Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Home » , » Manasik haji - Fikih Haji 5

Manasik haji - Fikih Haji 5

Written By sumatrars on Selasa, 02 Oktober 2012 | Oktober 02, 2012

?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ


Fikih Haji (5): Larangan Ketika Ihram

by Muhammad Abduh Tuasikal
LARANGAN KETIKA IHRAM
Larangan ihram yang seandainya dilakukan oleh orang yang berhaji atau
berumroh, maka wajib baginya menunaikan fidyah, puasa, atau memberi makan.
Yang dilarang bagi orang yang berihram adalah sebagai berikut:
  1. Mencukur rambut dari seluruh badan (seperti rambut kepala, bulu ketiak, 
    bulu kemaluan, kumis dan jenggot).
  2. Menggunting kuku.
  3. Menutup kepala dan menutup wajah bagi perempuan kecuali jika lewat 
    laki-laki yang bukan mahrom di hadapannya.
  4. Mengenakan pakaian berjahit yang menampakkan bentuk lekuk tubuh bagi 
    laki-laki seperti baju, celana dan sepatu.
  5. Menggunakan harum-haruman.
  6. Memburu hewan darat yang halal dimakan. Yang tidak termasuk dalam 
    larangan adalah: (1) hewan ternak (seperti kambing, sapi, unta, dan ayam),
    (2) hasil tangkapan di air, (3) hewan yang haram dimakan (seperti hewan
    buas, hewan yang bertaring dan burung yang bercakar), (4) hewan yang
    diperintahkan untuk dibunuh (seperti kalajengking, tikus dan anjing),
    (5) hewan yang mengamuk (Shahih Fiqh Sunnah, 2: 210-211)
  7. Melakukan khitbah dan akad nikah.
  8. Jima’ (hubungan intim). Jika dilakukan sebelum tahallul awwal (sebelum 
    melempar jumroh Aqobah), maka ibadah hajinya batal. Hanya saja ibadah
    tersebut wajib disempurnakan dan pelakunya wajib menyembelih seekor unta
    untuk dibagikan kepada orang miskin di tanah suci. Apabila tidak mampu,
    maka ia wajib berpuasa selama sepuluh hari, tiga hari pada masa haji dan
    tujuh hari ketika telah kembali ke negerinya. Jika dilakukan setelah
    tahallul awwal, maka ibadah hajinya tidak batal. Hanya saja ia wajib
    keluar ke tanah halal dan berihram kembali lalu melakukan thowaf ifadhoh
    lagi karena ia telah membatalkan ihramnya dan wajib memperbaharuinya.
    Dan  ia wajib menyembelih seekor kambing.
  9. Mencumbu istri di selain kemaluan. Jika keluar mani, maka wajib 
    menyembelih seekor unta. Jika tidak keluar mani, maka wajib menyembelih
    seekor kambing. Hajinya tidaklah batal dalam dua keadaan tersebut (Taisirul
    Fiqh, 358-359).
Tiga keadaan seseorang melakukan larangan ihram
  1. Dalam keadaan lupa, tidak tahu, atau dipaksa, maka tidak ada dosa dan 
    tidak ada fidyah.
  2. Jika melakukannya dengan sengaja, namun karena ada uzur dan kebutuhan 
    mendesak, maka ia dikenakan fidyah. Seperti terpaksa ingin mencukur
    rambut (baik rambut kepala atau ketiaknya), atau ingin mengenakan
    pakaian berjahit karena mungkin ada penyakit dan faktor pendorong
    lainnya.
  3. Jika melakukannya dengan sengaja dan tanpa adanya uzur atau tidak ada 
    kebutuhan mendesak, maka ia dikenakan fidyah ditambah dan terkena dosa
    sehingga wajib bertaubat dengan taubat yang nashuhah (tulus).
Pembagian larangan ihram berdasarkan hukum fidyah yang dikenakan
  1. Yang tidak ada fidyah, yaitu akad nikah.
  2. Fidyah dengan seekor unta, yaitu jima’ (hubungan intim) sebelum tahallul 
    awwal, ditambah ibadah hajinya tidak sah.
  3. Fidyah jaza’ atau yang semisalnya, yaitu ketika berburu hewan darat. 
    Caranya adalah ia menyembelih hewan yang semisal, lalu ia memberi makan
    kepada orang miskin di tanah haram. Atau bisa pula ia membeli makanan (dengan
    harga semisal hewan tadi), lalu ia memberi makan setiap orang  miskin
    dengan satu mud, atau ia berpuasa selama beberapa hari sesuai dengan
    jumlah mud makanan yang harus ia beli.
  4. Selain tiga larangan di atas, maka fidyahnya adalah memilih: [1]  
    berpuasa tiga hari, [2] memberi makan kepada 6 orang miskin, setiap
    orang miskin diberi 1 mud dariburr (gandum)
    atau beras, [3] menyembelih seekor kambing. (Al Hajj Al Muyassar, 68-71)
Catatan:
  1. Jika wanita yang berniat tamattu’ mengalami haidh sebelum thowaf dan 
    takut luput dari amalan haji, maka ia berihram dan  meniatkannya menjadi
    qiron. Wanita haidh dan nifas melakukan seluruh manasik selain thowaf di
    Ka’bah.
  2. Wanita adalah seperti laki-laki dalam hal larangan-larangan saat ihram 
    kecuali dalam beberapa keadaan: (1) mengenakan pakaian berjahit, wanita
    tetap boleh mengenakannya selama tidak bertabarruj (memamerkan
    kecantikan dirinya), (2) menutup kepala, (3) tidak menutup wajah kecuali
    jika terdapat laki-laki non mahram.
  3. Orang yang berihram maupun tidak berihram diharamkan memotong pepohonan 
    dan rerumputan yang ada di tanah haram. Hal ini serupa dengan memburu
    hewan, jika dilakukan, maka ada fidyah. Begitu pula dilarang membunuh
    hewan buruan dan menebang pepohonan di Madinah, namun tidak ada fidyah
    jika melanggar hal itu.
Kaedah dalam masalah menggunakan harum-haruman ketika ihram
  1. Boleh menghirup bau tanaman yang memiliki aroma yang harum. Hal ini 
    disepakati oleh para ulama.
  2. Boleh menghirup bau sesuatu yang memiliki aroma harum dan 
    mengkonsumsinya seperti buah-buahan yang dimakan atau digunakan sebagai
    obat. Hal ini juga disepakati oleh para ulama.
  3. Jika sesuatu yang tujuan asalnya digunakan untuk parfum (harum-haruman) 
    dan memang digunakan untuk maksud tersebut seperti minyak misik, kapur
    barus, minyak ambar, dan za’faron, maka ada fidyah jika digunakan ketika
    berihram.
  4. Jika sesuatu yang tujuan asalnya digunakan untuk parfum, namun digunakan 
    untuk maksud lain, maka hal ini pun terkena fidyah (An Nawazil fil Hajj,
    198).
Hal-hal yang dibolehkan ketika ihram
  1. Mandi dengan air dan sabun yang tidak berbau harum.
  2. Mencuci pakaian ihram dan mengganti dengan lainnya.
  3. Mengikat izar (pakaian 
    bawah atau sarung ihram).
  4. Berbekam.
  5. Menutupi badan dengan pakaian berjahit asal tidak dipakai.
  6. Menyembelih hewan ternak (bukan hewan buruan).
  7. Bersiwak atau menggosok gigi walau ada bau harum dalam pasta giginya 
    selama bukan maksud digunakan untuk parfum.
  8. Memakai kacamata.
  9. Berdagang.
  10. Menyisir rambut.
Tahallul
Tahallul artinya keluar dari keadaan ihram. Tahallul ada dua macam: (1)
tahallul awwal (tahallul shugro), dan (2) tahalluts tsani (tahallul kubro).
Tahallul awwal ketika
telah melakukan: (1) lempar jumroh pada hari Nahr (10 Dzulhijjah), (2)
mencukur atau memendekkan rambut. Jika telah tahallul awwal, maka sudah
boleh melakukan seluruh larangan ihram (seperti memakai minyak wangi),
memakai pakaian berjahit dan yang masih tidak dibolehkan adalah yang
berkaitan dengan istri.
Tahalluts tsani ditambah
dengan melakukan thowaf ifadhoh (yang termasuk thowaf rukun). Ketika telah
tahalluts tsani, maka telah halal segala sesuatu termasuk
jima’ (hubungan intim) dengan istri (Fiqhus Sunah, 1: 500).

Bersambung Fikih haji 6


Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan kirim Email untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit.
If you like the article on this blog, please send Email to subscribe free via email, that way you will get a shipment every article there is an article published.


Delivered by FeedBurner

Daftar Artikel
??ْ?َ?ْ?ُ ?ِ?َّ?ِ ?َ?ِّ ??ْ?َٰ?َ?ِ??


Anda Sedang membaca artikel yang berjudul Manasik haji - Fikih Haji 5 Silahkan baca artikel dari BLOG AL ISLAM Tentang , Yang lainnya. Dan Ingin Mengeprint klik tombol prin di Bawah, atau bookmark halaman ini dengan URL : https://alislam-sr.blogspot.com/2012/10/manasik-haji-fikih-haji-5.html
Klik Untuk Print Friendly and PDF
Share this article :

Posting Komentar

Sejarah, Kemungkaran-kemungkaran dalam maulid nabi (1/2)

Category : Sejarah,Tarikh,Aqidah,Manhaj Source article: Abunamirah.Wordpress.com Oleh: al Ustadz Abu Mu’awiyyah Hammad Hafizhahullahu ...

Translate

 
Support : Blog author | Rachmat.M,MA | Duta Asri Palem 3
Copyright © 2013. BLOG AL ISLAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger