Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

BLOG AL ISLAM

Diberdayakan oleh Blogger.

Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha

Arsip Blog

Twitter

twitter
Latest Post

Risalah dari Yaman

Written By sumatrars on Jumat, 07 September 2012 | September 07, 2012

Kisah Dari Yaman, Mungkin Ini Lebih Baik

Oleh Ustadz Abu Nasim Mukhtar “iben” Rifai

Pertengahan awal bulan Agustus 2007.

Satu rombongan kecil,hanya satu mobil,bergerak menjauh meninggalkan sebuah hotel di Shan’a,ibukota Yaman. Tujuan mereka adalah bandara internasional Yaman.Sebab,ada empat orang yang akan terbang menuju Indonesia,kampung halaman masing-masing. Setibanya di bandara,setelah urus sana urus sini,ternyata rombongan kecil tersebut tidak memperoleh ijin untuk masuk bandara.Karena,satu dan lain halnya,tentunya.

Sungguh kecewa berpadu dengan kesedihan. Ingin rasanya hari itu juga terbang dan tiba di Indonesia namun pesawat yang akan kami naiki justru telah terbang menembus awan-awan tipis di Shan’a. Seorang kawan dari Yaman yang turut menemani, kemudian berusaha meneduhkan hati,”Bersabarlah.Mungkin,ini lebih baik!”


Lalu sang kawan pun menceritakan sebuah kisah nyata tentang saudaranya. Kejadiannya sama persis dengan kejadian “pahit” yang baru saja kamu alami ; rencana penerbangan yang gagal. Namun,beberapa waktu selanjutnya tersiar berita jika pesawat yang akan saudaranya naiki mengalami kecelakaan.

Allahu Akbar!

Cerita sang kawan dari Yaman tadi lalu seolah menjadi pegangan hidup kala muncul goncangan-goncangan dalam langkah kehidupan.

Mungkin,ini lebih baik!

Pembaca,rahimakallahu…

Inilah kehidupan dunia! Terkadang kenyataan tak seindah angan-angan. Ada sebuah keinginan indah –menurut kita- yang diharap-harap untuk terwujud namun keinginan tersebut juga tak kunjung tiba. Ada juga sesuatu yang coba kita hindari karena buruk –masih menurut kita- malah terjadi. Memang,terkadang kenyataan tak seindah angan-angan. Masihkah Anda mengingat apa yang terjadi dalam peristiwa Hudaibiyah? Kala umat Islam yang dipimpin langsung oleh Rasulullah mengadakan perjanjian bersejarah bersama kaum musyrikin Quraisy?

Ada beberapa butir perjanjian –dzahirnya demikian- sangat merugikan kaum muslimin. Sampai-sampai Umar bin Khatab menemui Rasulullah dan menyatakan,”Bukankah Anda adalah nabi Allah? Bukankah kita di atas kebenaran sementara mereka di atas kebatilan? Bukankah yang mati dari kita masuk surga sementara yang mati dari mereka masuk neraka?”

Rasulullah dengan tegas menjawab,

يَا ابْنَ الْخَطَّابِ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ وَلَنْ يُضَيِّعَنِي اللَّهُ أَبَدًا

”Wahai putra Al Khatab,sesungguhnya aku adalah utusan Allah.Dan Allah tidak akan mungkin mensia-siakan aku”[1]

Dan,subhanallah…

Perjanjian Hudaibiyah ternyata menjadi sebuah pendahuluan untuk menatap sebuah kemenangan besar. Perjanjian Hudaibiyah adalah titik kilas balik dari karunia Allah untuk kemudian disempurnakan dengan jatuhnya kota Mekkah ke pangkuan kaum muslimin.

Melalui perjanjian Hudaibiyah,kaum muslimin dapat menyampaikan dakwah dan memperdengarkan Al Qur’an kepada orang-orang kafir. Lalu banyaklah yang kemudian tertarik lalu masuk Islam.

Pembaca,hafidzakallahu…

Justru yang terpenting adalah keyakinan kita,sebagai hamba, jika segala sesuatunya hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Adapun kita sangatlah terbatas kemampuan dan pengetahuannya.Sudut pandang kita dalam menilai sangatlah sempit. Terkadang –dengan sudut pandang kita yang sempit- menilai sesuatu sangat baik dan indah untuk kita.Padahal belum tentu,bukan?

Kadang pula masih dengan sudut pandang sempit kita- menghukumi sesuatu sebagai hal yang buruk dan merugikan.Padahal belum tentu! Sebab,baik dan buruk atau indah dan pahit hanya Allah yang menentukan.

Inilah salah satu pelajaran penting dari kisah penciptaan Adam sebagai khalifah di atas muka bumi. Saat itu Allah menyampaikan kepada para malaikat akan kehendak Nya ; mengangkat seorang khalifah di atas muka bumi.

