Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

BLOG AL ISLAM

Diberdayakan oleh Blogger.

Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha

Arsip Blog

Twitter

twitter
Latest Post

Bulan Syawal Puasa Enam Hari di Bulan Syawal

Written By sumatrars on Minggu, 26 Agustus 2012 | Agustus 26, 2012

Artikel Kali ini Kegiatan Umat Muslim di Bulan Syawal.


Salah satu dari pintu-pintu kebaikan adalah melakukan puasa-puasa sunnah. Sebagaimana yang disabdakan Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam: “Maukah aku tunjukkan padamu pintu-pintu kebaikan?; Puasa adalah perisai, …” (Hadits hasan shohih, riwayat Tirmidzi). Puasa dalam hadits ini merupakan perisai bagi seorang muslim baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, puasa adalah perisai dari perbuatan-perbuatan maksiat, sedangkan di akhirat nanti adalah perisai dari api neraka. Dalam sebuah hadits Qudsi disebutkan, “Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhori: 6502)


Puasa Seperti Setahun Penuh
Salah satu puasa yang dianjurkan/disunnahkan setelah berpuasa di bulan Romadhon adalah puasa enam hari di bulan Syawal. Puasa ini mempunyai keutamaan yang sangat istimewa. Dari Abu Ayyub Al Anshori, Rosululloh bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa Romadhon kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164). Dari Tsauban, Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berpuasa enam hari setelah hari raya Iedul Fitri, maka seperti berpuasa setahun penuh. Barangsiapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh lipatnya.” (HR. Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil). Imam Nawawi rohimahulloh mengatakan dalam Syarh Shohih Muslim 8/138, “Dalam hadits ini terdapat dalil yang jelas bagi madzhab Syafi’i, Ahmad, Dawud beserta ulama yang sependapat dengannya yaitu puasa enam hari di bulan Syawal adalah suatu hal yang dianjurkan.”

Dilakukan Setelah Iedul Fithri

Puasa Syawal dilakukan setelah Iedul Fithri, tidak boleh dilakukan di hari raya Iedul Fithri. Hal ini berdasarkan larangan Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Umar bin Khothob, beliau berkata, “Ini adalah dua hari raya yang Rosululloh melarang berpuasa di hari tersebut: Hari raya Iedul Fithri setelah kalian berpuasa dan hari lainnya tatkala kalian makan daging korban kalian (Iedul Adha).” (Muttafaq ‘alaih)

Apakah Harus Berurutan ?

Imam Nawawi rohimahulloh menjawab dalam Syarh Shohih Muslim 8/328: “Afdholnya (lebih utama) adalah berpuasa enam hari berturut-turut langsung setelah Iedul Fithri. Namun jika ada orang yang berpuasa Syawal dengan tidak berturut-turut atau berpuasa di akhir-akhir bulan, maka dia masih mendapatkan keuatamaan puasa Syawal berdasarkan konteks hadits ini”. Inilah pendapat yang benar. Jadi, boleh berpuasa secara berturut-turut atau tidak, baik di awal, di tengah, maupun di akhir bulan Syawal. Sekalipun yang lebih utama adalah bersegera melakukannya berdasarkan dalil-dalil yang berisi tentang anjuran bersegera dalam beramal sholih. Sebagaimana Allah berfirman, “Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.” (Al Maidah: 48). Dan juga dalam hadits tersebut terdapat lafadz ba’da fithri (setelah hari raya Iedul Fithri), yang menunjukkan selang waktu yang tidak lama.

Mendahulukan Puasa Qodho’

Apabila seseorang mempunyai tanggungan puasa (qodho’) sedangkan ia ingin berpuasa Syawal juga, manakah yang didahulukan? Pendapat yang benar adalah mendahulukan puasa qodho’. Sebab mendahulukan sesuatu yang wajib daripada sunnah itu lebih melepaskan diri dari beban kewajiban. Ibnu Rojab rohimahulloh berkata dalam Lathiiful Ma’arif, “Barangsiapa yang mempunyai tanggungan puasa Romadhon, hendaklah ia mendahulukan qodho’nya terlebih dahulu karena hal tersebut lebih melepaskan dirinya dari beban kewajiban dan hal itu (qodho’) lebih baik daripada puasa sunnah Syawal”. Pendapat ini juga disetujui oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam Syarh Mumthi’. Pendapat ini sesuai dengan makna eksplisit hadits Abu Ayyub di atas.
Semoga kebahagiaan selalu mengiringi orang-orang yang menghidupkan sunnah Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Wallohu a’lam bish showab.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Disalin / di ulang Oleh : Rachmat Machmud
Sumber Artikel Oleh: www.muslim.or.id





Salah satu dari pintu-pintu kebaikan adalah melakukan puasa-puasa sunnah. Sebagaimana yang disabdakan Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam: “Maukah aku tunjukkan padamu pintu-pintu kebaikan?; Puasa adalah perisai, …” (Hadits hasan shohih, riwayat Tirmidzi). Puasa dalam hadits ini merupakan perisai bagi seorang muslim baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, puasa adalah perisai dari perbuatan-perbuatan maksiat, sedangkan di akhirat nanti adalah perisai dari api neraka. Dalam sebuah hadits Qudsi disebutkan, “Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhori: 6502)

Puasa Seperti Setahun Penuh
Salah satu puasa yang dianjurkan/disunnahkan setelah berpuasa di bulan Romadhon adalah puasa enam hari di bulan Syawal. Puasa ini mempunyai keutamaan yang sangat istimewa. Dari Abu Ayyub Al Anshori, Rosululloh bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa Romadhon kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164). Dari Tsauban, Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berpuasa enam hari setelah hari raya Iedul Fitri, maka seperti berpuasa setahun penuh. Barangsiapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh lipatnya.” (HR. Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil). Imam Nawawi rohimahulloh mengatakan dalam Syarh Shohih Muslim 8/138, “Dalam hadits ini terdapat dalil yang jelas bagi madzhab Syafi’i, Ahmad, Dawud beserta ulama yang sependapat dengannya yaitu puasa enam hari di bulan Syawal adalah suatu hal yang dianjurkan.”
Dilakukan Setelah Iedul Fithri
Puasa Syawal dilakukan setelah Iedul Fithri, tidak boleh dilakukan di hari raya Iedul Fithri. Hal ini berdasarkan larangan Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Umar bin Khothob, beliau berkata, “Ini adalah dua hari raya yang Rosululloh melarang berpuasa di hari tersebut: Hari raya Iedul Fithri setelah kalian berpuasa dan hari lainnya tatkala kalian makan daging korban kalian (Iedul Adha).” (Muttafaq ‘alaih)
Apakah Harus Berurutan ?
Imam Nawawi rohimahulloh menjawab dalam Syarh Shohih Muslim 8/328: “Afdholnya (lebih utama) adalah berpuasa enam hari berturut-turut langsung setelah Iedul Fithri. Namun jika ada orang yang berpuasa Syawal dengan tidak berturut-turut atau berpuasa di akhir-akhir bulan, maka dia masih mendapatkan keuatamaan puasa Syawal berdasarkan konteks hadits ini”. Inilah pendapat yang benar. Jadi, boleh berpuasa secara berturut-turut atau tidak, baik di awal, di tengah, maupun di akhir bulan Syawal. Sekalipun yang lebih utama adalah bersegera melakukannya berdasarkan dalil-dalil yang berisi tentang anjuran bersegera dalam beramal sholih. Sebagaimana Allah berfirman, “Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.” (Al Maidah: 48). Dan juga dalam hadits tersebut terdapat lafadz ba’da fithri (setelah hari raya Iedul Fithri), yang menunjukkan selang waktu yang tidak lama.
Mendahulukan Puasa Qodho’
Apabila seseorang mempunyai tanggungan puasa (qodho’) sedangkan ia ingin berpuasa Syawal juga, manakah yang didahulukan? Pendapat yang benar adalah mendahulukan puasa qodho’. Sebab mendahulukan sesuatu yang wajib daripada sunnah itu lebih melepaskan diri dari beban kewajiban. Ibnu Rojab rohimahulloh berkata dalam Lathiiful Ma’arif, “Barangsiapa yang mempunyai tanggungan puasa Romadhon, hendaklah ia mendahulukan qodho’nya terlebih dahulu karena hal tersebut lebih melepaskan dirinya dari beban kewajiban dan hal itu (qodho’) lebih baik daripada puasa sunnah Syawal”. Pendapat ini juga disetujui oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam Syarh Mumthi’. Pendapat ini sesuai dengan makna eksplisit hadits Abu Ayyub di atas.
Semoga kebahagiaan selalu mengiringi orang-orang yang menghidupkan sunnah Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Wallohu a’lam bish showab.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Disalin / di ulang Oleh : Rachmat Machmud
Sumber Artikel Oleh: www.muslim.or.id







Salah satu dari pintu-pintu kebaikan adalah melakukan puasa-puasa sunnah. Sebagaimana yang disabdakan Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam: “Maukah aku tunjukkan padamu pintu-pintu kebaikan?; Puasa adalah perisai, …” (Hadits hasan shohih, riwayat Tirmidzi). Puasa dalam hadits ini merupakan perisai bagi seorang muslim baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, puasa adalah perisai dari perbuatan-perbuatan maksiat, sedangkan di akhirat nanti adalah perisai dari api neraka. Dalam sebuah hadits Qudsi disebutkan, “Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhori: 6502)

Puasa Seperti Setahun Penuh
Salah satu puasa yang dianjurkan/disunnahkan setelah berpuasa di bulan Romadhon adalah puasa enam hari di bulan Syawal. Puasa ini mempunyai keutamaan yang sangat istimewa. Dari Abu Ayyub Al Anshori, Rosululloh bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa Romadhon kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164). Dari Tsauban, Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berpuasa enam hari setelah hari raya Iedul Fitri, maka seperti berpuasa setahun penuh. Barangsiapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh lipatnya.” (HR. Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil). Imam Nawawi rohimahulloh mengatakan dalam Syarh Shohih Muslim 8/138, “Dalam hadits ini terdapat dalil yang jelas bagi madzhab Syafi’i, Ahmad, Dawud beserta ulama yang sependapat dengannya yaitu puasa enam hari di bulan Syawal adalah suatu hal yang dianjurkan.”
Dilakukan Setelah Iedul Fithri
Puasa Syawal dilakukan setelah Iedul Fithri, tidak boleh dilakukan di hari raya Iedul Fithri. Hal ini berdasarkan larangan Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Umar bin Khothob, beliau berkata, “Ini adalah dua hari raya yang Rosululloh melarang berpuasa di hari tersebut: Hari raya Iedul Fithri setelah kalian berpuasa dan hari lainnya tatkala kalian makan daging korban kalian (Iedul Adha).” (Muttafaq ‘alaih)
Apakah Harus Berurutan ?
Imam Nawawi rohimahulloh menjawab dalam Syarh Shohih Muslim 8/328: “Afdholnya (lebih utama) adalah berpuasa enam hari berturut-turut langsung setelah Iedul Fithri. Namun jika ada orang yang berpuasa Syawal dengan tidak berturut-turut atau berpuasa di akhir-akhir bulan, maka dia masih mendapatkan keuatamaan puasa Syawal berdasarkan konteks hadits ini”. Inilah pendapat yang benar. Jadi, boleh berpuasa secara berturut-turut atau tidak, baik di awal, di tengah, maupun di akhir bulan Syawal. Sekalipun yang lebih utama adalah bersegera melakukannya berdasarkan dalil-dalil yang berisi tentang anjuran bersegera dalam beramal sholih. Sebagaimana Allah berfirman, “Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.” (Al Maidah: 48). Dan juga dalam hadits tersebut terdapat lafadz ba’da fithri (setelah hari raya Iedul Fithri), yang menunjukkan selang waktu yang tidak lama.
Mendahulukan Puasa Qodho’
Apabila seseorang mempunyai tanggungan puasa (qodho’) sedangkan ia ingin berpuasa Syawal juga, manakah yang didahulukan? Pendapat yang benar adalah mendahulukan puasa qodho’. Sebab mendahulukan sesuatu yang wajib daripada sunnah itu lebih melepaskan diri dari beban kewajiban. Ibnu Rojab rohimahulloh berkata dalam Lathiiful Ma’arif, “Barangsiapa yang mempunyai tanggungan puasa Romadhon, hendaklah ia mendahulukan qodho’nya terlebih dahulu karena hal tersebut lebih melepaskan dirinya dari beban kewajiban dan hal itu (qodho’) lebih baik daripada puasa sunnah Syawal”. Pendapat ini juga disetujui oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam Syarh Mumthi’. Pendapat ini sesuai dengan makna eksplisit hadits Abu Ayyub di atas.
Semoga kebahagiaan selalu mengiringi orang-orang yang menghidupkan sunnah Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Wallohu a’lam bish showab.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Disalin / di ulang Oleh : Rachmat Machmud
Sumber Artikel Oleh: www.muslim.or.id

