Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

BLOG AL ISLAM

Diberdayakan oleh Blogger.

Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha

Arsip Blog

Twitter

twitter
Latest Post

SIKAP IMAM SYAFI’I TERHADAP ORANG YANG MENGUTAMAKAN SYAIR DARIPADA AL-QUR’AN

Written By sumatrars on Kamis, 06 September 2012 | September 06, 2012

SIKAP IMAM SYAFI’I TERHADAP ORANG YANG MENGUTAMAKAN SYAIR DARIPADA AL-QUR’AN

Sebagai kelanjutan dari serial Mengenal Aqidah Imam Syafi’i Lebih Dekat pada pembahasan kali ini kita angkat topik “Celaan Imam Syafi’i رحمه الله terhadap orang yang mengutamakan lantunan syair-syair zuhud dari membaca dan memahami Al-Qur’an”
Pada zaman sekarang banyak sekali bentuk metode ibadah yang dibuat-buat oleh orang-orang yang ingin mencari keuntungan duniawi. Tanpa memperhatikan tentang kaidah-kaidah yang diterangkan oleh syariat. Bahkan sesuatu yang maksiat dijadikan ibadah.

قال الإمام الشافعي رحمه الله تعالى : تركت بالعراق شيئا يقال له : "التغيير" أحدثته الزنادقة يصدون الناس عن القرآن
Berkata Imam Syafi’i رحمه الله, “Aku tinggalkan sesuatu di Baghdad yang disebut “At Tahgbiir“, hal tersebut dilakukan orang-orang zindiq untuk melalaikan manusia dari Al-Qur’an.” <![if !supportFootnotes]>[1]<![endif]>
Menurut para ulama “At-Tahgbiir” adalah berzikir atau melantunkan sya’ir-sya’ir zuhud dengan suara merdu, hal ini kebiasaan orang-orang sufi.<![if !supportFootnotes]>[2]<![endif]>

Ditanah air banyak kita dapatkan hal-hal seperti ini, kadang-kadang dalam membaca Al-Qur’an atau salawat didendangkan dengan irama-irama nyanyi dangdut atau yang seumpanya. Waktunya kadang-kadang sebelum adzan atau setelah adzan. Bahkan ada sebuah acara yang yang mereka sebut dubaan atau terbangan, disitu mereka melantunkan syair-syair yang di iringi gendang-gendang, isi syair-syiar tersebut kadang-kadang dicampuri kesyirikan, mereka berkumpul untuk melakukannya setelah shalat Isya’ sampai larut malam. Mereka menganggap hal tersebut sebuah ibadah yang utama untuk dilakukan. Pesertanya biasanya kebanyakan orang-orang yang sering kali tidak shalat, kalaupun shalat tidak pernah berjamaah.
Apa yang dinyatakan oleh Imam Syafi’i bahwa mereka melalaikan manusia dari Al-Qur’an sangat nyata. Termasuk juga yang telah melaikan sebagian orang dimasa sekarang kesenangan kepada nasyid-nasyid. Jiwa mereka sulit untuk tersentuh dengan Al-Qur’an tetapi lebih tersentuh dengan lagu-lagu.
Imam Syafi’i menghukum mereka sebagai orang-orang zindiq. Para ulama menjelaskan istilah zindiq sering digunakan untuk orang-orang munafik.<![if !supportFootnotes]>[3]<![endif]>
Demikian sekilas tentang keyakinan Imam Syafi’i. Keyakinan yang bersumber pada Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah
 صلى الله عليه وسلم. Keyakinan yang wajib diimani oleh setiap orang yang mengaku sebagai muslim.

Wallahu A’lam, washalallahu ‘ala nabiyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi wasallam.
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت وأستغفرك وأتوب إليك
Penulis Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra, M.A.
<![if !supportFootnotes]>

<![endif]>
<![if !supportFootnotes]>[1]<![endif]>   Diriwayatkan Al Khaalal dalam Al Amru bil Ma’ruuf: 107, Abu Nu’aim dalam Al Hilyah: 9/147, Ibnul Jauzy dala Talbiis Ibliis: 282-283.
<![if !supportFootnotes]>[2]<![endif]>   Lihat Al Fahrasat karangan Ibnu Nadim: 445.
<![if !supportFootnotes]>[3]<![endif]>   Lihat perkataan Ibnu Mubaarak dalam Al Ibaanah Al Kubra: 2/703.

