?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Kategori: Aqidah
Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam. Salawat dan salam semoga
tercurah kepada Rasulullah, para sahabatnya, dan segenap pengikut setia mereka. Amma
ba’du.
Dakwah tauhid merupakan tugas mulia. Allah ta’ala berfirman
(yang artinya), “Katakanlah
(Muhammad): Inilah jalanku dan jalan orang-orang yang mengikutiku. Aku mengajak
kepada Allah (tauhid) di atas landasan bashirah/ilmu.” (QS.
Yusuf: 108)
Segenap rasul pun telah menunaikan tugas agung ini dengan penuh tanggung jawab.
Allah ta’ala berfirman
(yang artinya), “Sungguh,
Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang menyerukan: Sembahlah
Allah dan jauhilah thaghut itu.” (QS.
An-Nahl: 36)
Ibrahim ‘alaihis
salam -dengan segenap perjuangan
dan pengorbanannya dalam mendakwahkan tauhid- pun pada akhirnya meraih predikat
yang sangat mulia sebagai Khalil/kekasih Allah. Itu berangkat dari ketulusan
beliau dalam mendakwahkan ajaran yang hanif ini kepada kaumnya.
Sehingga perjalanan dakwah beliau senantiasa dijadikan sebagai teladan bagi umat-umat sesudahnya.
Sehingga perjalanan dakwah beliau senantiasa dijadikan sebagai teladan bagi umat-umat sesudahnya.
Allah ta’ala berfirman
(yang artinya), “Sungguh
telah ada bagi kalian teladan yang baik pada diri Ibrahim dan orang-orang yang
bersamanya. Ketika mereka berkata kepada kaumnya: Sesungguhnya Kami berlepas
diri dari kalian dan dari segala sesembahan kalian selain Allah. Kami
mengingkari kalian dan telah tampak jelas antara kami dengan kalian permusuhan
dan kebencian untuk selamanya, sampai kalian beriman kepada Allah semata…” (QS.
Al-Mumtahanah: 4)
Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam pun
melanjutkan ajaran tauhid yang diserukan oleh para pendahulunya setelah Allah
turunkan wahyu kepadanya. Allah ta’ala berfirman
(yang artinya), “Wahai
orang yang berselimut. Bangkit dan berikanlah peringatan. Tuhanmu, maka
agungkanlah. Pakaianmu, maka sucikanlah. Dan berhala-berhala itu, maka jauhilah.” (QS.
Al-Muddatstsir: 1-5)
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata, “Allah
telah mengutus beliau dengan misi memberi peringatan dari syirik dan untuk
mengajak kepada tauhid.” (risalah Tsalatsat
al-Ushul)
Dakwah yang mereka serukan adalah ajakan untuk menjadikan Allah -Sang Penguasa
langit dan bumi- sebagai satu-satunya sesembahan, satu-satunya tempat bergantung,
satu-satunya tumpuan rasa cinta, takut dan harapan. Mereka menolak segala bentuk
persekutuan hak-hak Allah dengan pujaan-pujaan selain-Nya, apakah ia berwujud
malaikat, nabi, matahari, bulan, bintang, batu, atau pepohonan. Tidak ada yang
berhak diibadahi kecuali Dia, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Yang Maha
Pemberi Rizki dan Pemilik Kekuatan yang maha dahsyat.
Allah ta’ala menceritakan
tentang dakwah Ibrahim ‘alaihis
salam kepada ayahnya (yang
artinya), “Wahai
ayahku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar dan tidak melihat,
bahkan tidak bisa memberikan manfaat kepadamu barang sedikit pun? Wahai ayahku,
sesungguhnya telah datang kepadaku suatu ilmu yang belum datang kepadamu, maka
ikutilah aku niscaya akan kutunjukkan kepadamu jalan yang lurus itu. Wahai
ayahku, janganlah engkau memuja setan. Karena sesungguhnya setan itu durhaka
kepada ar-Rahman.” (QS. Maryam:
42-44)
Sebuah dialog yang indah. Sebuah dakwah yang tumbuh dan berkembang karena
perasaan kasih sayang kepada sesama. Mencintai kebaikan bagi saudaranya
sebagaimana seorang mencintai kebaikan itu bagi dirinya sendiri. Oleh sebab
itulah para rasul berusaha untuk mengajak sanak keluarganya untuk bersama-sama
menjadi hamba Allah semata, bukan hamba selain-Nya. Inilah yang dicontohkan oleh
Ibrahim ‘alaihis
salam dan juga Nabi kita
Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam, dan bahkan segenap para rasul pun memberikan keteladanan
yang serupa kepada kita. Adakah seorang anak yang suka ayahnya sendiri menjadi
penghuni neraka? Adakah seorang keponakan yang suka apabila pamannya sendiri
menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala? Adakah seorang ayah suka apabila
anak cucunya menjadi para pelestari tradisi pemujaan terhadap berhala?!
Inilah dakwah yang penuh dengan kasih sayang kepada umat manusia. Dakwah yang
mengajak mereka untuk mengentaskan diri dari berlapis-lapis kegelapan menuju
cahaya. Dari kegelapan dosa dan maksiat menuju
cahaya ketaatan. Dari kegelapan kekafiran menuju cahaya keimanan. Dari kegelapan syirik menuju
cahaya tauhid. Dari kegelapan bid’ah menuju cahaya sunnah.
Inilah dakwah yang akan mempertemukan nenek moyang dan keturunan mereka di atas
jembatan keimanan dan tauhid yang tertanam kuat dalam hati sanubari dan merasuk
dalam sendi-sendi kehidupan.
Inilah dakwah kepada persaudaraan yang hakiki. Persaudaraan yang terjalin di
atas simpul keimanan dan semakin menguat dengan ikatan-ikatan ketakwaan. Inilah
dakwah kepada persatuan dan peringatan dari segala bentuk percerai-beraian.
Bersatu dalam memegang teguh tali Allah, bersatu dalam naungan hizb Allah, dan
bersatu dalam menghadapi musuh-musuh Allah, hizb asy-Syaitan dan menundukkan
berbagai keinginan nafsu yang terlarang. Inilah dakwah tauhid.
Inilah dakwah Ibrahim ‘alaihis
salam kepada ayahnya, inilah
dakwah Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam kepada paman
dan sanak familinya, inilah dakwah Luqman -seorang ayah yang salih- kepada
putranya…
Inilah dakwah yang akan menyelamatkan diri seorang dan sanak kerabatnya dari
jilatan api neraka. Inilah dakwah yang mencetak generasi yang berbakti kepada
ayah bunda. Inilah dakwah yang mencetak para pemuda yang tumbuh dewasa di atas
ketaatan beribadah kepada Rabbnya. Inilah dakwah yang mendidik para wanita
beriman yang patuh kepada perintah Allah ta’ala,
agar mereka menjulurkan jilbab-jilbab mereka dan tidak bersolek sebagaimana
tingkah laku wanita jahiliyah.
Inilah dakwah yang akan menundukkan hati-hati manusia kepada hukum Rabb alam
semesta.
Oleh sebab itu, sudah semestinya bagi setiap penuntut ilmu untuk memiliki
semangat dalam menebarkan cahaya hidayah ini kepada umat manusia, terlebih lagi
kepada saudara dan keluarganya. Sungguh, apabila seorang saja yang mendapatkan
hidayah dari Allah dengan perantara dirinya maka itu jauh lebih berharga
daripada unta-unta yang berwarna merah. Maka bagaimana lagi jika sepuluh orang,
seratus orang, atau bahkan jutaan orang mendapatkan hidayah melalui tangannya.
Allah ta’ala berfirman
(yang artinya), “Demi
masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasehati dalam kebenaran, dan
saling menasehati dalam menetapi kesabaran.” (QS.
Al-’Ashr: 1-3)
Allah ta’ala berfirman
(yang artinya), “Dan
siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang mengajak kepada Allah
dan dia juga beramal salih. Dia pun berkata: Sesungguhnya aku ini termasuk
orang-orang yang berserah diri/muslim.” (QS.
Fushshilat: 33)
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Barangsiapa
yang menuntut ilmu untuk menghidupkan kembali ajaran Islam maka dia termasuk
golongan shiddiqin dan derajatnya adalah sesudah derajat kenabian.” Dengan ilmu dan
amal, seorang muslim berusaha untuk memperbaiki dirinya.
Dengan dakwah dan kesabaran, seorang muslim berusaha untuk memperbaiki kondisi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Allahul musta’aan.
Dengan dakwah dan kesabaran, seorang muslim berusaha untuk memperbaiki kondisi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Allahul musta’aan.
Sumber Artikel Muslim.Or.Id
??ْ?َ?ْ?ُ ?ِ?َّ?ِ ?َ?ِّ
??ْ?َٰ?َ?ِ??
author;
Rachmat Machmud. Flimban
Posting Komentar