Para malaikat,dengan segala penghormatan dan pengagungan,menyatakan ;

“Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau”

Allah menjawab dengan firman Nya:

إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ

“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (QS. 2:30)

Pembaca, baarakallahu fiik…

Seharusnya,ayat di atas selalu teringat di saat kita berharap untuk meraih impian atau berharap terhindar dari kepahitan. Ingatlah selalu! Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang tidak kita ketahui. Yakinlah selalu! Segala sesuatu pasti ada hikmahnya. Cepat atau lambat hikmah dan rahasia itu akan tersingkap.Sekalipun tidak di dunia fana,tentu di akhirat sana.

Siapa yang tak ingin harta? Tiap-tiap jiwa yang mampu bernafas tentu sangat tertarik dengan harta. Usaha demi usaha lalu dilanjutkan lagi dengan usaha,ternyata harta belum juga diraih. Hidup dalam kefakiran dan kekurangan. Siapa yang tak ingin kaya? Siapa pula yang ingin hidup menderita?

Berbaiklah prasangka dengan kefakiran Anda! Mungkin,itu lebih baik!

Hiburlah hati dengan mendengar sabda Nabi,

اِثْنَتَانِ يَكْرَهُهُمَا ابْنُ آدَمَ المَوْتُ وَالمَوْتُ خَيْرٌ مِنَ الفِتْنَةِ وَيَكْرَهُ قِلَّةَ المَالِ وَقِلَّةُ المَالِ أَقَلُّ لِلْحِسَابِ

“Ada dua hal yang tidak disuka manusia.Kematian,padahal kematian lebih baik daripada ujian akan agama.Kurang harta,padahal sedikit harta akan lebih mempermudah dalam hisab”[2]

Hiburlah hati dengan mendengar firman Allah,

وَلَوْ بَسَطَ اللهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي اْلأَرْضِ وَلَكِن يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَّايَشَآءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ

Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran.Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat (QS. 42:27)

Ya…mungkin,ini lebih baik! Belum tentu jika kita berharta,kita akan mampu menggunakannya di jalan Allah. Barangkali jika berharta,kita justru lupa dan lalai dari Nya.

Pembaca,rahimakallahu…

Demikianlah sikap dan karakter seorang muslim! Menyerahkan dan pasrah dengan sepenuh hati dengan keputusan Allah.Kita hanya berencana dan Allah yang mengatur. Kita ingin ini ingin itu,berharap ini juga berharap itu .Sangat banyak keinginan kita. Kita pun tidak ingin begini tidak ingin begitu,tidak mau ke sana tidak mau ke sini.Banyak hal yang tidak kita inginkan.

Namun,camkanlah dengan kuat ayat Allah berikut ini,

وَعَسَى أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرُُ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS. 2:216)

Syaikh As Sa’di menerangkan ayat ini,

“Ayat-ayat ini berlaku secara umum. Perbuatan-perbuatan kebaikan,yang tidak disuka oleh jiwa karena dirasa berat,sesungguhnya adalah kebaikan,tanpa ada keraguan sedikit pun.

Demikian pula,amalan-amalan buruk,walau disenangi oleh jiwa karena ada bayangan semu akan ketenangan dan kelezatan,sesungguhnya adalah kejahatan,tanpa ada sedikit pun keraguan.”

Adapun urusan dunia tidak selamanya demikian. Terkadang, seorang hamba mukmin jika ia menginginkan sesuatu lalu Allah menghadirkan sebuah sebab yang menghalangi dirinya untuk meraih apa yang ia harapkan,justru hal itu lebih baik untuknya.

Semestinya,ia malah bersyukur dan meyakini bahwa keputusan yang terjadi adalah lebih baik. Sebab,hamba mukmin sangat meyakini jika Allah lebih mengasihi dirinya dibandingkan ia terhadap dirinya sendiri.Ia pun yakin jika Allah Maha Tahu dan Maha Mampu untuk memberikan yang terbaik untuknya”[3]

Pembaca,hafidzakallahu…

Jelasnya,tugas hamba adalah berusaha dan berikhtiar. Tidak lupa ia hiasi dengan doa dan permohonan kepada Dzat Yang Maha Kuasa. Kemudian,apapun keputusan dari Nya,setiap hamba harus berprasangka baik.

Mungkin,ini lebih baik!

Rasulullah bersabda,

احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ

“Semangatlah! Untuk meraih hal-hal bermanfaat bagi dirimu.Mohonlah pertolongan selalu kepada Allah.Jangan merasa lemah![4]

Mudah-mudahan kita selalu berada di dalam lingkaran ridha dan sabar atas ketentuan-ketentuan Allah Ta’ala.Sedih dan kecewa lumrah saja jika muncul karena harapan yang “belum” terwujud.Namun,sedih dan kecewa itu hanyalah sementara.Tidak akan berkepanjangan.

Sebab kita yakin ; mungkin,ini lebih baik!