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Imam Syafi’i VS Ahlu Bathil


Imam Syafi’i VS Ahlu Bathil

Nama eBook: Imam Syafi’i VS Ahlul Bathil

Penulis: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi خفظه الله
Pengantar:

Alhamdulillah
, segala puji bagi Rabb semesta alam, kemudian shalawat dan
salam bagi Rasulullah  صلى الله عليه وسلم, keluarganya, sahabatnya dan yang
mengikuti mereka hingga suatu hari yang pasti, amma ba’du:
Tak
diragukan lagi bahwa ulama adalah pewaris para nabi, Salah satu dereten Ulama
yang mulia adalah Imam Syafi’i رحمه الله, Imam pembela sunnah, sang pembela
hadits, yang konsisten mengikuti al-Qur’an dan as-Sunnah serta menentang para
pelaku kebatilan dari golongan ahlu ahwa dan ahlu bid’ah, kami kutipkan dilaman
ini:
Imam Syafi’i VS Syi’ah
Imam Syafi’i
memperingatkan keras kepada kita akan kejelekan Syiah. Beliau رحمه الله menyebut
mereka dengan kelompok yang paling jelek. Beliau juga mengatakan:
لَـمْ أَرَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ الأَهْوَاءِ أَشْهَدَ بِالزُّوْرِ مِنَ
الرَّافِضَةِ
“Saya tidak mendapati seorang
pun dari pengekor hawa nafsu yang lebih pendusta daripada kaum Rafidhah.”
Imam Syafi’i VS Sufi

Beliau Berkata:
لَوْ أَنَّ رَجُلًا تَصَوَّفَ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ لَـمْ يَأْتِ عَلَيْهِ
الـظُّهْرِ إِلَّا وَجَدْتَهُ أَحْـمَقَ
“Seandainya seorang menjadi
sufi di awal siang hari, maka sebelum zhuhur akan engkau dapati dia termasuk
orang yang pandir.”
أَسُّ تَصَوَّفِ الْـكَسْلُ
“Pokok utama tasawuf adalah
kemalasan.”
خَلَّفْتُ بِبَغْدَادَ شَيْئًا أَحْدَثَتْهُ الزَّنَادِقَةُ يُسَمُوْنَهُ
“التَّغْبِـيْرَ” يُشْغِلُوْنَ بِهِ النَّاسَ عَنِ الْقُرآنِ
“Saya tinggalkan kota Baghdad
sesuatu yang dibuat oleh orang-orang zindiq, mereka menamainya dengan
taghbir
untuk melalaikan manusia dari al-Qur’an.”
Demikianlah
sekelumit peringatan keras imam Syafi’i رحمه الله terhadap kelompok yang
menyimpang, simak eBook ini untuk melihat pelajaran berharga dari beliau…
Download:

Imam Syafi’i VS Ahlu Bathil

Download CHM

atau

Download ZIP

Tulisan terkait:

Baca eBook-eBook dalam tulisan

Madzhab Syafi’i




Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner

Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Manasik Haji - Fikih Haji (2): Tiga Cara Manasik Haji

Written By sumatrars on Rabu, 05 September 2012 | September 05, 2012

Fikih Haji (2): Tiga Cara Manasik Haji

by Muhammad Abduh Tuasikal
TIGA CARA  MANASIK HAJI
Haji dapat dilakukan dengan memilih salah satu dari tiga cara manasik:
  1. Ifrod, yaitu meniatkan haji saja ketika berihram dan mengamalkan haji saja setelah itu.
  2. Qiron, yaitu meniatkan umroh dan haji sekaligus dalam satu manasik. Wajib bagi yang mengambil tata cara manasik qiron untuk menyembelih hadyu.
  3. Tamattu’, yaitu berniat menunaikan umroh saja di bulan-bulan haji, lalu melakukan manasik umroh dan bertahalul. Kemudian diam di Makkah dalam keadaan telah bertahalul. Kemudian ketika datang waktu haji, melakukan amalan haji. Wajib bagi yang mengambil tata cara manasik tamattu’ untuk menyembelih hadyu.
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Telah terdapat ijma’ (kesepakatan para ulama) bolehnya memilih melakukan salah satu dari tiga cara manasik: ifrod, tamattu’ dan qiron, tanpa dikatakan makruh. Namun yang diperselisihkan para ulama adalah manakah tatacara manasik yang afdhol (lebih utama).” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8: 169)
Mengenai kewajiban hadyu bagi yang mengambil tata cara manasik qiron dan tamattu’ disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) hadyu (qurban) yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang qurban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna.” (QS. Al Baqarah: 196). Wajibnya hadyu bagi yang mengambil manasik qiron dan tamattu’ adalah berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.
Manakah dari tiga tata cara manasik tersebut yang lebih utama? Dalam hadits mengenai tata cara manasik haji Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa beliau bersabda,
لَوْ أَنِّى اسْتَقْبَلْتُ مِنْ أَمْرِى مَا اسْتَدْبَرْتُ لَمْ أَسُقِ الْهَدْىَ وَجَعَلْتُهَا عُمْرَةً فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ لَيْسَ مَعَهُ هَدْىٌ فَلْيَحِلَّ وَلْيَجْعَلْهَا عُمْرَةً
Jikalau aku mengetahui apa yang akan terjadi pada diriku maka aku tidak akan membawa hewan hadyu dan aku akan jadikan ihramku ini umrah, maka barangsiapa dari kalian yang tidak bersamanya hewan hadyu maka hendaklah dia bertahallul dan menjadikannya sebagai umrah.” (HR. Muslim no. 1218). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan para sahabat untuk memilih tamattu’ dan berkeinginan dirinya sendiri melakukannya. Tidaklah beliau memerintahkan dan berkeinginan kecuali menunjukkan tamattu’ itu afdhol (lebih utama) (Fiqhus Sunnah, 1: 447-448).  Selain itu, manasik dengan tamattu’ itu lebih banyak amalannya dan lebih mudah secara umum (Syarhul Mumthi’, 7: 76-77)
Catatan: Dam yang dikeluarkan untuk manasik qiron dan tamattu’ adalah dalam rangka syukur dan bukan dalam rangka menutup kekurangan saat manasik (Ar Rafiq fil Hajj, 35).
Problem: Dalam tata cara manasik tamattu’ telah disebutkan bahwa umroh dilakukan terlebih dahulu sebelum haji. Artinya ia melakukan ritual umrah dahulu yang di dalamnya terdapat thowaf umrah dan sa’i umrah. Setelah itu ia bertahallul dengan sebelumnya memendekkan rambut. Lantas bagaimana jika sebelum wukuf di Arafah, seseorang terhalangi tidak bisa melakukan umrah? Pilihannya adalah mengganti niat hajinya dari tamattu’ menjadi qiran. Contoh dalam kasus ini adalah wanita yang telah berihram dari miqot dengan niat tamattu’. Lantas ia mengalami haidh atau nifas sebelum ia melakukan thowaf umrah. Ia barulah suci ketika datang waktu wukuf di Arafah. Artinya, ia belum sempat melakukan umrah pada haji tamattu’nya. Pada saat itu, ia mengganti niatnya menjadi niatan qiron, dan ia terus dalam keadaan berihram. Ia tetap melakukan rukun dan kewajiban haji lainnya selain thowaf di Ka’bah. Karena ia baru dibolehkan thowaf jika ia telah suci dan telah mandi (Al Minhaj li Muriidil Hajj wal ‘Umroh, 31-34).
 -bersambung insya Allah-
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber Artikel Oleh:  www.muslim.or.id
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Hukum dan Syarat Haji

Written By sumatrars on Minggu, 02 September 2012 | September 02, 2012

Fikih Haji (1): Hukum dan Syarat Haji
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Bahasan ini sengaja kami susun bagi kaum muslimin yang akan menunaikan haji, barangkali tahun ini atau tahun-tahun akan datang. Materi ini amatlah ringkas, yang kami sarikan dari beberapa buku haji. Semoga kami pun bisa mengambil manfaat dari apa yang kami susun. Bahasan ini dibagi menjadi delapan pembahasan:
  1. Hukum dan syarat haji
  2. Tiga cara manasik haji
  3. Rukun haji
  4. Wajib haji
  5. Larangan ketika ihram
  6. Miqot
  7. Tata cara manasik haji
  8. Kesalahan-kesalahan ketika haji
HUKUM HAJI
Hukum haji adalah fardhu ‘ain, wajib bagi setiap muslim yang mampu, wajibnya sekali seumur hidup. Haji merupakan bagian dari rukun Islam. Mengenai wajibnya haji telah disebutkan dalam Al Qur’an, As Sunnah dan ijma’ (kesepakatan para ulama).
1. Dalil Al Qur’an
Allah Ta’ala berfirman,
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali Imron: 97). Ayat ini adalah dalil tentang wajibnya haji. Kalimat dalam ayat tersebut menggunakan kalimat perintah yang berarti wajib. Kewajiban ini dikuatkan lagi pada akhir ayat (yang artinya), “Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. Di sini, Allah menjadikan lawan dari kewajiban dengan kekufuran. Artinya, meninggalkan haji bukanlah perilaku muslim, namun perilaku non muslim.
2. Dalil As Sunnah
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mengaku Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji dan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16). Hadits ini menunjukkan bahwa haji adalah bagian dari rukun Islam. Ini berarti menunjukkan wajibnya.
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
« أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا ». فَقَالَ رَجُلٌ أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَسَكَتَ حَتَّى قَالَهَا ثَلاَثًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhutbah di tengah-tengah kami. Beliau bersabda, “Wahai sekalian manusia, Allah telah mewajibkan haji bagi kalian, maka berhajilah.” Lantas ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah setiap tahun (kami mesti berhaji)?” Beliau lantas diam, sampai orang tadi bertanya hingga tiga kali. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Seandainya aku mengatakan ‘iya’, maka tentu haji akan diwajibkan bagi kalian setiap tahun, dan belum tentu kalian sanggup.” (HR. Muslim no. 1337). Sungguh banyak sekali hadits yang menyebutkan wajibnya haji hingga mencapai derajat mutawatir (jalur yang amat banyak) sehingga kita dapat memastikan hukum haji itu wajib.
3. Dalil Ijma’ (Konsensus Ulama)
Para ulama pun sepakat bahwa hukum haji itu wajib sekali seumur hidup bagi yang mampu. Bahkan kewajiban haji termasuk perkara al ma’lum minad diini bidh dhoruroh (dengan sendirinya sudah diketahui wajibnya) dan yang mengingkari kewajibannya dinyatakan  kafir.
SYARAT WAJIB HAJI
  1. Islam
  2. Berakal
  3. Baligh
  4. Merdeka
  5. Mampu
Kelima syarat di atas adalah syarat yang disepakati oleh para ulama. Sampai-sampai Ibnu Qudamah dalam Al Mughni berkata, “Saya tidak mengetahui ada khilaf (perselisihan) dalam penetapan syarat-syarat ini.” (Al Mughni, 3:164)
Catatan:
  1. Seandainya anak kecil berhaji, maka hajinya sah. Namun hajinya tersebut dianggap haji tathowwu’ (sunnah). Jika sudah baligh, ia masih tetap terkena kewajiban haji. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama (baca: ijma’).
  2. Syarat mampu bagi laki-laki dan perempuan adalah: (a) mampu dari sisi bekal dan kendaraan, (b) sehat badan, (c) jalan penuh rasa aman, (d) mampu melakukan perjalanan.
  3. Mampu dari sisi bekal mencakup kelebihan dari tiga kebutuhan: (1) nafkah bagi keluarga yang ditinggal dan yang diberi nafkah, (2) kebutuhan keluarga berupa tempat tinggal dan pakaian, (3) penunaian utang.
  4.  Syarat mampu yang khusus bagi perempuan adalah: (1) ditemani suami atau mahrom, (2) tidak berada dalam masa ‘iddah.
SYARAT SAHNYA HAJI
  1. Islam
  2. Berakal
  3. Miqot zamani, artinya haji dilakukan di waktu tertentu (pada bulan-bulan haji), tidak di waktu lainnya. ‘Abullah bin ‘Umar, mayoritas sahabat dan ulama sesudahnya berkata bahwa waktu tersebut adalah bulan Syawwal, Dzulqo’dah, dan sepuluh hari (pertama) dari bulan Dzulhijjah.
  4. Miqot makani, artinya haji (penunaian rukun dan wajib haji) dilakukan di tempat tertentu yang telah ditetapkan, tidak sah dilakukan tempat lainnya. Wukuf dilakukan di daerah Arafah. Thowaf dilakukan di sekeliling Ka’bah. Sa’i dilakukan di jalan antara Shofa dan Marwah. Dan seterusnya.
 -bersambung insya Allah-
Sumber Artikel Oleh: www.muslim.or.id



Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner

Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Mengkafirkan Orang Kafir Dan Musyrik

Wajibnya Mengkafirkan Orang Kafir Dan Musyrik
Di antara prinsip ajaran Islam yaitu seorang muslim mesti meyakini kafirnya non muslim dan orang musyrik, tidak ragu akan kekafiran mereka, juga tidak sampai membenarkan ajaran mereka. Demikian dijelaskan oleh para ulama mengenai akidah yang mesti diyakini setiap muslim. Jika tidak meyakini hal tersebut, Islam seseorang jadi tidak sah.
Mengkafirkan Yahudi, Nashrani dan Orang Musyrik
Wajib bagi setiap muslim mengkafirkan orang yang dinyatakan kafir oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah telah menyatakan kafirnya orang musyrik yaitu para pengagung berhala dan orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan dalam ibadah. Begitu juga seorang muslim harus meyakini kafirnya orang yang tidak beriman pada para rasul atau tidak beriman pada sebagian Rasul -seperti kafirnya orang Nashrani yang tidak mau beriman pada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Sebagaimana dalam Al Qur’an pun telah ditegaskan akan kafirnya orang Yahudi, Nashrani, pengagung berhala dan orang musyrik secara umum. Seorang muslim harus meyakini kafirnya orang-orang tadi sebagaimana Allah dan Rasul-Nya telah menyatakan kafirnya mereka. Sebagai buktinya disampaikan dalam ayat-ayat berikut ini:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putera Maryam”.” (QS. Al Maidah: 17). Ayat ini menunjukkan seorang muslim harus meyakini kafirnya orang Nashrani.
وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ وَلُعِنُوا بِمَا قَالُوا
Orang-orang Yahudi berkata: “Tangan Allah terbelenggu”, sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dila’nat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu.” (QS. Al Maidah: 24). Orang Yahudi dalam ayat ini dilaknat karena mereka telah mensifati Allah dengan sifat pelit sedangkan merekalah yang ghoni (berkecukupan atau kaya).[1]
لَقَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَاءُ
Sesungguhnya Allah telah mendengar perkatan orang-orang yang mengatakan: “Sesunguhnya Allah miskin dan kami kaya”.” (QS. Ali Imran: 181). Ayat-ayat di atas menceritakan tentang kafirnya ahli kitab, yaitu Yahudi dan Nashrani.
Kita pun bisa menghukumi kafirnya mereka karena mereka mengingkari kenabian Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal kenabian tersebut telah tercatat dalam kitab mereka sendiri. Sebagaimana dijelaskan dalam ayat,
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آَمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (157) قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآَمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (158)
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung. Katakanlah: “Wahai sekalian manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk”.” (QS. Al A’rof: 157-158). Dalam ayat ini disebutkan bahwa penyebutan Nabi Muhammad sudah ada dalam kitab taurat dan injil. Dan juga disebutkan “Wahai sekalian manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua”, ayat ini adalah umum yaitu seruan untuk ahli kitab dan seluruh umat. Jadi siapa saja yang tidak mengimani keumuman risalah Nabi Muhammadshallallahu ‘alaihi wa sallam walau ia meyakini Muhammad adalah utusan Allah, akan tetapi ia mengatakan bahwa kerasulan Muhammad hanya khusus untuk orang Arab dan tidak pada umat yang lainnya, maka ia kafir. Bagaimana jika ia tidak mengimani risalah Muhammad sama sekali? Tentu yang terakhir ini lebih parah kekafirannya.
Sama halnya, seorang muslim pun harus meyakini kafirnya orang musyrik. Karena syirik itu membatalkan persaksian dua kalimat syahadat dan membatalkan keislaman, juga merusak tauhid. Jadi, wajib bagi setiap muslim mengkafirkan orang musyrik terserah dari bangsa Arab atau non Arab yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan bagi Allah.
Satu ayat lagi yang menjadi bukti pernyataan kafir dari Allah pada orang Yahudi, Nashrani dan orang musyrik yaitu pada ayat,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al Bayyinah: 6). Ayat ini secara tegas mengatakan mereka kafir.
Ragu akan Kafirnya Mereka
Begitu pula orang yang ragu akan kafirnya Yahudi, Nashrani dan orang musyrik, maka ia pun kafir. Contohnya seseorang yang mengatakan bahwa ia tidak mengetahui bahwa mereka tadi kafir ataukan tidak. Orang seperti ini dihukumi kafir karena terdapat keraguan dalam agamanya antara kafir dan iman, tidak bisa membedakan antara ini dan itu.
Yang Lebih Parah Jika Sampai Membenarkan Ajaran Mereka
Yang lebih parah dari itu jika sampai seseorang membenarkan ajaran agama lain atau ajaran orang musyrik. Begitu banyak saat ini orang-orang yang mengatasnamakan diri mereka Islam namun berprinsip seperti ini. Mereka sampai membenarkan dan mendukung ajaran Yahudi dan Nashrani. Inilah yang dikenal dengan “dakwah penyatuan agama”, yaitu menyatukan antara Islam, Yahudi dan Nashrani. Semua agama ini dianggap sama karena semuanya sama-sama beriman kepada Allah. Jadi, kata mereka jangan sampai dikafirkan. Mereka lebih parah dari orang yang sekedar ragu akan kafirnya agama lain. Contoh membenarkan agama non Islam dengan mengatakan, “Mereka sama-sama beriman pada Allah, sama-sama mengikuti para nabi. Yahudi mengikuti ajaran Musa, sedangkan Nashrani mengikuti ajaran ‘Isa.”
Bantahan: Sebenarnya mereka tidak mengikuti Musa, tidak pula mengikuti Isa. Jika mereka benar-benar mengikuti keduanya, tentu mereka akan beriman pada Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Dalam Taurat orang Yahudi yang diturunkan pada Musa sudah termaktub nama Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka.” (QS. Al A’rof: 157).
Begitu pula dalam Injil Nashrani yang diturunkan pada Nabi Isa ada juga penyebutan Muhammad. Bahkan Nabi Isa sampai tegas menyebutkannya sebagaimana kita dapat menyaksikan dalam ayat,
وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ
Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)”.” (QS. Ash Shoff: 6). Siapa yang datang setelah Nabi Isa? Yaitu Nabi kita Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Dan dalam ayat ini disebut dengan nama Ahmad, di antara nama nabi kita yang mulia. Bahkan di akhir zaman, Isa akan turun dan akan mengikuti nabi kita Muhammad, akan berhukum dengan syari’at Islam dan bukan membawa ajaran yang baru.
Jadi, barangsiapa yang tidak mengimani Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan tidak mengikuti  ajaran beliau, ia kafir. Inilah akidah yang wajib diyakini setiap muslim. Jangan sampai ia keluar dari Islam sedangkan ia dalam keadaan tidak tahu. Seseorang bisa keluar dari Islam karena tidak mengkafirkan orang kafir atau bahkan sampai membenarkan ajaran mereka. Sehingga tidak pantas mereka non muslim dianggap sebagai saudara layaknya saudara seiman.
Yahudi dan Nashrani Tidak Akan Senang
Perlu dipahami bahwa Yahudi dan Nashrani tidak ingin kaum muslimin tetap eksis di atas agama mereka. Allah Ta’alaberfirman,
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.” (QS. Al Baqarah: 120).
وَقَالُوا كُونُوا هُودًا أَوْ نَصَارَى تَهْتَدُوا
Dan mereka berkata: “Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk”.” (QS. Al Baqarah: 135). Jadi orang Yahudi dan Nashrani menganggap bahwa jika seseorang tidak berada di atas ajaran mereka, maka mereka tidak mendapat petunjuk, alias ‘sesat’. Inilah yang disebutkan dalam ayat Al Qur’an, kalam Allah. Tentu saja ini alasan kita menganggap mereka kafir. Bagaimana kita bisa ragu akan kekafiran mereka?
Sekali lagi, akidah seorang muslim tidaklah sah sampai ia mengimani kafirnya orang kafir. Ia harus bisa membedakan antara yang benar dan yang salah, antara iman dan kekafiran, antara musyrik dan muwahhid (ahli tauhid).
Semoga Allah selalu menunjuki kita pada akidah yang lurus. Wallahu waliyyut taufiq.
 (*) Dikembangkan dari tulisan Syaikhuna -guru kami- Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan -hafizhohullah- dalam kitab “Durus fii Syarh Nawaqidhil Islam”, terbitan Maktabah Ar Rusyd, tahun 1425 H, hal. 78-83.
Dirampungkan menjelang Zhuhur di Ponpes Darush Sholihin, Warak-Girisekar, Panggang-Gunung Kidul, 12 Syawal 1433 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber Artikel Oleh:  Muslim.Or.Id
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Al Islam Menuju Persatuan Umat

Sebab Menuju Persatuan Umat

by Yulian Purnama
Setiap umat Islam ingin umatnya bersatu, tidak ada yang ingin umat ini terpecah belah. Namun ada yang menganggap berbeda-beda dalam prinsip beragama yang penting hati kita menyatu. Logikanya saja, bagaimana mungkin bisa bersatu jika satu pihak berkeyakinan bolehnya sesajen dan ruwatan, yang lainnya ingin umat itu bertauhid. Bagaimana bisa pula bersatu jika yang satu ingin agar umat cinta pada tradisi, namun tradisi yang ada jika tidak mengandung syirik, yah mengandung bid’ah. Dan mustahil syirik dan bid’ah itu menyatu dengan tauhid dan sunnah.
1- Memperbaiki akidah umat.
Yang dimaksud memperbaiki akidah adalah membersihkan akidah umat dari kesyirikan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ
Sesungguhnya agama ini adalah agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.” (QS. Al Mu’minun: 52). Karena akidah yang benar akan menyatukan umat dan akan menghilangkan rasa saling benci. Berbeda halnya jika umat itu berbeda-beda pemahaman dalam akidah atau beraneka ragam sesembahan.  Karena setiap kelompok akan mengklaim akidahnya-lah yang paling benar, sesembahannya-lah yang lebih pantas diagungkan, lalu menganggap keliru ajaran yang lain. Bersatu di atas akidah dan sesembahan yang benar tentu lebih baik. Allah Ta’ala berfirman,
أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ
Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?” (QS. Yusuf: 39). Orang Arab di masa jahiliyah dahulu berpecah belah dan mereka menjadi kaum lemah di muka bumi. Ketika Islam datang, akidah mereka menjadi benar, lalu menyatulah mereka di atas satu daulah.
2- Taat pada ulil amri kaum muslimin.
Mendengar dan taat pada ulil amri kaum muslimin (yaitu pemerintah yang sah). Oleh karenanya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا
Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa pada Allah, dengarlah dan taatlah (pada ulil amri kalian) walau ia seorang budak dari negeri Habasyah. Karena siapa saja di antara kalian yang hidup sesudahku akan melihat perselisihan yang banyak.” (HR. Abu Daud no. 4607, shahih kata Syaikh Al Albani). Membangkang pada ulil amri, itulah sebab perpecahan.
3- Mengembalikan segala perselisihan kepada Al Qur’an dan As Sunnah.
Mengembalikan dan menyelesaikan segala perselisihan kepada Al Qur’an dan As Sunnah ketika terjadi perpecahan. AllahTa’ala berfirman,
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa’: 59). Janganlah kembalikan perselisihan tersebut kepada perkataan si fulan atau perkataan seseorang, namun rujukannya adalah Al Kitab dan As Sunnah.
4- Melakukan ishlah.
Melakukan ishlah atau memperbaiki hubungan antar sesama ketika terjadi perpecahan, ini juga di antara jalan menyatunya umat. Allah Ta’ala berfirman,
وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.” (QS. Al Anfal: 1)
5- Memusnahkan para pemberontak dan Khawarij.
Ini juga di antara jalan menyatunya umat yaitu memusnahkan kelompok yang  biasa menimbulkan perpecahan yaitu dari kalangan pemberontak dan Khawarij. Kelompok-kelompok ini sebenarnya ingin kaum muslimin terpecah belah. Allah Ta’alaberfirman,
فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي
Tapi kalau yang satu memberontak (melanggar perjanjian) terhadap yang lain, hendaklah yang memberontak itu kamu perangi.” (QS. Al Hujurat: 9). Oleh karena itu, amirul mukminin ‘Ali bin Abi Tholib pernah memberantas para pemberontak dan Khawarij. Inilah yang menjadi keutamaan dan keunggulan ‘Ali -semoga Allah senantiasa meridhoi beliau-.
Semoga Allah menyatukan kaum muslimin di atas akidah yang benar dan di atas sunnah shahihah. Wallahu waliyyut taufiq.

(*) Tulisan di atas dikembangkan dari tulisan Syaikhuna  -guru kami- Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan mengenai sebab dan jalan menuju persatuan umat Islam dalam kitab “As-ilah Al Manahij Al Jadidah”, tanya jawab dengan beliau, dikumpulkan oleh Jamal bin Farihan Al Haritsi.
 @ Pesantren Darush Sholihin, Warak-Girisekar, Panggang, Gunung Kidul, 9 Syawal 1433 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber Artikel oleh: Muslim.Or.Id
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Caran Memasang Qur'an Online

Written By sumatrars on Sabtu, 01 September 2012 | September 01, 2012

Caran Memasang Qur'an Online
Cara memasang Al-Qur’an Online kedalam Blog kita.Tentu disamping bisa menjadi daya tarik pengunjung, motivasi yang paling utama adalah sebagai Syiar Islam. Pengunjung akan terbantu dengan adanya Al-Qur’an Online ini, karena bisa belajar membaca, mencari terjemah, mendengarkan tartil dll.Sumber dari Sumber Al-Quran Online langsung dari situs http://www.alquran-indonesia.com, jadi selama situs tersebut masih exist maka kita masih bisa memasang kedalam Blog kita.

Cara Memasang Al-Qur'an Online Pada Blog :
  1. Login ke blogger
  2. Pilih Rancangan kemudian Tambah Gadget
  3. Pilih HTML/JavaScript
  4. Masukan kode HTML di bawah ini

     
  5. <iframe style="overflow: auto; background-attachment: scroll; background-repeat: no-repeat; background-position: left top; text-align: left; border: 1px solid #cccccc; -moz-border-radius: 8px 8px 8px 8px; padding: 10px; width: 850px; height: 900px;" src="http://m.alquran-indonesia.com/mquran/index.php/quran" frameborder="0"> </iframe>




  • Sobat dapat ganti yang tulisan Kode warna Hajau dan warna biru sesuaikan pada blog posting atau gadget sobat.

  • ?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

    Adab Berbicara

    Written By sumatrars on Jumat, 31 Agustus 2012 | Agustus 31, 2012

    Adab Berbicara

    1. Nama eBook: Etika Bercakap-cakap
    2. Penulis: Ustadz Abu Bakr خفظه الله

    Pengantar:

    Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, kemudian shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, keluarga dan sahabatnya serta yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari yang dijanjikan. Dalam kehidupan ini sebagai makluk sosial manusia tidak akan pernah lepas dari berkomunikasi, satu dengan yang lainnya. Terkadang untuk suatu keperluan dan terkadang juga sekadar basa-basi. Tapi, kadangkala adab dalam bercakap-cakap ini diabaikan, sehingga tidak sedikit membuat kesal dan tersinggung lawan bicaranya. Karena itu, inilah eBook yang menjelaskan beberapa etika yang perlu diperhatikan agar percakapan kita menjadi berfaedah dan penuh dengan hikmah, selamat menyimak…
    Back to Top

    Download:Etika Bercakap-cakap

    Download Word atau Download PDF
    Back to Top

    Sumber Blog Ibnu Majjah
    Copyright © 2012  http://alislam-sr.blogspot.com. All rights reserved.
    Revised: .
    Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
    If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


    Delivered by FeedBurner
    Daftar Artikel
    ?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

    KISAH NABI ADAM ALAIHI SALAM

     BUAH TEEN Kisah Nabi Adam: Dari Awal Penciptaan Hingga Turun ke Bumi Kisah Nabi Adam menceritakan terciptanya manusia pertama y...

    Translate

     
    Support : Blog author | Rachmat.M,MA | Duta Asri Palem 3
    Copyright © 2013. BLOG AL ISLAM - All Rights Reserved
    Template Created by Creating Website Published by Mas Template
    Proudly powered by Blogger