Daftar Artikel
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Mencari Ketenaran, Benci Tenar / Popularitas

Written By sumatrars on Sabtu, 25 Agustus 2012 | Agustus 25, 2012

Kategori : Akhlaq dan Nasehat

Kebanyakan orang malah ingin kondang dan tenar. Keinginan ini sering kita temukan pada para artis. Namun orang yang tahu agama pun punya keinginan yang sama. Ketenaran juga selalu dicari-cari oleh seluruh manusia termasuk orang kafir. Akhirnya, berbagai hal yang begitu aneh dilakuin karena ingin tenar dan tersohor. Berbagai rekor MURI pun ingin diraih dan dipecahkan karena satu tujuan yaitu tenar.

Sungguh hal ini sangat berbeda dengan kelakukan ulama salaf yang selalu menyembunyikan diri mereka dan menasehatkan agar kita pun tidak usah mencari ketenaran.

Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Wahai hamba Allah, sembunyikanlah selalu kedudukan muliamu. Jagalah selalu lisanmu. Minta ampunlah terhadap dosa-dosamu, juga dosa yang diperbuat kaum mukminin dan mukminat sebagaimana yang diperintahkan padamu.”
Abu Ayub As Sikhtiyani mengatakan, “Seorang hamba sama sekali tidaklah jujur jika keinginannya hanya ingin mencari ketenaran.” (Lihat Ta’thirul Anfas, hal. 276.)

Ibnul Mubarak mengatakan bahwa Sufyan Ats Tsauri pernah menulis surat padanya, “Hati-hatilah dengan ketenaran.” (Lihat Ta’thirul Anfas, hal. 277.)
 

Daud Ath Tha’i mengatakan, “Menjauhlah engkau dari manusia sebagaimana engkau menjauh dari singa.” (Lihat Ta’thirul Anfas, hal. 278) Maksudnya, tidak perlu kita mencari-cari ketenaran ketika beramal shalih.

Imam Ahmad mengatakan, “Beruntung sekali orang yang Allah buat ia tidak tenar.” Beliau juga pernah mengatakan, “Aku lebih senang jika aku berada pada tempat yang tidak ada siapa-siapa.” (Lihat Ta’thirul Anfas, hal. 278)

Dzun Nuun mengatakan, “Tidaklah Allah memberikan keikhlasan pada seorang hamba kecuali ia akan suka berada di jubb (penjara di bawah tanah) sehingga tidak dikenal siapa-siapa.” (Lihat Ta’thirul Anfas, hal. 278)

Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Rahimahullahu ‘abdan akhmala dzikrohu (Moga-moga Allah merahmati seorang hamba yang tidak ingin dirinya dikenal/tenar)” (Lihat Ta’thirul Anfas, hal. 280)

Basyr bin Al Harits Al Hafiy mengatakan, “Aku tidak mengetahui ada seseorang yang ingin tenar kecuali berangsur-angsur agamanya pun akan hilang. Silakan jika ketenaran yang dicari. Orang yang ingin mencari ketenaran sungguh ia kurang bertakwa pada Allah.” Suatu saat juga Basyr mengatakan, “Orang yang tidak mendapatkan kelezatan di akhirat adalah orang yang ingin tenar.” (Lihat Ta’thirul Anfas, hal. 284)

Ibrahim bin Ad-ham mengatakan, “Tidaklah bertakwa pada Allah orang yang ingin kebaikannya disebut-sebut orang.” (LihatTa’thirul Anfas, hal. 286)

Cobalah lihat bagaimana ulama salaf dahulu tidak ingin dirinya tenar. Al Hasan Al Bashri pernah menceritakan mengenai Ibnul Mubarok. Suatu saat Ibnul Mubarok pernah datang ke tempat sumber air di mana orang-orang banyak yang menggunakannya untuk minum. Tatkala itu orang-orang pun tidak ada yang mengenal siapa Ibnul Mubarak. Orang-orang pun akhirnya saling berdesakan dengan beliau dan saling mendorong untuk mendapatkan air tersebut. Tatkala selesai dari  mendapatkan minuman, Ibnul Mubarok pun mengatakan pada Al Hasan Al Bashri, “Kehidupan memang seperti ini. Inilah yang terjadi jika kita tidak terkenal dan tidak dihormati.” Lihatlah Ibnul Mubarok lebih senang kondisinya tidak tenar dan tidak menganggapnya masalah.

Catatan penting yang perlu diperhatikan:
Imam Al Ghozali mengatakan, “Yang tercela adalah apabila seseorang mencari ketenaran. Namun jika ia tenar karena karunia Allah tanpa ia cari-cari, maka itu tidaklah tercela.”

Sumber Artikel Oleh: Muslim.Or.Id

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.


Delivered by FeedBurner
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Kobarkan Semangat Ramadhan

Alhamdulillah wa shalatu wa salaam ‘alaa Rasulillah. Amma ba’du.

Pembaca rahimahullah, mungkin masih segar dalam ingatan kita, betapa kaum muslimin bersemangat mengisi hari-hari di Bulan Ramadhan dengan berbagai aktifitas ibadah. Mungkin masih belum hilang dari memori kita, kegembiraan dan kenikmatan saat menyantap menu buka puasa. Mungkin masih terbayang dalam angan kita, keasyikan ketika melantunkan bacaan Al Qur’an di Bulan Ramadhan. Mungkin juga masih terpatri di benak kita indahnya menghidupkan malam Ramadhan dengan shalat malam.

Kini, waktu-waktu tersebut telah berlalu. Demikianlah sunnatulah, yang datang pasti akan berlalau, ada awal pasti ada akhir. Hari-hari Ramadhan telah meninggalkan kita. Bulan yang penuh berkah telah berlalu. Maka bagi orang-orang yang mengisinya dengan amalan ketaatan hendaknya bersyukur kepada Allah, dan bagi yang menyiakan-nyiakannya hendaknya segera menyesal dan bertaubat kepada Allah.

Pembaca yang budiman, kewajiban puasa Ramadhan baru saja kita laksanakan. Namun dengan berakhirnya Ramadhan, bukan berarti seorang mukmin terputus dari ibadah puasa. Syariat puasa tetap diperintahkan di luar Bulan Ramadahan. Diriwayatkan dari sahabat Abu Ayyub Al Anshari, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
من صامَ رمضانَ ثم أتْبَعه ستاً من شوالٍ كان كصيام الدهر
Barangsiapa berpuasa Ramadhan, lalu dilanjutkan dengan puasa enam hari di Bulan Syawal, maka seolah-olah dia berpuasa setahun penuh” (H.R Muslim)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

ثلاث من كل شهر ورمضان إلى رمضان فهذا صيام الدهر كله
Puasa tiga hari dalam setiap bulan (Hijriyah), serta Ramadhan ke Ramadhan, semua itu seolah- olah berpuasa sethaun penuh” (H.R Muslim)

Selain itu juga disunnahkan untuk puasa pada hari Senin dan Kamis. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
كانَ النبيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يتَحَرَّى صيامَ الاثنين والخميس

Nabi shalllallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa menjaga puasa Senin dan Kamis
Begitu juga puasa-puasa sunnah yang lainnya seprti puasa Daud, puasa ‘Arafah, dan puasa ‘Asura (10 Muharram).

Pembaca yang budiman, malam-malam Ramadhan yang kita isi dengan shalat tarawih telah berlalu. Namun ibadah shalat malam tetap dianjurkan untuk rutin dikerjakan pada setiap malam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أفضلُ الصلاةِ بعد الفريضة صلاة الليل

Sebaik-baik shalat setelah ahalat wajib adalah shalat malam “ (H.R Muslim)

Lihatlah contoh Nabi kita yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dirirwayatkan dari Al Mughirah bin Syu’bah, dia berkata : “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh-sungguh dalam melakukan shalat malam sehingga kedua telapak kaki beliau bengkak. Pada saat hal ini dtanyakan, beliau menjawab:

أفَلاَ أكونُ عبداً شكوراً؟

Bukankah seharusnya akau menjadi hamba yang banyak bersyukur? “ (H. R Bukhari).

Pembaca yang budiman, hari-hari di Bulan Ramadhan yang banyak kita isi dengan membaca Al Qura’an telah berlalu. Namun demikian, bukan berarti kita meninggalkan membaca Al Qura’an di luar bulan Ramadhan. Rasulullah shallallu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk memperbanyak membaca Al Qur’an tidak hanya di Bulan Ramadhan saja. Beliau shallallau ‘alaihi wa sallam bersabda :

اقْرَؤوا القُرآنَ فإنه يأتي يومَ القيامةِ شفيعاً لأصحابهِ

Bacalah Al Qur’an! Sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat senbagai pemberi syafa’at bagi pembacanya“ (H.R Muslim).

Perhatikan pahala yang dijanjikan oleh Nabi kita bagi orang yang membaca Al Qur’an dalam hadits berikut :

من قَرأ حرفاً من كتاب الله فَلَهُ به حَسَنَةٌ، والحسنَةُ بعشْر أمْثالها

Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Kitabullah, maka ia mendapat satu kebaikan. Dan satu kebaikan akan dibalas sebanyak sepuluh kali lipat” (H.R Tirmidzi)

Pembaca yang budiman, mungkin sudah banyak harta yang sudah kita sedekahkan di Bulan Ramadhan. Kini masa itu telah lewat. Namun demikian, bukan berarti kita berhenti dalam memberikan sedekah. Kita tetap diperintahkan untuk memperbanyak sedekah meskipun di luar Bulan Ramadhan. Perhatikan janji dari Allah Ta’ala dalam ayat berikut :

إِنَّ الْمُصَّدِّقِينَ وَالْمُصَّدِّقَاتِ وَأَقْرَضُوا اللَّهَ قَرْضاً حَسَناً يُضَاعَفُ لَهُمْ وَلَهُمْ أَجْرٌ كَرِيمٌ

Sesungguhnya orang-orang yang membenarkan (Allah dan Rasul-Nya) baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipatgandakan (pembayarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak “ (Al Hadid :18).

Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam juga bersabda :
والصدقة تطفىء الخطيئة كما تطفىء الماء النار

Sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air dapat memadamkan api “ (H.R Tirmidzi)

Pembaca yang budiman, di Bulan Ramadhan banyak majelis ilmu yang bisa kita hadiri. Ada kultum ba’da subuh, kultum menjelang tarawih, kajian jelang buka puasa, dan majelis pengajian yang lainnya. Seiring berakhirnya Bulan Ramadhan, bukan berarti berakhir pula kegiatan kita menuntut ilmu. Ketahuilah saudaraku, menuntu ilmu adalah kewajiban setiap muslim. Nabi kita yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

طلب العلم فريضة على كل مسلم

Menurut ilmu adalah kewajiban setiap muslim “ (H.R Ibnu Majah)

Kebutuhan kita akan ilmu sangatlah urgen, melebihi kebutuhan kita terhadap makan dan minum. Dengan berilmu, seseorang akan mendapatkan banyak kebaikan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين

Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, maka Allah akan memahamkan baginya ilmu agama” (H.R Bukhari dan Muslim)

Pembaca yang budiman, berakhirnya Bulan Ramadhan bukan berarti berakhir pula aktifitas-aktifitas ibadah kita. Mestinya kita tetap semangat dalam mengisi hari-hari kita dengan ibadah kepada Allah seperti pada hari-hari Ramadhan. Memang Ramadhan tahun ini telah berakhir, namun amalan seorang mukmin tidak akan pernah berakhir sebelum maut datang menjemput. Allah Ta’ala berfitman :

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِين

Dan beribadahlah kepada Rabb-mu sampai datang kepadamu al yaqin (ajal)” ( Al Hijr :99)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya dan janganlah kalian meninggal melainkan dalam keadaan beragama Islam “ (Ali ‘Imran:102)

Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
إذا مات العبدُ انقطعَ عملُه
Jika seorang hamba meninggal, maka terputuslah amalnya

Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menjadikan adanya batas waktu tertentu untuk selesai beramal, kecualai dengan datangnya kematian.

Semoga Allah Ta’ala menerima amalan- amalan kita di Bulan Ramadhan. Kita juga berdoa semoga Allah senantiasa memberikan taufik kepada kita untuk senantiasa bersemangat dalam melakasanakan ibadah selepas Ramadhan. Wallahul musta’an.

Semoga ini menjadi renungan bagi kita semua.

Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimush shaalihat.

Referensi : Majaalis Syahri Ramadhan karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah dengan beberapa tambahan.

Sumber Artikel Oleh: Muslim.Or.Id
Daftar Artikel
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

SalafiDB 4.0 Versi Windows. Aplikasi Islami Gratis

Written By sumatrars on Kamis, 16 Agustus 2012 | Agustus 16, 2012

SalafiDB 4.0 Versi Windows. Aplikasi Islami Gratis

Bismillahirrahmanirrahim.

Sebuah info menarik yang disampaikan oleh al akh Ade Malsasa Akbar dalam sebuah postingan di blog ini (http://rynoedin.blogspot.com/2011/11/perhatian-ulama-salaf-terhadap-remaja.html?showComment=1341773670709#c6194173636779189367) tentang sebuah aplikasi Islami gratis yang mungkin perlu dimiliki oleh pembaca sekalian guna menambah ilmu dan amal kita semua, berikut info lengkapnya :

Ada aplikasi bernama SalafiDB, gratis, ia aplikasi berisi:

1. Al-Qur’an dan terjemahan dalam bahasa Indonesia
2. Tafsir Ibnu Katsir (dalam bahasa Inggris)
3. Shahih Bukhari dalam bahasa Indonesia
4. Shahih Muslim dalam bahasa Indonesia
5. Bulughul Maram Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam bahasa Indonesia
6. Riyadhus Shalihin Imam Nawawi dalam bahasa Indonesia
7. Hadits Arba’in Imam Nawawi dalam bahasa Indonesia
8. Kumpulan fatwa ulama Arab Saudi Lajnah Da’imah (dari http://fatwa-ulama.com) berbahasa Indonesia
9. Kumpulan (mirror) dari situs http://almanhaj.or.id berbahasa Indonesia
10. Kumpulan e-book berisi penjelasan-penjelasan yang sangat penting untuk umat Islam termasuk menjelaskan pokok-pokok penyimpangan ajaran Islam (ini sangat penting) dalam bahasa Indonesia.
Anda dapat membaca uraian dan mengunduhnya nya di:
1. SalafiDB Versi Windows: http://bacasalaf.wordpress.com/2012/07/05/salafidb-40-versi-windows/
2. SalafiDB Versi Linux: http://bacasalaf.wordpress.com/2012/07/05/salafidb-sebuah-aplikasi-al-quran/
Ukurannya hanya sekitar 50 MB. Saya sangat merekomendasikan aplikasi ini untuk kaum muslimin se-Indonesia. Saya sendiri telah mengambil faidah yang besar sekali dari aplikasi ini. Semoga ini bermanfaat.
Ade Malsasa Akbar

Yayasan Manarusunnah bekerjasama dengan yayasan SMK 10 November menyelenggarakan :
Shalat Idul Fitri Berjamaah
tempat : Halaman Smk 10 November Yapemas Tambun Bekasi
Imam : Ust Fuad bin Firdaus Ahmad Sanusi
waktu : 1 Syawal 1433/Agustus 2012. (Menunggu keputusan pemerintah

Sumber oleh : artikelassunnah.blogspot.com
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Beberapa Keutamaan Shalat Shubuh

Kategori : Akhlaq dan Nasehat

Oleh: Ahmad Khalid Al ‘Utaibi hafizhahullah

بسم الله الرحمن الرحيم
  1.  Mengerjakan shalat shubuh pada waktunya secara berjamaah merupakan sifat orang mukmin.
  2. Mengerjakan shalat shubuh dan isya’ secara berjama’ah setara mengerjakan shalat sunnah semalam penuh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
    من صلى العشاء في جماعة فكأنما قام نصف الليل، ومن صلى الصبح في جماعة فكأنما صلى الليل كلهرواه مسلم
    Barangsiapa yang mengerjakan shalat isya’ secara berjama’ah maka dirinya seperti mengerjakan shalat sunnah separuh malam dan barangsiapa yang shalat shubuh secara berjama’ah maka seperti mengerjakan shalat sunnah semalam penuh” (HR. Muslim)
  3. Barang siapa yang shalat shubuh maka dirinya dalam perlindungan atau penjagaan Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
    من صلى الصبح فهو في ذمة الله. رواه مسلم
    Barangsiapa yang shalat shubuh maka dirinya dalam perlindungan Allah” (HR. Muslim)
  4. Jika seorang muslim bangun dari tidurnya kemudian berdzikir kepada Allah lalu berwudhu’ serta melaksanakan shalat diwaktu shubuh maka lepaslah seluruh tali ikatannya sehingga pada pagi harinya dia akan merasakan semangat dan kesegaran yang menenteramkan jiwa. Namun bila dia tidak melakukan itu, maka pagi hari jiwanya menjadi jelek dan pemalas.
  5. Mengerjakan shalat shubuh dan ashar secara berjama’ah pada waktunya adalah diantara sebab masuk surga dan keselamatan dari api neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
    من صلى البردين دخل الجنة
    “Barangsiapa yang shalat didua waktu yang dingin niscaya masuk surga” (Muttafaqun ‘alaihi)
    Adapun yang dimaksud “dua waktu yang dingin” adalah shalat shubuh dan ashar.
  6. Para Malaikat berkumpul menghadiri shalat shubuh dan ashar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
    يتعاقبون فيكم ملائكة بالليل وملائكة بالنهار ويجتمعون في صلاة الصبح وصلاة العصر ثم يعرج الذين باتوا فيكم فيسألهم الله – وهو أعلم بهم – كيف تركتم عبادي؟ فيقولون تركناهم وهو يصلون
    “Para Malaikat dimalam dan siang hari silih berganti mengawasi kalian, dan mereka berkumpul pada saat shalat Subuh dan shalat Ashar, kemudian para malaikat yang mengawasi kalian semalam suntuk naik (ke langit). Allah menanyakan kepada mereka, padahal Dia lebih mengetahui dari mereka, “Dalam keadaan apakah kalian tinggalkan hamba-hamba-Ku?” Mereka menjawab, “Kami tinggalkan mereka dalam keadaan mengerjakan shalat” (Muttafaqun ‘alaihi)

Diantara kiat-kiat agar dimudahkan bangun untuk mengerjakan shalat shubuh:
  1.  Menyegerakan tidur setelah shalat isya’, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membenci seseorang yang tidur sebelum shalat isya’ dan banyak bercerita setelah shalat isya’ kecuali ada kebaikan dan mashlahat didalamnya.
  2. Hendaknya seorang muslim bersemangat dalam menjaga adab-adab tidur seperti berdo’a sebelum tidur, mengusap kedua tangan lalu ditiup dan dibacakan surat Al-Ikhlash dan Al-Mu’awidzaat ( An-Naas dan Al-Falaq) serta tidur dalam keadaan suci.
  3. Meminta tolong kepada orang yang disekitarnya, apakah keluarga, orangtua, kerabat ataupun tetangganya dengan cara mewasiatkan kepada mereka agar bersedia membangunkan shalat shubuh.
  4. Mendekatkan hati dengan iman dan amal shalih serta menjauhi dari maksiat.
  5. Hendaknya bersungguh-sungguh menghayati akan keutamaan dan pahala shalat shubuh yang begitu besar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
    من صلى العشاء في جماعة فكأنما قام نصف الليل ومن صلى الصبح في جماعة فكأنما قام الليل كله. رواه مسلم
    Barangsiapa yang mengerjakan shalat isya’ berjama’ah maka dia seperti shalat sunnah separuh malam dan barangsiapa yang shalat shubuh berjama’ah maka dia seperti shalat sunnah sepenuh malam” (HR. Muslim)
    Dan hendaknya dia juga mengetahui betapa tercelanya orang yang meninggalkan maupun yang mengakhirkan shalat shubuh pada waktunya, dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu beliau berkata,
    ذكر عند النبي صلى الله عليه وسلم رجل نام ليله حتى أصبح قال : ذاك رجل بال الشيطان في أذنه” أو قال” :”في أذنيه”. رواه البخاري ومسلم
    “Disebutkan disisi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ada seorang laki-laki yang dia tidur semalaman hingga waktu pagi, maka beliau bersabda: “Laki-laki itu telah dikencingi setan di telinganya atau dikedua telinganya” (HR. Al-Bukhari)
  6. Hendaknya seorang muslim bersemangat menghilangkan sifat orang-orang munafik dari dirinya , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
    إن أثقل الصلاة على المنافقين صلاة العشاء وصلاة الفجر ولو يعلمون ما فيهما لأتوهما ولو حبوا . رواه البخاري ومسلم
    .
    “Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat Isya dan shalat Shubuh. Seandainya mereka mengetahui apa keutamaan yang ada di dalam keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya (dengan berjamaah) meskipun dengan keadaan merangkak” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Saya memohon kepada Allah ‘azza wa jalla agar menjadikan kita termasuk orang-orang yang menjaga shalat dan orang-orang yang banyak melakukan ketaatan.
Sumber: http://saaid.net/rasael/708.htm

Penerjemah: Herry Septiadi, BA.
Sumber Artikel Oleh Muslim.Or.Id
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Al-Asma: Kamus nama-nama anak Islami gratis

Written By sumatrars on Rabu, 15 Agustus 2012 | Agustus 15, 2012

Al-Asma: Kamus nama-nama anak Islami gratis

Alhamdulillah, shalawat dan salam bagi Rasulullah صلى الله عليه وسلم, keluarganya, sahabatnya dan yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman..

Ebta Setiawan kembali meluncurkan software kecil penuh manfaat yang beliau namakan al-Asma yang merangkum ribuan nama Islami untuk sang buah hati, lengkapnya simak tulisannya:

Mencari nama untuk si buah hati menjadi tugas yang kadang tidak mudah, mengingat nama bisa berarti doa, mencarikan nama yang baik adalah kewajiban bagi orang tua. Untuk mempermudah menemukan nama yang baik, kini kita bisa memanfaatkan program gratis (freeware) al-asma, Kamus nama-nama anak Islami.

Setelah beberapa lama jarang mengembangkan software baru lagi, alhamdulillah atas dukungan dan bantuan Istri (juga adiknya), kini hadir sebuah software gratis sederhana, al-Asma. Program ini merupakan kamus nama-nama anak Islami dengan beberapa fitur pencarian serta tampilan yang menarik.

Di Internet memang kita sudah bisa menemukan website yang memberikan fitur untuk mencari nama-nama anak dan mungkin dengan data yang lebih banyak. Tetapi al-Asma mencoba memberikan sesuatu yang berbeda, selengkapnya bisa membaca fitur-fiturnya dibagian bawah berikut. Program al-Asma versi 1.0 ini menyertakan sekitar 3.386 nama plus nama-nama serupa (mirip atau sama artinya).


Beberapa fitur al-Asma’ antara lain :
  • 100% gratis (freeware)
  • Portable, langsung jalankan tanpa perlu install. Ukuran hanya sekitar 468 KB
  • Nama-nama anak dalam bahasa Indonesia, arab (tulisan arab), arti dalam bahasa Indonesia (dan Inggris), serta nama-nama serupa
  • Pencarian berdasar kriteria jenis kelamin (laki-laki, wanita atau semua), nama, tulisan arab dan juga arti
  • Menyertakan tombol huruf Arab untuk memudahkan mencari dalam bahasa Arab
Penggunaan Kamus ini cukup mudah, setelah dijalankan kita bisa langsung mengetikkan di kotak pencarian, baik nama, arti maupun tulisan arab. selanjutnya tekan tombol cari atau enter untuk menampilkan nama yang dicari. Hasil untuk nama anak laki-laki dan wanita ditampilkan dengan 2 warna yang berbeda.

Untuk mencari dalam tulisan Arab, klik tombol bergambar keyboard disamping tombol CARI. Lalu tuliskan sesuai dengan yang di inginkan. Untuk pencarian tulisan arab, tidak perlu menyertakan harokat. Jika kriteria tidak dipilih, maka kamus ini akan mencari di semua kolom yang memuat hasil pencarian, baik kolom Nama, arab, arti maupun nama serupa.

Kamus al-Asma’ ini dapat berjalan di Windows 2000 ke atas ( 2000, Xp, Vista, 7/8). Untuk Windows Vista keatas, tampilan tulisan arab seharusnya sudah otomatis bersambung (tampil dengan benar). Bagi pengguna Windows XP, jika tampilan bahasa Arab masih putus-putus, maka perlu diatur terlebih dahulu bagian Regional & Language Options, caranya sebagai berikut:
  1. Buka COntrol Panel, pilih (double klik) Regional & Language Options
  2. Setelah tampil window Regional & Language Options, pilih tab “Languages”
  3. Beri tanda cek untuk opsi “Install files for complex script and right-to-left languages (including Thai)” dan klik OK di tampilan konfirmasi.
  4. Selanjutnya klik tombol OK atau Apply sehingga windows akan meminta CD Master Windows XP (Insert Disk). Masukkan CD Master windows XP ke CD/DVD-ROM Drive, dan ikuti langkah selanjutnya yang tampil
  5. Restart komputer dan setelah itu seharusnya bahasa Arab akan tampil dengan benar
Jika ada masukan, saran, atau perbaikan lainnya silahkan langsung mengirimkan email ke ebta.setiawan [at] gmail [.] com atau langsung menuliskan pada bagian komentar di artikel ini. Download kamus al-Asma‘ atau mirror (468 KB).

Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Tarian Sufi

Tarian Sufi

Pertanyaan:
Bagaimana tanggapan anda terhadap tarian sufi yang disertai anggukan-anggukan dan gerakan-gerakan lemah-gemulai?

Syaikh Salim bin Muhammad Al ‘Ummarri* menjawab:
Tidak diragukan lagi bahwa tarian ini termasuk bid’ah yang mungkar. Kita memohon kepada Allah agar senantiasa melimpahkan hidayahnya kepada kita dan juga mereka.

Dari sahabat Jabir bin Abdillah, ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam khutbah beliau:

يحمد الله ويثني عليه بما هو أهله ثم يقول من يهده الله فلا مضل له ومن يضلله فلا هادي له إن أصدق الحديث كتاب الله وأحسن الهدي هدي محمد وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار

Beliau memuja-muji Allah dengan segala pujian yang layak bagi-Nya, kemudian bersabda: ‘Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah, tidak akan ada yang dapat membuatnya tersesat. Dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, tidak ada pemberi hidayah yang dapat menolongnya. Perkataan yang paling benar adalah kitabullah. Hidayah yang paling utama adalah petunjuk dari Muhammad. Perkara agama yang paling buruk adalah yang dibuat-buat’. Setiap yang dibuat-buat dalam agama adalah bid’ah. Setiap bid’ah itu sesat. Setiap kesesatan itu tempatnya di neraka

Hadits ini sudah cukup untuk membuat kita waspada dari bid’ah dan tidak mendekatinya. Bagaimana mungkin orang yang sangat ingin dekat dengan Allah malah berbuat bid’ah dalam agama Allah Ta’ala? Bid’ah itu adalah sebab datangnya murka dan kemarahan Allah. Kita mohon kepada Allah agar senantiasa diberi ampunan-Nya dan keselamatan dari-Nya.

Bid’ah ini (yaitu tarian sufi), apakah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam atau para sahabatnya yang mulia? Tidak ragu lagi jawabannya adalah: tidak. Oleh karena itu kita tanyakan kepada orang sufi, jika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabatnya tidak pernah melakukan perbuatan ini, mengapa anda melakukannya?

Dan kami sampaikan kepada mereka sebuah hadits, dari Abdullah bin ‘Amr, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ليأتين على أمتي ما أتى على بني إسرائيل مثلا بمثل حذو النعل بالنعل ، حتى لو كان فيهم من نكح أمه علانية كان في أمتي مثله ، إن بني إسرائيل افترقوا على إحدى وسبعين ملة ، وتفترق أمتي على ثلاث وسبعين ملة كلها في النار إلا ملة واحدة » فقيل له : ما الواحدة ؟ قال : « ما أنا عليه اليوم وأصحابي

Akan datang dari kalangan umatku, yang semisal dengan Bani Isra’il, mereka mengikuti tiap langkah dari Bani Isra’il.  Sampai-sampai, andai mereka (Bani Isra’il) menyetubuhi ibunya secara terang-terangan, diantara umatku juga ada yang mencontohnya. Bani Isra’il itu akan berpecah menjadi 71 golongan. Sedangkan umatku akan berpecah menjadi 73 golongan. Semuanya masuk neraka, kecuali satu golongan’. Para sahabat bertanya: ‘Siapa golongan tersebut?’. Rasulullah menjawab: ‘Orang-orang yang mengikuti apa yang aku ajarkan di masa ini, dan mengikuti para sahabatku’” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadrak)

Oleh karena itu, kami sampaikan nasehat kepada mereka untuk bertaqwa kepada Allah dan mengikuti ajaran Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam serta para sahabatnya.

Para sahabat dan generasi salaf, mereka berzikir dengan tenang, tuma’ninah dan khusyu’.

إنما المؤمنون الذين إذا ذكر الله وجلت قلوبهم

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka” (QS. Al Anfal: 3)

Mereka -rahimahumullah- berdzikir sambil menangis karena takut kepada Allah.

وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا (106) قُلْ آمِنُوا بِهِ أَوْ لَا تُؤْمِنُوا إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا (107) وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولًا (108) وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا

Dan Al Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian. Katakanlah: “Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud. Dan mereka berkata: “Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi”.Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’” (QS. Al Isra: 107-109)

Sedangkan orang-orang sufi ini malah melakukan sebaliknya! Mereka berdzikir dengan melepaskan ekspresi dan menari-nari!

Kita memohon agar Allah senantiasa melimpakan hidayah-Nya kepada kita semua.

Sumber: http://www.islamlight.net/index.php?option=com_ftawa&task=view&Itemid=0&catid=0&id=21074

*) Beliau adalah da’i sunnah di Saudi Arabia. Silakan simak tulisan-tulisan beliau di web www.alammary.net


Sumber Artikel Oleh Muslim.Or.Id

Artiket : Blog Al Islam
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Panduan Zakat (17): Memberi Zakat kepada Kerabat

Panduan Zakat (17): Memberi Zakat kepada Kerabat

Suami Memberi Zakat kepada Istrinya
Hal ini tidak dibolehkan berdasarkan ijma’ ulama (kesepakatan para ulama). Mayoritas ulama memberi alasan bahwa nafkah suami itu wajib bagi istri. Sehingga jika suami memberi pada istri, itu sama saja ia memberi pada dirinya sendiri.[1]

Istri Memberi Zakat kepada Suaminya
Mengenai hal ini terdapat perselisihan di antara para ulama. Pendapat yang tepat, istri boleh memberikan zakat untuk suami. Di antara dalilnya adalah hadits berikut:

ثُمَّ انْصَرَفَ فَلَمَّا صَارَ إِلَى مَنْزِلِهِ جَاءَتْ زَيْنَبُ امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ تَسْتَأْذِنُ عَلَيْهِ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ زَيْنَبُ فَقَالَ « أَىُّ الزَّيَانِبِ » . فَقِيلَ امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ . قَالَ « نَعَمِ ائْذَنُوا لَهَا » . فَأُذِنَ لَهَا قَالَتْ يَا نَبِىَّ اللَّهِ إِنَّكَ أَمَرْتَ الْيَوْمَ بِالصَّدَقَةِ ، وَكَانَ عِنْدِى حُلِىٌّ لِى ، فَأَرَدْتُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهِ ، فَزَعَمَ ابْنُ مَسْعُودٍ أَنَّهُ وَوَلَدَهُ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَلَيْهِمْ . فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « صَدَقَ ابْنُ مَسْعُودٍ ، زَوْجُكِ وَوَلَدُكِ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتِ بِهِ عَلَيْهِمْ »

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai berkhutbah, sesampainya beliau di tempat tinggalnya, datanglah Zainab, isteri Ibnu Mas’ud meminta izin kepada beliau, lalu dikatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ini adalah Zainab”. Beliau bertanya, “Zainab siapa?”. Dikatakan, “Zainab isteri dari Ibnu Mas’ud”. Beliau berkata, “Oh ya, persilakanlah dia”. Maka dia diizinkan kemudian berkata, “Wahai Nabi Allah, sungguh engkau hari ini sudah memerintahkan shadaqah (zakat) sedangkan aku memiliki emas yang aku berkendak menzakatkannya namun Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa dia dan anaknya lebih berhak terhadap apa yang akan aku sedekahkan ini dibandingkan mereka (mustahiq).“ Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ibnu Mas’ud benar, suamimu dan anak-anakmu lebih barhak kamu berikan shadaqah (zakat) daripada mereka“.[2]

Alasan lainnya, istri tidak punya kewajiban memberi nafkah pada suami. Maka tidak mengapa memberi zakat kepada suami seakan-akan ia orang lain.[3]

Memberi Zakat kepada Orang Tua dan Anak
Menyerahkan zakat kepada orang tua atau kepada anak yang tidak lagi ditanggung nafkahnya, jika mereka termasuk orang yang terlilit utang, budak mukatab (budak yang ingin merdeka dan perlu tebusan) atau ingin berperang di jalan Allah, maka itu dibolehkan berdasakan pendapat yang paling kuat.[4]
Sedangkan jika orang tua dan anak tadi itu miskin dan ia tidak bertanggung jawab sama sekali dalam memberi nafkah pada mereka, diperbolehkan juga memberi zakat kepada mereka berdasarkan pendapat yang lebih kuat sebagaimana yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Jadi hal di atas dibolehkan jika mereka yang diberi zakat itu miskin dan orang yang  memberi zakat tidak mengambil manfaat sama sekali dari zakat yang telah ia serahkan.[5]

Memberi Zakat kepada Kerabat
Boleh menyerahkan zakat kepada kerabat jika memang mereka betul-betul orang yang berhak menerima zakat yaitu termasuk delapan golongan sebagaimana yang telah dijelaskan. Bahkan kerabat lebih berhak mendapatkan zakat dari yang lainnya karena di situ ada pahala sedekah sekaligus pahala menjalin hubungan kekerabatan.

Dari Salman bin ‘Amir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الصَّدَقَةَ عَلَى الْمِسْكِينِ صَدَقَةٌ وَعَلَى ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ
Sesungguhnya sedekah kepada orang miskin pahalanya satu sedekah. Sedangkan sedekah kepada kerabat pahalanya dua, yaitu pahala sedekah dan pahala menjalin hubungan kekerabatan.”[6]

-bersambung insya Allah-

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Sumber Artikel Oleh Muslim.Or.Id



[1] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 23: 327.
[2] HR. Bukhari no. 1462.
[3] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2: 75-76.
[4] Majmu’ Al Fatawa, 25: 90-92.
[5] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2: 75.
[6] HR. An Nasai no. 2582, At Tirmidzi no. 658, Ibnu Majah no. 1844. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
Daftar Artikel
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

KISAH NABI ADAM ALAIHI SALAM

 BUAH TEEN Kisah Nabi Adam: Dari Awal Penciptaan Hingga Turun ke Bumi Kisah Nabi Adam menceritakan terciptanya manusia pertama y...

Translate

 
Support : Blog author | Rachmat.M,MA | Duta Asri Palem 3
Copyright © 2013. BLOG AL ISLAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger