BLOG AL ISLAM
Kontributor
Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha
Arsip Blog
-
►
2011
(33)
- ► Januari 2011 (22)
- ► September 2011 (1)
-
►
2012
(132)
- ► April 2012 (1)
- ► Agustus 2012 (40)
- ► Oktober 2012 (54)
- ► November 2012 (4)
- ► Desember 2012 (3)
-
►
2013
(15)
- ► Maret 2013 (1)
-
►
2015
(53)
- ► Januari 2015 (45)
- ► April 2015 (1)
-
▼
2023
(2)
- ► Februari 2023 (1)
Live Traffic
Daging Dhab Halal, Sedangkan Biawak Haram
Written By sumatrars on Rabu, 05 Maret 2014 | Maret 05, 2014
Dikeluarkan oleh Imam Al Bukhari dalam Kitab Khabarul Ahad, BabKhobarul Mar’ah Waahidah,
قَالَ (ابن عمر رضي الله عنه): كَانَ نَاسٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صلىالله عليه وسلم، فِيهمْ سَعْدٌ، فَذَهَبُوا يَأْكُلُونَ مِنْ لَحْمٍ،فَنَادَتْهُمُ امْرَأَةٌ مِنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم،إِنَّهُ لَحْمُ ضَبٍّ، فَأَمْسَكُوا فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم:كُلُوا أَوِ اطْعَمُوا، فَإِنَّهُ حَلاَلٌ أَوْ قَالَ: لاَ بَأْسَ بِهِ وَلكِنَّهُلَيْسَ مِنْ طَعَامِي.
Abdullah Bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Orang-orang dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu’alaihi wasallam yang di antara mereka terdapat Sa’ad makan daging. Kemudian salah seorang isteri Nabi Shallallahu’alaihi wasallam memanggil mereka seraya berkata, ‘Itu daging Biawak’. Mereka pun berhenti makan. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Makanlah, karena karena daging itu halal atau beliau bersabda: “tidak mengapa dimakan, akan tetapi daging hewan itu bukanlah makananku“.
Hadits diatas merupakan salah satu hadits yang menerangkan tentang kehalalan hewan dhab sehingga tidak ada keraguan lagi pada diri kita akan kehalalannya. Namun, yang menjadi masalah adalah banyak sebagian dari kita yang menterjemahkan dhab dengan biawak sehingga konsekwensinya mereka menghalalkan pula memakan biawak. (pengalaman pribadi: ketika kami memberikan ta’lim ada beberapa ikhwah dibeberapa majelis yang menanyakan tentang hal tersebut).
Karena kami merasa hal ini belum banyak diketahui oleh kaum muslimin, maka ingin rasanya untuk ikut berpartisipasi dalam menjelaskan perkara ini walau dengan ringkas.
Perbedaan Dhab dan Biawak
Untuk membedakan antara kedua hewan tersebut rasanya saya hanya perlu menjelaskan ciri-ciri atau karakteristik hewan dhab saja dikarenakan insya Allah mayoritas dari kita sudah mengenal siapa itu biawak. Berikut karakteristik hewan dhab menurut para ulama:
- Bentuk tubuhnya
- Bentuk tubuh dhab hampir mirip dengan biawak, bunglon dan tokek.
- Ukuran tubuhnya lebih kecil dari biawak.
- Dhab itu berekor kasar (mirip duri duren kalau menurut saya), kesat dan bersisik. Ekornyapun tidak terlalu panjang berbeda dengan biawak.
- Dhab jantan memiliki dua dzakar dan dhab betina memiliki dua vagina.
- Warnanya
warna tubuhnya mirip dengan warna tanah, berdebu kehitam-hitaman (غُبْرَة مُشْرَبةٌ سَواداً), apabila telah gemuk maka dadanya menjadi berwarna kuning.
- Makanannya
- Rerumputan
- Jenis-jenis belalang
- Dhab tidak memangsa dan memakan hewan lain(selain belalang), bahkan Ibnu Mandzur mengatakan bahwa dhab tidak mau memakan kutu.
- Tempat Hidupnya
Dhab hanya tinggal digurun pasir. Mereka tidak bisa tinggal dirawa-rawa seperti halnya biawak.
- Sifatnya
- Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa dhobb tidak memangsa hewan lain kecuali hanya jenis-jenis belalang, maka kami katakan dhab bukanlah hewan buas dan tidak pula membahayakan, berbeda sekali dengan biawak yang sudah kita kenal.
- Dhab tidak suka dengan air, berbeda sekali dengan biawak yang jago berenang dan menyelam dalam mencari mangsa sehingga terkenal menjadi musuh para petani ikan.
- Dikatakan pula bahwa dhab tidak meminum air secara langsung. Dhab hanya meminum embun dan air yang terdapat di udara yang dingin. Apabila Orang Arab menggambarkan keengganannya dalam melakukan seseuatu maka mereka berkata: “لا افعل كذا حتى يرد الضب الماء”/ Aku tidak akan melakukannya sampai dhab mendatangi air.
- Dhab tidak pernah keluar dari lubangnya selama musim dingin.
- Dikatakan pula bahwasannya umur dhab bisa mencapai 700 tahun.
- Hubungannya dengan biawak
Dhab merupakan salah satu hewan yang kerap menjadi mangsa kedzaliman biawak.
- Bangsa Arab memandang dhab
Orang arab suka memburu dhab dan menyantapnya sebagai makanan namun mereka merasa jijik terhadap biawak dan menggolongkannya ke dalam hewan yang menjijikan.
Dari beberapa ciri hewan dhab sebagaimana yang kami sebutkan diatas, memang ada kemiripan bentuk tubuh antara dhab dengan biawak, namun pada banyak hal terdapat banyak sekali perbedaan antara kedua hewan tersebut, yang paling menonjol adalah pada makanannya, dimana dhab merupakan hewan yang jinak(tidak buas) memakan makanan yang bersih dan tidak menjijikan berbeda sekali dengan biawak yang merupakan hewan buas dan pemangsa serta memakan makanan yang menjijikkan. Diantara makanan biawak adalah bangkai, ular, musang, kelelawar, kala jengking, kodok, kadal, tikus, dan hewan kotor lainnya.
Selain merupakan hewan yang menjijikkan, biawak juga merupakan hewan yang licik dan zhalim. Abdul Lathif Al-Baghdadi menyebutkan bahwa diantara kelicikkan dan kedzaliman biawak adalah bahwa biawak suka merampas lubang ular untuk ditempatinya dan tentunya sebelumnya dia membunuh dan memakan ular tersebut, selain itu biawak juga suka merebut lubang dhab, padahal kuku biawak lebih panjang dan lebih mudah untuk digunakan membuat lubang. Karena kedzalimannya, orang-orang Arab sering mengungkapkan: “Dia itu lebih zhalim daripada biawak”.
Kesimpulan
- Dhab merupakan hewan yang halal untuk dimakan.
- Dhab berbeda dengan biawak. Sebenarnya kalau kita mau membuka kamus kita akan dapati bahwa biawak dalam bahasa arab disebut warol (الوَرَلُ), bukan dhab(الضَّبّ).
- Biawak haram dimakan dikarenakan:
- Biawak merupakan hewan yang menjijikkan (khabits)
- Biawak merupakan hewan buas
- Para ulama mutaqaddimin telah mengharamkan biawak. Para ulama mutaakhirin dari kalangan Syafi’iyah dan Hanabilah telah menegaskan tentang kejelasan haramnya biawak.
WallohuA’lam.
Rujukan:
- Lisaanul ‘Arab Li Muhammad Ibni Mandzur Al-Anshari. Daar Shaadir, Beirut (Juz I dan Juz XI).
- Hayaatul Hayawaan Al-Kubra Li Muhammad Ibni Musa Ad-Damiri. Daarul KutubAl-Ilmiyah, Beirut (Juz II)
- Haasyiyatus Syarqaawii ‘Ala Tuhfatit Thulaab Li Abdillah Ibni Hijaazi Asy-Syafi’i (Pdfhttp://www.book.feqhweb.com/?book)
- http://islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=11555
Penulis: Abu Unais Abdul Mughni, BA.
Artikel Muslim.Or.Id
Dakwah Rasulullah Secara Rahasia
Written By sumatrars on Senin, 15 April 2013 | April 15, 2013
Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mulai menyambut Allah dengan mengajak manusia untuk menyembah Allah semata dan meninggalkan berhala. Tetapi dakwah Nabi ini dilakukan secara rahasia untuk menghindari tindakkan buruk orang-orang Quraisy yang fanatik terhadap kemusyrikan dan paganismenya. Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menampakkan dakwah di majelis-majelis umum orang-orang Quraisy, dan tidak melakukan dakwah kecuali kepada orang yang memiliki hubungan kerabat atau kenal baik sebelumnya.
Orang-orang yang pertama kali masuk Islam ialah Khadijah binti Khuwailid Radhiyallahu ‘Anhu, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah mantan budak Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan anak angkatnya, Abu Bakar bin Abi Qufahah, Ustman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan lainnya.
Mereka ini bertemu dengan Nabi secara rahasia. Apabila salah seorang di antara mereka ingin melaksanakan salah satu ibadah, ia pergi ke lorong-lorong Mekkah seraya bersembunyi dari pandangan orang-orang Quraisy.
Ketika orang-orang yang menganut Islam lebih dari tiga puluh lelaki dan wanita, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memilih rumah salah seorang dari mereka, yaitu rumah Al Arqam bin Abi Al Arqam, sebagai tempat pertemuan untuk mengadakan pembinaan dan pengajaran. Dakwah pada tahapan ini menghasilkan sekitar empat puluh lelaki dan wanita telah menganut Islam.
Kebanyakan mereka adalah orang-orang fakir, kaum budak dan orang-orang Quraisy yang tidak memiliki kedudukan.
Beberapa Ibrah
1. Sebab Sirriyah pada permulaan dakwah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Tidak diragukan lagi, bahwa kerahasiaan dakwah Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam selama tahun-tahunpertama ini bukan karena kekhawatiran Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam terhadap dirinya. Sebab, ketika beliau dibebani dakwah dan diturunkan kepadanya firman Allah: “Hai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berikanlah peringatan, “beliau sadar, bahwa dirinya adalah utusan Allah kepada manusia. Karena itu beliau yakin bahwa Allah yang mengutus dan membebaninya dengan tugas dakwah ini mampu melindungi dan menjaganya dari gangguan manusia. Kalau Allah memerintahkan agar melakukan dakwah secara terang-terangan sejak hari pertama, niscaya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak akan mengulurkan sedetikpun, sekalipun harus menghadapi resiko kematian.
Tetapi Allah memberikan ilham kepadanya, dari ilham kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah semacam wahyu kepadanya, agar memulai dakwah pada tahapan awal dengan rahasia dan tersembunyi, dan agar tidak menyampaikan keculai kepada orang yang telah diyakini akan menerimanya. Ini dimaksudkan sebagai pelajaran dan bimbingan bagi para da’i sesudahnya agar melakukan perencanaan secara cermat dan mempersiapkan sarana-sarana yang diperlukan untuk mencapai sasaran dan tujuan dakwah. Tetapi hal ini tidak boleh mengurangi rasa tawakal kepada Allah semata, dan tidak boleh dianggap sebagai faktor-faktor yang paling menentukan. Sebab hal ini akan merusak prinsip keimanan kepada Allah, di samping bertentangan dengan tabiat dakwah kepada Islam.
Dari sini diketahui bahwa uslub dakwah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pada tahapan ini merupakan Siyasah syari’ah (kebijaksanaan) darinya sebagai imam, bukan termasuk tugas-tugas tablighnya dari Allah sebagai seorang Nabi.
Berdasarkan hal itu, maka para pimpinan dakwah Islamiyah pada setiap masa boleh menggunakan keluwesan dalam cara berdakwah, dari segi Sirriyah dan Jariyah atau kelemahlembutan dan kekuatan, sesuai dengan tuntutan keadaan dan situasi masa di mana mereka hidup. Yakni keluwesan yang ditentukan oleh syari’at Islam berdasarkan kepada realitas Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, sesuai dengan empat tahapan yang telah disebutkan, selama tetap mempertimbangkan kemashlahatan kaum Muslimin dan dakwah Islamiyah pada setiap kebijaksanaan yang diambilnya.
Oleh karena itu Jumhur Fuqaha sepakat jika jumlah kaum Muslim sedikit atau lemahposisinya, sehingga diduga keras mereka akan dibunuh oleh para musuhnya tanpa kesalahanvapapun bila para musuh itu telah bersepakat akan membunuh mereka, maka dalam keadaan seperti ini harus didahulukan kemashlahatan menjaga atau menyelamatkan jiwa, karena kemashlahatan menjaga agama dalam kasus seperti ini belum dapat dipastikan.
Al ’Izz bin Abdus Salam menyatakan keharaman melakukan jihad (perang) dalam kondisi seperti ini:
“Apabila tidak terjadi kerugian, maka wajib mengalah (tidak melakukan perlawanan), karena (perlawanan dalam situasi seperti ini) akan mengakibatkan hilangnya nyawa, di samping menyenangkan orang-orang kafir yang menghinakan para pemeluk agama Islam. Perlawanan seperti ini menjadi mafsadah (kerugian) semata, tidak mengandung maslahat.”
Saya berkata: “Mendahulukan kemaslahatan jiwa di sini hanya dari sepi lahiriyah saja. Akan tetapi pada hakekatnya juga merupakan kemaslahatan agama. Sebab kemaslahatan agama (dalam situasi seperti ini) memerlukan keselamatan nyawa kaum Muslimin agar mereka dapat melakukan jihad pada medan-medan lain yang masih terbuka. Jika tidak, maka kehancuran mereka dianggap sebagai ancaman terhadap agama itu sendiri, dan pemberian peluang kepada orang-orang kafir untuk menerobos jalan yang selama ini tertutup.
Singkatnya, wajib mengadakan perdamaian atau merahasiakan dakwah apabila tindakan menampakkan dakwah atau perang itu akan membahayakan dakwah Islamiyah. Sebaliknya tidak boleh merahasiakan dakwah apabila bisa dilakukan dengan cara terang-terangan dan akan memberikan faidah. Tidak boleh mengadakan perdamaian dengan orangorang yang dzalim dan memusuhi dakwah, apabila telah cukup memiliki kekuatan dan pertahanan. Juga tidak boleh berhenti memerangi orang-orang kafir di negeri mereka, apabila telah cukup memiliki kekuatan dan sarana untuk melakukannya.”
2. Orang-orang yang Pertama Masuk Islam dan Hikmahnya.
Sirah menjelaskan kepada kita bahwa orang-orang yang masuk Islam para marhalah (tahapan) ini kebanyakan mereka terdiri dari orang-orang fakir, lemah dan kaum budak. Apa hikmah dari kenyataan ini? Apa rahasia tegakknya Daulah Islamiyah di atas pilar-pilar yang terbentuk dari orang-orang seperti mereka ini?
Jawabannya, bahwa fenomena ini merupakan hasil alamiah dari dakwah para Nabi pada tahapannya yang pertama. Tidakkah Anda perhatikan bagaimana kaum Nuh mengejeknya karena orang-orang yang mengikutinya hanyalah orang-orang kecil mereka?
“Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja….” (QS Hud: 27)
Tidakkah Anda perhatikan bagaimana Fir’aun dan para pendukungnya memandang rendah para pengikut Musa ‘Alaihis Salam sebagai orang-orang yang tertindas sampai Allah menyebutkan mereka setelah menceritakan kehancuran Fir’aun dan para pendukungnya?
“Dan kami pusakakan kepada kaum yang telah tertindas itu, negeri-negeri bagian timur bumi dan bahagian baratnya yang telah kami beri berkah padanya.” (QS Al A’raf: 37)
Tidakkah Anda perhatikan bagaimana kelompok elite kaum Tsamud menolak nabi Shaleh, dan hanya orang-orang tertindas di antara mereka yang mau beriman kepadanya, hingga Allah mengatakan tentang mereka di dalam firman-Nya:
“Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka, “Tahukah kamu, bahwa Shalih diutus (menjadi Rasul) oleh Tuhannya?” Mereka menjawab,”Sesungguhnya kami beriman kepada wahyu, yang Shalih diutus untuk menyampaikannya.” Orang-orang yang menyombongkan diri berkata: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang tidak percaya kepada yang kamu imani itu.” (QS Al A’raf: 75-76)
Sesungguhnya hakekat agama yang dibawa oleh semua Nabi dan Rasul Allah ialah menolak kekuasaan dan pemerintahan manusia, dan kembali kepada kekuasaan dan pemerintahan Allah semata. Hakekat ini terutama sekali bertentangan dengan “ketuhanan” orang-orang yang mengaku sebagai “tuhan”. Dan kedaulatan orang-orang yang mengaku berdaulat. Dan terutama sekali, sesuai dengan keadaan orang-orang yang tertindas dan diperbudak. Sehingga reaksi penolakan terhadap ajakan untuk berserah diri kepada Allah semata datang terutama dari orang-orang yang mengaku berdaulat tersebut. Sementara orang-orang yang tertindas menyambut dengan baik.
Hakekat ini nampak dengan jelas dalam dialog yang berlangsung antara Rustum, komandan tentara Persia pada perang Al Qadisiyah, dan Rabi’ bin Amir, seorang prajurit biasa di jajaran tentara Sa’d bin Abi Waqqash. Rustum berkata kepadanya: “Apa yang mendorongkalian memerangi kami dan masuk ke negeri kami?” Rabi’ bin Amir berkata: “Kami datang untuk mengeluarkan siapa saja dari penyembahan manusia kepada penyembahan Allah semata.”
Kemudian melihat barisan manusia di kanan dan kiri Rustum tunduk dan ruku’ kepada Rustum, Rubi’ berkata dengan penuh keheranan,”Selama ini kami mendengar tentang kalian hal-hal yang mengagumkan, tetapi aku tidak melihat kaum yng lebih bodoh dari kalian. Kami kaum Muslimin tidak saling memperbudak antara satu dengan lainnya. Aku mengira bahwa kalian semua sederajat sebagaimana kami. Akan tetapi lebih baik dari apa yang kalian perbuat jika kalian jelaskan kepadaku bahwa sebagian kalian menjadi tuhan bagi sebagian yang lain.”
Mendengar ucapan Rubi’ ini orang-orang yang tertindas antara mereka salingberpandangan seraya berguman, “Demi Allah, orang Arab ini benar.” Tetapi bagi para pemimpn, ucapan Rubi’ ini ibarat geledek yang menyambut mereka, sehingga slah seorang di antara mereka berkata: “Dia telah melemparkan ucapan yang senantiasa dirindukan oleh para budak kami.”
Tetapi ini tidak berarti bahwa keislaman orang-orang yang tertindas itu tidak bersumber dari keimanan, bahkan bersumber dari kesadaran dan keinginan untuk bebas dari penindasan dan kekuasaan para tiran. Sebab baik para tokoh Quraisy maupun kaum tertindasnya sam-sama berkewajiban mengimani Allah semata, dan membenarkan apa yang dibawa oleh Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tidak seorang pun dari mereka kecuali mengetahui kejujuran Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan kebenaran apa yang disampaikan dari Rabb-Nya. Kaum elite dan para tokoh tidak tunduk dan mengikuti Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam karena dihalangi oleh faktor gengsi kepemimpina mereka. Contoh yang paling nyata adalah pamannya, Abu Thalib. Sedangkan kaum tertindas dan lemah dengan mudah mau menerimannya dan mengikuti Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, karena mereka tidak dihalangi oleh sesuatu apapun.
Di samping bahwa keimanan kepada Uluhiyah Allah akan menumbuhkan rasa izzah (wibawa) pada diri seseorang, dan menghapuskan rasa gentar kepada kekuatan selain dari kekuatan-Nya.
Perasaan yang merupakan buah keimanan kepada Allah ini, pada waktu yang sama, memberikan kekuatan baru dan menjadikan pemiliknya merasakan kebahagiaan. Dari sini kita dapat mengetahui besarnya kebohongan yang dibuat oleh para musuh Islam di masa sekarang. Ketika mereka mengatakan dakwah yang dilakukan oleh Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam hanyalah berasal dari inspirasi lingkungan Arab tempat ia hidup. Dengan kata lain, dakwah Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam hanya mencerminkan gerakan pemikiran Arab di masa itu.
Seandainya demikian, hasil dakwah selama tiga tahun tersebut tidak hanya berjumlah empat puluh orang lelaki dan wanita. Dan kebanyakan mereka adalah kaum fakir, tertindas dan budak. Bahkan ada yang berasal dari negeri asing, yaitu Shuhaub Ar Rumi dan Bilal Al Habasyi.
Pada pembahasan mendatang akan Anda ketahui bahwa lingkungan Arab itu sendirilah yang justru memaksa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk melakukan hijrah dari negerinya dan memaksa pengikutnya berpencar-pencar, bahkan pergi hijrah ke Habasyiah. Ini semua karena kebencian lingkungan tersebut terhadap dakwah yang mereka tuduh sebagai nasionalis Arab.
Dikutip Dari Sumber Artikel: Fimadani.com
Artikel :Blog Al Islam
Ucapan Ash Shalaatu Khairum Minan Naum
Imam Syafii VS Ahlu Bathil
Written By sumatrars on Sabtu, 27 Oktober 2012 | Oktober 27, 2012
Imam Syafi’i VS Ahlu Bathil
Nama eBook: Imam Syafi’i VS Ahlul BathilPenulis: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi خفظه الله
Pengantar:
Beliau Berkata:
Imam Syafi’i VS Ahlu Bathil
atau
Tulisan terkait:
Baca eBook-eBook dalam tulisan Madzhab Syafi’i
Fiqih Mencacah Daging Qurban di dalam masjid
Written By sumatrars on Jumat, 26 Oktober 2012 | Oktober 26, 2012
Pertama, selaku orang yang beriman, kita diwajibkan menghormati tempat ibadah kita, yaitu masjid. Karena masjid adalah tempat yang dimuliakan Allah. Hanya mereka yang beriman kepada Allah dan hari akhir, yang sanggup memakmurkan dan memuliakan masjid Allah,
Amalan Menggapai Cinta Ilahi
Written By sumatrars on Senin, 22 Oktober 2012 | Oktober 22, 2012
4 Amalan Menggapai Cinta Ilahi
عَنْ مُعَاذ بْنِ جَبَلٍ رَِضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْ لُ الله صلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : قَالَ اللهُ تَعَالَى : حَقَّتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَحَابِّينَ فِيَّ وَ حَقَّتْ مَحَبَّتِي لِلْْمُتَوَاصِلِين فِيَّ وَ حَقَّتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَنَاصِحِيْنَ فِيَّ وَ حَقَّتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَبَاذِلِينَ فِيَّ ;الْمُتَحَابُّوْنَ فِيَّ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُوْرٍ يَغْبِطُهُمْ بِمَكَانِهِمُ النَّبِيُّوْنَ وَ الصِّدِّيْقُوْنَ وَ الشُّهَدَاءُ .
Orang yang saling mencintai karena-Ku pasti diberikan cinta-Ku, orang yang saling menyambung kekerabatannya karena-Ku pasti diberikan cintaKu dan orang yang saling menasehati karena-Ku pasti diberikan cintaKu serta orang yang saling berkorban karena-Ku pasti diberikan cinta-Ku. Orang-orang yang saling mencintai karena-Ku (nanti di akhirat) berada di mimbar-mimbar dari cahaya.
Para Nabi, shiddiqin dan orang-orang yang mati syahid merasa iri dengan kedudukan mereka ini., "(HR. Imam Ahmad dalam kitab Al-Musnad dan dishahihkan al-Albani dalam kitab Shahih Jami’ ash-Shaghir no. 4198)
Penjelasan Hadits
Semua orang merasa mencintai Allah, tidak terkecuali pengikut agama Yahudi ataupun Nashrani. Semua merasa telah mencintai Allah dan beragama pun karena ingin mencintai Allah. Orang Nashrani ingin menciptakan kecintaan kepada Allah kadang ada dengan sesuai kehendak Allah dan bisa juga menyelisihi kehendak Allah. Orang Yahudi mencintai Allah dan muslimin yang jahil juga mencintai Allah namun mereka tidak dicintai Allah kecuali bila mereka berada diatas perkataan dan amalan yang membuat Allah cinta dan ridha kepadanya.
Sebagian salaf menyatakan: "yang penting bukan mencintai namun yang sangat penting sekali adalah bagaimana dicintai". Kalau demikian, seorang akan berusaha mencapai dan mendapat kecintaan Allah. Kecintaan Allah kepada manusia adalah sesuatu yang diinginkan oleh semua orang. Namun hal ini hanya dapat tercapai dengan semangat mencari ilmu dan mengenal amalan dan perkataan yang Allah cintai dan ridhai. Sebab bila kamu mengetahui bagaimana Allah mencintai hambanya atau mengetahui sebab-sebab Allah mencitai hambaNya maka akan muncul usaha untuk mendapatkan kecintaan Allah.
Dalam hadits yang mulia ini Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menjelaskan amalan yang dapat mendatangkan kecintaan dari Allah yang langsung dengan ungkapan firman Allah Ta'ala . Hadits demikian dinamakan para ulama dengan hadits qudsi.
Dalam hadits qudsi ini Allah l memerintahkan kita untuk mewujudkan empat hal yang menjadi sebab kita menjadi hamba-Nya yang dicintai.
- Perintah saling mencintai karena Allah
- Perintah saling menasehati karena Allah
- Perintah saling menyambung persaudaraan karena Allah
- Perintah saling berkorban karena Allah.
Diantara langkah-langkah mewujudkannya adalah:
- Memperbaiki aqidah dan iman hingga menjadi sempurna
- Mengingat keempat amalan ini dicintai dan diridhai Allah
- Menelaah benar sirah (sejarah kehidupan) Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam dan para salaf ash-shalih dan mempraktekkannya. Caranya dengan mengetahui konsep dan tuntunan ajaran mereka sehingga akan muncul keinginan dan kecintaan untuk meniti dan mengikuti jejak langkah mereka.
- Mengingat akibat baik dan pahala yang didapatkan dari empat amalan ini.
Beberapa Pelajaran dari Hadits ini
- Saling mencintai, menasehati, menyambung persaudaraan dab berkorban karena Allah adalah 4 amalan menggapai cinta ilahi
- Urgensi empat amalan ini yang akan memperkokoh barisan, menyatukan langkah dan mempertautkan hati.
Sumber Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc. Sumber Artike Muslim.Or.Id
Qur'an Keajaiban Ayat Kursi
Written By sumatrars on Rabu, 17 Oktober 2012 | Oktober 17, 2012
Kemudian Rasulullah صلى الله عليه وسلم menepuk dada saya sambil berkata, ‘Demi Allah, ilmumu sungguh dalam hai Abu Mundzir.” (HR. Muslim no. 810)
Manasik Haji - Fikih Haji 7 Amalan Haji
Written By sumatrars on Rabu, 03 Oktober 2012 | Oktober 03, 2012
Setelah berihram, lalu melakukan thawaf qudum bagi yang berhaji ifrod dan qiron. Sedangkan bagi yang berhaji tamattu’, setelah berihram, ia melakukan thawaf umrah dan sa’i umrah, kemudian tahallul dan boleh melakukan larangan-larangan ihram. Sampai datang tanggal 8 Dzulhijjah (hari tarwiyah) barulah melakukan amalan-amalan berikut.
Tanggal 8 Dzulhijjah ( Hari Tarwiyah )
- Pada waktu Dhuha, jamaah haji berihram dari tempat tinggalnya/kediaman dengan niat akan melaksanakan ibadah haji, ini bagi yang berniat haji tamattu'. sedangkan bagi yang berniat haji ifrad dan qiron, ia tetap berihram dari awal.
- Setelah berihram, wajib menjauhi segala larangan ihram.
- Memperbanyak talbiyah.
- Bertolak menuju Mina sambil bertalbiyah.
- Melaksakan shalat Zhuhur, 'Ashar, Maghrib, 'Isya' dan Shubuh di Mina. Shalat-shalat dikerjakan di waktunya masing-masing ( tanpa di jamak ) dan shalat empat raka'at (Zhuhur, Ashar, dan Maghrib) di qoshor.
- Mabit (Bermalam) di Mina dan hukumnya sunnah.
- Memperbanyak dzikir kala itu seperti dzikir pagi dan petang, juga dzikir lainnya.
- Sesudah shalat Shubuh di Mina dan setelah matahari terbit, bertolak menuju Arafah sambila bertalbiyah dan bertakbir.
- Pada hari arafah, yang disunnahkan bagi jama'ah haji adalah tidak berpuasa sebagaimana contoh dari Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam.
- Jika memungkinkan, sebelum wukuf di Arafah, turun sebentar di masjid Namirah hingga masuk waktu Zhuhur.
- Jika memungkinkan, mendengarkan khutbah di masjid Namirah, lalu mengerjakan shalat Zhuhur dan Ashar dengan jamak taqdim dan di qashar dengan satu adzan dan dua iqamah.
- Setelah shalat Zhuhur, memasuki padang Arafah untuk melaksanakan wukuf.
- Ketika wukuf, berupaya semaksimal mungkin untuk berkonsentrasi dalam do'a, dzikir dan merendahkan diri kepada Allah.
- Menghadap ke arah kiblat ketika berdo'a sambil mengangkat kedua tangan dengan penuh kekhusyu'an.
- Saat wukuf, memperbanyak bacaan "Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku walahul hamdu wa huwa 'ala kulli syaa-in qodiir" dan bacaan shalawat.
- Tidak keluar meninggalkan Arafah kecuali setelah matahari tenggelam.
- Setelah matahari terbenam, bertolak menuju Muzdalifah dengan penuh ketenangan.
- Sampai di Muzdalifah, lakukan terlebih dahulu shalat Maghrib dan Isya' dengan dijamak dan diqashar (shalat Maghrib 3 rakaat, sedangkan shalat Iysa' 2 raka'at) dengan satu adzan dan dua iqamah.
- Mabit di Muzdalifah dilakukan hingga terbit fajar. Adapun bagi kaum lemah dan para wanita dibolehkan untuk berangkat ke Mina setelah pertengahan malam.
- Para jamaah haji harus shalat Shubuh di Muzdalifah, kecuali kaum lemah dan para wanita yang telah bertolak dari Muzdalifah setelah pertengahan malam.
- Setelah shalat Shubuh, menghadap ke arah kiblat, memuji Allah, bertakbir, bertahlil, serta berdo’a kepada Allah hingga langit kelihatan terang benderang.
- Berangkat menuju Mina sebelum matahari terbit dengan penuh ketenangan sambil bertalbiyah/ bertakbir.
- Ketika tiba di lembah Muhasir, langkah dipercepat bila memungkinkan.
- Menyiapkan batu untuk melempar jumroh yang diambil dari Muzdalifah atau dari Mina.
- Melempar jumroh ‘aqobah dengan tujuh batu kecil sambil membaca “Allahu Akbar” pada setiap lemparan.
- Setelah melempar jumroh 'Aqobah berhenti bertalbiyah.
- Bagi yang berhaji tamattu’ dan qiran, menyembelih hadyu setelah itu. Yang tidak mampu menyembelih hadyu, maka diwajibkan berpuasa selama 10 hari: 3 hari pada masa haji dan 7 hari setelah kembali ke kampung halaman. Puasa pada tiga hari saat masa haji boleh dilakukan pada hari-hari tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah).
- Mencukur rambut atau memendekkannya. Namun mencukur (gundul) itu lebih utama. Bagi wanita, cukup menggunting rambutnya sepanjang satu ruas jari.
- Jika telah melempar jumroh dan mencukur rambut, maka berarti telah tahallul awwal. Ketika itu, halal segala larangan ihram kecuali yang berkaitan dengan wanita. Setelah tahallul awwal boleh memakai pakaian bebas.
- Menuju Makkah dan melaksakan thawaf ifadhoh.
- Melaksanakan sa’i haji antara Shafa dan Marwah bagi haji tamattu’ dan bagi haji qiron dan ifrod yang belum melaksanakan sa’i haji. Namun jika sa’i haji telah dilaksanakan setelah thawaf qudum, maka tidak perlu lagi melakukan sa’i setelah thawaf ifadhoh.
- Dengan selesai thawaf ifadhoh berarti telah bertahallul secara sempurna (tahalluts tsani) dan dibolehkan melaksanakan segala larangan ihram termasuk jima’ (hubungan intim dengan istri).
- Mabit di Mina pada sebagian besar malam.
- Menjaga shalat lima waktu dengan diqashar (bagi shalat yang empat raka’at) dan dikerjakan di waktunya masing-masing (tanpa dijamak).
- Memperbanyak takbir pada setiap kondisi dan waktu.
- Melempar jumroh yang tiga setelah matahari tergelincir, mulai dari jumroh ula (shugro), jumroh wustho, dan jumroh kubro (aqobah).
- Melempar setiap jumroh dengan tujuh batu kecil sambil membaca “Allahu Akbar” pada setiap lemparan.
- Termasuk yang disunnahkan ketika melempar adalah menjadikan posisi Makkah berada di sebelah kiri dan Mina di sebelah kanan.
- Setelah melempar jumroh ula dan wustho disunnahkan untuk berdoa dengan menghadap ke arah kiblat. Namun, setelah melempar jumroh aqobah tidak disunnahkan untuk berdo’a.
- Mabit di Mina.
- Melakukan amalan seperti hari ke-11.
- Jika selesai melempar ketiga jumroh lalu ingin pulang ke negerinya, maka dibolehkan, namun harus keluar Mina sebelum matahari tenggelam. Kemudian setelah itu melakukan thawaf wada’. Keluar dari Mina pada tanggal 12 Dzulhijjah disebut nafar awwal.
- Bagi yang ingin menetap sampai tanggal 13 Dzulhijjah, berarti di malamnya ia melakukan mabit seperti hari sebelumnya.
- Melakukan amalan seperti hari ke-11 dan ke-12.
- Setelah melempar jumroh sesudah matahari tergelincir, kemudian bertolak meninggalkan Mina. Ini dinamakan nafar tsani.
- Jika hendak kembali ke negeri asal, maka lakukanlah thawaf wada’ untuk meninggalkan Baitullah. Bagi wanita haidh dan nifas, mereka diberi keringanan tidak melakukan thawaf wada’. Thawaf wada’ adalah manasik terakhir setelah manasik lainnya selesai. (Sebagian besar diambil dari Meneladani Manasik Haji dan Umrah, 131-144)
Makna Taubat
Written By sumatrars on Kamis, 06 September 2012 | September 06, 2012
- Karena manusia pasti berdosa.
- Karena dosa adalah penghalang antara kita dan Allah SWT, maka lari dari hal yang membuat kita jauh dari-Nya adalah kemestian.
- Karena dosa pasti membawa kehancuran cepat atau lambat, maka mereka yang berakal sehat pasti segera menjauh darinya.
- Jika manusia yang tidak melakukan dosa, pasti ia pernah berkeinginan untuk melakukanya. Jika ada orang yang tidak pernah berkeinginan untuk melakukan dosa, pasti ia pernah lalai dari mengingat Allah. Jika ada orang yang tidak pernah lalai mengingat Allah, pastilah ia tidak akan mampu berikan hak Allah sepenuhnya. Semua itu adalah kekurangan yang harus ditutupi dengan taubat.
- Karena Allah SWT memerintahkan kita bertaubat, sebagaimana dalam firman-Nya.
- Karena Allah mencintai orang yang bertaubat, sebagaimana dalam firman-Nya
- Karena Rasulullah SAW senantiasa bertaubat padahal beliau seorang nabi yang ma'shum (terjaga dari dosa). Beliau bersabda :
- Penyesalan dari dosa karena Allah.
- Berhenti melakukanya.
- Bertekat untuk tidak mengulanginya dimasa datang.
- Dilakukan sebelum nyawa sampai di tenggorokan ketika sakaratul maut, atau sebelum matahari terbit dari barat.
- Jika dosa berkaitan dengan sesama manusia, maka syaratnya bertambah satu : melunasi hak orang tersebut, atau meminta kerelaanya, atau memperbanyak amal kebaikan.
Cara memasang meta tag pada setiap posting
Written By sumatrars on Jumat, 06 April 2012 | April 06, 2012
Cara memberi meta tag pada setiap posting
Sebuah web atau blog yang hanya diberi meta tag pada halaman utama, maka meta tag yang terbaca pada halaman setiap posting akan selalu sama dengan meta tag pada halaman utama tersebut. Dengan demikian meta tag akan menjadi tidak relevan dengan isi yang ada pada setiap artikel yang kita posting, sehingga seluruh artikel yang kita posting sulit terbaca oleh search engine. Jadi untuk mengoptimalkan dan memperoleh peringkat tinggi disearch engine, maka memberi meta tag yang berbeda pada setiap halaman atau setiap posting sangat diperlukan.
Pada halaman tersebut bila dilihat dengan "Page source " atau "pada kode HTML ", maka akan terlihat seperti berikut :
Pada search engine google, posting artikel saya yang berjudul "Cara memberi Meta Tag pada blog", menempati halaman Pertama, nomor Satu :
Nah..., Bila anda berminat untuk memberi meta tag yang berbeda pada setiap halaman atau setiap posting anda, silahkan anda ikuti langkah - langkah dibawah ini :
1. Login ke blogger dengan ID anda.
2. Klik Rancangan.
3. Dan KLik tab Edit HTML.
4. Cari kode di bawah ini atau yang mirip dengan kode ini :
5. Copy kode di bawah ini dan taruh setelah kode diatas :
Kesimpulannya..., deretan kode yang berwarna PINK adalah kode META TAG untuk setiap posting.
6. Simpan Template.
Selamat mencoba dan Semoga bermanfaat....
Jangan lupa luangkan waktu untuk beri komentar ......terima kasih.
Anda juga bisa berlangganan artikel-artikel terbaru, silahkan gunakan tombol berlangganan artikel.
Sejarah, Kemungkaran-kemungkaran dalam maulid nabi (1/2)
Category : Sejarah,Tarikh,Aqidah,Manhaj Source article: Abunamirah.Wordpress.com Oleh: al Ustadz Abu Mu’awiyyah Hammad Hafizhahullahu ...