kesenangan dunia atau niatan-niatan sebagaimana disebutkan dalam hadits
tersebut di atas. Termasuk di antaranya adalah belajar ilmu agama semata
menghendaki gelar-gelar dan semata-mata mencari ijazah dan niatan dunia yang
lain. Maka niatan-niatan semata-mata karena perkara tersebut hendaklah dikoreksi
kembali untuk kemudian diluruskan semata karena Allah Ta’aala.
Syaikh Muhammad Bin Shalih Al’Utsaimin telah
menorehkan tinta emasnya berkaitan dengan bab keikhlasan di dalam mencari ilmu
syari’ah pada sebuah karya beliau yaitu Kitab Al-Ilmu : Seyogyanya seseorang
menjadikan tujuan mencari ilmu adalah untuk mencari wajah Allah ‘Azza Wa Jalla
semata dan untuk negeri akhirat. Karena Allah Ta’aala telah menganjurkan kepada
para hamba-Nya terhadap perkara ini, dan Allah Ta’aala telah menjadikan cinta
kepada tujuan seperti ini sebagaimana Firman-Nya :
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ
وَلِلْمُؤْمِنِينَ
“Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada
ilah yang berhak diibadahi melainkan Allah dan memintalah pengampunan atas
dosa-dosamu “(Muhammad : 19)
Di dalam Al-Qur’an sangat dikenal tentang pujian
Allah atas orang-orang yang berilmu. Dan apabila Allah memuji atas sesuatu atau
jika Allah memerintahkan kepada sesuatu maka hal tersebut adalah merupakan
bentuk ibadah. Maka dengan demikian wajib bagi setiap penuntut ilmu untuk
mengikhlaskan niatnya semata karena Allah Ta’aala. Apabila seorang mencari ilmu
syar’i demi mengharapkan ijazah yang menghantarkan seseorang tersebut terhadap
suatu kedudukan-kedudukan tertentu, Bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wa
sallam sesungguhnya telah bersabda :
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْماً يُبْثَغَي بِهِ وَجْهُ الله لاَ يَتَعَلَّمُهُ إلا
لِيُصِيْبَ بِهِ عَرَضاً مِنَ الدُنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَومَ
الْقِيَامَةِ
Barangsiapa mencari ilmu yang seharusnya dengan niat dicari wajah Allah
Ta’aala, akan tetapi seseorang tersebut mencarinya untuk bagian dari dunia, maka
tidaklah ia akan mendapatkan baunya syurga di hari kiamat.
Ini adalah ancaman yang sangat keras. Akan
tetapi apabila seseorang yang mencari ilmu mengatakan : Aku menghendaki ijazah
bukan karena menginginkan dengannya bagian dari dunia, namun karena keadaan di
masa sekarang ini manusia menqiyaskan seorang yang memiliki ilmu dengan
ijazahnya. Maka kami mengatakan : Apabila memang niatnya mencari ijazah itu
untuk memberikan kemanfaatan kepada makhluk dari sisi mengajarkan ilmu atau
terkait dengan administrasi maka niat yang demikian ini adalah niat yang selamat
dan tidak memudharatkan dikarenakan niatnya benar.
Para pembaca hafidhakumullah.
Demikian faedah emas dari seorang ulama Rabbani
yang patut dicamkan, yang senantiasa berusaha membimbing umat agar tidak keliru
berniat pada amalan yang sangat utama dan sangat mulia yaitu dalam menuntut ilmu
(bisa dibaca pula dengan : dalam bersekolah). Dari sini diketahui bahwa niatan
mencari ijazah sebagaimana penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
karena hal yang dijelaskan di atas adalah suatu yang diperbolehkan.
Tinggalah kita melihat kepada niatan diri-diri
kita di dalam kita menuntut ilmu untuk mencari ijazah tersebut. Kalau dalam
belajar agama ini semata mencari ijazah untuk mengharapkan kedudukan-kedudukan
dunia maka masuklah dalam ancaman yang keras sebagaimana disebutkan dalam hadits
yang beliau –rahimahullah- bawakan sebagaimana penjelasan beliau di atas. Dan
yang perlu untuk diperhatikan pula dalam upaya meraih selembar ijazah tersebut
adalah kejujuran-kejujuran pada perjalanan untuk meraihnya. Karena kejujuran itu
akan membimbing kepada kebaikan dan kebaikan itu akan menghantarkan kedalam
syurga, sebaliknya kedustaan itu akan menyeret kepada berbagai bentuk perbuatan
fajir. Dan kefajiran itu akan menyeret ke dalam api neraka. Sehingga marilah
kita bersama untuk senantiasa mempelajari bab keikhlasan.
Para pembaca hafidzakumullah,
Terlebih kedudukan kita sebagai seorang suami
atas isterinya, sebagai orang tua atas anak-anaknya, sebagai seorang isteri
dalam tanggung jawabnya sebagai isteri untuk mendampingi suaminya, sekaligus
sebagai ibu atas anak-anaknya. Di pundak-pundak kita semuanya tanggung jawab
tarbiyyah terhadap generasi anak-anak kita untuk mengemban dakwah ilallah.
Berilah kepada anak-anak kita pembelajaran untuk senantiasa belajar ikhlas dalam
belajar agama ini. Sebagai penutup atas pesan tulisan singkat ini. kita
hendaklah senantiasa mengingat permohonan Nabi Ibrahim dalam doanya :
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي
وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ الْأَصْنَامَ
Ya Rabb kami jauhkanlah aku dan anak
keturunanku dari beribadah kepada patung (Ibrahim : 35)
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ
دُعَاءِ
Ya Rabb jadikanlah kami adalah orang-orang yang
menegakkan sholat dan demikian pula anak keturunan kami ( Ibrahim 40)
Sumber Oleh: salafy
??ْ?َ?ْ?ُ ?ِ?َّ?ِ ?َ?ِّ
??ْ?َٰ?َ?ِ??
author;
Rachmat Machmud. Flimban
Posting Komentar