Wallahu a’lam


Catatan Kaki;

[1] Bukhari (10/210) Muslim (2/141) dari sahabat Sahl bin Hunaif

[2] Hadits Mahmud bin Labid riwayat Ahmad dan dishahihkan oleh Al Albani

[3] Tafsir As Sa’di

[4] Hadits Abu Hurairah riwayat Muslim


Dinukil dari; "Salafy.or.id"

Artikel Terkait; " "

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Malu adalah Identitas Muslim

Malu adalah Identitas Muslim
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar malu”. Kami berkata, “Wahai Nabi Allah, sesungguhnya kami malu, Alhamdulillah (segala puji bagi Allah)”. Rasulullah SAW bersabda, “Bukan begitu, tetapi malu kepada Allah dengan sebenar-benar malu itu ialah kamu menjaga kepala dan apa yang ada di dalamnya, kamu menjaga perut dengan segala isinya, dan hendaklah kamu mengingat mati dan kehancuran. Barangsiapa menghendaki akhirat dengan meninggalkan kemewahan dunia, orang yang berbuat demikian, maka ia telah malu yakni kepada Allah dengan sebenar-benar malu”. [HR Tirmidzi juz 4, hal. 53, no. 2575]

Manusia merupakan makhluk Allah SWT yang paling sempurna. Kesempurnaan itu tampak dari dianugerahkannya akal, sehingga manusia seharusnya mampu memilah antara yang hak dan batil. Berbeda dengan makhluk tumbuhan dan binatang, dimana nafsu lebih mendominasi tanpa akal.
Malu merupakan sifat yang mulia. Sifat yang telah diwariskan oleh para Nabi. Islam menganjurkan umatnya agar menjadikan malu sebagai penghias hidupnya. Hiasan yang membawa kebaikan bagi pemiliknya dan menjadi jalan menuju surga.

Rasa malu memang merupakan rem yang sangat ampuh dalam mengontrol perilaku kita. Sekiranya tidak ada rasa malu pada diri kita, tentu apa yang diisyaratkan hadis di atas akan benar-benar terjadi. Kita akan melakukan apa saja yang diinginkan tanpa kekangan. Kalau sudah seperti itu, maka berbagai penyelewengan dan penyimpangan tentu akan dilakukan tanpa adanya perasaan bersalah.

Bahkan mungkin, berbagai penyimpangan dikemas dalam tampilan yang soleh dan agamis. Tanpa adanya rasa malu, apa yang tidak layak menjadi pantas, dan apa yang terlarang menjadi boleh dan dipandang baik. Tuntunan menjadi tontonan, dan sebaliknya tontonan menjadi tuntunan.

Penting untuk dipahami bahwa rasa malu disini dalam konteks apa-apa yang dibenci Allah SWT bukan dalam hal-hal yang benar. Sehingga didalam perjuangan menegakkan kebenaran dan kejujuran wajib dikedepankanlah keberanian. Tidak semestinya seorang malu untuk menuntut apa yang memang menjadi haknya. Tapi, ia seharusnya malu jika mengambil apa-apa yang bukan haknya, walaupun tidak ada seorang manusiapun yang mengetahui perbuatannya.

Alangkah indah sekiranya kaum Muslimin memilika rasa malu yang kuat, sehingga rasa malu itu menjadi penuntun kearah perilaku yang mulia. Setiap kali bisikan-bisikan buruk menggoda, maka akan kita katakan, “Sungguh saya malu pada Allah untuk berbuat yang semacam ini.”

Sudah saatnya malu menjadi budaya yang harus selalu dijaga dan dipelihara, baik oleh individu, kelompok, terlebih bangsa ini. Kita sadari betapa tidak berhentinya petaka, bencana, yang melanda bangsa ini mungkin salah satunya diakibatkan oleh hilangnya rasa malu.

Seorang siswa yang tahu nikmatnya mencari ilmu tidak akan pernah malu dalam bertanya. Kenapa harus takut dan malu untuk memburu ilmu yang sedang dipelajari? Sebaliknya dia akan malu ketika ada bisikan-bisikan untuk mencontek atau memberikan contekan juga.

Seorang Muslim akan merasa malu ketika melihat tontonan acara tv yang tersuguh dalam bentuk gossip dan fitnah. Acara mengumbar maksiyat dan kedurhakaan sudah pasti dimatikan bagi yang masih mempuyai rasa malu.

Seorang pejabat merasa malu jika menyelewengkan kekuasaan terkait profesinya. Jabatannya merupakan amanah yang harus diemban. Dia menjadi pejabat bukan karena kehebatannya, melainkan kepercayaan konstituen kepadanya.

Seorang wanita merasa malu mempertononkan auratnya pada orang yang tidak memiliki hak atasnya. Dia berpikir bahwa ini merupakan karunia Allah SWT yang harus dijaga sesuai aturan yang telah digariskan.
Seorang pengusaha merasa malu jika terlambat memberi upah pada karyawannya. Kesuksesan usahanya adalah berkat kerja keras para karyawannya. Tak ada artinya dia tanpa bantuan karyawan.

Seorang penguasa merasa malu jika tidak memberikan pelayanan terbaiknya kepada rakyat. Kekuasaan yang dimilikinya sangat terbatas oleh ruang dan waktu. Namun, kekuasaan Allah SWT bersifat kekal. Ketakutannya kepada Allah SWT mendorongnya untuk berbuat adil dan bijaksana. Semua akan ditanyakan di alam akherat tidak tersisa bab sekecil apapun.

Apakah masih ada rasa malu di hati kita? Jika kita tidak malu melakukan maksiyat kecil maka bersiaplah akan hanyut dalam kemungkaran dan maksiyat yang lebih besar.
Satu lagi, kalau malu hanya berpatokan pada pandangan manusia, maka hal itu akan melahirkan manusia-manusia yang bersikap munafik. Di depan banyak orang, dia akan bersikap baik, santun, ramah, dan sebagainya. Begitu tidak terlihat banyak manusia, dia akan berkhianat, korupsi, menyengsarakan orang lain, serta melakukan kejahatan kejam lainnya.

Rasa malu merupakan identitas bagi setiap Muslim.

Dari Zaid bin Thalhah bin Rukanah, ia mengatakannya dari Nabi SAW, Rasulullah SAW bersabda, “Bagi tiap-tiap agama itu ada akhlaqnya, dan akhlaq Islam adalah malu”. [HR Malik, di dalam Muwaththa' : 905]

Artinya, rasa malu merupakan bagian yang tak boleh terpisahkan dari diri setiap Muslim.
Begitu hilang rasa malunya, maka hilang pula kepribadiannya sebagai seorang Muslim. Ia akan terbiasa berbuat dosa, baik terang-terangan maupun tersembunyi. Makanya, sangat wajar jika Rasulullah SAW murka terhadap orang yang tak punya rasa malu.

Dari Abu Mas’ud, ia berkata : Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya diantara apa-apa yang didapati orang-orang dari perkataan para Nabi dahulu ialah : Apabila kamu sudah tidak malu, maka berbuatlah sekehendakmu”. [HR. Bukhari juz 7, hal. 100]

Betul! Silahkan berbuat sesukamu tanpa malu sehingga Allah akan murka. Dan bersiaplah untuk menjalani hidup yang sempit di akhirat dan didunia. Mari kita jaga dan budayakan sifat MALU ketika akan berbuat kemungkaran dan selalu BERANI dalam memperjuangkan kebenaran.

Sumber : R,Chan

Baca artikel di bawah ini juga ya....!

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner

Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Makna Taubat

Written By sumatrars on Kamis, 06 September 2012 | September 06, 2012

<![if !vml]>Deskripsi: taubat<![endif]>

Menurut bahasa At-taubah berarti ar-rujuu' (kembali), sedangkan menurut istilah taubat adalah kembali dari kondisi jauh dari Allah SWT menuju kedekatan kepada-Nya. Atau : pengakuan atas dosa, penyesalan, berhendi, dan tekat untuk tidak mengulanginya kembali di masa datang.

Mengapa Harus berTaubat?
  • Karena manusia pasti berdosa.
  • Karena dosa adalah penghalang antara kita dan Allah SWT, maka lari dari hal yang membuat kita jauh dari-Nya adalah kemestian.
  • Karena dosa pasti membawa kehancuran cepat atau lambat, maka mereka yang berakal sehat pasti segera menjauh darinya.
  • Jika manusia yang tidak melakukan dosa, pasti ia pernah berkeinginan untuk melakukanya. Jika ada orang yang tidak pernah berkeinginan untuk melakukan dosa, pasti ia pernah lalai dari mengingat Allah. Jika ada orang yang tidak pernah lalai mengingat Allah, pastilah ia tidak akan mampu berikan hak Allah sepenuhnya. Semua itu adalah kekurangan yang harus ditutupi dengan taubat.
  • Karena Allah SWT memerintahkan kita bertaubat, sebagaimana dalam firman-Nya.
" Hai orang-orang yang briman bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nasuhaa. Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalhan-kesalahanmu dan memasukkan ke dalam jannah yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin bersama dia, sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil merekan mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Eangkau Maha Kuasa atas segala sesuatu".(QS. At-Tahrim : 8)

"Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (QS. An-nuur : 31)

"dan hendakalh kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubatlah kepada-Nya. (JIka kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada

tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaanya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut akan ditimpa siksa hari kiamat."(QS. huud : 31)
  • Karena Allah mencintai orang yang bertaubat, sebagaimana dalam firman-Nya
"Sesungguhnya Allah menyukai Orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri."(QS. Al-baqarah : 222)
  • Karena Rasulullah SAW senantiasa bertaubat padahal beliau seorang nabi yang ma'shum (terjaga dari dosa). Beliau bersabda :
"Demi Allah sesungguhnya aku meminta ampun dan bertaubat kepada Allah dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali." (HR. Bukhari)

Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa beliau beristighfar seratus kali dalam sehari.

Syarat-Syarat Taubat :
  • Penyesalan dari dosa karena Allah.
  • Berhenti melakukanya.
  • Bertekat untuk tidak mengulanginya dimasa datang.
  • Dilakukan sebelum nyawa sampai di tenggorokan ketika sakaratul maut, atau sebelum matahari terbit dari barat.
  • Jika dosa berkaitan dengan sesama manusia, maka syaratnya bertambah satu : melunasi hak orang tersebut, atau meminta kerelaanya, atau memperbanyak amal kebaikan.
Kemaksiatan yang dilakukan berkaitan dengan hak sesama manusia, ada empat syarat yang harus di penuhi, yakni syarat pertama. kedua dan ketiga, sebagaimana tiga syaratdi atas, dan syarat keempat: membebaskan diri dari hak tersebut.

Artinya, jika hak itu berupa harta benda, ia harus mengembalikan kepada pemiliknya. Jika berupa qadzaf (menuduh orang lain berbuat Zina), ia harus menyerahkan dirinya untuk dijatuhi hukuman atau meminta maaf kepada orang yang bersangkutan. Jika berupa ghibah (menggunjing orang lain) ia harus meminta maaf kepada orang tersebut.

Setiap orang harus bertaubat dari segala dosa yang pernah diperbuat. jika ia hanya berjaubat dari sebagian dosanya, taubat tersebut di terima, namun masih mempunyai tanggungan dosa yang lain.

Baca artikel di bawah ini juga ya....!


Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner

Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

SIKAP IMAM SYAFI’I TERHADAP ORANG YANG MENGUTAMAKAN SYAIR DARIPADA AL-QUR’AN

SIKAP IMAM SYAFI’I TERHADAP ORANG YANG MENGUTAMAKAN SYAIR DARIPADA AL-QUR’AN

Sebagai kelanjutan dari serial Mengenal Aqidah Imam Syafi’i Lebih Dekat pada pembahasan kali ini kita angkat topik “Celaan Imam Syafi’i رحمه الله terhadap orang yang mengutamakan lantunan syair-syair zuhud dari membaca dan memahami Al-Qur’an”
Pada zaman sekarang banyak sekali bentuk metode ibadah yang dibuat-buat oleh orang-orang yang ingin mencari keuntungan duniawi. Tanpa memperhatikan tentang kaidah-kaidah yang diterangkan oleh syariat. Bahkan sesuatu yang maksiat dijadikan ibadah.

قال الإمام الشافعي رحمه الله تعالى : تركت بالعراق شيئا يقال له : "التغيير" أحدثته الزنادقة يصدون الناس عن القرآن
Berkata Imam Syafi’i رحمه الله, “Aku tinggalkan sesuatu di Baghdad yang disebut “At Tahgbiir“, hal tersebut dilakukan orang-orang zindiq untuk melalaikan manusia dari Al-Qur’an.” <![if !supportFootnotes]>[1]<![endif]>
Menurut para ulama “At-Tahgbiir” adalah berzikir atau melantunkan sya’ir-sya’ir zuhud dengan suara merdu, hal ini kebiasaan orang-orang sufi.<![if !supportFootnotes]>[2]<![endif]>

Ditanah air banyak kita dapatkan hal-hal seperti ini, kadang-kadang dalam membaca Al-Qur’an atau salawat didendangkan dengan irama-irama nyanyi dangdut atau yang seumpanya. Waktunya kadang-kadang sebelum adzan atau setelah adzan. Bahkan ada sebuah acara yang yang mereka sebut dubaan atau terbangan, disitu mereka melantunkan syair-syair yang di iringi gendang-gendang, isi syair-syiar tersebut kadang-kadang dicampuri kesyirikan, mereka berkumpul untuk melakukannya setelah shalat Isya’ sampai larut malam. Mereka menganggap hal tersebut sebuah ibadah yang utama untuk dilakukan. Pesertanya biasanya kebanyakan orang-orang yang sering kali tidak shalat, kalaupun shalat tidak pernah berjamaah.
Apa yang dinyatakan oleh Imam Syafi’i bahwa mereka melalaikan manusia dari Al-Qur’an sangat nyata. Termasuk juga yang telah melaikan sebagian orang dimasa sekarang kesenangan kepada nasyid-nasyid. Jiwa mereka sulit untuk tersentuh dengan Al-Qur’an tetapi lebih tersentuh dengan lagu-lagu.
Imam Syafi’i menghukum mereka sebagai orang-orang zindiq. Para ulama menjelaskan istilah zindiq sering digunakan untuk orang-orang munafik.<![if !supportFootnotes]>[3]<![endif]>
Demikian sekilas tentang keyakinan Imam Syafi’i. Keyakinan yang bersumber pada Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah
 صلى الله عليه وسلم. Keyakinan yang wajib diimani oleh setiap orang yang mengaku sebagai muslim.

Wallahu A’lam, washalallahu ‘ala nabiyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi wasallam.
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت وأستغفرك وأتوب إليك
Penulis Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra, M.A.
<![if !supportFootnotes]>

<![endif]>
<![if !supportFootnotes]>[1]<![endif]>   Diriwayatkan Al Khaalal dalam Al Amru bil Ma’ruuf: 107, Abu Nu’aim dalam Al Hilyah: 9/147, Ibnul Jauzy dala Talbiis Ibliis: 282-283.
<![if !supportFootnotes]>[2]<![endif]>   Lihat Al Fahrasat karangan Ibnu Nadim: 445.
<![if !supportFootnotes]>[3]<![endif]>   Lihat perkataan Ibnu Mubaarak dalam Al Ibaanah Al Kubra: 2/703.

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Imam Syafi’i VS Ahlu Bathil


Imam Syafi’i VS Ahlu Bathil

Nama eBook: Imam Syafi’i VS Ahlul Bathil

Penulis: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi خفظه الله
Pengantar:

Alhamdulillah
, segala puji bagi Rabb semesta alam, kemudian shalawat dan
salam bagi Rasulullah  صلى الله عليه وسلم, keluarganya, sahabatnya dan yang
mengikuti mereka hingga suatu hari yang pasti, amma ba’du:
Tak
diragukan lagi bahwa ulama adalah pewaris para nabi, Salah satu dereten Ulama
yang mulia adalah Imam Syafi’i رحمه الله, Imam pembela sunnah, sang pembela
hadits, yang konsisten mengikuti al-Qur’an dan as-Sunnah serta menentang para
pelaku kebatilan dari golongan ahlu ahwa dan ahlu bid’ah, kami kutipkan dilaman
ini:
Imam Syafi’i VS Syi’ah
Imam Syafi’i
memperingatkan keras kepada kita akan kejelekan Syiah. Beliau رحمه الله menyebut
mereka dengan kelompok yang paling jelek. Beliau juga mengatakan:
لَـمْ أَرَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ الأَهْوَاءِ أَشْهَدَ بِالزُّوْرِ مِنَ
الرَّافِضَةِ
“Saya tidak mendapati seorang
pun dari pengekor hawa nafsu yang lebih pendusta daripada kaum Rafidhah.”
Imam Syafi’i VS Sufi

Beliau Berkata:
لَوْ أَنَّ رَجُلًا تَصَوَّفَ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ لَـمْ يَأْتِ عَلَيْهِ
الـظُّهْرِ إِلَّا وَجَدْتَهُ أَحْـمَقَ
“Seandainya seorang menjadi
sufi di awal siang hari, maka sebelum zhuhur akan engkau dapati dia termasuk
orang yang pandir.”
أَسُّ تَصَوَّفِ الْـكَسْلُ
“Pokok utama tasawuf adalah
kemalasan.”
خَلَّفْتُ بِبَغْدَادَ شَيْئًا أَحْدَثَتْهُ الزَّنَادِقَةُ يُسَمُوْنَهُ
“التَّغْبِـيْرَ” يُشْغِلُوْنَ بِهِ النَّاسَ عَنِ الْقُرآنِ
“Saya tinggalkan kota Baghdad
sesuatu yang dibuat oleh orang-orang zindiq, mereka menamainya dengan
taghbir
untuk melalaikan manusia dari al-Qur’an.”
Demikianlah
sekelumit peringatan keras imam Syafi’i رحمه الله terhadap kelompok yang
menyimpang, simak eBook ini untuk melihat pelajaran berharga dari beliau…
Download:

Imam Syafi’i VS Ahlu Bathil

Download CHM

atau

Download ZIP

Tulisan terkait:

Baca eBook-eBook dalam tulisan

Madzhab Syafi’i




Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner

Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Manasik Haji - Fikih Haji (2): Tiga Cara Manasik Haji

Written By sumatrars on Rabu, 05 September 2012 | September 05, 2012

Fikih Haji (2): Tiga Cara Manasik Haji

by Muhammad Abduh Tuasikal
TIGA CARA  MANASIK HAJI
Haji dapat dilakukan dengan memilih salah satu dari tiga cara manasik:
  1. Ifrod, yaitu meniatkan haji saja ketika berihram dan mengamalkan haji saja setelah itu.
  2. Qiron, yaitu meniatkan umroh dan haji sekaligus dalam satu manasik. Wajib bagi yang mengambil tata cara manasik qiron untuk menyembelih hadyu.
  3. Tamattu’, yaitu berniat menunaikan umroh saja di bulan-bulan haji, lalu melakukan manasik umroh dan bertahalul. Kemudian diam di Makkah dalam keadaan telah bertahalul. Kemudian ketika datang waktu haji, melakukan amalan haji. Wajib bagi yang mengambil tata cara manasik tamattu’ untuk menyembelih hadyu.
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Telah terdapat ijma’ (kesepakatan para ulama) bolehnya memilih melakukan salah satu dari tiga cara manasik: ifrod, tamattu’ dan qiron, tanpa dikatakan makruh. Namun yang diperselisihkan para ulama adalah manakah tatacara manasik yang afdhol (lebih utama).” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8: 169)
Mengenai kewajiban hadyu bagi yang mengambil tata cara manasik qiron dan tamattu’ disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) hadyu (qurban) yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang qurban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna.” (QS. Al Baqarah: 196). Wajibnya hadyu bagi yang mengambil manasik qiron dan tamattu’ adalah berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.
Manakah dari tiga tata cara manasik tersebut yang lebih utama? Dalam hadits mengenai tata cara manasik haji Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa beliau bersabda,
لَوْ أَنِّى اسْتَقْبَلْتُ مِنْ أَمْرِى مَا اسْتَدْبَرْتُ لَمْ أَسُقِ الْهَدْىَ وَجَعَلْتُهَا عُمْرَةً فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ لَيْسَ مَعَهُ هَدْىٌ فَلْيَحِلَّ وَلْيَجْعَلْهَا عُمْرَةً
Jikalau aku mengetahui apa yang akan terjadi pada diriku maka aku tidak akan membawa hewan hadyu dan aku akan jadikan ihramku ini umrah, maka barangsiapa dari kalian yang tidak bersamanya hewan hadyu maka hendaklah dia bertahallul dan menjadikannya sebagai umrah.” (HR. Muslim no. 1218). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan para sahabat untuk memilih tamattu’ dan berkeinginan dirinya sendiri melakukannya. Tidaklah beliau memerintahkan dan berkeinginan kecuali menunjukkan tamattu’ itu afdhol (lebih utama) (Fiqhus Sunnah, 1: 447-448).  Selain itu, manasik dengan tamattu’ itu lebih banyak amalannya dan lebih mudah secara umum (Syarhul Mumthi’, 7: 76-77)
Catatan: Dam yang dikeluarkan untuk manasik qiron dan tamattu’ adalah dalam rangka syukur dan bukan dalam rangka menutup kekurangan saat manasik (Ar Rafiq fil Hajj, 35).
Problem: Dalam tata cara manasik tamattu’ telah disebutkan bahwa umroh dilakukan terlebih dahulu sebelum haji. Artinya ia melakukan ritual umrah dahulu yang di dalamnya terdapat thowaf umrah dan sa’i umrah. Setelah itu ia bertahallul dengan sebelumnya memendekkan rambut. Lantas bagaimana jika sebelum wukuf di Arafah, seseorang terhalangi tidak bisa melakukan umrah? Pilihannya adalah mengganti niat hajinya dari tamattu’ menjadi qiran. Contoh dalam kasus ini adalah wanita yang telah berihram dari miqot dengan niat tamattu’. Lantas ia mengalami haidh atau nifas sebelum ia melakukan thowaf umrah. Ia barulah suci ketika datang waktu wukuf di Arafah. Artinya, ia belum sempat melakukan umrah pada haji tamattu’nya. Pada saat itu, ia mengganti niatnya menjadi niatan qiron, dan ia terus dalam keadaan berihram. Ia tetap melakukan rukun dan kewajiban haji lainnya selain thowaf di Ka’bah. Karena ia baru dibolehkan thowaf jika ia telah suci dan telah mandi (Al Minhaj li Muriidil Hajj wal ‘Umroh, 31-34).
 -bersambung insya Allah-
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber Artikel Oleh:  www.muslim.or.id
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Hukum dan Syarat Haji

Written By sumatrars on Minggu, 02 September 2012 | September 02, 2012

Fikih Haji (1): Hukum dan Syarat Haji
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Bahasan ini sengaja kami susun bagi kaum muslimin yang akan menunaikan haji, barangkali tahun ini atau tahun-tahun akan datang. Materi ini amatlah ringkas, yang kami sarikan dari beberapa buku haji. Semoga kami pun bisa mengambil manfaat dari apa yang kami susun. Bahasan ini dibagi menjadi delapan pembahasan:
  1. Hukum dan syarat haji
  2. Tiga cara manasik haji
  3. Rukun haji
  4. Wajib haji
  5. Larangan ketika ihram
  6. Miqot
  7. Tata cara manasik haji
  8. Kesalahan-kesalahan ketika haji
HUKUM HAJI
Hukum haji adalah fardhu ‘ain, wajib bagi setiap muslim yang mampu, wajibnya sekali seumur hidup. Haji merupakan bagian dari rukun Islam. Mengenai wajibnya haji telah disebutkan dalam Al Qur’an, As Sunnah dan ijma’ (kesepakatan para ulama).
1. Dalil Al Qur’an
Allah Ta’ala berfirman,
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali Imron: 97). Ayat ini adalah dalil tentang wajibnya haji. Kalimat dalam ayat tersebut menggunakan kalimat perintah yang berarti wajib. Kewajiban ini dikuatkan lagi pada akhir ayat (yang artinya), “Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. Di sini, Allah menjadikan lawan dari kewajiban dengan kekufuran. Artinya, meninggalkan haji bukanlah perilaku muslim, namun perilaku non muslim.
2. Dalil As Sunnah
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mengaku Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji dan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16). Hadits ini menunjukkan bahwa haji adalah bagian dari rukun Islam. Ini berarti menunjukkan wajibnya.
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
« أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا ». فَقَالَ رَجُلٌ أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَسَكَتَ حَتَّى قَالَهَا ثَلاَثًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhutbah di tengah-tengah kami. Beliau bersabda, “Wahai sekalian manusia, Allah telah mewajibkan haji bagi kalian, maka berhajilah.” Lantas ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah setiap tahun (kami mesti berhaji)?” Beliau lantas diam, sampai orang tadi bertanya hingga tiga kali. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Seandainya aku mengatakan ‘iya’, maka tentu haji akan diwajibkan bagi kalian setiap tahun, dan belum tentu kalian sanggup.” (HR. Muslim no. 1337). Sungguh banyak sekali hadits yang menyebutkan wajibnya haji hingga mencapai derajat mutawatir (jalur yang amat banyak) sehingga kita dapat memastikan hukum haji itu wajib.
3. Dalil Ijma’ (Konsensus Ulama)
Para ulama pun sepakat bahwa hukum haji itu wajib sekali seumur hidup bagi yang mampu. Bahkan kewajiban haji termasuk perkara al ma’lum minad diini bidh dhoruroh (dengan sendirinya sudah diketahui wajibnya) dan yang mengingkari kewajibannya dinyatakan  kafir.
SYARAT WAJIB HAJI
  1. Islam
  2. Berakal
  3. Baligh
  4. Merdeka
  5. Mampu
Kelima syarat di atas adalah syarat yang disepakati oleh para ulama. Sampai-sampai Ibnu Qudamah dalam Al Mughni berkata, “Saya tidak mengetahui ada khilaf (perselisihan) dalam penetapan syarat-syarat ini.” (Al Mughni, 3:164)
Catatan:
  1. Seandainya anak kecil berhaji, maka hajinya sah. Namun hajinya tersebut dianggap haji tathowwu’ (sunnah). Jika sudah baligh, ia masih tetap terkena kewajiban haji. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama (baca: ijma’).
  2. Syarat mampu bagi laki-laki dan perempuan adalah: (a) mampu dari sisi bekal dan kendaraan, (b) sehat badan, (c) jalan penuh rasa aman, (d) mampu melakukan perjalanan.
  3. Mampu dari sisi bekal mencakup kelebihan dari tiga kebutuhan: (1) nafkah bagi keluarga yang ditinggal dan yang diberi nafkah, (2) kebutuhan keluarga berupa tempat tinggal dan pakaian, (3) penunaian utang.
  4.  Syarat mampu yang khusus bagi perempuan adalah: (1) ditemani suami atau mahrom, (2) tidak berada dalam masa ‘iddah.
SYARAT SAHNYA HAJI
  1. Islam
  2. Berakal
  3. Miqot zamani, artinya haji dilakukan di waktu tertentu (pada bulan-bulan haji), tidak di waktu lainnya. ‘Abullah bin ‘Umar, mayoritas sahabat dan ulama sesudahnya berkata bahwa waktu tersebut adalah bulan Syawwal, Dzulqo’dah, dan sepuluh hari (pertama) dari bulan Dzulhijjah.
  4. Miqot makani, artinya haji (penunaian rukun dan wajib haji) dilakukan di tempat tertentu yang telah ditetapkan, tidak sah dilakukan tempat lainnya. Wukuf dilakukan di daerah Arafah. Thowaf dilakukan di sekeliling Ka’bah. Sa’i dilakukan di jalan antara Shofa dan Marwah. Dan seterusnya.
 -bersambung insya Allah-
Sumber Artikel Oleh: www.muslim.or.id



Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner

Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

KISAH NABI ADAM ALAIHI SALAM

 BUAH TEEN Kisah Nabi Adam: Dari Awal Penciptaan Hingga Turun ke Bumi Kisah Nabi Adam menceritakan terciptanya manusia pertama y...

Translate

 
Support : Blog author | Rachmat.M,MA | Duta Asri Palem 3
Copyright © 2013. BLOG AL ISLAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger