Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

BLOG AL ISLAM

Diberdayakan oleh Blogger.

Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha

Arsip Blog

Twitter

twitter
Latest Post
Tampilkan postingan dengan label sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sejarah. Tampilkan semua postingan

KISAH NABI ADAM ALAIHI SALAM

Written By sumatrars on Jumat, 03 Mei 2024 | Mei 03, 2024


 BUAH TEEN

Kisah Nabi Adam: Dari Awal Penciptaan Hingga Turun ke Bumi

Kisah Nabi Adam menceritakan terciptanya manusia pertama yang kelak akan menghuni bumi. Nabi Adam tercipta dari tanah dan Allah memuliakannya dengan memberi pengetahuan tentang semesta. Adam diberi banyak pengetahuan yang akan menjadi Mukjizatnya.

Wujud Nabi Adam diciptakan sempurna serta lengkap. Tapi Nabi Adam memiliki tinggi tubuh yang berbeda dengan manusia saat ini. Tinggi badannya mencapai 60 hasta atau sekitar 18 meter. Sangat tinggi dibanding kondisi tubuh manusia pada umumnya. Jadi bisa menjelaskan juga kenapa Kabah sangat tinggi dan besar pintu masuknya. Para nabi setelah Nabi Adam juga pasti memiliki postur tubuh yang hampir mirip.

Mukjizat pengetahuan yang dimiliki Nabi Adam diterangkan pula dalam Alquran, “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya” (QS Al Baqarah : 31). Dalam Alquran juga diceritakan tentang penciptaan Nabi Adam dan Siti Hawa. Tentang bagaimana sampai mereka diturunkan ke bumi dan memiliki anak-anak.

Kisah Nabi Adam mengandung banyak pelajaran berharga. Terutama tentang nilai ketaatan kepada Yang Maha Kuasa. Mulai dari kisah Nabi Adam dan Siti Hawa di langit. Hingga kisah mereka di bumi beserta anak-anaknya. Nilai ketaatan seorang hamba pada Sang Pencipta banyak terkandung di dalam ceritanya

Asal Mula Penciptaan Nabi Adam

Dikisahkan dalam kitab suci Alquran bahwa Allah bercakap-cakap dengan malaikat. Allah memberi tahu malaikat bahwa akan ada penciptaan makhluk yang dinamai manusia. Manusia akan mengemban tugas sebagai Khalifah di bumi. Malaikat protes, tidak setuju dengan hal yang direncanakan.

Malaikat yakin kalau manusia hanya akan membawa bencana bagi bumi. Mereka akan membuat kerusakan, permusuhan, juga pertumpahan darah. Malaikat merasa keberadaan dirinya saja sudah lebih cukup sebagai ciptaan Allah. Karena mereka senantiasa bertasbih, memuji, dan mengagungkan Allah.

Allah berfirman bahwa Dia mengetahui apa-apa yang tidak diketahui oleh malaikat. Seperti kita ketahui, manusia itu tercipta dari saripati tanah. Demikian juga yang diceritakan dalam Alquran surat As Sajdah ayat 7-9.

Yang memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah (7), kemudian Dia menjadikan keturunannya dari sari pati air yang hina (air mani)(8). Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan roh (ciptaan)-Nya ke dalam (tubuh)nya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan dan hati bagimu, (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur (9). Q.S. As Sajdah ayat 7 – 9

Surat ini menceritakan bahwa Allah mengetahui hal yang gaib dan nyata. Dia menciptakan wujud sempurna manusia dari tanah. Dia juga menciptakan keturunan manusia dari air mani. Kemudian ditiupkan roh untuk menghidupkan. Dia juga yang menciptakan pendengaran, penglihatan dan hati.

Setelah Nabi Adam diciptakan, Allah memberi perintah pada malaikat dan iblis untuk bersujud padanya. Walaupun para malaikat diciptakan dari cahaya, mereka taat pada perintah Allah. Para malaikat kemudian bersujud pada Nabi Adam. Lain halnya dengan iblis, ia merasa derajatnya lebih tinggi dari Nabi Adam dan menolak untuk bersujud.

Iblis memang diciptakan dari api itu sebabnya ia tidak mau bersujud pada Nabi Adam. Adam yang diciptakan dari tanah dianggap lebih hina kemuliaannya oleh iblis. Surat Al Baqarah ayat 34 menjelaskan hal ini, “Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali iblis, ia enggan dan takabur dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.”

Kelancangan iblis membangkang membuat Allah sangat murka. Iblis telah durhaka, dan hukumannya adalah keluar dari surga. Iblis yang sombong bukannya bertobat dengan hukuman yang diberikan. Ia malah mengeluarkan sumpah akan menggoda Nabi Adam dan keturunannya agar sesat. Iblis ingin manusia menemani dirinya di neraka.

Nabi Adam dianugerahi usia yang panjang oleh Allah. Banyak riwayat yang menceritakan bahwa Nabi Adam diberi usia hingga 1000 tahun. Namun, dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah diceritakan kalau Nabi Adam pernah memberikan umurnya sejumlah 40 tahun untuk Nabi Dawud.

Pada saat itu Nabi Adam kagum dengan cahaya yang berkilau di antara matanya. Kemudian ia bertanya pada Allah tentang manusia itu. Allah menjawab bahwa manusia itu salah satu keturunan Adam, umat akhir zaman. Adam bertanya mengenai umur Daud, dan Allah menjawab bahwa Dia memberikan 60 tahun padanya. Nabi Adam lalu meminta Allah untuk menambahkan 40 tahun umur Daud yang dikurangi dari umurnya.

Temukan berbagai kisah para nabi lainnya yang tak terhitung jumlahnya pada buku karya Imam Ibu Katsir ini dengan judul Kisah Para Nabi yang bisa kamu dapatkan di Gramedia.

Nabi Adam dan Siti Hawa Turun ke Bumi

Nabi Adam memiliki segalanya di surga. Adam bisa mengambil dan menikmati apa saja yang ada di dalamnya. Walaupun begitu Adam merasa kesepian. Kodratnya sebagai manusia yang butuh ada manusia lain muncul. Adam menginginkan teman untuk menemani hari-harinya.

Mengetahui Adam yang kesepian, Allah akhirnya menciptakan Hawa. Hawa diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam ketika sedang tidur. Nabi sangat senang dengan kehadiran Hawa. Hasratnya sebagai manusia yang butuh pasangan jadi terjawab. Allah mengizinkan Adam dan Hawa untuk menikmati apa saja yang ada di dalam surga, terkecuali pohon Khuldi.

Allah berfirman, “Wahai Adam, tinggallah Engkau dan istrimu di surga ini. dan makanlah makanan-makanan yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu mendekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.”

Pohon khuldi adalah pohon pengetahuan hal yang baik dan jahat. Ada maksud tertentu dari larangan yang Allah berikan pada Adam dan Hawa. Mengetahui larangan Allah, setan memanfaatkan hal ini untuk menggoda keimanan Adam dan Hawa. Sesuai dengan tekadnya untuk menggoda manusia sepanjang masa.

Setan kemudian berbisik pada Adam dan Hawa tentang keistimewaan pohon Khuldi. Kisah ini tertulis di Alquran surat Thaha ayat 120, “Wahai Adam, maukah aku tunjukkan kepadamu pohon keabadian (khuldi) dan kerajaan yang tidak akan binasa?” demikian iblis membujuk mereka.

Khuldi sendiri merupakan nama pemberian iblis. Iblis menghasut Adam dan Hawa dengan mengatakan maksud Allah melarang mereka. Bahwa Allah disebutkan oleh iblis tidak mau membuat Adam dan Hawa kekal. Iblis dengan penuh semangat merayu mereka untuk memakan buah terlarang.

Adam dan Hawa yang dilengkapi dengan napsu sebagai manusia akhirnya tergoda. Rayuan iblis berhasil menggoyahkan keimanan mereka dan jadi tidak taat pada Allah. Ketika Adam dan Hawa memakan buah Khuldi sesuatu yang memalukan terjadi. Nabi Adam dan Hawa menyadari kalau tubuh mereka jadi telanjang.

Selain itu, Adam juga merasakan sakit perut yang hebat. Adam baru merasakan rasa ingin buang hajat, dan ia kebingungan. Surga adalah tempat suci, apa sepantasnya mengotorinya? Demikian yang ada dalam pikiran Adam. Allah kemudian menyindirnya atas keinginan tersebut. Sekaligus juga menyindir tentang ketidaktaatannya.

Surat Al A’raf ayat 22-23 menceritakan kejadian ini. Dalam surat ini Allah mengingatkan akan larangannya pada Adam. Juga mengingatkan Adam akan peringatan-Nya tentang kebusukan setan. Adam kemudian memohon ampun dan bertaubat pada Allah.

Diceritakan Hawa digoda iblis dalam wujudnya yang berupa ular. Namun, tidak dijelaskan siapa dahulu yang memakan buah terlarang itu. ada yang meyakini Khuldi adalah pohon apel yang diambil dari bumi. Karena itu Khuldi disebut memiliki sifat bumi atau tanah, yaitu sifat dasar tanah. Tanah disebut sebagai tempat yang pantas untuk membuang kotoran.

Buah Khuldi bisa membangkitkan hawa nafsu, dan membuat lupa diri. Allah melarang Adam memakan buahnya karena bisa membuat dirinya jadi kotor. Kotor dalam artian napsunya ternoda dan mempengaruhi sifat dasar manusia yang penuh dengan ketidakpuasan. Bisa dikatakan pohon Khuldi diciptakan sebagai cobaan bagi Adam dan Hawa. Ujian dari ketaatan seorang hamba pada penciptanya.

Namun terlepas dari itu semua, Allah memang menakdirkan manusia untuk turun ke bumi dan menjadi pemimpin di tempat itu. Manusia diciptakan bukan dengan maksud untuk pemimpin di surga. Meskipun Adam dan Hawa telah bertaubat, Allah tetap memberikan hukuman pada mereka dengan turun ke bumi.

“Turunlah kalian dari surga menuju bumi. Dan kalian akan menjadi musuh satu sama lain. kalian akan memiliki tempat tinggal di bumi sampai batas waktu tertentu.” Qs. Al A’raf 24-25
Nabi Adam dan Hawa tidak diturunkan pada tempat yang sama. Nabi Adam diturunkan di puncak bukit Sri Pada di daerah Srilanka. Sedangkan Hawa diturunkan di daerah Arab. Mereka berdua bingung dan sedih karena diturunkan terpisah. Namun, Adam dan Hawa yakin satu sama lainnya akan saling bertemu lagi.

Lalu setelah 40 hari mereka pun dipertemukan kembali oleh Allah di Jabal Rahmah. Nabi Adam dan Hawa memulai kehidupan baru sebagai manusia biasa. Diceritakan mereka diturunkan ke bumi dengan membawa dosa atas ketidaktaatannya di surga. Disebutkan pula Allah menghukum Adam akan bersusah payah untuk mencari nafkah.

Hawa dihukum akan merasakan sakit pada saat melahirkan anak-anak. Sedangkan ular yang menggoda mereka dihukum berjalan dengan perut selamanya di bumi. Dosa yang pada akhirnya menjadi takdir bagi manusia. Kaum laki-laki dengan kewajiban menafkahi, dan kaum wanita berkewajiban mengurus anak-anaknya.

Adam dan Hawa kemudian belajar bercocok tanam juga cara bertahan hidup di bumi. Mereka juga melahirkan anak-anaknya. Allah memperlihatkan kuasanya dengan memberi mereka anak sepasang-sepasang. Setiap Hawa mengandung pasti melahirkan anak kembar.

Peristiwa Nabi Adam dan Hawa yang melanggar perintah Allah membuktikan sesuatu. Bahwa tidak ada yang akan didapat dari ketidaktaatan pada Allah selain dari keburukan. Hal ini sekaligus menjadi pengingat bagi kita umat manusia di seluruh muka bumi.

Sebagai Nabi dan manusia pertama yang diciptakan Allah, terdapat berbagai kisah dakwah yang dilakukan oleh Nabi Adam AS yang dapawt kamu pelajari melalui buku Manusia & Nabi Pertama di Bumi: Nabi Adam AS.

Kisah Kehidupan Nabi Adam dan Hawa di Bumi

Ada cerita menarik dari peristiwa turunnya Nabi Adam dan Hawa ke bumi. Diceritakan mereka turun ke bumi dengan memakai dedaunan untuk menutupi tubuhnya. Ketika berada di bumi dedaunan itu jadi kering dan kemudian rontok. Dipercaya segala wewangian yang tercium di Hindia berasal dari daun-daun tersebut.

Adam dan Hawa menjalani kehidupan sebagai manusia biasa setelah bertemu. Allah kemudian memberikan 8 pasang lembu, 2 pasang kambing, dan 2 pasang domba pada keduanya. Allah mengajarkan pada mereka untuk memerah susu hewan-hewan itu. Susu tersebut kemudian bisa mereka minum. Allah juga memberi perintah pada Adam untuk menggunakan bulu-bulu hewan itu sebagai pakaian.

Adam dan Hawa sadar kenikmatan dunia sudah tidak ada lagi, mereka pun menangis sedih. Dari air mata mereka, tumbuh lah kacang tanah dan kacang hijau. Adam lalu menyadari kesulitannya untuk mengetahui waktu-waktu beribadah. Ia lalu mengadu pada Allah tentang masalahnya ini.

Allah kemudian memberi seekor ayam putih sebesar unta dari surga. Ketika para malaikat di surga bertasbih, ayam putih itu ikut bertasbih (berkokok) di bumi. Berkat ayam putih itu Adam jadi mengetahui waktu-waktu beribadah di bumi.

Untuk melindungi mereka dari panas dan dingin, Adam lalu menebang pohon-pohon. Kayunya ia pakai untuk membangun rumah. Adam juga membuat sumur untuk mengambil air. Allah kemudian menurunkan 21 lampiran tentang hukum haram dan halal memakan daging binatang tertentu.

Kemudian diturunkan pula 29 huruf hijaiyyah, dan manusia tidak dapat mengurangi atau menambah hurufnya. Ketentuan Allah ini sangat jelas dan tidak ada yang bisa mengubahnya. Adam lalu belajar huruf-huruf itu untuk bisa membaca lampiran yang diturunkan Allah.

Hawa kemudian merasakan proses mengandung. Ia terkejut ketika janin dalam perutnya bergerak-gerak. Hawa tidak yakin darimana tempatnya yang bergerak di perutnya itu akan keluar. Ketika waktu melahirkan tiba, Hawa merasakan proses sakitnya. Hawa melahirkan anak kembar, Habil dan Layutsa.

Waktu mengandung anak yang kedua pun tiba. Hawa melahirkan anak kembar Qabil dan Iqlima. Sepasang anak laki-laki dan perempuan selalu dilahirkan olehnya. Diceritakan Hawa melahirkan dan mengandung sejumlah 20 bilangan. Setiap melahirkan pasti sepasang, laki-laki dan perempuan.

Diceritakan juga anak yang dikandung hawa sebanyak 200 orang. Semua dilahirkan kembar kecuali Syits yang memiliki Nur Musthafa Shallalahu’alaihi wa sallam di keningnya. Dikisahkan juga anak cucu Nabi Adam bertambah terus hingga 40 ribu orang laki-laki dan perempuan.

Pada saat anak cucu Adam berkembang banyak terjadilah pertengkaran dan pertikaian. Maka Allah memberinya tongkat dari surga untuk mendidik mereka yang membangkang.

Pelajari kisah Nabi Adam saat turun ke bumi melalui buku Akhirnya Adam Pun Turun Trilogi Kisah Teladan Para Nabi yang ada dibawah ini.

Kisah Habil dan Qabil

Anak kembar Nabi Adam yang pertama adalah Habil dan Layutsa. Sedangkan anak kembar kedua adalah Qabil dan Iqlima. Kembaran Habil diceritakan memiliki paras yang kurang menarik. Sedangkan Iqlima kembaran dari Qabil sangat cantik. Pada saat itu Adam diperintahkan oleh Allah untuk menikahkan anak-anaknya secara silang.

Jadi tidak boleh anak dari Adam menikah dengan kembarannya sendiri. ketika Adam hendak menikahkan Habil dengan Iqlimiya, Qabil mengajukan protes. Qabil merasa lebih berhak atas diri Iqlimiya karena dia adalah saudara kembarnya. Qabil tertarik pada kembarannya sendiri karena kecantikannya.

Allah kemudian memerintahkan Habil dan Qabil untuk berkurban melalui Nabi Adam. Kurban yang diterima Allah akan menentukan siapa yang berhak atas Iqlimiya. Qabil yang seorang petani dan sombong memilih seikat gandum yang jelek untuk berkurban. Sedangkan Qabil yang peternak mengurbankan kambing muda dan gemuk.

Setelah keduanya berkurban, Allah kemudian menurunkan cahaya putih dan mengangkat kambing dari Habil. Berarti Habil yang ikhlas berkurban berhak atas diri Iqlimiya. Qabil marah, dan tak ingin Habil menikahi kembarannya.

Setan memanfaatkan kemarahan Qabil dan membujuknya untuk memukul Habil. Qabil yang dikuasai amarah lalu memukul Habil. Habil tidak memberikan perlawanan karena tidak ingin menjadi masalah besar. Celakanya, pukulan Qabil membuat Habil terbunuh.

Qabil takut dan bingung, ia tidak tahu cara menyembunyikan Habil yang telah tak bernyawa. Qabil mencoba membuang Habil ke laut, tapi ombak selalu membawa kembali tubuh Habil ke tepi pantai. Akhirnya Qabil mohon ampun pada Allah dan menyesali perbuatannya.

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Sejarah, Kemungkaran-kemungkaran dalam maulid nabi (1/2)

Written By sumatrars on Jumat, 29 Desember 2023 | Desember 29, 2023



Category : Sejarah,Tarikh,Aqidah,Manhaj
Source article: Abunamirah.Wordpress.com

Oleh: al Ustadz Abu Mu’awiyyah Hammad Hafizhahullahu ta’ala

Sebelum kami menyebutkan satu persatu kemungkaran-kemungkaran dalam perayaan maulid ini, di sini kami akan bawakan beberapa perkataan para ulama mengenai bentuk-bentuk perayaan maulid.

Para ulama telah membagi pelaksanaan perayaan maulid Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- menjadi dua bentuk:

Pertama: Perayaan maulid yang kosong dari bentuk-bentuk kemungkaran dan maksiat. Hukum perayaan yang seperti ini adalah bid’ah dan baginya hukum-hukum bid’ah. Adapun perkataan para ulama tentang bentuk yang pertama ini akan kami paparkan pada bab setelah ini.

Muhammad bin Muhammad ibnul Hajj Al-Maliky -rahimahullah- berkata dalam Al-Madkhal (2/312), “Jika perayaan maulid kosong darinya -yakni dari mendengar nyanyi-nyanyian dan kemungkaran-kemungkaran yang mengikutinya- dan hanya sekedar acara makan-makan dengan meniatkannya (sebagai perayaan) maulid lalu mengundang saudara-saudaranya (kaum muslimin), serta perayaannya selamat dari semua perkara yang telah kami sebutkan berupa kerusakan-kerusakan, maka dia (tetap) merupakan bid’ah dengan semata-mata niatnya. Karena hal tersebut (perayaan maulid) adalah tambahan dalam agama dan bukan termasuk amalan para ulama salaf terdahulu”.

Al-Imam Abu Hafsh Tajuddin Al-Fakihany -rahimahullah- menyatakan dalam Al-Maurid fii Hukmil Maulid ketika beliau menyebutkan dua bentuk perayaan maulid,

Yang pertama: Seseorang mengerjakannya (perayaan maulid) dari uang pribadinya untuk keluarga, teman-teman, dan kerabatnya, mereka tidak melampaui batas dari sekedar berkumpul untuk makan-makan dan mereka tidak mengerjakan sesuatu dosapun, maka bentuk yang kami paparkan ini adalah merupakan bid’ah yang dibenci dan tercela, karena tidak pernah dikerjakan oleh para pendahulu dari kalangan orang-orang yang taat, yang mereka ini adalah fuqoha` (ahli fiqhi) Islam, ulama seluruh makhluk, penerang di setiap zaman, dan perhiasan semua tempat”.

Juga Syaikh Sholeh Al-Fauzan -hafizhohullah- berkata dalam risalah beliau yang berjudul Hukmul Ihtifal bi Dzikro Al-Maulid An-Nabawy,

Termasuk perkara-perkara yang dimunculkan oleh manusia berupa bid’ah-bid’ah yang mungkar adalah perayaan memperingati maulid Nabi (-Shollallahu alaihi wasallam-) di bulan Rabi’ul Awwal. Mereka dalam perayaan ini ada beberapa bentuk: Di antara mereka ada yang sekedar berkumpul, lalu dibacakan di dalamnya kisah maulid atau diadakan ceramah dan (pembacaan) sya’ir-syair dalam acara ini. Di antara mereka ada yang membuat makanan, kue-kue, dan selainnya lalu menyuguhkannya kepada orang-orang yang hadir, dan di antara mereka ada yang merayakannya di mesjid-mesjid dan di antara mereka ada yang merayakannya di rumah-rumah”.

Bentuk Kedua: Perayaan maulid yang dibumbui atau bahkan dipenuhi dengan kemungkaran-kemungkaran serta perkara-perkara yang diharamkan. Bentuk kedua ini ibarat kegelapan di atas kegelapan, karena asalnya perayaan maulid ini sudah merupakan bid’ah malah dihiasi dengan perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah -Subhanahu wa Ta’ala-, wal’iyadzu billah. Berikut perkataan sebagian ulama yang berkenaan dengan bentuk kedua ini:

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -rahimahullah- berkata dalam sebuah fatwa beliau -sebagaimana dinukil oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim dalam risalah beliau-,

Adapun berkumpul-kumpul untuk merayakan maulid disertai nyanyian, tarian dan yang semisalnya serta menjadikannya sebagai suatu ibadah, maka tidak ada seorangpun dari kalangan ahli ilmu dan iman yang ragu bahwa hal ini termasuk di antara kemungkaran yang dilarang, serta tidak ada yang menganggap baik amalan seperti ini kecuali orang yang bodoh atau munafiq”.

Al-Fakihany -rahimahullah- berkata dalam Al-Maurid fii Hukmil Maulid,

“(Bentuk) Yang kedua, yaitu perayaan (maulid) yang dimasuki oleh berbagai pelanggaran-pelanggaran -lalu beliau menyebutkan beberapa kemungkaran-kemungkaran perayaan maulid, seraya berkata-, ”Bentuk yang seperti ini tidak ada dua orang yang berselisih tentang keharamannya dan tidak akan dianggap baik oleh orang yang memiliki kewibawaan. Tidak ada yang menghalalkan perbuatan ini kecuali jiwa-jiwa yang telah mati hatinya …”.

Syaikh Al-Fauzan -hafizhohullah- berkata dalam risalah beliau Hukmul Ihtifal bi Dzikrol Maulid An-Nabawy,

Di antara mereka (orang-orang yang merayakan maulid), ada yang (cara perayaannya) tidak terbatas pada sesuatu yang telah kita sebutkan (yakni tanpa ada kemungkaran), akan tetapi dia menjadikan pertemuan tersebut berisi perkara-perkara haram dan mungkar, seperti bercampur-baurnya lelaki dan wanita, tarian dan nyanyian, atau amalan-amalan kesyirikan, seperti beristigotsah (permintaan tolong dalam keadaan sangat genting) kepada Rasul -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-, menyeru (berdo’a kepada) beliau, meminta pertolongan kepada beliau agar dimenangkan atas musuh-musuh, dan selainnya …”.

Beberapa Kemungkaran yang Terjadi dalam Perayaan Maulid

Semua kemungkaran yang akan kami sebutkan di sini adalah ada dan terjadi dalam perayaan maulid Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-. Hanya saja mungkin sebahagian dari kemungkaran-kemungkaran ini tidak terdapat pada sebahagian negeri/daerah. Yang jelas kemungkaran-kemungkaran inilah yang disebutkan oleh para ulama -yang mereka ini telah meneliti tata cara maulid- dalam kitab-kitab mereka. Kemudian jumlah kemungkaran yang akan kami sebutkan bukanlah menunjukkan pembatasan bahwa kemungkarannya hanya itu. Akan tetapi masih banyak kemungkaran-kemungkaran lain yang mungkin lebih berbahaya dari apa yang akan kita sebutkan, terutama di negeri kita Indonesia ini. Oleh karena itulah, apa yang kami sebutkan di bawah hanyalah sekedar contoh yang mewakili semua kemungkaran-kemungkaran tersebut.

Berikut uraiannya:

  1. Meyakini disyari’atkannya perayaan maulid.

  2. Padahal amalan ini adalah penentangan yang besar terhadap syari’at karena dia adalah bid’ah yang mungkar. Serta meyakini kesyirikan yang terjadi di dalamnya -berupa penyembahan kepada Nabi Muhammad- sebagai ibadah kepada Allah -Subhanahu wa Ta’ala- dan sebagai bentuk kecintaan kepada Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-. Maka apakah ada keyakinan yang paling rusak dibandingkan meyakini bid’ah sebagai sunnah dan meyakini kesyirikan sebagai ibadah ?!

  3. Meyakini bahwa barangsiapa yang mendapati pada hari itu (hari maulid) satu saat ketika keluarnya Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-

  4. Lalu dia berdo’a kepada Allah saat itu, maka pasti akan terkabulkan. Ini mereka kiaskan dengan adanya satu waktu pada hari Jum’at yang padanya dikabulkan do’a, sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu- bahwa Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- bersabda tentang hari Jum’at:

    Di dalamnya terdapat satu waktu, seorang hamba yang muslim tidaklah mendapatinya sedang dia dalam keadaan berdo’a, memohon sesuatu kepada Allah -‘Azza wa Jalla-, kecuali Allah akan kabulkan permintaannya”. (HR. Al-Bukhary no. 893 dan Muslim no. 852)

    Mereka menyatakan, “Jika hari Jum’at yang Nabi Adam -‘alaihis salam- 1 diciptakan padanya, Allah jadikan padanya satu waktu, yang apabila seorang hamba berdo’a kepada Allah pada saat itu niscaya akan dikabulkan, maka bagaimana lagi dengan hari yang di dalamnya dilahirkan pimpinan para Nabi dan Rasul?!. Tentunya berdo’a pada saat itu lebih dikabulkan”. [Lihat Al-Mawahib karya Al-Qosthollany (1/132)]

    Bantahan:

    Orang yang mempunyai ilmu agama yang paling minim pun akan mengetahui rusaknya kias yang seperti ini. Karena terkabulnya do’a pada hari Jum’at diketahui dengan adanya nash dari Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa sallam-. Adapun perayaan maulid adalah acara kerusakan yang Allah -Subhanahu wa Ta’ala- dan Rasul-Nya berlepas darinya, sehingga tidak mungkin Allah akan mengabulkan do’a pada waktu itu.

    Pernyataan ini telah disanggah oleh Syaikh Az-Zarqony di dalam syarh beliau terhadap kitab Al-Mawahib ini (1/132-133). Beliau berkata,

    Kalau yang dia (Al-Qistholany) inginkan (dengan pernyataannya ini) adalah bahwa pada hari itu (kelahirannya Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa sallam-) dan yang semisal dengannya (yaitu hari maulid tiap tahunnya) sampai Hari Kiamat, padanya ada satu waktu (yang dikabulkan padanya do’a) sama seperti satu waktu yang ada pada hari Jum’at (yang dikabulkan padanya do’a) atau lebih afdhol dari itu, maka pendalilannya (pengqiasannya/penganalogian) ini adalah pengqiasan yang rusak.

    Kalau yang dia inginkan adalah waktu itu sendiri (yaitu waktu kelahiran Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- saja, bukan hari maulid tiap tahunnya sampai Hari Kiamat), maka (ketentuan/ilmu) tentang adanya satu waktu pada hari Jumat (yang dikabulkan padanya do’a) belum ada pada saat itu (yakni pada saat Nabi -Shollallahu alaihi wa sallam- lahir). Akan tetapi ketentuannya datang dalam hadits-hadits yang shohih beberapa lama setelah itu (yaitu setelah diutusnya beliau -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- sebagai seorang Rasul).

    Jadi kalau begitu, tidak mungkin keduanya bisa bertemu sehingga bisa dikatakan yang satunya lebih afdhol dari yang lainnya. Sementara yang satunya (hari kelahiran Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa sallam-) telah habis (telah berlalu) dan yang lainnya (yaitu hari Jum’at dan satu waktu yang adanya padanya) terus menerus ada sampai saat ini dan syariat telah menegaskan tentang hal tersebut. Sementara dari sisi lain, tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa hari kelahiran Nabi dan hari-hari yang semisal dengannya (yaitu hari maulid tiap tahunnya) di dalamnya terdapat satu waktu dikabulkannya do’a pada saat itu.

    Oleh karena itu, yang wajb bagi kita hanyalah bersandar penuh dengan apa yang datang dari Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- kepada kita (berupa dalil yang shahih) dan tidak boleh bagi kita membuat suatu perkara baru (bid’ah) -dalam agama- dari diri kita yang sangat lemah ini, kecuali dengan mengambil dari beliau -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-“.

  5. Mereka meyakini bahwa malam maulid lebih afdhol daripada Lailatul Qadr.

  6. Hal ini -menurut mereka- bisa ditinjau dari tiga sisi :

    1. Bahwa malam maulid adalah malam hadirnya (lahirnya) Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-, sedangkan lailatul Qadr merupakan pemberian Allah kepada beliau.

    2. Lailatul Qadr dimuliakan dengan turunnya para malaikat, sedangkan malam maulid dimuliakan dengan hadirnya (lahirnya) Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-.

    3. Lailatul Qadr keutamaannya terkhusus buat ummat Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-, sedangkan malam maulid adalah keutamaannya meliputi seluruh makhluk. Karena beliau -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- diutus sebagai rahmat bagi alam semesta.

    Bantahan:

    Ini adalah pendalilan yang tidak menguntungkan orang yang berdalil dengannya. Karena, jika yang diinginkan dengan malam maulid adalah malam lahirnya Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dan malam maulid tiap tahunnya sampai Hari Kiamat lebih afdhol daripada Lailatul Qadr, maka ini adalah kesalahan yang sangat nyata dan jelas.

    Dan jika yang diinginkan dengannya, hanya malam yang Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa sallam- dilahirkan saja (bukan malam maulid tiap tahunnya), maka Lailatul Qadr belum ada ketika malam lahirnya beliau sehingga tidak mungkin keduanya bertemu. Karena Lailatul Qadr ada setelah berlalunya puluhan tahun dari malam kelahiran Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-, sehingga tidak mungkin bisa diperbandingkan. Ini adalah jawaban dari Asy-Syihab Al-Haitamy -rahimahullah- sebagaimana dalam Syarh Al-Mawahib (1/136).

    Kemudian, Lailatul Qadr telah dijelaskan keutamaannya dalam Al-Qur`an sedangkan malam maulid, tidak ada satupun dalil yang menunjukkan tentang keutamaannya, baik dari Al-Qur`an maupun dari Sunnah Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-, dan tidak pula dari perkataan seorangpun dari ulama ummat ini. (Lihat Al-Mauridur Rowy hal. 52 karya ‘Ali Qori`)

    Dari sisi yang lain, beliau -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- dilahirkan pada siang hari, bukannya malam hari sebagaimana yang ditunjukkan dalam hadits Abu Qotadah -radhiyallahu ‘anhu- bahwa Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- ditanya tentang hari Senin, maka beliau menjawab :

    Itu adalah hari yang saya dilahirkan padanya” (Telah berlalu takhrijnya ).

    Hadits ini sangat jelas menunjukkan bahwa beliau dilahirkan di siang hari dan beliau tidak berkata, “Itu adalah malam yang saya dilahirkan padanya”. Ini disebutkan oleh Imam Abu Hafsh Al-Fakihany dalam Al-Maurid fii Hukmil Maulid hal. 74-75.

  7. Meyakini bahwa Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- keluar dari kuburnya bersama jasad atau hanya ruh beliau- dan menghadiri acara maulid.

  8. Syaikh bin Baz -rahimahullah- berkata ketika menjelaskan rusaknya keyakinan ini dalam risalah beliau yang berjudul At-Tahdzir minal Bida’, hal 13-14,

    “Sebagian mereka (yakni yang merayakan maulid) menyangka (meyakini) bahwa Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- (keluar dari kubur beliau) menghadiri acara maulid. Oleh karena itu, mereka berdiri untuknya sebagai ucapan selamat dan penyambutan.

    Ini adalah termasuk kebatilan yang paling besar dan kebodohan yang jelek, karena sesungguhnya Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- tidak akan keluar dari kubur beliau sebelum hari kiamat, tidak pernah berhubungan dengan seorangpun dari manusia dan tidak menghadiri perkumpulan-perkumpulan mereka. Akan tetapi beliau terus-menerus berada di kubur beliau sampai hari kiamat, sedangkan ruh beliau berada di tempat yang paling tinggi di sisi Rabbnya dalam negeri kemuliaan, sebagaimana firman Allah -Subhanahu wa Ta’ala- dalam surah Al-Mu`minun:

    Kemudian sesudah itu, sesungguhnya kalian seluruhnya benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kalian seluruhnya akan dibangkitkan (dari kubur) di hari kiamat”. (QS. Al-Mu`minun : 15-16)

    Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- bersabda:

    Saya adalah pimpinannya anak Adam pada hari kiamat, orang yang paling pertama dibangkitkan dari kuburnya, yang pertama kali memberi syafa’at dan yang pertama kali diizinkan memberi syafa’at”. (HR. Muslim no. 2278 dari Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu-)

    Atas beliau sholawat dan salam yang paling mulia dari Rabbnya. Jadi, ayat yang agung ini dan hadits yang mulia ini, serta ayat-ayat dan hadits-hadits lain yang semakna dengannya, semuanya menunjukkan bahwa Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- dan selain beliau dari kalangan orang-orang yang sudah meninggal, seluruhnya mereka hanya akan keluar dari kuburnya pada hari kiamat….”.

  9. Berdiri ketika Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- hadir -menurut sangkaan mereka- sebagai bentuk pengagungan dan penghormatan kepada beliau.

  10. Telah dimaklumi bahwa menghormati Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- itu hanya dengan cara yang disyariatkan. Adapun cara yang seperti ini adalah perkara yang tidak disyariatkan dalam Islam, bahkan merupakan perkara yang diharamkan.

    Syaikh Muhammad bin Al-Hasan Al-Hajjawy Ats-Tsa’alaby Al-Fasy di dalam kitab beliau Al-Fikru As-Sami Fi Tarikh Al-Fiqh Al-Islamy (1/93) sebagaimana yang dinukil oleh Asy-Syaikh Al-Imam Abu Hafsh Tajuddin Al-Fakihany di dalam Al Maurid fi Hukmil Maulid, beliau (Syaikh Muhammad bin Hasan) berkata,

    Dan di antara al-istihsan (anggapan-anggapan baik) yang diharamkan adalah berdiri ketika hadirnya Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- -menurut sangkaan mereka-, karena telah datang nash-nash yang shorih (jelas/tegas) yang melarang hal tersebut….”.

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -rahimahullah- berkata di dalam Ziyaratul Qubur wal Istinjadu bil Maqbur, hal. 55-57 ketika beliau ditanya, “Apa hukumnya meletakkan kepala (di bawah) dan mencium lantai/tanah untuk menghormati orang-orang besar?”. Maka beliau menjawab,

    Adapun meletakkan kepala untuk memuliakan orang-orang besar dari kalangan syaikh-syaikh dan yang selain mereka atau mencium lantai dan yang semisalnya, maka ini adalah perkara yang tidak ada perselisihan di kalangan imam-imam/ulama (kaum muslimin) tentang terlarangnya (haramnya) hal tersebut. Bahkan menundukkan punggung sedikit saja untuk selain Allah -’Azza wa Jalla- merupakan perkara yang terlarang”.

    Lalu beliau menyebutkan dalil tentang hal tersebut seraya berkata,

    “Telah tsabit dalam hadits yang shahih dari Jabir bin ‘Abdillah -radhiyallahu ‘anhu- beliau berkata, bahwa Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- (pernah) shalat mengimami para sahabat dalam keadaan duduk karena sakit yang beliau alami, sedang mereka (para sahabat) shalat dalam keadaan berdiri. Maka beliau perintahkan para sahabat untuk duduk lalu beliau berkata, [“Janganlah kalian mengagungkan saya sebagaimana orang-orang ‘Ajam (non Arab) sebagian mereka mengagungkan sebagian yang lain”]. Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- bersabda dalam hadits yang lain, [“Barang siapa yang senang manusia berdiri untuk (menghormati) nya maka hendaknya ia mengambil tempat duduknya di dalam neraka”]…”.

    Kemudian beliau (syaikhul Islam) berkata,

    Maka sebagai kesimpulan bahwa berdiri (untuk menghormati), duduk, rukuk, dan sujud hanyalah hak Allah -’Azza wa Jalla- satu-satunya yang telah menciptakan langit dan bumi. Jadi apa saja yang merupakan hak Allah, maka tidak boleh dipalingkan kepada siapapun juga dari kalangan makhluk-Nya….”.

    Kemudian dari sisi yang lain, berdiri yang seperti ini -yakni untuk membesarkan dan mengagungkan makhluk- adalah termasuk ibadah gerakan dalam shalat sehingga tidak boleh melakukannya kepada selain Allah -Subhanahu wa Ta’ala-. Oleh karena itulah, Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- sangat marah dan menegur para sahabat beliau tatkala mereka berdiri untuk menyambut beliau.

    Beliau -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- bersabda:

    Janganlah kalian berdiri sebagaimana orang-orang ‘Ajam (non Arab), sebagian mereka (berdiri untuk) mengagungkan sebagian yang lain”. (HR. Abu Daud no. 5230 dari Abu Umamah Al-Bahily -radhiyallahu ‘anhu-)

    [Hadits ini dilemahkan oleh Syaikh Al-Albany -rahimahullah- dalam Adh-Dho’ifah no. 346, akan tetapi kandungan maknanya benar dan dikuatkan oleh hadits setelahnya. Wallahu A’lam. [ed.]]

    Anas bin Malik -radhiyallahu ‘anhu- telah berkata mengisahkan keadaan para sahabat Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- :

    Tidak ada seorangpun yang lebih mereka (para sahabat) cintai daripada Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa wasallam-, (Sekalipun demikian) mereka jika melihat beliau (Nabi-Shollallahu alaihi wasallam-), maka mereka tidak berdiri karena mereka tahu akan kebencian beliau terhadap hal tersebut”. (HR. At-Tirmidzy no. 2754)

  11. Berdo’a, beristianah (meminta pertolongan), beristighotsah (meminta pertolongan pada waktu genting), dan beristi’adzah (meminta perlindungan) kepada Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-

  12. Walaupun sekedar menjadikan beliau sebagai wasilah (perantara) antara dirinya dengan Allah -Subhanahu wa Ta’ala-. Padahal do’a adalah sebesar-besar ibadah, yang secara umum kapan suatu ibadah dipalingkan kepada selain Allah -baik itu malaikat yang paling dekat dengan Allah maupun Nabi yang paling mulia-, maka hal itu termasuk syirik akbar yang membuat pelakunya keluar dari Islam dan kekal dalam api neraka, jika tidak bertaubat sebelum meninggalnya.

    Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman memerintahkan berdo’a langsung kepadanya tanpa ada perantara:

    “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu”. (QS. Ghofir : 60)

    Bahkan Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- telah menegaskan:

    Do’a adalah ibadah”.

    (HR. Abu Daud no. 1479, At-Tirmidzy no. 2969, 3247, An-Nasa`iy dalam Al-Kubro no. 11464, dan Ibnu Majah no. 3828 dari Nu’man bin Basyir -radhiyallahu ‘anhu- dan dishohihkan oleh Al-Albany dalam Shohihul Jami’ no. 3407)

    Sedangkan isti’anah, istighotsah, dan isti’adzah adalah termasuk bentuk-bentuk doa sehingga harus diserahkan hanya kepada Allah.

    Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:

    Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan”. (QS. Al-Fatihah : 4)

    Allah -Subhanahu wa Ta’ala- juga berfirman:

    (Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu”. (QS. Al-Anfal : 9)

    Tentang isti’adzah, Allah -‘Azza wa Jalla- memerintahkan para hamba untuk meminta perlindungan hanya kepada-Nya:

    “Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh”. (QS. Al-Falaq : 1)

    “Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia”. (QS. An-Nas : 1)

    Syaikh Ahmad bin Nashir Al-Ma’mary An-Najdy -rahimahullah- berkata di dalam Al-Hadiyyah As-Saniyyah wat Tuhfatul Wahhabiyyah, hal. 45,

    “Yang kami yakini dan kami beragama dengannya bahwa barangsiapa yang berdo’a kepada seorang nabi atau seorang wali atau yang lainnya, lalu ia meminta kepada mereka supaya memenuhi hajatnya dan menghilangkan kesusahannya, maka ini adalah kesyirikan yang sangat besar, karenanya Allah -Subhanahu wa Ta’ala- mengkafirkan orang-orang musyrikin. Sebab dahulu mereka telah menjadikan para wali (dan yang semisalnya) sebagai pemberi syafa’at yang bisa memberikan manfaat atau menolak bahaya menurut sangkaan mereka, sementara Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:

    Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata; “Mereka itu adalah pemberi syafa`at kami di sisi Allah”. Katakanlah; “Apakah kalian mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) di bumi?” Maha Suci dan Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka mempersekutukan”. (QS. Yunus : 18)”.

    -selesai ucapan beliau-

    Syaikh Ibnu Baz -rahimahullah- berkata di dalam Majmu’ Fatawa (2/388) ketika beliau ditanya, “Apakah termasuk kesyirikan apabila seseorang berkata di sudut bumi manapun, [“Wahai Muhammad…..!, wahai Rasulullah (berdo’a atau minta pertolongan kepadanya)?]”.

    Beliau menjawab,

    Sesungguhnya Allah -Subhanahu wa Ta’ala- telah menjelaskan di dalam kitab-Nya yang sangat mulia dan melalui lisan Rasul-Nya yang terpercaya, Nabi Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- bahwa ibadah seluruhnya hanyalah milik Allah dan tidak ada hak sedikitpun juga (dari ibadah tersebut) bagi selain-Nya dan sesungguhnya do’a termasuk bagian dari ibadah.

    Jadi, barang siapa yang berkata di sudut bumi manapun juga, [“Wahai Rasulullah….!, wahai Nabi Allah….! atau Nabi Muhammad….!, tolonglah saya, selamatkanlah saya, berikan syafa’at kepada saya, tolonglah umatmu, sembuhkanlah yang sakit dari kaum muslimin, berilah petunjuk kepada mereka”], atau kalimat-kalimat yang semisal itu, maka sungguh dia telah menjadikan tandingan/sekutu bersama Allah di dalam (penyerahan) ibadah.

    Demikian pula hukumnya orang yang melakukan perbuatan seperti ini kepada selain beliau (Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-) dari kalangan para nabi atau para malaikat, wali-wali, berhala-berhala atau yang selainnya dari kalangan makhluk ini. Karena Allah -Azza wa Jalla- berfirman:

    Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Azzariyat : 56)

    Allah berfirman:

    Wahai sekalian manusia, sembahlah Tuhan kalian Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa”. (QS. Al-Baqarah : 21)”.

    -Selesai ucapan beliau-

  13. Menyembelih untuk selain Allah.

  14. Ini juga termasuk pembatal keislaman seseorang, karena menyembelih untuk Allah adalah termasuk ibadah harta (maliyah) terbesar yang Allah -Subhanahu wa Ta’ala- perintahkan. Maka memalingkannya untuk selain Allah adalah termasuk kesyirikan yang paling besar.

    Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:

    “Katakanlah, “Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”.”. (QS. Al-An’am : 162)

    Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- telah mengancam orang-orang yang menyembelih untuk selain Allah dengan laknat dari-Nya, melalui sabda beliau:

    Allah melaknat orang yang menyembelih kepada selain Allah”. (HR. Muslim no. 1978 dari ‘Ali bin Abi Tholib -radhiyallahu ‘anhu-)[ Hadits itu juga bisa bermakna do’a laknat untuk mereka. Maka hendaknya orang-orang yang menyembelih untuk selain Allah takut terhadap do’a ini. [ed]]

  15. Pembacaan sajak-sajak atau sholawat-sholawat bid’ah

  16. Bahkan ada yang sampai pada tingkat kesyirikan, seperti sebuah kitab sholawat -menurut mereka- yang berjudul Maulidul Barzanjy karya Ja’far bin Hasan Al-Barzanjy, Qoshidatul Burdah karya Al-Bushiry [Telah berlalu penyebutan beberapa kesalahan yang terdapat dalam kedua kitab ini pada bab keutamaan sholawat], Syaraful Anam, dan selainnya.

  17. Menyiapkan berbagai jenis makanan disertai keyakinan bahwa masing-masing makanan memiliki makna dan fungsi tersendiri.

Ini adalah termasuk di antara bentuk-bentuk tathoyyur (pamali) yang diharamkan dan merupakan syirik ashgar (kecil) 2. Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- bersabda dalam hadits Ibnu Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu-:

Thiyaroh adalah kesyirikan, thiyaroh adalah kesyirikan, thiyaroh adalah kesyirikan”.

(HR. Abu Daud no. 3910, At-Tirmidzy no. 1614, dan Ibnu Majah no. 3538 dan dishohihkan oleh Al-Albany dalam Ash-Shohihah no. 429)

Bahkan thiyaroh ini merupakan salah satu sifat orang-orang musyrik terdahulu, sebagaimana yang Allah -Subhanahu wa Ta’ala- kisahkan tentang Fir’aun dan para pengikutnya:

“Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkat, “Ini adalah karena (usaha) kami”. Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan thiyaroh (sebab kesialan itu) kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”. (QS. Al-A’raf : 131)

Juga firman Allah -Ta’ala-:

“Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami bernasib sial karena kalian, sesungguhnya jika kalian tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam kalian dan kalian pasti akan mendapat siksaan yang pedih dari kami”. Para rasul itu berkata, “Kesialan kalian itu adalah karena (kesalahan) kalian sendiri. Apakah jika kalian diberi peringatan (kalian lantas mengancam kami)? Sebenarnya kalian adalah kaum yang melampaui batas””. (QS. Yasin : 18-19)

Dengan bertathoyyur atau mempercayai adanya, maka seorang akan keluar dari golongan 70.000 orang 3 yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab. Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- dalam hadits Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhuma- telah mengabarkan tentang sifat mereka:

Mereka adalah orang-orang yang tidak minta diruqyah, tidak minta dikay [Yakni pengobatan dengan menggunakan besi yang dipanaskan lalu ditempelkan ke tempat yang terasa sakit], tidak bertathayyur dan hanya kepada Rabbnya mereka bertawakkal”. (HR. Al-Bukhary no. 5378, 6107 dan Muslim no. 218).

Diambil dari : Buku Studi Kritis Perayaan Maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam karya al-Ustadz Hammad Abu Muawiyah, cetakan Maktabah al-Atsariyyah 2007; dari kautsarku dari abdullah al-aussie

Catatan Kaki

Berdasarkan sabda beliau -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- yang telah berlalu: “Sebaik-baik hari yang matahari terbit padanya adalah hari Jum’at, padanya diciptakan Adam, padanya dia diwafatkan, padanya dia dimasukkan ke Surga dan padanya dia dikeluarkan darinya, serta tidak akan tegak Hari Kiamat kecuali pada hari Jum’at

Yang dimaksud syirik ashghar disini adalah jika pelakunya menganggap benda tersebut MENJADI SEBAB datangnya manfa’at atau ditolaknya mudharat; tapi yang mendatangkan maslahat dan mudharat adalah Allah, bukan benda tersebut. Tapi jika dia meyakini bahwa benda-benda atau makanan itulah yang mendatangkan manfaat atau yang menolak mudhorot selain Allah -Ta’ala-, maka ini adalah SYIRIK AKBAR!

Dalam sebagian riwayat disebutkan bahwa setiap 1000 orang ditambahkan 70.000 orang lagi, sehingga totalnya adalah 4.900.000 orang. Haditsnya dihasankan oleh Syaikh Ibnu Baz -rahimahullah- dalam syarh beliau terhadap hadits ini dari Kitabut Tauhid karya Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab -rahimahullah-

Article : Blog Al-Islam


Back to Top
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Sejarah Lahirnya Tahlilan di Pulau Jawa

Written By Rachmat.M.Flimban on Sabtu, 29 Juli 2017 | Juli 29, 2017

Sejarah Lahirnya Tahlilan di Pulau Jawa
By FADHIL ZA

” Kami mengemukakan tulisan ini hanya untuk bahan renungan fakta sejarah , bukan untuk bahan perdebatan salah dan benarnya amalan seseorang, silahkan kita beramal menurut keyakinan masing masing. Setiap diri akan bertanggung jawab dihadapan Allah atas apa yang dilakukannya”
Oleh Suhadi

Perintis, pelopor dan pembuka pertama penyiaran serta pengembangan Islam di pulau jawa adalah para ulama/mubaligh yang berjumlah sembilan, yang popular dengan sebuatan wali songo. Atas perjuangan mereka, berhasil mendirikan sebuah kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yang berpusat di Demak Jawa Tengah.
Para ulama yang sembilan dalam menyiarkan dan mengembangkan Islam di tanah Jawa yang mayoritas penduduknya beragama Hindu dan Budha mendapat kesulitan dalam membuang adat istiadat upacara keagamaan lama bagi mereka yang telah masuk Islam.
Para ulama yang sembilan (wali songo) dalam menangguangi masalah adat istiadat lama bagi mereka yang telah masuk Islam terbagi menjadi dua aliran yaitu ALIRAN GIRI dan ALIRAN TUBAN.
ALIRAN GIRI adalah suatu aliran yang dipimpin oleh Raden Paku (Sunan Giri) dengan para pendukung Raden Rahmat (Sunan Ampel), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan lain-lain.
Aliran ini dalam masalah ibadah sama sekali tidak mengenal kompromi dengan ajaran Budha, Hindu, keyakinan animisme dan dinamisme. Orang yang dengan suka rela masuk Islam lewat aliran ini, harus mau membuang jauh-jauh segala adat istiadat lama yang bertentangan dengan syari’at Islam tanpa reseve. Karena murninya aliran dalam menyiarkan dan mengembangkan Islam, maka aliran ini disebut ISLAM PUTIH.
Adapun ALIRAN TUBAN adalah suatu aliran yang dipimpin oleh R.M. Syahid (Sunan Kalijaga) yang didukung oleh Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Kudus, dan Sunan Gunung Djati.
Aliran ini sangat moderat, mereka membiarkan dahulu terhadap pengikutnya yang mengerjakan adat istiadat upacara keagamaan lama yang sudah mendarah daging sulit dibuang, yang penting mereka mau memeluk Islam. Agar mereka jangan terlalu jauh menyimpang dari syari’at Islam. Maka para wali aliran Tuban berusaha adat istiadat Budha, Hindu, animisme dan dinamisme diwarnai keislaman. Karena moderatnya aliran ini maka pengikutnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan pengikut aliran Giri yang “radikal”. aliran ini sangat disorot oleh aliran Giri karena dituduh mencampur adukan syari’at Islam dengan agama lain. Maka aliran ini dicap sebagai aliran Islam abangan.
Dengan ajarah agama Hindu yang terdapat dalam kitab Brahmana. Sebuah kitab yang isinya mengatur tata cara pelaksanaan kurban, sajian-sajian untuk menyembah dewa-dewa dan upacara menghormati roh-roh untuk menghormati orang yang telah mati (nenek moyang) ada aturan yang disebut Yajna besar dan Yajna kecil.
Yajna besar dibagi menjadi dua bagian yaitu Hafiryayajna dan Somayjna. Somayajna adalah upacara khusus untuk orang-orang tertentu. Adapun Hafiryayajna untuk semua orang.
Hafiryayajna terbagi menjadi empat bagian yaitu : Aghnidheya, Pinda Pitre Yajna, Catur masya, dan Aghrain. Dari empat macam tersebut ada satu yang sangat berat dibuang sampai sekarang bagi orang yang sudah masuk Islam adalah upacara Pinda Pitre Yajna yaitu suatu upacara menghormati roh-roh orang yang sudah mati.
Dalam upacara Pinda Pitre Yajna, ada suatu keyakinan bahwa manusia setelah mati, sebelum memasuki karman, yakni menjelma lahir kembali kedunia ada yang menjadi dewa, manusia, binatang dan bahkan menjelma menjadi batu, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain sesuai dengan amal perbuatannya selama hidup, dari 1-7 hari roh tersebut masih berada dilingkungan rumah keluarganya. Pada hari ke 40, 100, 1000 dari kematiannya, roh tersebut datang lagi ke rumah keluarganya. Maka dari itu, pada hari-hari tersebut harus diadakan upacara saji-sajian dan bacaan mantera-mantera serta nyanyian suci untuk memohon kepada dewa-dewa agar rohnya si pulan menjalani karma menjadi manusia yang baik, jangan menjadi yang lainnya.
Pelaksanaan upacara tersebut diawali dengan aghnideya, yaitu menyalakan api suci (membakar kemenyan) untuk kontak dengan para dewa dan roh si pulan yang dituju. Selanjutnya diteruskan dengan menghidangkan saji-sajian berupa makanan, minuman dan lain-lain untuk dipersembahkan ke para dewa, kemudian dilanjutkan dengan bacaan mantra-mantra dan nyanyian-nyanyian suci oleh para pendeta agar permohonannya dikabulkan. *1

Gambar Wali Songo
Pada masa para wali dibawah pimpinan Sunan Ampel, pernah diadakan musyawarah antara para wali untuk memecahkan adat istiadat lama bagi orang yang telah masuk Islam. Dalam musyawarah tersebut Sunan Kali Jaga selaku Ketua aliran Tuban mengusulkan kepada majlis musyawarah agar adat istiadat lama yang sulit dibuang, termasuk didalamnya upacara Pinda Pitre Yajna dimasuki unsur keislaman.
Usulan tersebut menjadi masalah yang serius pada waktu itu sebab para ulama (wali) tahu benar bahwa upacara kematian adat lama dan lain-lainnya sangat menyimpang dengan ajaran Islam yang sebenarnya.
Mendengar usulan Sunan Kali Jaga yang penuh diplomatis itu, Sunan Ampel selaku penghulu para wali pada waktu itu dan sekaligus menjadi ketua sidang/musyawarah mengajukan pertanyaan sebagai berikut :
“Apakah tidak dikhawatirkan dikemudian hari?, bahwa adat istiadat lama itu nanti akan dianggap sebagai ajaran Islam, sehingga kalau demikian nanti apakah hal ini tidak akan menjadikan bid’ah”.
Pertanyaan Sunan Ampel tersebut kemudian dijawab oleh Sunan Kudus sebagai berikut : “Saya sangat dengan pendapat Sunan Kali Jaga”.
Sekalipun Sunan Ampel, Sunan Giri, dan Sunan Drajat sangat tidak menyetujui, akan tetapi mayoritas anggota musyawarah menyetujui usulan Sunan Kali Jaga, maka hal tersebut berjalan sesuai dengan keinginannya. Mulai saat itulah secara resmi berdasarkan hasil musyawarah, upacara dalam agama Hindu yang bernama Pinda Pitre Yajna dilestarikan oleh orang-orang Islam aliran Tuban yang kemudian dikenal dengan nama nelung dino, mitung dina, matang puluh, nyatus, dan nyewu.
Dari akibat lunaknya aliran Tuban, maka bukan saja upacara seperti itu yang berkembang subur, akan tetapi keyakinan animisme dan dinamisme serta upacara-upacara adat lain ikut berkembang subur. Maka dari itu tidaklah heran muridnya Sunan Kali Jaga sendiri yang bernama Syekh Siti Jenar merasa mendapat peluang yang sangat leluasa untuk mensinkritismekan ajaran Hindu dalam Islam. Dari hasil olahannya, maka lahir suatu ajaran kleni / aliran kepercayaan yang berbau Islam. Dan tumbuhlah apa yang disebut “Manunggaling Kaula Gusti” yang artinya Tuhan menyatu dengan tubuhku. Maka tatacara untuk mendekatkan diri kepada Allah lewat shalat, puasa, zakat, haji dan lain sebagainya tidak usah dilakukan.
Sekalipun Syekh Siti Jenar berhasil dibunuh, akan tetapi murid-muridnya yang cukup banyak sudah menyebar dimana-mana. Dari itu maka kepercayaan seperti itu hidup subur sampai sekarang.
Keadaan umat Islam setelah para wali meninggal dunia semakin jauh dari ajaran Islam yang sebenarnya. para Ulama aliran Giri yang terus mempengaruhi pra raja Islam pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk menegakkan syari’at Islam yang murni mendapat kecaman dan ancaman dari para raja Islam pada waktu itu, karena raja-raja Islam mayoritas menganut aliran Tuban. Sehingga pusat pemerintahan kerajaan di Demak berusaha dipindahkan ke Pajang agar terlepas dari pengaruh para ulama aliran Giri.
Pada masa kerajaan Islam di Jawa, dibawah pimpinan raja Amangkurat I, para ulama yang berusaha mempengaruhi keraton dan masyarakat, mereka ditangkapi dan dibunuh/dibrondong di lapangan Surakarta sebanyak 7.000 orang ulama. Melihat tindakan yang sewenang-wenang terhadap ulama aliran Giri itu, maka Trunojoyo Santri Giri berusaha menyusun kekuatan untuk menyerang Amangkurat I yang keparat itu.
Pada masa kerajaan dipegang oleh Amangkurat II sebagai pengganti ayahnya, ia membela, dendam terhadap Truno Joyo yang menyerang pemerintahan ayahnya. Ia bekerja sama dengan VOC menyerang Giri Kedaton dan semua upala serta santri aliran Giri dibunuh habis-habisan, bahkan semua keturunan Sunan Giri dihabisi pula. Dengan demikian lenyaplah sudah ulama-ulama penegak Islam yang konsekwen. Ulama-ulama yang boleh hidup dimasa itu adalah ulama-ulama yang lunak (moderat) yang mau menyesuaikan diri dengan keadaan masyarakat yang ada. maka bertambah suburlah adat-istiadat lama yang melekat pada orang-orang Islam, terutama upacara adat Pinde Pitre Yajna dalam upacara kematian.
Keadaan yang demikian terus berjalan berabad-abad tanpa ada seorang ulamapun yang muncul untuk mengikis habis adat-istiadat lama yang melekat pada Islam terutama Pinda Pitre Yajna. Baru pada tahun 1912 M, muncul seorang ulama di Yogyakarta bernama K.H. Ahmad Dahlan yang berusaha sekuat kemampuannya untuk mengembalikan Islam dari sumbernya yaitu Al Qur’an dan As Sunnah, karena beliau telah memandang bahwa Islam dalam masyrakat Indonesia telah banyak dicampuri berbagai ajaran yang tidak berasal dari Al Qur’an dan Al Hadits, dimana-mana merajalela perbuatan khurafat dan bid’ah sehingga umat Islam hidup dalam keadaan konservatif dan tradisional.
Munculnya K.H. Ahmad Dahlan bukan saja berusaha mengikis habis segala adat istiadat Budha, Hindu, animisme, dinamisme yang melekat pada Islam, akan tetapi juga menyebarkan fikiran-fikiran pembaharuan dalam Islam, agar umat Islam menjadi umat yang maju seperti umat-umat lain. Akan tetapi aneh bin ajaib, kemunculan beliau tersebut disambut negatif oleh sebagian ulama itu sendiri, yang ternyata ulama-ulama tersebut adalah ulama-ulama yang tidak setuju untuk membuang beberapa adat istiadat Budha dan Hindu yang telah diwarnai keislaman yang telah dilestarikan oleh ulama-ulama aliran Tuban dahulu, yang antara lain upacara Pinda Pitre Yajna yang diisi nafas Islam, yang terkenal dengan nama upacara nelung dina, mitung dina, matang dina, nyatus, dan nyewu.
Pada tahun 1926 para ulama Indonesia bangkit dengan didirikannya organisasi yang diberi nama “Nahdhotul Ulama” yang disingkat NU. Pada muktamarnya di Makasar NU mengeluarkan suatu keputusan yang antara lain : “Setiap acara yang bersifat keagamaan harus diawali dengan bacaan tahlil yang sistimatikanya seperti yang kita kenal sekarang di masyarakat”. Keputusan ini nampaknya benar-benar dilaksanakan oleh orang NU. Sehingga semua acara yang bersifat keagamaan diawali dengan bacaan tahlil, termasuk acara kematian. Mulai saat itulah secara lambat laun upacara Pinda Pitre Yajna yang diwarnai keislaman berubah nama menjadi tahlilan sampai sekarang.
Sesuai dengan sejarah lahirnya tahlilan dalam upacara kematian, maka istilah tahlilan dalam upacara kematian hanya dikenal di Jawa saja. Di pulau-pulau lain seluruh Indonesia tidak ada acara ini. Seandainya ada pun hanya sebagai rembesan dari pulau Jawa saja. Apalagi di negara-negara lain seperti Arab, Mesir, dan negara-negara lainnnya diseluruh dunia sama sekali tidak mengenal upacara tahlilan dalam kematian ini.
Dengan sudah tahunya sejarah lahirnya tahlilan dalam upacara kematian yang terurai diatas, maka kita tidak akan lagi mengatakan bahwa upacara kematian adalah ajaran Islam, bahkan kita akan bisa mengatakan bahwa orang yang tidak mau membuang upacara tersebut berarti melestarikan salah satu ajaran agama Hindu. Orang-orang Hindu sama sekali tidak mau melestarikan ajaran Islam, bahkan tidak mau kepercikan ajaran Islam sedikitpun. Tetapi kenapa kita orang Islam justru melestarikan keyakinan dan ajaran mereka.
Tak cukupkah bagi kita Sunnah Rasulullah yg sudah jelas terang benderang saja yg kita kerjakan. Kenapa harus ditambah-tambahin/mengada-ngada. Mereka beranggapan ajaran Rasulullah masih kurang sempurna.
Mudah-mudahan setelah kita tahu sejarah lahirnya tahlilan dalam upacara kematian, kita mau membuka hati untuk menerima kebenaran yang hakiki dan kita mudah-mudahan akan menjadi orang Islam yang konsekwen terhadap ajaran Alloh dan RosulNya.
Ada satu hal yang perlu kita jaga baik-baik, jangan sekali-kali kita berani mengatakan bahwa orang yang matinya tidak ditahlil adalah kerbau. Menurut penulis, perkataan seperti ini termasuk dosa besar, karena berarti Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya serta kaum muslimin seluruh dunia selain orang pulau Jawa yang matinya tidak ditahlili adalah kerbau semua.
Na’udzu billahi mindzalik
Penulis SUHADI
Daftar Literatur
  1. K.H. Saifuddin Zuhn, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia, Al Ma’arif Bandung 1979
  2. Umar Hasyim, Sunan Giri, Menara Kudus 1979
  3. Solihin Salam, Sekitar Wali Sanga, Menara Kudus 1974
  4. Drs. Abu Ahmadi, Perbandingan Agama, Ab.Siti Syamsiyah Solo 1977
  5. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, Tri Karya, Jakarta 1961
  6. Hasil wawancara dengan tokoh Agama Hindu.
  7. A. Hasan, Soal Jawab, Diponegoro Bandung 1975
Sumber : https://abuhafizh.wordpress.com
Dinukil dari Sumber Artikel; Fadhilza.com
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Saat Zakariya di Usia Tua, Akhirnya Dikarunia Yahya

Written By sumatrars on Selasa, 20 Januari 2015 | Januari 20, 2015



Category : Tafsir Al Qur'an
Source article: Desember 23, 2014 Muhammad Abduh Tuasikal, MSc, Rumaysho.Com,

Pelajaran dari Surat Maryam (seri 3): Saat Zakariya di usia tua, akhirnya dikaruniai Yahya. Itulah buah hati yang dinanti padahal istrinya sebenarnya mandul dan ia pun sudah berada dalam usia senja. Namun doa seorang hamba tak mungkin disia-siakan.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ اسْمُهُ يَحْيَى لَمْ نَجْعَلْ لَهُ مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا (٧) قَالَ رَبِّ أَنَّى يَكُونُ لِي غُلَامٌ وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا وَقَدْ بَلَغْتُ مِنَ الْكِبَرِ عِتِيًّا (٨) قَالَ كَذَلِكَ قَالَ رَبُّكَ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَقَدْ خَلَقْتُكَ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ تَكُ شَيْئًا (٩)

“Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia. Zakaria berkata: “Ya Rabbku, bagaimana akan ada anak bagiku, padahal isteriku adalah seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua.” Allah berfirman: “Demikianlah.” Allah berfirman: “Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesunguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali.” (QS. Maryam: 7-9).

Akhirnya Dikaruniai Yahya

Allah memberikan kabar gembira pada Zakariya lewat malaikat bahwa ia akan dikaruniai seorang putra bernama Yahya. Nama tersebut sesuai dengan namanya yang berarti hidup yang nyata (hayat hissiyah). Itulah nikmat sempurna yang diberi pada Zakariya. Sedangkan nikmat hidup maknawiyah yaitu hidupnya hati dengan wahyu, ilmu dan diin (agama).

Hayat (kehidupan) intinya ada dua yaitu yang nampak (disebut hayat hissiyah) dan yang sifatnya maknawi yaitu kehidupan hati.

Perlu dipahami bahwa tidak ada sebelumnya yang bernama dengan nama Yahya.

Zakariya Kaget dengan Mendapatkan Anak di Usia Tua

Zakariya kaget dengan mendapatkan anak di usia tua. Ia mengatakan,

رَبِّ أَنَّى يَكُونُ لِي غُلَامٌ وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا وَقَدْ بَلَغْتُ مِنَ الْكِبَرِ عِتِيًّا

Ya Rabbku, bagaimana akan ada anak bagiku, padahal isteriku adalah seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua

Kekagetan Zakariya dikarenakan dua sebab: (1) istrinya mandul dan (2) Zakariya sudah mencapai usia tua.

Ibnu Katsir menyatakan, “Zakariya benar-benar kaget karena doa yang ia pinta pun terkabul yaitu diberi kabar kembira akan dikarunia anak. Ia gembira riang. Ia pun bertanya-tanya bagaimana bisa diberi keturunan sedangkan istrinya saja mandul sejak dulu hingga sepuh seperti saat ini tak juga diberikan keturunan.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 5: 210).

Semuanya Mudah Bagi Allah

Untuk mendapatkan anak di usia tua seperti itu mudah bagi Allah. Segala sesuatu yang Allah kehendaki pastilah terjadi,

كَذَلِكَ قَالَ رَبُّكَ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَقَدْ خَلَقْتُكَ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ تَكُ شَيْئًا

Allah berfirman: “Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesunguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali.

Syaikh As Sa’di menyatakan, “Ini hal yang tidak normal terjadi dan jarang terjadi dalam ketetapan Allah. Akan tetapi jika Allah kehendaki untuk terjadi tanpa ada sebab apa-apa, maka itu mudah bagi Allah. Allah pun sebelumnya telah menciptakan dari sesuatu yang belum ada sama sekali.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 490).

Sesuatu yang lebih menakjubkan dari apa yang dialami Zakariya sama seperti disebutkan dalam surat lainnya tentang Nabi Adam ‘alaihis salam,

هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا

Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?” (QS. Al Insan: 1).

Itulah bukti bahwa doa tak mungkin disia-siakan.

Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Referensi:

Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, tahqiq: Abu Ishaq Al Huwaini, terbitan Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1431 H.
Taisir Al Karimir Rahman, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1423 H.

Article : Blog Al-Islam


Back to Top

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Zakariya Tak Mendapatkan Anak Hingga Usia Tua

Written By sumatrars on Senin, 19 Januari 2015 | Januari 19, 2015



Category : Tafsir Al Qur'an, Sejarah
Source article: Rumaysho.Com

Pelajaran dari Surat Maryam (seri 2): Mungkin sebagian orang mengalami masalah yang sama seperti Zakariya. Ada yang tidak dikaruniai keturunan. Itulah keluhan Zakariya dalam doa-doanya. Namun ia tak pernah putus asa seraya terus memohon pada Allah agar diberikan keturunan.

Allah Ta’ala berfirman,

قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا (٤) وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا (٥) يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آَلِ يَعْقُوبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا (٦)

“Ia berkata “Ya Rabbku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Rabbku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku (yang mewarisiku) sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya’qub; dan jadikanlah ia, ya Rabbku, seorang yang diridhai.” (QS. Maryam: 4-6).

Tidak Memiliki Keturunan, Masalah Krusial

Tidak memiliki keturunan adalah masalah krusial yang sebagian orang tidak tahan dan tidak bisa bersabar akan hal itu. Inilah yang dirasakan oleh Zakariya hingga ia berada di usia tua. Ia terus memohon pada Allah untuk lepas dari kesulitan tersebut yaitu segera diberikan keturunan.

Bukti bahwa perkara keturunan benar-benar krusial: (1) seseorang yang berada di usia tua seperti Zakariya terus meminta keturunan pada Allah, (2) Zakariya tak henti-hentinya berdoa, (3) khawatir siapakah yang mewarisi Zakariya dan mewarisi keturunan Ya’qub.

Padahal disebutkan bahwa Zakariya dalam kondisi yang sulit mendapatkan keturunan: (1) fisik Zakariya sudah lemah, (2) keadaan Zakariya sudah tua nampak dari rambutnya yang beruban, (3) istri Zakariya mandul.

Terus Meminta Keturunan Lewat Tawassul

Tawassul artinya mengambil perantara dalam berdoa dengan sesuatu yang disyari’atkan. Dalam doa Zakariya, ia bertawassul dengan pengabulan doa-doa sebelumnya. Ia mengungkit bahwa dahulu doa-doanya selalu terkabul, maka ia bertawassul dengan doa tersebut untuk mendapatkan doa yang ia pinta saat ini yaitu untuk mendapatkan keturunan.

Dalam ayat disebutkan,

وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا

Dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Rabbku

Maksud dari perkataan Zakariya adalah ia tidak pernah capek untuk berdoa pada Allah walau belum mendapatkan maksud yang ia minta. Demikian disebutkan oleh Asy Syaukani dalam Fathul Qadir, 3: 444.

Ibnu Taimiyah rahimahullah menyebutkan tentang maksud ayat tersebut bahwa Zakariya bertawassul pada Allah dengan pengabulan Allah dan kebaikan Allah pada doa-doanya sebelumnya. (Majmu’ Al Fatawa, 20: 464-465)

Syaikh As Sa’di rahimahullah menyatakan, Zakariya itu meminta pada Allah sebagaimana kebaikan yang telah diberikan sebelumnya supaya disempurnakan nikmat selanjutnya. (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 489).

Ini menunjukkan kita bisa bertawassul dengan menyebut doa-doa kita yang telah terkabul sebelumnya untuk mendapatkan pengabulan doa lainnya.

Berdoa dengan Mengumpulkan Dua Hal

Asy Syaukani menyebutkan bahwa para ulama menyarankan, hendaklah dalam doa kita dikumpulkan dua hal: (1) khudhu’ yaitu khusyu’ dan penuh ketundukan dalam berdoa, (2) bertawassul dengan menyebutkan apa yang telah Allah berikan dari nikmat pengabulan doa sebelumnya.

Yang menunjukkan bahwa doa mesti dengan penuh ketundukan dan merendahkan diri terdapat pada ayat,

وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا

Sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban.

Sedangkan dalam doa, kita dibolehkan untuk bertawassul dengan menyebutkan nikmat pengabulan doa sebelumnya, itulah yang dimaksud pada ayat,

وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا

Dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Rabbku” (Lihat Fathul Qadir, 3: 444).

Bukan Sekedar Meminta Anak (Keturunan)

Lihatlah contoh dari Zakariya, ia bukan sekedar meminta anak atau keturunan dan ingin berbangga dengan anaknya tersebut. Permintaan Zakariya berbeda dengan menusia lainnya, yang hanya ingin meraih maslahat dunia. Yang Zakariya pinta adalah maslahat diin atau kebaikan akhirat. Yang Zakariya inginkan adalah anak yang shalih yang dapat menegakkan agama dan melanjutkan ajaran sepeninggalnya.

Karenanya isi doa Zakariya adalah,

يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آَلِ يَعْقُوبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا

Yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya’qub; dan jadikanlah ia, ya Rabbku, seorang yang diridhai.

Syaikh As Sa’di berkata bahwa anak yang diminta Zakariya adalah anak laki-laki, yang shalih, yang diharapkan menjadi penerus dan pemimpin sepeninggal Zakariya, dan menjadi Nabi setelahnya. Inilah anak yang terbaik yang diminta. Allah pun mengabulkan doa Zakariya tersebut dengan dikarunia anak yang shalih yang memiliki akhlak yang baik.

Nantikan kisah selanjutnya mengenai siapakah putera yang dikaruniakan pada Zakariya.

Semoga bahasan kali ini bermanfaat bagi yang belum dikaruniai keturunan. Semoga Allah segera memberikan buah hati yang dinanti.

Referensi:

Fathul Qadir, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, terbitan Dar Ibnu Hazm dan Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H.
Majmu’atul Fatawa, Ahmad bin Abdul Halim Al Harroni Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, terbitan Dar Ibnu Hazm dan Darul Wafa’, cetakan keempat, tahun 1432 H.

Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, tahqiq: Abu Ishaq Al Huwaini, terbitan Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1431 H.

Taisir Al Karimir Rahman, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1423 H.

Bersambung... Saat Zakariya di Usia Tua, Akhirnya Dikarunia Yahya

Article : Blog Al-Islam


Back to Top

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

KISAH NABI ADAM ALAIHI SALAM

 BUAH TEEN Kisah Nabi Adam: Dari Awal Penciptaan Hingga Turun ke Bumi Kisah Nabi Adam menceritakan terciptanya manusia pertama y...

Translate

 
Support : Blog author | Rachmat.M,MA | Duta Asri Palem 3
Copyright © 2013. BLOG AL ISLAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger