Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

BLOG AL ISLAM

Diberdayakan oleh Blogger.

Doa Kedua Orang Tua dan Saudaranya file:///android_asset/html/index_sholeh2.html I Would like to sha

Arsip Blog

Twitter

twitter
Latest Post
Tampilkan postingan dengan label akhlaq dan nasehat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label akhlaq dan nasehat. Tampilkan semua postingan

Menyoal Pacaran Islami

Written By sumatrars on Rabu, 05 Maret 2014 | Maret 05, 2014

Ditengah hingar bingar perayaan hari Valentine yang digandrungi banyak anak muda sekarang, terselip di dalamnya ajakan untuk berpacaran. Dari sini, sebagian pemuda-pemudi kaum muslimin terbetik dalam hatinya keinginan untuk berpacaran namun dengan model yang berbeda dengan ‘pacaran konvensional’ yang mereka istilahkan sebagai “pacaran islami”. Sebenarnya, bolehkah ber-”pacaran islami” itu?

Makna Pacaran Islami
Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah dalam salah satu ceramahnya pernah mengatakan bahwa, “sesuatu yang dinisbatkan kepada Islam artinya ia dia diajarkan oleh Islam atau memiliki landasan dari Islam”. Oleh karena itu, istilah ‘pacaran islami’ sendiri sejatinya tidak benar karena Islam tidak pernah mengajarkan pacaran dan tidak ada landasan pacaran Islami dalam syariat. Bahkan sebaliknya, ajaran Islam melarang kegiatan-kegiatan yang ada dalam pacaran, atau singkatnya, Islam melarang pacaran.
Pacar sendiri secara bahasa artinya,
Pacaran teman lawan jenis yang tetap dan mempunya hubungan berdasarkan cinta kasih; kekasih';
berpacaran v bercinta; berkasih-kasihan; (Sumber: KBBI)
Sehingga kita definisikan pacaran Islami adalah kegiatan bercintaan atau berkasih-kasihan yang sedemikian rupa dipoles sehingga terkesan sesuai dengan ajaran Islam. Dalam prakteknya, batasan pacaran Islami pun berbeda-beda menurut pelakunya. Diantara mereka ada yang beranggapan pacaran Islami itu adalah aktifitas pacaran selama tidak sampai zina, ada juga yang beranggapan ia adalah aktifitas pacaran selama tidak bersentuhan, atau pacaran selama tidak dua-duaan, dan yang lainnya. Insya Allah, akan kita bahas beberapa model “pacaran islami” yang banyak beredar.

Hal-Hal Yang Dilarang Dalam Pacaran

‘Pacaran’ bukanlah istilah yang ada dalam khazanah Islam. Maka memang tidak ditemukan dalil yang bunyinya “janganlah kalian pacaran” atau “pacaran itu haram” atau semisalnya. Dan dalam kitab para ulama terdahulu pun tidak ada bab mengenai pacaran. Lalu mengapa kita bisa katakan Islam melarang pacaran? Karena jika kita melihat realita, tidak bisa dipungkiri bahwa dalam pacaran terdapat kegiatan-kegiatan atau hal-hal yang dilarang dalam Islam, yaitu:
1. Zina atau mendekatinya
Zina sudah jelas terlarang dalam Islam, Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al Isra’: 32)
As Sa’di menyatakan: “larangan mendekati zina lebih keras dari pada sekedar larangan berbuat zina, karena larangan mendekati zina juga mencakup seluruh hal yang menjadi pembuka peluang dan pemicu terjadinya zina” (Tafsir As Sa’di, 457). Maka ayat ini mencakup jima’ (hubungan seks), dan juga semua kegiatan percumbuan, bermesraan dan kegiatan seksual selain hubungan intim (jima’) yang dilakukan pasangan yang tidak halal.
Dan zina itu merupakan dosa besar, pezina yang muhshan dijatuhi hukuman rajam hingga mati. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
لا يحل دم امرئ مسلم ، يشهد أن لا إله إلا الله وأني رسول الله ، إلا بإحدى ثلاث : النفس بالنفس ، والثيب الزاني ، والمفارق لدينه التارك للجماعة
Seorang muslim yang bersyahadat tidak halal dibunuh, kecuali tiga jenis orang: ‘Pembunuh, orang yang sudah menikah lalu berzina, dan orang yang keluar dari Islam‘” (HR. Bukhari no. 6378, Muslim no. 1676).
Memang tidak semua yang berpacaran itu pasti berzina, namun tidak berlebihan jika kita katakan bahwa pacaran itu termasuk mendekati zina, karena dua orang sedang yang berkencan atau berpacaran untuk menuju ke zina hanya tinggal selangkah saja.
Dan perlu diketahui juga bahwa ada zina secara maknawi, yang pelakunya memang tidak dijatuhkan hukuman rajam atau cambuk namun tetap diancam dosa karena merupakan pengantar menuju zina hakiki. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إن اللهَ كتب على ابنِ آدمَ حظَّه من الزنا ، أدرك ذلك لا محالةَ ، فزنا العينِ النظرُ ، وزنا اللسانِ المنطقُ ، والنفسُ تتمنى وتشتهي ، والفرجُ يصدقُ ذلك كلَّه أو يكذبُه
sesungguhnya Allah telah menakdirkan bahwa pada setiap anak Adam memiliki bagian dari perbuatan zina yang pasti terjadi dan tidak mungkin dihindari. Zinanya mata adalah penglihatan, zinanya lisan adalah ucapan, sedangkan nafsu (zina hati) adalah berkeinginan dan berangan-angan, dan kemaluanlah yang membenarkan atau mengingkarinya” (HR. Al Bukhari 6243).
Ibnu Bathal menjelaskan: “zina mata, yaitu melihat yang tidak berhak dilihat lebih dari pandangan pertama dalam rangka bernikmat-nikmat dan dengan syahwat, demikian juga zina lisan adalah berlezat-lezat dalam perkataan yang tidak halal untuk diucapkan, zina nafsu (zina hati) adalah berkeinginan dan berangan-angan. Semua ini disebut zina karena merupakan hal-hal yang mengantarkan pada zina dengan kemaluan” (Syarh Shahih Al Bukhari, 9/23).
2. Bersentuhan dengan lawan jenis
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ
Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya (bukan mahramnya)” (HR. Ar Ruyani dalam Musnad-nya, 2/227,dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 1/447).
Hadits ini jelas melarang menyentuh wanita yang bukan mahram secara mutlak, baik dengan syahwat maupun tanpa syahwat.
Imam Nawawi berkata: “Ash-hab kami (para ulama syafi’iyyah) berkata bahwa setiap yang diharamkan untuk dipandang maka haram menyentuhnya. Dan terkadang dibolehkan melihat (wanita ajnabiyah) namun haram menyentuhnya. Karena boleh memandang wanita ajnabiyah dalam berjual beli atau ketika ingin mengambil atau memberi sesuatu ataupun semisal dengannya. Namun tetap tidak boleh untuk menyentuh mereka dalam keadaan-keadaan tersebut” (Al Majmu’: 4/635).
Maka kegiatan bergandengan tangan, merangkul, membelai, wanita yang bukan mahram adalah haram hukumnya. Kegiatan-kegiatan ini pada umumnya dilakukan oleh orang yang berpacaran.
3. Berpandangan-pandangan dengan lawan jenis
Lelaki mukmin dan wanita mukminah diperintahkan oleh Allah untuk saling menundukkan pandangan, maka jika sengaja saling memandang malahmenyelisihi 180 derajat perintah Allah tersebut. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (٣٠) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya.” (QS. An Nur: 30-31).
Lelaki muslim dilarang memandang wanita yang tidak halal baginya dengan sengaja, baik dengan atau tanpa syahwat. Jika dengan syahwat atau untuk bernikmat-nikmat maka lebih terlarang lagi. Adapun jika tidak sengaja maka tidak masalah. Dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu‘anhu berkata,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى
.“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam mengenai pandangan yang tidak di sengaja. Beliau memerintahkanku untuk memalingkan pandanganku” (HR. Muslim no. 2159).
Beliau juga bersabda dalam hadits yang telah lalu:
فزنا العينِ النظرُ
zina mata adalah memandang
Adapun wanita muslimah, dilarang memandang lelaki dengan syahwat dan boleh memandang lelaki jika tanpa syahwat. Karena terdapat hadits dalamShahihain:
أن عائشة رضي الله عنها كانت تنظر إلى الحبشة وهم يلعبون ، وكان النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يسترها عنهم
Aisyah Radhiallahu’anha pernah melihat orang-orang Habasyah bermain di masjid dan Nabi Shalallahu’alahi Wasallam membentangkan sutrah agar mereka tidak melihat ‘Aisyah“. (Muttafaqun ‘alaih)
Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan, “mengenai wanita yang memandang lelaki tanpa syahwat dan tanpa bernikmat-nikmat, sebatas apa yang di atas pusar dan di bawah paha, ini tidak mengapa. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengizinkan ‘Aisyah melihat orang-orang Habasyah. Karena para wanita itu juga selalu pergi ke pasar yang di dalamnya ada lelaki dan wanita. Mereka juga shalat di masjid bersama para lelaki sehingga bisa melihat para lelaki. Semua ini hukumnya boleh. Kecuali mengkhususkan diri dalam memandang sehingga terkadang menimbulkan fitnah atau syahwat atau berlezat-lezat, yang demikian barulah terlarang” (Fatawa Nurun ‘alad Darb, http://www.binbaz.org.sa/mat/11044).
Namun yang lebih utama adalah berusaha menundukkan pandangan sebagaimana diperintahkan dalam ayat. Nah, padahal dalam pacaran, hampir tidak mungkin tidak ada syahwat diantara kedua pasangan. Dan ketika saling memandang, hampir tidak mungkin mereka saling memandang tanpa ada syahwat. Andaipun tanpa syahwat, dan ini kecil kemungkinannya, maka tetap haram bagi si lelaki dan tidak utama bagi si wanita.
4. Khulwah
Khulwah maksudnya berdua-duaan antara wanita dan lelaki yang bukan mahram. Para ulama mengatakan, “yang dimaksud dengan khulwah yang terlarang adalah jika wanita berduaan dengan lelaki di suatu tempat yang aman dari hadirnya orang ketiga” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah).
Khulwah haram hukumnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ
Tidak boleh seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan ditemani mahramnya” (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341).
Imam An Nawawi berkata: “adapun jika lelaki ajnabi dan wanita ajnabiyah berduaan tanpa ada orang yang ketiga bersama mereka, hukumnya haram menurut ijma ulama. Demikian juga jika ada bersama mereka orang yang mereka berdua tidak malu kepadanya, semisal anak-anak kecil seumur dua atau tiga tahun, atau semisal mereka, maka adanya mereka sama dengan tidak adanya. Demikian juga jika para lelaki ajnabi berkumpul dengan para wanita ajnabiyyah di suatu tempat, maka hukumnya juga haram” (Syarh Shahih Muslim, 9/109).
Berduaan adalah hal yang hampir tidak bisa lepas dari yang namanya pacaran, bahkan terkadang orang yang berpacaran sengaja mencari tempat yang sepi dan tertutup dari pandangan orang lain. Ini jelas merupakan keharaman. Wallahul musta’an.
5. Wanita melembutkan suara
Wanita muslimah dilarang melembutkan dan merendahkan suaranya di depan lelaki yang bukan mahram, yang berpotensi menimbulkan sesuatu yang tidak baik di hati lelaki tersebut, berupa rasa kasmaran atau pun syahwat. Allah Ta’ala berfirman:
فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
maka janganlah kamu menundukkan suara dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik” (QS. Al Ahzab: 32)
Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini: “’janganlah kamu menundukkan suara‘, As Suddi dan para ulama yang lain menyatakan, maksudnya adalah melembut-lembutkan perkataan ketika berbicara dengan lelaki. Oleh karena itu Allah berfirman ‘sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya‘ maksudnya hatinya menjadi rusak” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/409). Dan bisa jadi hal ini juga termasuk zina dengan lisan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits.
Termasuk juga dalam ayat ini, cara berbicara yang terdengar menggemaskan, atau dengan intonasi tertentu, atau desahan atau hiasan-hiasan pembicaraan lain yang berpotensi membuat lelaki yang mendengarkan tergoda, timbul rasa suka, kasmaran atau timbul syahwat. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa ini terjadi dalam pacaran.
6. Wanita safar tanpa mahram
Sebagaimana dilarang berduaan antara lelaki dengan wanita yang bukan mahram, juga diharamkan seorang wanita bersafar (bepergian jauh) dengan lelaki yang bukan mahram tanpa ditemani mahramnya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
لا تُسافِرُ المرأةُ ثلاثةَ أيامٍ إلا مع ذِي مَحْرَمٍ
seorang wanita tidak boleh bersafar tiga hari kecuali bersama mahramnya” (HR. Bukhari 1086, Muslim 1338)
Beliau juga bersabda:
لا يخلوَنَّ رجلٌ بامرأةٍ إلا ومعها ذو محرمٍ . ولا تسافرُ المرأةُ إلا مع ذي محرمٍ
Tidak boleh seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan ditemani mahramnya, dan tidak boleh seorang wanita bersafar kecuali bersama mahramnya” (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341).
Dan hal ini seringkali terjadi pada orang-orang yang berpacaran, mereka bersafar berduaan saja tanpa ditemani mahramnya.
7. Penyakit Al ‘Isyq
Dari semua hal yang di atas yang tidak kalah berbahaya dan bersifat destruktif dari pacaran adalah penyakit al isyq. Makna al isyq dalam Al Qamus Al Muhith:
عُجْبُ المُحِبِّ بمَحْبوبِه، أو إفْراطُ الحُبِّ، ويكونُ في عَفافٍ وفي دَعارةٍ، أو عَمَى الحِسِّ عن إدْراكِ عُيوبِهِ، أو مَرَضٌ وسْواسِيٌّ يَجْلُبُه إلى نَفْسِه بتَسْليطِ فِكْرِهِ على اسْتِحْسانِ بعضِ الصُّوَر
“kekaguman seorang pecinta pada orang yang dicintainya, atau terlalu berlebihan dalam mencinta, terkadang (kekaguman itu) pada kehormatan atau pada kemolekan, atau menjadi buta terhadap aib-aibnya, atau timbulnya kegelisahan yang timbul dalam jiwanya yang memenuhi pikirannya dengan gambaran-gambaran indah (tentang yang dicintainya)”.
Singkat kata, al ‘isqy adalah mabuk asmara; kasmaran; kesengsem (dalam bahasa Jawa). Al Isyq adalah penyakit, bahkan penyakit yang berbahaya. Ibnul Qayyim mengatakan: “ini (al isyq) adalah salah satu penyakit hati, penyakit ini berbeda dengan penyakit pada umumnya dari segi dzat, sebab dan obatnya. Jika penyakit ini sudah menjangkiti dan masuk di hati, sulit mencari obatnya dari para tabib dan sakitnya terasa berat bagi orang yang terjangkiti” (At Thibbun Nabawi, 199). Orang yang terjangkit al ‘isyq juga biasanya senantiasa membayangkan dan mengidam-idamkan pujaannya, padahal ini merupakan zina hati sebagaimana disebutka dalam hadits.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa betapa al isyq banyak menjerumuskan pria shalih menjadi pria bejat, wanita shalihah menjadi wanita bobrok. Betapa virus cinta ini membuat orang berani menerjang hal-hal yang diharamkan, berani melakukan hal-hal yang tabu dan malu untuk dilakukan, sampai-sampai ada pepatah “cinta itu buta”, buta hingga aturan agama pun tidak dilihatnya, juga pepatah “karena cinta, kotoran ayam rasanya coklat” sehingga yang buruk, yang memalukan yang membinasakan pun terasa indah bagi orang yang terjangkit al isyq.
Dari al isyq ini akan timbul perbuatan-perbuatan buruk lain yang bahkan bisa lebih parah dari poin-poin yang disebutkan di atas. Bukankah kita ingat kisah Nabi Yusuf yang ketampanannya membuat Zulaikha kasmaran? Ia tidak menahan padangan dan dalam hatinya tumbuh penyakit al isyq. Apa akibatnya? Ia mengajak Yusuf berzina.
وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلا أَنْ رَأى بُرْهَانَ رَبِّهِ ‏كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan zina) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukannya pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih” (QS. Yusuf: 24).
Seorang yang kasmaran, akan selalu teringat si ‘dia’. Bahkan ketika beribadah pun ingat si ‘dia’, melakukan kebaikan pun demi si ‘dia’. Allah diduakan. Ibadah bukan karena Allah, dakwah pun tidak ikhlas, ikut taklim karena ada si ‘dia’, sibuk mengurus dakwah karena bertemu si ‘dia’. Tidak jarang gara-gara penyakit al isyq, seseorang datang ke dukun lalu berbuat kesyirikan, tidak jarang pula yang saling membunuh, atau bunuh diri. Wallahul musta’an.
Oleh karena itulah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mewanti-wanti kita terhadap hal ini, beliau bersabda:
ما تَركتُ بَعدي فِتنَةً أضرَّ على الرجالِ منَ النساءِ
Tidaklah ada sepeninggalku fitnah (cobaan) yang paling berbahaya bagi lelaki selain fitnah (cobaan) terhadap wanita” (HR. Al Bukhari 5096, Muslim 2740)
Beliau juga bersabda:
إن الدنيا حلوةٌ خضرةٌ . وإن اللهَ مستخلفُكم فيها . فينظرُ كيف تعملون . فاتقوا الدنيا واتقوا النساءَ . فإن أولَ فتنةِ بني إسرائيلَ كانت في النساءِ
Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau. Dan Allah telah mempercayakan kalian untuk mengurusinya, Sehingga Allah melihat apa yang kalian perbuatan (disana). Maka berhati-hatilah kalian dari fitnah (cobaan) dunia dan takutlah kalian terhadap fitnah (cobaan) wanita. Karena sesungguhnya fitnah (cobaan) pertama pada Bani Isra’il adalah cobaan wanita” (HR Muslim 2742)

Model-Model Pacaran Islami

1. Sebagaimana pacaran biasa, selama tidak zina
Sebagian pemuda-pemudi yang minim ilmu agama, menyangka bahwa hanya zina yang terlarang dalam etika berhubungan antara lelaki dan wanita. Sehingga mereka menganggap pacaran dengan model seperti pacaran biasa, sering berkencan, berduaan, intens berkomunikasi, berangkulan, bergandengan tangan, safar bersama, dan lainnya selama tidak sampai zina itu sudah Islami. Tentu saja ini anggapan yang keliru dan pacaran model ini terlarang karena mengandung hal-hal yang dilarang pada poin 2 – 7.
2. Sebagaimana pacaran biasa, tapi berkomitmen untuk tidak saling bersentuhan
Model pacaran seperti banyak berkembang diantara pemuda-pemudi muslim yang awam agama namun sudah sedikit memahami bahwa saling bersentuhan antara yang bukan mahram itu haram. Namun mereka tetap sering jalan bersama, sering berkencan, berduaan, safar bersama, dan komunikasi dengan sangat intens. Memang terkadang sang wanita suka mengingatkan sang lelaki untuk menunaikan shalat bahkan terkadang mereka berkencan di masjid. Mereka menganggap ini sudah Islami. Tentu yang seperti ini pun terlarang karena karena mengandung hal-hal yang dilarang pada poin 3 – 7.
3. Pacaran tanpa suka berduaan, tapi ditemani teman
Model pacaran jenis ini mirip dengan model nomor 2 hanya saja biasanya ketika berkencan mereka berdua ditemani temannya yang lain, yang bukan mahram juga. Mereka juga menjaga diri untuk tidak bersentuhan. Sayangnya pacaran model ini banyak ditemukan di beberapa pondok pesantren juga banyak ‘dipromosikan’ oleh film-film dan sinetron religi di bisokop dan televisi. Sampai-sampai kadang digambarkan ada ustadz lulusan timur tengah yang berilmu, kesengsem dengan murid wanitanya di majelis taklim, mereka saling berpandangan tersipu lalu berlanjut ke model pacaran yang seperti ini. Wallahul musta’an.
Orang yang berpacaran model ini pun tidak ubahnya dengan orang pacaran pada umumnya, mereka sering bertemu, mereka saling berpandangan, saling merayu, memberi perhatian, sang wanita melembutkan suara, Mereka menyangka asalkan tidak khulwah maka tidak mengapa. Padahal jika yang menemani adalah lelaki, maka haram sebagaimana yang dijelaskan An Nawawi. Jika yang menemani adalah wanita muslimah lain, maka tetap saja pacaran ini terlarang karena mengandung hal-hal pada poin 3, 5, 7 dan terkadang 6.
4. Tidak suka berduaan, namun intens berkomunikasi
Model pacaran seperti ini banyak terjadi di kalangan pemuda aktifis dakwah. Para ikhwah aktifis dakwah sejatinya dididik untuk membatasi diri dari para akhawatnya. Misalnya mereka menundukkan pandangan jika bertemu atau dibatasi hijab ketika rapat. Namun seringnya bertemu dan berinteraksi dalam aktifitas dakwah mereka memunculkan rasa-rasa yang tidak sehat. Pepatah jawa mengatakan ‘witing tresno jalaran soko kulino‘, timbulnya cinta karena sering (terbiasa) berinteraksi.
Tentu mereka tidak suka berkencan atau bahkan berduaan. Namun virus merah jambu senantiasa menjangkiti lewat komunikasi yang begitu intens. Terkadang itu terselip lewat untaian nasehat, mengingatkan ibadah, memberi semangat, bertanya kabar, bertanya agenda dakwah, baik via SMS, via telepon, surat, email, facebook atau lainnya. Ini adalah pacaran terselubung. Jangan kira bahwa ini sah-sah saja, sang akhwat jika sudah terjangkiti virus ini biasanya akan melembutkan suaranya kepada sang ikhwan. Baik secara lisan, maupun via bahasa-bahasa tulisannya yang ‘renyah’. Dan yang paling penting, dari pacaran model ini tetap muncul penyakit al isyq yang sangat berbahaya serta juga zina lisan dan hati.
5. Saling berjanji untuk menikah
Pacaran model ini mungkin berbeda dengan model-model sebelumnya. Namun juga banyak terjadi pada aktifis dakwah dan para pemuda-pemudi yang sebenarnya punya semangat dalam beragama. Dua sejoli yang melakukannya bisa jadi tidak bertemu, tidak suka berduaan, bahkan mungkin mereka membatasi komunikasi. Namun si ikhwan menjanjikan bahwa ia akan menikahi sang akhwat pada suatu masa, mungkin tahun depan, 5 tahun lagi, setelah lulus, setelah bekerja, atau lainnya. Walaupun andaikan tidak ada aktifitas fisik diantara mereka, minimal penyakit al isyq menjangkiti ditambah zina hati. Maka ini pun jenis pacaran yang terselubung dan hendaknya ditinggalkan.

Solusi Pacaran Islami

Jika ada pacaran yang Islami, maka itu hanya bisa terjadi setelah menikah. Karena menikah adalah solusi terbaik bagi orang yang hatinya bergejolak haus akan cinta, juga solusi bagi dua orang yang sudah terlanjur terjangkit penyakit al isqy. Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
Wahai para pemuda, barangsiapa yang sudah sanggup menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu obat pengekang nafsunya
Bagi yang sudah terlanjur pacaran, segeralah bertaubat, dan segeralah menikah. Dan kami tidak mengatakan bahwa hendaknya segera menikahi dengan sang pacar. Karena memilih pasangan yang benar adalah yang dapat mengantarkan anda kepada ridha Allah, belum tentu syarat itu dimiliki pacar anda yang sekarang. Carilah pasangan yang shalih dan shalihah. Jika belum mampu menikah maka segeralah bertaubat dan putuskan hubungan pacaran serta perbanyaklah berpuasa.
Syaikh Khalid bin Bulihid hafizhahullah menasehatkan pemuda yang terjangkiti penyakit isyq dengan beberapa hal:
  1. Menjaga shalat dengan khusyu dan penuh tadabbur, serta memperbanyak shalat sunnah
  2. Memperbanyak doa kepada Allah:yaa muqallibal quluub, tsabbit qalbii ‘alaa diinik, yaa mushorrifal quluub, shorrif qalbii ilaa thoo’atik wa thoo’ati rosuulik(wahai Dzat yang membolak-balik hati, kokohkan hatiku untuk menjalani agama-Mu, wahai Dzat yang mencondongkan hati, condongkanlah hatiku untuk menaati-Mu dan Rasul-Mu)
    karena ketika doa ini sudah dibiasakan dan anda merendahkan diri anda di hadapan Allah, maka Allah akan mencondongkan hati anda dalam keistiqomahan menjalankan agama-Nya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
    كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاء إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
    Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih” (QS. Yusuf: 24)
  3. Menjauhkan diri dari hal-hal yang mengingatkan anda pada sang pacar, baik itu tempat, surat, mendengarkan suaranya, atau hal-hal lain yang mengembalikan memori anda sehingga rasa itu timbul kembali. Menjauhkan diri dari itu semua adalah dengan mengacuhkan semua itu, dan semakin sedikit hal-hal yang diingat dari sang pacar maka semakin sedikit pengaruh al isyq di hati.
  4. Memperbanyak tilawah Al Qur’an dan berdzikir. Juga memperbanyak tadabbur dan tafakkur. Karena jika hati disibukkan untuk mencintai Allah dan mengingat Allah, ia akan teralihkan cinta kepada makhluk dan dari bergantungnya hati kepada makhluk.
  5. Lebih banyak memperhatikan keadaan dunia dan keadaan di akhirat kelak, dan apa-apa yang Allah persiapkan untuk orang yang bersabar. Yaitu para penduduk surga dan nikmat-nikmat yang mereka dapatkan. Dengan memikirkan hal ini seorang hamba akan zuhud terhadap dunia dan ia akan menyadari bahwa hal-hal duniawi itu akan hilang dan berlalu tidak sebagaimana perkara akhirat. Maka tidak layak kita menyandarkan jiwa dan menggantungkan hati kepada hal-hal duniawi yang akan sirna itu.
  6. Saya nasehatkan kepada anda untuk bersungguh-sungguh mencari istri yang shalihah dalam beragama, cantik rupanya, bagus akhlaknya. Jika anda menemukannya maka mintalah pertolongan kepada Allah untuk menikahinya. Jangan sia-siakan masa muda anda, dan jangan bimbang untuk mengambil sikap ini. Pernikahan akan menghiasi hari-hari anda, memenuhi rasa haus anda akan kasih sayang dan melupakan masa lalu anda.
    (sumber: http://www.saaid.net/Doat/binbulihed/f/072.htm)
Semoga bermanfaat. Wabillahi At Taufiq Wa Sadaad
Sumber Artikel : Muslim.Or.Id
Artikel :Blog Al Islam



Daftar Artikel

Silahkan Masukkan Alamat Email pada kolom dibawah untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Akhlaq dan Nasehat : Batang Pohon pun Menangis

Written By sumatrars on Jumat, 21 Februari 2014 | Februari 21, 2014


Batang Pohon pun Menangis
Kategori: Akhlaq dan Nasehat

Hampir tidak ada pada zaman ini seorang khatib Jum’at yang berkhutbah tidak di atas mimbar. Mimbarnya pun bervariasi. Ada yang yang berbentuk kotak biasa seperti di perkampungan, ada yang beratap seperti di perkotaan, ada yang berbentuk tiga tangga seperti di beberapa pesantren, ada yang berbahan kayu nan sederhana seperti di masjid kecil, ada yang berbahan logam nan mewah seperti di masjid besar.

Lalu, bagaimanakah sejarah seputar mimbar yang dulu dipakai Nabi saat berkhutbah?

Asal Pembuatan Mimbar Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-
Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu yang termasuk di antara para sahabat yang melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pertama kali memakai mimbar bercerita, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus salah seorang sahabat kepada seorang wanita Anshar.
Beliau ingin agar wanita itu memerintahkan budaknya yang ahli pertukangan untuk membuatkan beliau sebuah mimbar agar dapat berkhutbah dan duduk di atasnya.
Budak wanita tersebut kemudian membuat mimbar yang terbuat dari kayu thorfa dari kota Ghabat (daerah sekitar Madinah ke arah Syam). Setelah jadi, mimbar tersebut pun kemudian dikirimkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam [i].

Bentuk Mimbar Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-
Mimbar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbentuk tangga biasa bertingkat, dengan tiga anak tangga. Beliau berdiri dan berkhutbah di atas anak tangga kedua dan duduk (di antara dua khutbah) di atas anak tangga ketiga [ii].

Ibnu An-Najjar rahimahullah berkata, ”Panjang mimbar Nabi adalah dua hasta satu jengkal dan tiga jari, sedangkan lebarnya satu hasta [iii].”

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, ”Mimbar tersebut tetap dalam keadaan semula, hingga akhirnya di masa Khalifah Mu’awiyah, Gubernur Marwan bin Al-Hakam menambah tingkatannya menjadi enam tingkat [iv].”

Dan Pohon pun Menangis
Sebelum ada mimbar yang dibuatkan oleh budak wanita Anshar tadi, Nabi biasa berkhutbah dengan bersandar pada sebatang pohon.
Kemudian datang mimbar baru (yang dipesan Nabi kepada seorang budak wanita Anshar –pen). Tatkala mimbar tersebut diletakkan untuk menggantikan batang pohon yang lama, si pohon pun menangis keras hingga suaranya terdengar seperti unta hamil yang hampir melahirkan. Bahkan Nabi harus turun dari mimbar barunya lalu meletakkan tangannya di atas pohon tersebut (agar ia tenang –pen) [v].

Untukku dan Saudaraku …
Hasan Al-Bashri rahimahullah bila membicarakan hadits ini selalu menangis dan berkata:-
“Wahai hamba-hamba Allah, pohon saja merintih seperti unta melahirkan karena cinta dan rindu kepada Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang memiliki kedudukan mulia di sisi Allah. Kita sebenarnya lebih layak untuk merindukan pertemuan dengan beliau [vi].”

Ya, seandainya sebatang pohon yang tidak mengalami hisab di hari kiamat bisa merasakan cinta dan rindu mendalam pada Nabi kita -shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang mulia, tentunya kita yang banyak melakukan dosa, akan ditimbang amalnya di hari pembalasan, belum ada jaminan untuk bisa masuk surga, jauh lebih membutuhkan rasa cinta dan rindu yang dirasakan pohon tersebut. Karena dengan rasa cinta dan rindu itu, serta buktinya yang nyata, maka di akhirat kelak kita akan dikumpulkan bersama Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam surga Allah yang disediakan hanya untuk orang-orang beriman dan beramal shalih.

Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu bercerita:-

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلّى الله عليه وسلم فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَتَى السَّاعَةُ؟ قَالَ: “وَمَا أَعْدَدْتَ لِلسَّاعَةِ؟” قَالَ: حُبَّ اللَّهِ وَرَسُولِهِ. قَالَ: “فَإِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ”.

“Pernah seorang lelaki menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, kapankah datangnya hari kiamat?” Beliau pun menjawab, “Apa yang sudah engkau siapkan untuk hari kiamat?” Ia menjawab, “Kecintaan(ku) kepada Allah dan Rasul-Nya.” Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallamم pun bersabda, “Sesungguhnya kamu bersama yang engkau cintai.“”

Hingga Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu pun berkata:

فَمَا فَرِحْنَا بَعْدَ الإِسْلاَمِ فَرَحًا أَشَدَّ مِنْ قَوْلِ النَّبِىِّ صلّى الله عليه وسلم “فَإِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ”. فَأَنَا أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ فَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِأَعْمَالِهِمْ.

“Kami tidak pernah merasa gembira setelah masuk Islam, dengan kegembiraan yang lebih besar daripada setelah mendengar sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya kamu bersama yang engkau cintai.” Aku mencintai Allah, Rasul-Nya, Abu Bakar dan Umar, dan aku berharap akan ada bersama mereka (di hari kiamat –pen) walau aku tidak beramal sebagaimana mereka beramal.” [vii]

Semoga Allah menganugerahkan kita rasa cinta dan rindu yang besar kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabatnya serta mengumpulkan kita dengan mereka di tempat mulia, yang kenikmatannya tak pernah terlihat mata, terdengar oleh telinga dan terbersit di jiwa.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يِوْمِ الدِّيْنِ

Riyadh, Kamis, 22 Muharram1434 H (6 Desember 2012)
Penulis: Muflih Safitra
Editor: Muhammad Abduh Tuasikal  Artikel Muslim.Or.Id

________________________________________
[i] HR. Bukhari no.917 dan Muslim no.544.
[ii] HR. Ad-Darimi dalam kitab Sunannya (I/19) dan Abu Ya’la dalam kitab Musnadnya  (I/19)), diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
[iii] Akhbaar Madiinatir Rasuul (82)
[iv] Fathul Bari, 2: 399. Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Mimbar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terdiri dari tiga tangga sebagaimana hal ini ditegaskan dalam riwayat Muslim.” (Syarh Muslim, 5: 33) (ed).
[v] HR. Bukhari no.918, dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu.
[vi] Riwayat Abu Ya’la dalam Musnadnya no.2748.
[vii] HR. Muslim no.2639.

Sumber Dari artikel 'Batang Pohon pun Menangis — Muslim.Or.Id'




Daftar Artikel

Silahkan Masukkan Alamat Email pada kolom dibawah untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Akhlaq Muslimah : Bolehkah Mengucapkan Salam pada Lawan Jenis?


Bolehkah Mengucapkan Salam pada Lawan Jenis?
Kategori: Akhlaq dan Nasehat, Muslimah

Godaan pada wanita memang begitu dahsyat, paling berat terasa bagi seorang pria, apalagi seorang bujang. Dari sini, Islam membentengi umatnya agar tidak terjerumus dalam kerusakan besar yaitu zina. Awalnya dari sesuatu yang disangka baik, hanya ucapan salam pada wanita.
Ujung-ujungnya bisa jadi godaan yang dahysat. Inilah yang Muslim.Or.Id kaji kali ini yaitu mengenai hukum mengucapkan salam pada wanita non mahram atau lebih umum kita bahas mengucapkan salam pada lawan jenis.

Perintah Mengucapkan Salam
Allah subhanahu wa ta’ala telah memerintahkan kepada kita untuk saling mengucapkan salam. Dan ketika diberi salam, maka wajib menjawabnya. Bahkan di antara faedahnya, ucapan salam ini bisa menjadi ikatan kasih terhadap sesama.
Tentang ucapan salam ini, Allah Ta’ala berfirman:

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا

“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.” (QS. An Nisa’: 86).

Mengenai keutamaan mengucapkan salam disebutkan dalam hadits Abu Hurairah di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا. أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَىْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ

“Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan pada kalian suatu amalan yang jika kalian melakukannya kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim no. 54)

Salam itu Umum, Namun Ada Pengecualian
Perintah mengucapkan salam adalah umum untuk seluruh orang beriman. Perintah ini mencakup laki-laki dan perempuan. Seorang pria boleh mengucapkan salam pada mahramnya dan di antara keduanya dianjurkan untuk memulai mengucapkan salam, dan wajib bagi yang lain untuk membalas salam tersebut.

Hal ini dikecualikan jika seorang pria mengucapkan salam pada  wanita non mahram. Dalam masalah terakhir ini ada hukum tersendiri. Ada mudhorot yang mesti dipertimbangkan ketika memulai atau membalas salam. Bentuk mudhorotnya adalah godaan dari si wanita pada beberapa keadaan.

Karena bentuk mudhorot yang jadi pertimbangan, maka seorang pria tidak sepatutnya memberi salam kepada wanita muda atau gadis non mahram karena ada unsur godaan di dalamnya. Sedangkan jika yang diberi salam adalah wanita non mahram yang telah lanjut usia (dalam artian: tidak ada lagi rasa simpati padanya), maka dibolehkan selama tidak berjabat tangan dengannya.

Mengucapkan Salam pada Wanita Non Mahram Menurut Para Ulama
Imam Malik pernah ditanya, “Apakah boleh mengucapkan salam pada wanita?” “Adapun untuk wanita tua (tua renta), maka saya tidak memakruhkannya. Sedangkan jika yang diucapkan salam adalah gadis, maka saya tidak menyukainya“, jawab beliau.

Az Zarqoni memberikan alasan dalam Syarh Muwatho’ mengapa Imam Malik tidak menyukai hal tersebut. Alasannya, karena beliau khawatir akan fitnah (godaan) karena mendengar balasan salam si wanita.

Dalam Al Adab Asy Syar’iyyah, Ibnu Muflih menyebutkan bahwa Ibnu Manshur pernah menyebutkan pada Imam Ahmad mengenai hukum mengucapkan salam pada wanita (non mahram). Beliau lantas menjawab, “Jika wanita tersebut sudah tua renta, maka tidak mengapa.”

Sholih, anak Imam Ahmad berkata, “Aku pernah bertanya pada ayahku tentang bolehkah memberi salam pada wanita.” Beliau menjawab, “Adapun wanita yang tua renta, maka tidak mengapa. Adapun untuk gadis, maka aku tidak menganjurkan mengucapkan salam supaya salam itu dibalas.”

Imam Nawawi dalam Al Adzkar berkata,  “Ulama Syafi’iyah berkata: “Memberi salam sesama wanita sebagaimana pada sesama pria. Adapun seorang pria memberi salam pada wanita di mana wanita tersebut adalah istri, budak atau mahramnya, maka hukumnya boleh memberi salam kepada mereka-mereka.

Sehingga dianjurkan untuk memberi salam kepada salah seorang di antara mereka dan wajib menjawab salamnya.
Adapun jika yang diberi salam adalah wanita non mahram, jika wanita tersebut elok wajahnya dan khawatir tergoda dengan wanita tersebut, maka tidak boleh seorang pria memberi salam kepada wanita tersebut. Jika wanita tadi diberi salam, maka ia tidak perlu membalasnya.
Begitu pula wanita tersebut tidak boleh mendahului memberi salam pada si pria tadi. Jika wanita tersebut memberi salam, maka tidak wajib membalasnya dan jika membalasnya, itu dimakruhkan.

Adapun jika wanita tersebut sudah tua renta dan tidak tergoda dengannya, maka boleh mengucapkan salam padanya. Dan jika diberi salam, maka tetap dijawab salam tersebut.

Mengucapkan Salam pada Sekumpulan Wanita
Adapun jika ada sekelompok wanita dan diberi salam oleh seorang pria atau ada sekelompok pria diberi salam oleh seorang wanita, itu dibolehkan selama mereka-mereka tadi tidak tergoda satu dan lainnya.

Sebagaimana terdapat riwayat dari Abu Daud dari Asma’ binti Yazid, ia berkata,

مَرَّ عَلَيْنَا النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فِى نِسْوَةٍ فَسَلَّمَ عَلَيْنَا

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati kami para wanita, lalu memberi salam pada kami.” (HR. Abu Daud, shahih).

Diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari dari Sahl bin Sa’ad, ia berkata bahwa jika mereka –para sahabat- selepas shalat Jum’at, memberi salam kepada seorang wanita tua dan ia pun melayani para sahabat tadi.” Demikian perkataan Imam Nawawi yang telah diringkas.

Diam Bisa Jadi Lebih Baik Jika Takut Tergoda
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengatakan bahwa boleh seorang pria mengucapkan salam pada wanita dan begitu pula sebaliknya. Dan yang dimaksudkan oleh beliau adalah jika aman dari fitnah (godaan).

Al Halimiy berkata,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberi salam pada wanita karena aman dari godaan mereka. Barangsiapa yang yakin dirinya bisa selamat dari godaan tersebut, boleh baginya mengucapkan salam. Jika tidak, maka diam dari mengucapkan salam, itu lebih baik.”

Al Muhallab berkata,
“Seorang pria mengucapkan salam pada wanita begitu pula sebaliknya, itu dibolehkan selama aman dari fitnah (godaan wanita).”

Semoga Allah memberi kita taufik untuk selamat dari kerusakan dan perbuatan zina.

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

Referensi :
Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 39258
Sumber Artikel Muslim.Or.Id




Daftar Artikel

Silahkan Masukkan Alamat Email pada kolom dibawah untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Akhlaq dan Nasehat : Gara-gara Menyksa Seekor Kucing

Written By sumatrars on Sabtu, 09 Februari 2013 | Februari 09, 2013


Gara-Gara Menyiksa Seekor Kucing
Kategori: Akhlaq dan Nasehat

Hadits berikut jadi pelajaran bagi kita bagaimana seorang muslim diajarkan untuk menebarkan kasih sayang. Walaupun pada seekor binatang seperti kucing harus tetap memberikan kasih. Lihatlah ada yang disiksa di neraka gara-gara menyiksa binatang seperti ini.

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
“Seorang perempuan disiksa gara-gara seekor kucing. Dia mengurung kucing itu sampai mati. Karena itulah dia masuk neraka. Perempuan itu tidak memberi makan dan minum kepadanya -tatkala dia kurung-. Dan dia pun tidak melepaskannya supaya bisa memakan serangga atau binatang tanah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Faidah Hadits
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, hadits yang mulia ini menunjukkan kepada kita betapa Islam sangat menjunjung tinggi kasih sayang. Tidak hanya kepada sesama manusia, bahkan kepada seekor binatang sekalipun. Akibat tidak menaruh kasih sayang kepada seekor kucing, perempuan tersebut harus merasakan pedihnya siksa neraka.

Imam Nawawi rahimahullah berkata:
“Hadits ini menunjukkan diharamkannya membunuh kucing dan diharamkan mengurungnya tanpa diberi makanan dan minuman. Adapun dimasukkannya dia ke dalam neraka adalah karena perbuatan itu. Zahir hadits menunjukkan bahwa perempuan tersebut beragama Islam, meskipun demikian dia masuk neraka gara-gara menyiksa seekor kucing.” (lihat Syarh Muslim [7/347])

Beliau juga menegaskan:
“Maksiat ini bukanlah dosa kecil, bahkan dia bisa berubah menjadi dosa besar apabila dilakukan secara terus-menerus.” (lihatSyarh Muslim [7/348])

Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash radhiyallahu’anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sayangilah [sesama] niscaya kalian pun akan disayangi. Berikanlah ampun/maaf maka niscaya kalian pun akan diampuni oleh Allah…” (HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
“Tidaklah dicabut rasa kasih sayang kecuali dari orang yang celaka.” (HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad)

Dari Jarir radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:-
“Barangsiapa yang tidak menyayangi manusia maka Allah ‘azza wa jalla tidak akan menyayanginya.” (HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad)

Imam Ibnu Baththal rahimahullah berkata mengomentari hadits ini:-
“Di dalamnya terkandung dorongan untuk menaruh kasih sayang kepada segenap makhluk, tercakup di dalamnya orang beriman dan orang kafir, serta binatang yang dimilikinya maupun binatang yang bukan miliknya.” (lihat Syarh Shahih al-Adab al-Mufrad [1/490])

Sebagian tabi’in mengatakan:- 
“Barangsiapa yang banyak dosanya hendaklah dia suka memberikan minum. Apabila dosa-dosa orang yang memberikan minum kepada seekor anjing bisa terampuni, maka bagaimana menurut kalian mengenai orang yang memberikan minum kepada seorang beriman lagi bertauhid sehingga hal itu membuatnya tetap bertahan hidup!” (lihat Syarh Shahih al-Adab al-Mufrad[1/500])

Semoga Allah menanamkan jiwa kasih sayang ke dalam diri kita.

Sumber Dari artikel 'Gara-Gara Menyiksa Seekor Kucing — Muslim.Or.Id'




Daftar Artikel

Silahkan Masukkan Alamat Email pada kolom dibawah untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner
?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ

Sejarah, Kemungkaran-kemungkaran dalam maulid nabi (1/2)

Category : Sejarah,Tarikh,Aqidah,Manhaj Source article: Abunamirah.Wordpress.com Oleh: al Ustadz Abu Mu’awiyyah Hammad Hafizhahullahu ...

Translate

 
Support : Blog author | Rachmat.M,MA | Duta Asri Palem 3
Copyright © 2013. BLOG AL ISLAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger