BLOG AL ISLAM
Kontributor
Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha
Arsip Blog
-
►
2011
(33)
- ► Januari 2011 (22)
- ► September 2011 (1)
-
►
2012
(132)
- ► April 2012 (1)
- ► Agustus 2012 (40)
- ► Oktober 2012 (54)
- ► November 2012 (4)
- ► Desember 2012 (3)
-
►
2013
(15)
- ► Maret 2013 (1)
-
►
2015
(53)
- ► Januari 2015 (45)
- ► April 2015 (1)
-
►
2023
(2)
- ► Februari 2023 (1)
- ► Desember 2023 (1)
Live Traffic
Umat Islam Yang Diusir Oleh Nabi Kelak Di Hari Kiamat
Written By sumatrars on Jumat, 21 Februari 2014 | Februari 21, 2014
Sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu mengisahkan: pada suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi kuburan, lalu beliau mengucapkan salam:
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ
“Semoga keselamatan senantiasa menyertai kalian wahai penghuni kuburan dari kaum mukminin, dan kami insya Allah pasti akan menyusul kalian“.
Selanjutnya beliau bersabda: “aku sangat berharap untuk dapat melihat saudara-saudaraku“.
Mendengar ucapan ini, para sahabat keheranan, sehingga mereka bertanya: “bukankah kami adalah saudara-saudaramu wahai Rasulullah?”. Rasulullah menjawab :
أَنْتُمْ أَصْحَابِي وَإِخْوَانُنَا الَّذِينَ لَمْ يَأْتُوا بَعْدُ
“Kalian adalah sahabat-sahabatku, sedangkan saudara-saudaraku adalah ummatku yang akan datang kelak“.
Kembali para sahabat bertanya: “wahai rasulullah, bagaimana engkau dapat mengenali ummatmu yang sampai saat ini belum terlahir?“. Beliau menjawab:
أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ رَجُلًا لَهُ خَيْلٌ غُرٌّ مُحَجَّلَةٌ بَيْنَ ظَهْرَيْ خَيْلٍ دُهْمٍ بُهْمٍ أَلَا يَعْرِفُ خَيْلَهُ
“Menurut pendapat kalian, andai ada orang yang memiliki kuda yang di dahi dan ujung-ujung kakinya berwarna putih dan kuda itu berada di tengah-tengah kuda-kuda lainnya yang berwarna hitam legam, tidakkah orang itu dapat mengenali kudanya?”
Para sahabat menjawab : “tentu saja orang itu dengan mudah mengenali kudanya“. Maka Rasulullah menimpali jawaban mereka dengan bersabda:
فَإِنَّهُمْ يَأْتُونَ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنَ الْوُضُوءِ، وَأَنَا فَرَطُهُمْ عَلَى الْحَوْضِ أَلَا لَيُذَادَنَّ رِجَالٌ عَنْ حَوْضِي كَمَا يُذَادُ الْبَعِيرُ الضَّالُّ
“Sejatinya ummatku pada hari qiyamat akan datang dalam kondisi wajah dan ujung-ujung tangan dan kakinya bersinar pertanda mereka berwudlu semasa hidupnya di dunia“.
Aku akan menanti ummatku di pinggir telagaku di alam mahsyar. Dan ketahuilah bahwa akan ada dari ummatku yang diusir oleh Malaikat, sebagaimana seekor onta yang tersesat dari pemiliknya dan mendatangi tempat minum milik orang lain, sehingga iapun diusir. Melihat sebagian orang yang memiliki tanda-tanda pernah berwudlu, maka aku memanggil mereka: “kemarilah“. Namun para Malaikat yang mengusir mereka berkata:
فَيُقَالُ: إِنَّهُمْ قَدْ بَدَّلُوا بَعْدَكَ
“sejatinya mereka sepeninggalmu telah merubah-rubah ajaranmu“.
Mendapat penjelasan semacam ini, maka aku (Rasulullah) berkata :
سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِي
“menjauhlah, menjauhlah wahai orang-orang yang sepeninggalku merubah-rubah ajaranku” (diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim).
Anda tidak ingin bernasib seperti mereka? Tentu jawabannya: tidak.
Karena itu, mari kita menjaga kemurnian ajaran beliau dan mengamalkannya dengan seutuhnya tanpa ditambah atau dikurangi. Ya Allah jadikanlah kami orang-orang yang mendapat syafaat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam pada hari kiyamat kelak. Amiin.
Artikel Muslim.Or.Id
Hazbut Tahrir Membagi Maulid Menjadi Tiga Bagian
Oleh Abu Namira Hasna Al-Jauziyah
Tiga Peristiwa Besar Rabiul Awal, Maulid Nabi, Maulid Daulah Islam dan Maulid Khilafah
Padahal, itu hanya satu dari tiga peristiwa besar yang terjadi tanggal 12 Rabi’ul Awal. Ketiga peristiwa tersebut adalah;Pertama, maulid (hari lahirnya) Nabi SAW. Kedua, hijrahnya Nabi SAW ke Madinah, yakni berdirinya Daulah Islamiyah.Ketiga, wafatnya Nabi SAW, yakni berdirinya Khilafah Islamiyah Rasyidah. Ringkasnya, 12 Rabi’ul Awal adalah Maulid Nabi SAW, Maulid Daulah Islamiyah, dan Maulid Khilafah Rasyidah. (Al-Waie (Arab), Edisi no. 278, Rabi’ul Awal 1431 H / April 2010 M). Silahkan Lihat di Tiga Peristiwa Besar Rabiul Awal, Maulid Nabi, Maulid Daulah Islam dan Maulid Khilafah
Bantahan
perlu di ingat, perkara di atas, yakni pembagian maulid menjadi tiga bagian, di antaranya : Maulid Nabi SAW, Maulid Daulah Islamiyah, dan Maulid Khilafah Rasyidah, tidak ada tuntunan dalam syariat Islam. jangankan pembagian maulid menjadi tiga bagian, lho wong maulid itu sendiri, lebih-lebih maulid Nabi adalah sesuatu yang bid`ah dalam agama.
Islam adalah agama yang sangat sempurna, dan kesempurnaan ajaran Islam sudah tertutup setelah wafatnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maksudnya, setelah wafatnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Islam tidak butuh amalanamalan dan ajaran-ajaran baru yang dimasukan menjadi bagian dari Islam, padahal sesungguhnya bukanlah bagian dari Islam, kesempurnaan Islam, sudah dijelaskan oleh Allah Ta’ala dalam firmannya :
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan nikmat-Ku kepadamu, dan telah Ku-ridhai Islam menjadi agamamu. (Qs al-Mâidah/5:3).
Imam Ibnu Katsîr rahimahullâh berkata dalam tafsirnya:
“Ini merupakan nikmat Allâh Ta’âla terbesar kepada umat ini, yaitu Allâh Ta’âla menyempurnakan agama mereka, sehingga mereka tidak membutuhkan agama apapun selainnya, dan mereka tidak membutuhkan seorang Nabi-pun selain Nabi mereka. Oleh karena inilah Allâh Ta’âla menjadikan beliau sebagai penutup para Nabi dan (Allâh Ta’âla) mengutus beliau kepada seluruh manusia dan jin. Tidak ada yang halal kecuali apa yang beliau halalkan. Tidak ada yang haram kecuali apa yang beliau haramkan. Tidak ada agama kecuali apa yang beliau syari’atkan. Segala sesuatu yang beliau beritakan, maka hal itu haq dan benar (sesuai kenyataan), tidak ada kedustaan padanya dan tidak ada kesalahan(Tafsir Al-Qur’ânil ‘Azhîm, karya Imam Ibnu Katsîr surat al-Mâidah ayat 3).
Dalam hadist shohih, Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam telah bersabda:
Sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun sebelumku melainkan wajib baginya untuk menunjukkan kebaikan yang dia ketahui kepada umatnya dan memperingatkan keburukan yang dia ketahui kepada mereka. (HR. Muslim no. 1844), dalam riwayat shohih dan lebih tegas Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
Tidaklah aku meninggalkan sesuatu dari apa yang Allâh perintahkan kepada kamu kecuali aku telah memerintahkannya, dan tidak pula aku meninggalkan sesuatu dari apa yang Allâh Ta’âla larang kepada kamu kecuali aku telah melarangnya(adits Shahîh dengan seluruh jalur riwayatnya. Riwayat Syâfi’i, al-Baihaqi, al-Khathib al-Baghdâdi, dan lainnya.
Dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni di dalam Silsilah ash-Shahîhah 4/416-417 dan Syaikh Ahmad Syâkir dalam Ta’lîqur-Risâlah, hlm. 93-103.)
Dinukil dari Al-Bid’ah Wa Atsaruha As-Sayyi’ Fil Ummah, hlm 25). dalam riwayat lain yang hampir semakna, Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam juga bersabda: shallallâhu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
Tidaklah tersisa sesuatu pun yang bisa mendekatkan ke surga dan menjauhkan dari neraka, melainkan telah dijelaskan kepada kamu.
( Hadits Shahîh. Lihat penjelasannya di dalam Ar-Risâlah karya Imam Syâfi’i, hal 93 Ta’lîq Syaikh Ahmad Syâkir. Dinukil dari ‘Ilmu Ushûlil Bida’, hlm 19.). dalam kesempatan lain Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahayanya bid`ah, di antaranya :
Barangsiapa membuat perkara baru di dalam urusan kami (agama) ini, sesuatu yang tidak ada contohnya, maka urusan itu tertolak. (HR. Bukhâri no. 2697; Muslim no. 1718) Dalam riwayat lain dengan lafazh:
Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada padanya tuntunan kami, maka amalan itu tertolak. (HR. Muslim no. 1718)
Inilah sebagian ayat Quran dan hadist-hadist yang menjelaskan kesempurnaan Islam dan bahayanya bid`ah dalam agama. Mungkin di antara sebagian muslim dalam memperingati maulid Nabi, berargumen : kan ini baik??, kita serahkan jawabannya kepada ulama ahlussunnah.
Imam Mâlik bin Anas rahimahullâh berkata:“Barangsiapa membuat bid’ah (perkara baru) di dalam Islam dan dia memandangnya sebagai suatu kebaikan, maka, sungguh dia telah menyangka bahwa Nabi Muhammad mengkhianati risalah (tugas menyampaikan agama) ini, karena Allâh telah berfirman:
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam sebagai agamamu.”
(Qs al-Mâidah/5:3).
Oleh karena itu, segala sesuatu yang pada hari itu bukan dari agama, pada hari ini pun juga bukan dari agama”.( Kitab Al-I’tishâm, juz: 2, hal: 64, karya Imam Asy-Syâtibi)
Dalil-dalil yang menyatakan merayaan dalam Islam hanya tiga, di antaranya :
yakni idul fitri, idul adha dan jumatan. perhatikan ini :
Dari Anas Radliallahu ‘anhu ia berkata : “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah sedang penduduknya memiliki dua hari raya dimana mereka bersenang-senang di dalamnya di masa jahiliyah ( Yaitu hari Nairuz dan hari Mahrajan. Lihat “Aunul Ma’bud” (3/485) oleh Ath Thayib Al-Adhim Abadi (3/485).
Maka beliau bersabda (yang artinya) : “Aku datang pada kalian sedang kalian memiliki dua hari yang kalian besenang-senang di dalamnya pada masa jahiliyah. Sungguh Allah telah menggantikan untuk kalian yang lebih baik dari dua hari itu yaitu : hari Raya Kurban dan hari Idul Fithri”. (Hadits Shahih, dikeluarkan oleh Ahmad (3/103,178,235), Abu Daud (1134), An-Nasa’i (3/179) dan Al-Baghawi (1098).
Berkata Syaikh Ahmad Abdurrahman Al-Banna : “Maksudnya : Karena hari Idul Fihtri dan hari raya Kurban ditetapkan dengan syariat Allah Ta’ala, merupakan pilihan Allah untuk mahluk-Nya dan karena keduanya mengikuti pelaksanaan dua rukun Islam yang agung yaitu Haji dan Puasa, serta didalamnya Allah mengampuni orang-orang yang melaksanakan ibadah haji dan orang-orang yang berpuasa, dan Dia menebarkan rahmat-Nya kepada seluruh mahluk-Nya yang taat.
Adapun hari Nairuz dan Mahrajan merupakan pilihan para pembesar pada masa itu. Penyebab ditentukannya hari itu sebagai hari raya buat mereka adalah karena pada kedua hari itu situasi kondisi, suhu udara dan selainnya dari keistimewaan yang akan sirna.
Perbedaan antara dua keistimewaan antara Idul Fithri dan Idul Adha dengan hari Nairuz dan Mahrajan sangat jelas bagi siapa yang mau memperhatikannya”. [Fathur Rabbani 6/119].
asulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Abu Bakr Radhiyallahu ‘anhu :
“Wahai Abu Bakar sesungguhnya bagi setiap kaum ada hari rayanya dan ini adalah hari raya kita”.
Dan dari ‘Uqbah bin ‘Amir Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda :
يَوْمُ عَرَفَةَ وَيَوْمُ النَّحْرِ وَأَيَّامُ التَّشْرِيقِ عِيدُنَا أَهْلَ الْإِسْلاَمِ وَهُنَّ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
“Hari Arafah, hari qurban dan hari-hari mina adalah hari raya kami, umat Islam dan hari-hari itu adalah hari makan dan minum”. [HR. Abu Daud, Nasa’ i dan Tirmidzi]
sedangkan hari jumat sebagaai hari raya :
Hadist yang menyebutkan bahwa hari jum’at adalah hari raya, Rosulullah -sholallahu ‘alaihi wasallam- bersabda :
KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas kita mengetahui bahwa agama Islam ini telah dinyatakan sempurna oleh Allâh Ta’âla dan Rasul-Nya. Demikian juga diakui oleh para Sahabat Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam dan para Ulama setelah mereka. Maka, segala macam tambahan dan perkara baru di dalam agama ini adalah tertolak. Karena setelah jelas al-haq, semua yang bertentangan dengannya adalah kebatilan. Semoga Allâh Ta’âla selalu menganugerahkan kepada kita keikhlasan di dalam niat dan kebenaran dengan mengikuti Sunnah. Amin.
Referensi :
- keutamaan hari jumat karya Al-Ustadz Abdul Mu’thi, Lc
- Kesempurnaan Islam Konsekuensinya karya Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari dalam (Majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XIII) (penulis banyak mengambil faidahnya, dalam menyusun artikel ini).
- Hari Raya Dan Maknanya Dalam Islam karya Syaikh Muhammad Ibn Ibrahim Ad-Duwais (www.almanhaj.or.id).
- http://anataqiyasholehah.blogspot.com/2012/02/tiga-peristiwa-besar-rabiul-awal-maulid.html
Bid'ah Mengupas Tuntas Masalah Bid'ah dan Apa Itu Bid'ah
Written By sumatrars on Jumat, 03 Mei 2013 | Mei 03, 2013
Bid'ah Mengupas Tuntas Masalah Bid'ah dan Apa Itu Bid'ah!)
Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarokatuh,
'Innalhamdalillaah, nahmaduhu wanasta’inuhu, wanastaghfiruh. Wana’udzubillaahiminsyururi anfusina waminsyay yiati a’malina, may yahdihillahu fala mudzillalah, wamay yut’lil fala hadziyalah. Asyhadu alailahaillallahu wah dahula syarikalah wa assyhadu anna muhammadan ‘abduhu warosuluh.Salallahu'alaihi wa 'ala alihi wa sahbihi wa man tabi'ahum bi ihsanin illa yaumiddiin'.
Fainna ashdaqal hadits kitabaLLAH wa khairal hadyi hadyu Muhammad Salallahu'alaihiwassalam, wa syarral ‘umuri muhdatsatuha, Wa kullu muhdatsatin bid’ah wa kullu bid’atin dhalalah wa kullu dhalalatin fin nar… Ammaba’du
Artikel :Blog Al Islam
Manhaj: Bid'ah Hakiki dan Bid'ah Idhafiy
Written By sumatrars on Selasa, 19 Februari 2013 | Februari 19, 2013
Sebagian kaum muslimin, ‘alergi’ dengan kata bid’ah. Terkadang mereka langsung antipati jika seorang da’i yang menyampaikan nasehat, dan isi nasehat itu terkait dengan bid’ah. Namun ketahuilah wahai saudara kami seiman, istilah tersebut telah Nabi shallallahu ‘alahi wasallam gunakan sejak dulu. Beliau bersabda,
“…berhati-hatilah kalian dengan perkara yang muhdatsat (perkara yang di ada-adakan), karena setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, At-Tirmidzi berkata, “Hadist Hasan Shahih.”)
Perkara yang muhdats di sini, bukanlah terkait dalam masalah dunia, namun terbatas dalam masalah agama saja. Seperti hadits yang diriwayatkan dari Ummul Mukiminin, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang membuat perkara baru (أَحْدَثَ) dalam urusan (agama) kami ini yang bukan dari ajarannya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalil lain bahwa ‘kreasi’ (membuat perkara baru) itu hanya boleh dalam masalah dunia saja, bukan masalah agama, berdasarkan sabda Nabi
“…kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.” (HR. Muslim)
Dalam hadits ini, Nabi mengatakan ‘urusan dunia kalian’, namun tidak mengatakan ‘hukum urusan dunia kalian’ Karena untuk masalah dunia, Nabi menyerahkan pada umatnya, namun untuk hukum perkara dunia, hanya Nabi lah yang lebih tahu.
Misalnya dalam hal memelihara jenggot. Urusan jenggot kenapa bisa tumbuh, manusia lebih tahu akan hal itu. Namun urusan hukum memelihara jenggot, Nabi lah yang lebih tahu.
Apa itu Bid’ah Hakiki dan Bid’ah Idhafiy?
Bid’ah hakiki adalah setiap ibadah yang sama sekali tidak pernah Allah dan Rasul-Nya syari’atkan dalam bentuk apa pun. Seperti bacaan doa-doa, dzikir-dzikir, dan shalawat untuk Nabi, yang sama sekali tidak pernah ada asalnya dari syari’at.
Contoh lainnnya adalah adzan yang dilakukan saat shalat ‘idul fithri dan ‘idul adha, adzan pada shalat istisqa (minta hujan). Dan masih banyak lagi, contoh perkara-perkara yang tidak pernah ada tuntunannya yang termasuk di dalam kategori bid’ah hakiki. Termasuk dalam bid’ah hakiki misalnya seseorang yang melakukan sujud ketika hendak keluar masjid setalah melakukan shalat wajib atapun shalat sunnah. Jadi intinya, apabila terdapat suatu amalan yang tidak pernah Allah dan Rasul-Nya tuntunkan, maka hal itu termasuk bid’ah hakiki.
Adapun bid’ah idhafiy adalah bid’ah karena mengubah apa yang telah Allah dan Rasul-Nya syari’atkan. Misalnya dalam dzikir yang dilakukan setelah shalat berjama’ah dengan dipimpin satu orang.
Pada asalnya dzikir setelah shalat jama’ah adalah suatu hal yang dituntunkan. Namun tata caranya menyimpang dari ajaran Allah dan Rasuln-Nya, yang seharusnya dilakukan sendiri-sendiri, tapi dilakukan secara bersama-sama.
Dalam kasus ini, pengubahan tata cara ibadah yang pada awalnya dituntunkan, termasuk dalam bid’ah idhafiy. Karena di satu sisi dzikir setelah shalat jama’ah adalah sunnah, namun di sisi lain adalah bid’ah jika dilakukan secara berjama’ah.
Dan dalam waktu dekat ini, sebagian kaum muslimin ada yang bersemangat dalam merayakan hari kelahiran Rasulullah, yang disebut dengan maulid Nabi. Namun yang patut disayangkan, apa yang mereka lakukan bukanlah termasuk sunnah. Bahkan suatu ajaran yang Allah dan Rasul-Nya tidak pernah ajarkan. Maka, perhatikanlah kaedah fikih di awal tulisan, apakah perayaan maulid Nabi itu kita anggap suatu ibadah apa bukan? Jika ibadah, apakah ada dalil yang mensyari’atkannya?
Hendaknya setiap muslim semangat dalam menjalankan amalan sunnah, dan berhati-hati dengan amalan yang tidak ada tuntunannya. Benarlah perkataan sebagian salaf,
“Sederhana dalam amalan sunnah lebih baik daripada bersemangat dalam melakukan bid’ah”.
Wallahu’alam.
Catatan: Muslim.Or.Id banyak mengambil faedah dari kitab Jam’ul Mahshul fii Syarhi Risalati ibni Sa’di fil Ushul hal. 124-126, karya Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan
Sumber Dari Artikel Muslim.Or.Id
Perpecahan Umat Sebab dan Selusinya Ke 2
Written By sumatrars on Kamis, 04 Oktober 2012 | Oktober 04, 2012
Kategori : Manhaj
Sejarah perpecahan
Pembicaraan seputar
sejarah perpecahan umat sangat bermanfaat, namun dalam tulisan ini tidak dapat
menjelaskan perincian secara detail. Diantara yng perlu diketahui adalah berikut:
Aqidah kelompok yang menyimpang yang muncul pada umat ini awalnya hanya sekedar
konsep pemikiran dan keyakinan yang tersembunyi dan hanya tampak sangat samar,
yaitu Aqidah Saba’iyah (Akidah Syi’ah Rafidhoh dan Khawarij). Yang terkenal
memunculkan bibit-bibit perpecahan adalah seorang yang tidak jelas jatidirinya
bernama Abdullah bin Saba’ . ia menyebarkan keyakinan menyimpangnya diantara
kaum muslimin sehingga banyak kaum munafikin dan orang-orang yang baru masuk
islam meyakini kebenarannya hingga keluarlah sekte khawarij dan Syi’ah.
Kemudian muncullah iftiroq dalam bentuk kelompok tertentu yang dimulai dengan kelompok Khawarij yang sebenarnya juga muncul dari pemahaman Saba’iyah, sebagaimana Syi’ah juga demikian. Sabaiyah terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu Syi’ah Rafidhoh dan Khawarij. Demikian walaupun ada perbedaan besar antara syiah dan khawarij. Perbedaan antara Khawarij dan SYi’ah sebenarnya adalah upaya dan hasil kerja musuh-musuh islam dalam rangka memperparah perpecahan umat. Dalam pengertian Ibnu Saba’ dan kroni-kroninya menanamkan benih-benih sesuai dengan kelompok dari ahli hawa tertentu dan menanamkan benih lainnya pada kelompok lainnya dan menjadikan keduanya saling bermusuhan agar cepat membuat perpecahan pada umat ini.
Yang perlu diketahui bahwa sejarah perpecahan umat tidak terjadi pada zaman sahabat. Yang terjadi pada zaman mereka hanyalah perbedaan pendapat yang kemudian berakhir dengan ijma’ atau tunduk dengan pendapat mayoritas atau bersatu pada keputusan imam.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan: Ketahuilah bahwa umumnya kebid’ahan yang berhubungan dengan akidah dan ibadah hanyalah terjadi pada umat ini pada akhir-akhir masa khulafa’ Rasyidin sebagaimana diberikan Rasulullah ketika bersabda:
مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِيْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كَثِيْراً، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِيْنَ مِنْ بَعْدِي”…
“Siapa yang didup dari kalian setelahku maka akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib bagi kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para khulafa’ rasyidin al-mahdiyin setelahku..”
Lalu beliau melanjutkan: “Ketika berlalu negara khulafa’ Rasyidin dan menjadi kerajaan, maka muncullah kekurangan (kelemahan) pada para penguasa (umara’), sehingga mesti juga muncul pada ahli ilmu dan agama. Akhirnya pada akhir kekhilafahan ‘Ali menyempal dua kebidahan yaitu Khawarij dan Rafidhoh yang berhubungan dengan imamah (kepemimpinan) dan kekhilafahan serta yang berhubungan dengnnya berupa amalan dan hukum-hukum syari’at. Mu’awiyah dulu adalah raja dan rahmat, ketika beliau wafat dan datanglah pemerintahan Yazid terjadilah padanya fitnah pembunuhan al-Husein di Iraq dan fitnag ahlu al-Harah di Madinah serta mereka mengepung Makkah ketika dipimpin oleh Abdullah bin al_zubeir. Kemudian Yazid meninggal dunia dan umat terpecah belah: Ibnu al-Zubeir di al-Hijaaz, Banu al-Hakam di Syam, al-Mukhtaar bin Abu ‘Ubaid dan selainnya menyerang Iraq dan itu terjadi di akhir masa sahabat dan masih tersisi sedikit dari mereka seperti Ibnu ABas, Abdullah bin ‘Umar, Jaabir bin ABdillah dan Abu Sa’id al-Khudri. Mereka dahulu membantah dan memperingatkan kaum muslimin dari kebid’ahan al-Khawarij dan Rafidhoh. Umumnya al-qadariyah ketika itu belum berbicara tentang amalan hamba sebagaimana al-Murji’ah berbicara tentang hal tersebut, sehingga jadilah perkataan mereka dalam ketaatan, kemaksiatan, mukmin, fasiq dan sejenisnya dari masalah-masalah al-asma wa al-Ahkaam dan al-Wa’d wa al-Wa’id. Mereka semua belum bicara tentang Rabb mereka dan tidak pula pada sifat-sifat Allah kecuali di akhir-akhir masa Shighar al-Tabi’in ketika masa akhir kekuasaan daulat Umawiyah hingga awal abad ketiga –yaitu tabi’I Tabi’in- dimana mayoritas tabi’in telah wafat.
Karena yang dilihat pada tiga generasi adalah dengan mayoritas generasi (ahli al-Qurun) dan merekalah tengah-tengahnya. Mayoritas sahabat hilang dengan hilangnya khulafa’ rasyidin yang empat, hingga tidak tersisa ahli badr kecuali sedikit sekali. Mayoritas tabi’in bi ihsaan hilang pada akhir ashaghir al-shohabat pada pemerintahan Abdullah bin al-Zubeir dan Abdulmalik. Mayoritas tabi’it Tabi’in pada akhir-akhir daulat Umawiyah dan awal-awal daulat ‘Abasiyah, jadilah banyak orang-orang non Arab dalam wali amri dan keluar banyak urusan dari kepemimpinan Arab. Lalu kitab-kitab non Arab berupa kitab-kitab persia, India, dan Rumawi diterjemahkan dan muncullah apa yang disabdakan Rasululloh Shallallahu’alaihi Wasallam :
“ثم يفشوا الكذب حتى يشهد الرجل ولا يستشهد، ويحلف ولا يستحلف”
“Lalu menyebarlah kedustaan sampai-sampai orang bersaksi walau tidak dimintai persaksiannya, dan bersumpah walau tidak dimintai sumpah”
Muncullah kemudian tiga kebid’ahan: Ra’yu, Ilmu Kalam, Tasawwuf. Lalu muncullah Jahmiyah yaitu penafian sifat Allah dan lawannya yaitu al-Tamtsil”.
Hingga beliau berkata: “Mengenal prinsip dan ideologi sesuatu dan mengenal agama dan prinsip-prinsipnya serta prinsip yang lahir darinya termasuk ilmu yang paling bermanfaat, karena seorang yang tidak mengetahui hakekat sesuatu yang dibutuhkannya dengan sempurna maka akan tersisa dihatinya satu keraguan”[ Lihat Majmu' Fatawa 10/354-368 dinukil dari Taqrib al-Tadmuriyah 10-12.]
Ibnu al-Qayyim menyatakan: “Kebid’ahan al-Qadar mendapati akhir masa sahabat, lalu sahabat yang masih hidup seperti Abdullah bin Umar, Ibnu Abas dan semisalnya mengingkarinya, kemudian muncul kebidahan irja’ setalah hilang masa sahabat, lalu kibaar tabi’in yang mendapati kebidahan ini membantahnya. Kemudian kebidahan jahmiyah mendapati masa tabi’in dan membesar serta keburukannya merata pada zaman para iamam seperti imam Ahmad dan rekan-rekannya. Kemudian setelah itu muncul bid’ah al-Hulul dan tampak jelas pada zaman al-Husein al-Halaaj. Setiap kali syeithon menampakkan satu kebidahan dari kebidahan-kebidahan tersebut dan selainnya , Allah bangkitkan dari hizbu dan tentaraNya orang yang membantahnya dan memperingatkan kaum muslimin dari itu semua dalam rangka nasehat Lillah, kitab suci, RasulNya dan kaum muslimin” [ Lihat Tahdzib Sunan Abi Daud 7/61 hadits no. 4527]
Sedangkan Ibnu Hajar dalam menjelaskan hal ini berkata: “diantara yang terjadi adalah penulisan (kodefikasi) hadits kemudian tafsir al-Qur’an kemudian penulisan masalah-masalah fikih yang dihasilkan dari ra’yu murni kemudian penulisan yang berhubungan dengan amalan hati.
Adapun yang pertama
diingkari oleh Umar, Abu Musa dan sejumlah sahabat lainnya dan mayoritas
membolehkannya. Yang kedua diingkari oleh sejumlah Tabi’in seperti al-Sya’bi.
Sedangkan yang ketiga diingkari oleh imam Ahmad dan sejumlah kecil ulama dan
demikian juga pengingkaran imam Ahmad lebih keras pada yang berikutnya (keempat)
Diantara yang muncul adalah penulisan pemikiran dalam prinsip-prinsip agama,
lalu muncullah kelompok al-Mutsbitah dan al-Nufaah. Yang pertama ektrim hingga
menyerupakan Allah dengan makhlukNya dan yang kedua ektrim sehingga menafikannya
(ta’thil). Maka semakin keras pengingkaran para salaf terhadap hal tersebut,
seperti Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan al-Syaafi’i. pernyataan mereka dalam mencela
ilmu kalam cukup masyhur. Sebabnya adalah mereka berbicara terhadap sesuatu yang
Nabi dan para sahabatnya diam. Dan telah shohih penukilan dari Maalik bahwa yang
tidak ada pada zaman Nabi, Abu Bakar dan Umar sedikitpun maka termasuk hawa
yaitu kebidahan Khawarij, Rafidhoh dan al-Qadariyah. Orang-orang setelah tiga
generasi terbaik memperlonggar pada umumnya permasalahn yang telah diingkari
seluruh tabi’in dan tabi’it tabi’in dan tidak merasa cukup dengan hal itu hingga
mereka mencampur adukkan masalah-masalah agama dengan pemikiran Yunani dan
menjadikan pemikiran filsafat sebagai dasar menolak semua yang menyelisihinya
dari atsar dengan ta’wil walaupun dipaksakan. Kemudian mereka tidak cukup hanya
demikian hingga meyakini bahwa yang mereka pegangi tersebut adlah ilmu yang
paling mulia dan paling pantas dimiliki dan yang tidak menggunakan istilah
mereka dianggap awam dan jahil.
Orang yang bahagia adalah orang yang berpegang kepada ajaran salaf dan menjauhi kebidahan kholaf . Kalau terpaksapun maka cukuplah mengambil sesuai kebutuhan saja dan menjadikan yang pertama sebagai tujuan asalnya” [ Lihat Fathul Bari 13/253]
Tokoh-tokoh besar pencetus kelompok sesat dalam Islam
Abdullah bin Saba yang dikenal dengan Ibnu Sauda’ al-yahudi dibunuh tahun 34 H
Ma’bad al-Juhani mati tahun 80 H membuat bid’ah Qadariyah tahun 63 H
Ghailaan al-Dimasqi dibunuh tahun 105 H
al-Ja’ad bin Dirham dibunuh tahun 124 H
al-Jahm bin Shofwaan
Washil bin ‘Atho’
Amru bin Ubaid dll.
Demikian sebagian tokoh-tokoh ini dan masih banyak yang lainnya lagi yang tidak dapat ditulis dalam makalah ini.
Cara berlindung dari perpecahan
Ada beberapa sebab yang dapat melindungi kita dari perpecahan, ada yang bersifat umum dan ada yang khusus. Yang bersifat umum adalah: takwa dan berpegang tegug kepada al-Qur`an dan Sunnah.
Ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
firman Allah:
sedangkan Nabi menjelaskan dalam sabdanya:
عَنْ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ قَالَ وَعَظَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ رَجُلٌ إِنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ يَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّهَا ضَلَالَةٌ فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَعَلَيْهِ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Dari al-’Irbadh bin Saariyah beliau berkata, Rasululloh telah menasehati kami pada satu hari dengan satu sehat yang menyentuh membuat mata menangis dan hati bergetar. Lalu seorang berkata, Sungguh ini adalah nasehat orang yang akan berpisah, lalu apa yang engkau wasiatkan kepada kami wahai Rasululloh! Maka beliau bersabda: aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah dan mendengar dan taat (kepada penguasa) walaupun budak habasyi, karena siapa dari kalian yang hidup akan melihat perselisihan yang banyak dan hati-hatilah kalian dari hal-hal yang baru dalam agama” HR al-Tirmidzi.
namun dari sebab umum ini muncullah sebab-sebab khusus, diantaranya:
Mengenal ajaran Nabi dan berpegang teguh dengannya. Orang yang berbuat demikian –Insya Allah- akan mendapatkan petunjuk dan beragama diatas bashiroh. Dari sini ia akan menjauhi perpecahan atau perselisihan dan terjerumus padanya secara otomatis.
Berjalan diatas manhaj salaf as-Sholih yaitu para sahabat, tabi’in dan para imam besar ahlu sunnah wa al-Jama’ah
Memahami agama dengan belajar kepada para ulama dengan metode yang benar sesusai manhaj para ulama dalam mengambil ilmu.
Berkumpul bersama para ulama umat yang umat islam telah mengakui kredibilitas mereka dalam agama, amalan dan amanah mereka. Allamdulillah mereka selalu ada sampai hari kiamat nanti.
Jangan sekali-kali merasa lebih pakar dan mulia dari para ulama
Segera mengobati fenomena perpecahan yang ada dan kelompok sesat yang muncul khususnya pada anak-anak muda, orang yang suka tergesa-gesa dan yang tidak suka tafaqquh fiddin.
Semangat untuk berpegang kepada jamaah dan persatuan serta perbaikan dalam makna yang luas dan prinsip-prinsipnya.
Mulazamah ulama dan orang sholih
Menjauhi sikap hizbiyah dan fabnatik buta terhadap golongan
Memberikan nasehat kepada para pemimpin baik yang sholeh ataupun yang fajir.
Melaksanakan amar amkruf nahi mungkar dengan dasar fikih dan bashiroh.
Penutup
Akhirnya kami berwasiat kepada para pemuda untuk senantiasa belajar dan mengambil ilmu dari para ulama yang telah diakui kredibilitasnya dalam memahami agama dan mengamalkannya, khususnya dalam permasalahan-permasalahan umat dan kontemporer yang butuh ijtihad dan kematangan ilmu. Juga hendaknya menjaga ukhuwah dengan menunaikan hak-hak dan etika ukhuwah yang telah dijabarkan para ulama berdasarkan al-Qur`an dan sunnah.
Mudah-mudahan Allah memberikan taufiqNya kepada kita semua dan mengaruniai kita semua ilmu yang manfaat dan amal sholeh.
Perpecahan Umat Sebab dan Solusinya 1
Syeikh Nashir al-'Aql menyatakan:
إن البركة إنما تتحقق في العلم الذي يؤخذ عن العلماء ، وهو الأصل الذي هو سبيل المؤمنين ، أما أخذ العلم عن الوسائل فقط دون الرجال فإنه لا ينفع إلا قليلاً ، مما نتج عنه ظهور الأهواء والآراء الشاذة عن السنة ، وشيوع مظاهر الافتراق والتنازع في الدين.
"Sungguh barokah hanyalah akan ada pada ilmu yang diambil dari para ulama dan ia adalah dasar yang menjadi jalannya kaum mukminin. Adapun mengambil ilmu dari sarana-sarana saja tanpa (melihat) kepada para ulama, maka tidak bermanfaat kecuali sedikit. Hal ini menghasilkan munculnya hawa dan pemikiran nyeleneh dari Sunnah dan berkembangnya fenomena perpecahan dan perselisihan dalam agama" (lihat kitab Al-Iftiraq)- Iftiraaq lebih buruk dari ikhtilaf, bahkan ia adalah hasil dari khilaf. Karena khilafterkadang sampai pada batasan iftiraaq dan kadang tidak sampai. Kalau demikianiftiraq adalah ikhtilaf plus.
- Tidak semua ikhtilaf adalah iftiraaq, namun semua iftiraaq adalah ikhtilaf. Banyak masalah-masalah yang diperselisihkan kaum muslimin adalah termasuk masalahkhilafiyah dan tidak boleh menghukumi orang yang menyekisihnya dengan kekufuran, mufaaraqah dan keluar dari ahli sunnah.
- Iftiraaq tidak terjadi kecuali pada masalah pokok yang inti seperti ushul agama yang tidak dibolehkan khilaf padanya dan yang sudah ditetapkan dengan nash qath'iatau ijma' atau ahlusunnah tidak pernah berselisih dalam mengamalkannya.
- Ikhtilaf terkadang muncul dari ijtihad dan niat baik. Yang salah mendapatkan pahala selama mencari kebenaran dan yang benar mendapatkan lebih besar pahalanya. Bisa jadi seorang yang salah dipuji atas ijtihadnya. Namun bila hal ini sampai batasan iftiraaq maka semuanya tercela.
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَتَفَرَّقُوْا [ آل عمران : 103 ]
وَلاَ تَنَازَعُوْا فَتَفْشَلُوْا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ [ الأنفال : 46 ]
وَلاَ تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ تَفَرَّقُوْا وَاخْتَلَفُوْا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ [ آل عمران: 105 ]
وأَنَّ هَذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ وَلاَ تَتَّبِعُوْا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِ [ الأنعام : 153 ]
وَلاَ تَنَازَعُوْا فَتَفْشَلُوْا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ [ الأنفال : 46 ]
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُوْلَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيْلِ الْمُؤْمِنِيْنَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيْرًا [ النساء : 115 ]
(( لاَ يَحِلُّ دَمُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَنِّيْ رَسُوْلُ اللهِ إلَّا بِإِحْدَى ثَلاَثٍِ : الثَّيْبُ الزَّانِيْ ، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ ، وَالتَّارِكُ لِدِيْنِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ )) ([() متفق عليه ، البخاري ، 4/317 . ومسلم ، 5/106 .]) .
عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ يَأْتِي فِي آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ حُدَثَاءُ الْأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الْأَحْلَامِ يَقُولُونَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ يَمْرُقُونَ مِنْ الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ لَا يُجَاوِزُ إِيمَانُهُمْ حَنَاجِرَهُمْ فَأَيْنَمَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ فَإِنَّ قَتْلَهُمْ أَجْرٌ لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
-
Tipu daya dan konspirasi musuh-musuh Islam, baik yang
menampakkan kekufurannya seperti yahudi dan salibis ataupun yang
menampakkan keislaman dengan tujuan melemahkan kekuatan dan menumbuhkan
perselisihan diantara kaum muslimin. Mereka melakukan gerakan rahasia
dan bawah tanah untuk menyebarkankebatilan dan makar busuk mereka.
Sebagian mereka mendapatkan kedudukan dan tempat yang memudahkan mereka
berbuat demikian. Sebagai contoh Ibnu al-Muqaffa' al-Majusi,
al-Baramikah (keluarga al-Barmaki) termasuk yang memiliki kisah dan
peran besar ketika masa-masa hilangnya kesadaran islam. Yang lebih besar
lagi adalah Perdana mentri Ibnu al-'Alqami dan al-Naashir al-Thusi yang
keduanya memiliki peran besar masukkan bangsa Tartar menghancurkan
peradaban islam diwilayah timur. Demikian juga yang berbentuk negara
seperti dua negara syi'ah yaitu Daulah Fathimiyah dan Isma'iliyah ,
Daulah al-Thuluniyah dan al-Hamadaaniyah serta lainnya. Mereka ini
memiliki pengaruh besar dalam menghancurkan kesatuan umat dan menjadikan
kekhilafahan islamiyah menjadi negara-negara kecil seperti sekarang ini.
Hal ini telah diisyaratkan Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam dalam sabda beliau:"يُوْشَكُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ الأمَمُ كَمَا تَدَاعَى الأكَلَةُإِلَى قَصْعَتِهَا" فَقَالَ قَائِلٌ: أَوَمِنْ قِلّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ؟ قَالَ: "بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيْرٌ، وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ، وَلَيَنْزَعَنَّ اللّه مِنْ صُدُوْرِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ، وَلَيُقْذِفَنَّ اللّه فِي قُلُوْبِكُمُ الْوَهْنَ" فَقَالَ قَائِلٌ: يَارَسُوْلَ اللّه، وَمَا الْوَهْنُ؟ قَالَ: "حُبُّ الدُّنيَا وَكَرَاهِيَّةُ الْمَوْتِ".
“Dari Tsauban beliau berkata, telah bersabda RasulullahShallallahu'alaihi Wasallam:”nyaris sudah para umat-umat (selain Islam) berkumpul (bersekongkol) menghadapi kalian sebagaimana berkumpulnya orang-orang yang makan menghadapi bejana makanannya” lalu bertanya seseorang:’apakah kami pada saat itu sedikit?” beliau menjawab :”tidak, bahkan kalian pada saat itu banyak, akan tetapi kalian itu buih seperti buih banjir, dan Allah akan menghilangkan dari diri musuh-musuh kalian rasa takut terhadap kalian dan menimpakan kedalam hati-hati kalian wahn (kelemahan),”, lalu bertanya lagi :’wahai rasululloh apa wahn (kelemahan) itu?”, kata beliau :”cinta dunia dan takut mati””.[Shohih lighairihi (shohih lantaran ada yang lain yang menguatkannya (pen)) dikeluarkan oleh Abu Daud (4297) dari jalan periwayatan ibnu Jabir, ia berkata telah menceritakan kepadaku Abu Abdussalam darinya (Tsauban) secara marfu’] -
Kebodohan terhadap agama, karena keselamatan ada pada
ilmu dan kebinasaan ada pada kebodohan. Kebodohan disini bermakna
ketidak tahuan terhadap aqidah dan syari'at, bodoh terhadap sunnah,
ushul, kaedah dan manhajnya, bukan hanya sekedar tidak memiliki
pengetahuan saja; sebab seorang terkadang cukup memiliki hal-hal yang
menjaga dirinya dan menjaga agama dengannya lalu menjadi alim dengan
agamanya walaupun belum menjadi pakar dalam ilmu. Sebaliknya terkadang
ada orang yang mengetahui banyak pengetahuan dan dipenuhi dengan
informasi dan maklumat, namun tidak mengetahui ushul dan kaedah dasar
agama. Hingga ia tidak mengetahui ushul aqidah dan hukum-hukum iftiraaq
serta hukum-hukum bergaul dengan orang lain, ini musibah besar. Memang
kebodohan adalah satu musibah dan menjadi sebab pokok perpecahan. Allah
berfirman: "Katakanlah:"Adakah sama orang-orang yang mengetahui
dengan orang-orang yang tidak mengetahui" (QS. 39:9)
Sufyan al-Tsauri menyatakan:لعالم واحد أشد على الشيطان من مائة عابد
"Sungguh seorang alim lebih ditakuti syaitan dari seribu ahli ibadah".Sedangkan Abu al-'Aliyah menyatakan:( تعلموا الإسلام فإذا تعلمتموه فلا ترغبوا عنه) رواه الآجري في كتاب الشريعة ص ( 31)
"Belajarlah islam, apabila kalian telah mempelajarinya maka jangan membencinya" (Diriwayatkan Al Ajurri dalam kitab Asy Syari'ah, 1/31) -
Ketidak beresan dalam manhaj menerima ilmu agama (talaqqi).
Kita dalam menerima ajaran agama harus mengikuti manhaj yang sudah ada
sejak zaman Rasululloh dan para salaf umat ini hingga sekarang. Manhaj
tersebut mencakup ilmu, amal, mengambil petunjuk dan teladan, suluk
prilaku dan pergaulan. Hal ini dilakukan dengan lebih memperhatikan
kaedah-kaedah syari'at dan ushul-ushul umum daripada sekedar perhatian
pada masalah praktis dan kuantitas jumlah nash.
Hal ini dapat diwujudkan dengan mengambil ajaran islam dari generasi teladan dan ulama-ulama besar yang kredibel. Ilmu tersebut diambil dengan bertahap baik jenis dan ukurannya sesuai dengan kemampuan dan kesiapan yang ada. Ilmu yang dapat menjadikan seseorang menjadi ahli dalam agamanya yaitu ilmu yang didasarkan kepada al-Qur`an, Sunnah dan atsar yang shohih dari para ulama umat.
Diantara fenomena kesalahan dalam talaqqi adalah:
a. Mengambil ilmu bukan dari ahlinya. Seperti diisyaratkan Rasulullah dalam sabdanya:إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا ([() البخاري في كتاب الاعتصام بالكتاب والسنة ، الفتح 13/282 . وروي بألفاظ أخرى عند مسلم وأحمد والترمذي وابن ماجه وأبي دواد .]) .
"Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu sekali cabut yang ia cabut dari hambaNya, namun mencabut ilmu dengan memawafatkan para ulama hingga bila tidak sisa seorang alimpun maka manusia menganggkat para tokoh yangbodoh lalu mereka ditanya dan berfatwa tanpa ilmu. Lalu mereka sesat dan menyesatkan" (HR Al-Bukhori)b. Tidak merujuk kepada para ulama sama sekali (الاستقلالية عن العلماء والأئمة ).
c. Meremehkan dan merendahkan para ulama (ازدراء العلماء واحتقارهم والتعالي عليهم ).
d. Menganggap ittiba' kepada ulama besar umat ini sebagai taklid (اعتبار اتباع الأئمة على هدى وبصيرة تقليدًا). -
Kezhaliman dan kedengkian diantara
mereka sehingga mereka saling bunuh dan berpecah belah. Sebagaimana
difirmankan Allah: "Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah
hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab
kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian
(yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat
Allah sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya". (QS. Al Imran:
19)
Demikianlah ambisi ingin menjadi orang nomor satu dan saling aniaya menjadi salah satu sebab perpecahan. Oleh karena itu Nabi memperingatkan kita dalam sabda beliau:لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ
"Jangan kalian kembali setelahku menjadi kafir, sebagian kalian membunuh sebagian lainnya" (HR al-Bukhari)
Itulah yang menjadikan musuh-musuh islam berhasil mengalahkan kaum muslimin, sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam:إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِيَ الْأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا وَأُعْطِيتُ الْكَنْزَيْنِ الْأَحْمَرَ وَالْأَبْيَضَ وَإِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي لِأُمَّتِي أَنْ لَا يُهْلِكَهَا بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ لَا يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ فَيَسْتَبِيحَ بَيْضَتَهُمْ بَيْضَتَهُمْ وَإِنَّ رَبِّي قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي إِذَا قَضَيْتُ قَضَاءً فَإِنَّهُ لَا يُرَدُّ وَإِنِّي أَعْطَيْتُكَ لِأُمَّتِكَ أَنْ لَا أُهْلِكَهُمْ بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ لَا أُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ يَسْتَبِيحُ بَيْضَتَهُمْ وَلَوِ اجْتَمَعَ عَلَيْهِمْ مَنْ بِأَقْطَارِهَا أَوْ قَالَ مَنْ بَيْنَ أَقْطَارِهَا حَتَّى يَكُونَ بَعْضُهُمْ يُهْلِكُ بَعْضًا وَيَسْبِي بَعْضُهُمْ بَعْضًا
“Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menyatukan untukku dunia, lalu aku melihat timur dan baratnya dan sesungguhnya umatku akan sampai kekuasaannya seluas yang disatukan Allah untukku dan aku diberi dua harta simpanan yaitu emas dan perak lalu aku memohon kepada Robb-ku untuk umatku agar dia tidak menghancurkannya dengan kelaparan yang menyeluruh, dan menguasakan atas mereka musuh-musuhnya dari selain mereka sendiri lalu menghancurkan seluruh jama’ah mereka, dan Robb-ku berkata:” wahai Muhammad, sesungguhnya aku jika telah memutuskan satu qadho’ maka tidak dapat ditolak, dan aku telah memberikan kepadamu untuk umatmu bahwa aku tidak akan menghancurkan mereka dengan kelaparan yang menyeluruh dan tidak akan menguasakan atas mereka musuh-musuh dari selain mereka yang menghancurkan seluruh jamaahnya walaupun mereka telah berkumpul dari segala penjuru - -atau mengatakan: orang yang ada diantara penjuru dunia-sampai sebagian mereka membunuh dan menjadikan rampasan perang sebagian yang lainnya”[ HSR Muslim (2889)]. - Kebid'ahan dalam agama.
-
Sikap ekstrim dalam agama. Hal ini dilarang Allah dalam
firmanNya:
"Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar.." (QS. 4:171)
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pun melarangnya dalam sabda beliau:يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ
"Wahai sekalian manusia, hati-hatilah dari sikaf berlebihan dalam agama, karena orang sebelum kalian binasa karena sikap berlebihan dalam agama" (HR Ibnu Majah dan Ahmad)
Hal itu karena agama ini dibangun diatas pengamalan hukum-hukum syari'at dengan memperhatikan kemudahan, meringankan kesulitan dan mengambil keringanan pada tempatnya serta prasangka baik kepada manusia dan kasih sayang kepada mereka. Tidak keluar dari hal-hal ini kecuali dengan mashlahat yang kuat dalam pandangan ulama. Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:(( إن الدين يسر ، ولن يشاد الدين أحد إلا غلبـه ، فسددوا وقاربوا وأبشروا واستعينوا بالغدوة والروحة وشيء من الدلجة ))
"Agama itu mudah, tidaklah seorang itu ekstrim dalam agama kecuali akan kalah, maka luruslah, dekatilah (kesempurnaan), berilah kabar gembira dan gunakanlah waktu pagi dan sore dan sedikit dari tengah malam". -
Meniru dan mengekor kepada umat-umat terdahulu,
sebagaimana dijelaskan Rasululloh dalam sabda beliau:
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى أُمَّتِي مَا أَتَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ حَذْوَ النَّعْلِ بِالنَّعْلِ حَتَّى إِنْ كَانَ مِنْهُمْ مَنْ أَتَى أُمَّهُ عَلَانِيَةً لَكَانَ فِي أُمَّتِي مَنْ يَصْنَعُ ذَلِكَ وَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي
"Akan datang kepada umatku apa yang telah menimpa bani Isro'il sama persis hingga bila ada dari mereka orang yang menzinahi ibunya terang-terangan pasti akan ada pada umatku yang berbuat demikian. Sungguh bani Isro'il telah berpecah belah dalam tujuh puluh satu kelompok dan umat ini akan pecah menjadi tujuh puluh tiga kelompok seluruhnya di neraka kecuali satu. Mereka bertanya: Siapakah ia wahai Rasulullah!? Beliau menjawab: Yang mengikuti ajaranku dan sahabat-sahabatku" (HR al-Tirmidzi).Imam al-Aajuri menyatakan: "Seorang alim yang berakal yang membuka lembaran keadaan umat ini tentu mengetahui bahwa kebanyakan umat ini dan keumumannya berjalan urusan mereka sesuai jalan-jalannya ahli kitab (Yahudi dan Nashrani)" (Al-Syari'ah hal. 20).
Diantaranya adalah terpengaruhnya kaum muslimin dengan pemikiran dan filsafat yang datangnya dari negeri kafir. Hal ini diawali dengan diterjemahkannya ilmu-ilmu umat lain seperti Yunani dan India yang didasarkan pada tsaqafah paganisme. Terjemahan ini dimulai diakhir masa kekhilafahan bani Umayyah pada tahun dua ratusan hijriyah ketika Kholid bin Yazid bin Mu'awiyah sangat menggemari ilmu-ilmu dan filsafat orang terdahulu, kemudian tambah menjadi-jadi pada masa kekhilafahan Ma'mun dengan mengutus delegasi kepada para raja di negara-negara lain untuk mengambil manuskrip ilmu-ilmu pengetahuan tersebut berikut kitab-kitab filsafat hingga merusak aqidah muslimin.
Oleh karena itu didapatkan sekte-sekte menyimpang dalam islam telah mengambil sebagian pokok ajarannya atau kebanyakannya dari agama-agama terdahulu. Contohnya Rafidhoh Syi'ah mengambil dari Yahudi dan Majusi, Jahmiyah dan Mu'tazilah mengambil dari Shobi'iyah dan filsafat Yunani dst.
KISAH NABI ADAM ALAIHI SALAM
BUAH TEEN Kisah Nabi Adam: Dari Awal Penciptaan Hingga Turun ke Bumi Kisah Nabi Adam menceritakan terciptanya manusia pertama y...