?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Hijrah Ke Madinah
Ketika Islam dapat diterima
dengan baik oleh masyarakat Madinah, bahkan berkembang pesat di kota itu,
Rasulullah kemudian mengijinkan kaum muslimin yang ada di Makkah untuk berhijrah.
Persiapan
Islam semakin berkembang di Madinah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam kemudian
mengizinkan kaum muslimin untuk berhijrah ke kota tersebut. Maka merekapun
bersegera mempersiapkan diri. Orang pertama yang direncanakan berangkat adalah
Abu Salamah bin Abdul Asad dan isterinya Hindun binti Abi Umayyah (Ummu Salamah)
radhiallahu ‘anhuma. Namun takdir Allah menentukan lain, Ummu Salamah
tertahan di Makkah. Namun akhirnya dia keluar satu tahun kemudian bersama
puteranya Salamah diiringi ‘Utsman bin Abi Thalhah yang ketika itu belum masuk
Islam.
Sedikit demi sedikit, kaum muslimin
meninggalkan Makkah hingga tidak ada yang tertinggal di Makkah kecuali beberapa
orang termasuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam,
Abu Bakr, dan ‘Ali bin Abi Thalib. Dan keduanya menunggu perintah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam yang juga tengah menunggu
perintah Allah kapan harus keluar meninggalkan Makkah.
Kaum musyrikin yang mengetahui para
shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam telah
pergi membawa harta, anak, dan isteri mereka, ke negeri Aus dan Khazraj (Madinah),
meyakini bahwa negeri tersebut akan membela dan melindungi Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam. Oleh karena itu, mereka
khawatir, jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam
sampai menyusul, niscaya kaum muslimin akan memiliki kekuatan dan mereka tidak
merasa aman dari serangannya. Maka sebelum hal itu terjadi, mereka bersepakat
untuk membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam.
Suatu siang, datanglah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alaihi wa sallam ke rumah Abu Bakr dan berkata:
“Keluarkanlah siapapun yang ada di rumahmu.” Kata Abu Bakr: “Mereka adalah
keluargamu juga, wahai Rasulullah.”
Rasulullah berkata: “Allah telah
mengizinkan saya keluar.” Abu Bakr berkata: “Saya yang akan menyertaimu, wahai
Rasulullah?” Kata Rasulullah: “Ya.”
Kemudian Abu Bakr mengatakan:
“Ambillah salah satu kendaraanku ini, demi bapak dan ibuku tebusanmu.”
Rasulullah berkata: “Dengan harga.”
‘Aisyah menceritakan: “Kemudian kami
mempersiapkan segala sesuatunya untuk bekal keberangkatan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan Abu Bakr. Asma’ bintu Abi
Bakr memotong kain pinggangnya menjadi dua, satu untuk mengikat pinggang dan
yang lain untuk membawa bekal tesebut. Dan sejak itulah dia dijuluki Dzatu
Nithaqain (Perempuan Yang Memiliki Dua Ikat Pinggang).
Ibnul Qayyim mengisahkan (Zaadul
Ma’ad 3/54), Al-Hakim (dalam Al-Mustadrak) dari ‘Umar,
menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam
dan Abu Bakr berangkat menuju gua Tsur. Dalam perjalanan itu, kadang-kadang
Abu Bakr berjalan di depan, kadang di belakang Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam. Melihat hal ini, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bertanya, dan Abu Bakr menjawab:
“Wahai Rasulullah, kalau saya teringat pengintai dari depan, saya sengaja
berjalan di depan. Kalau saya ingat kepada para pengejar, maka saya berjalan di
belakang.”
Kata Rasulullah: “Apakah kau ingin
kalau terjadi sesuatu engkau yang mengalaminya, bukan aku?”
Kata Abu Bakr: “Ya.”
Demikianlah, keduanya sampai dan
bersembunyi di dalam gua. Sementara orang-orang kafir Quraisy yang kehilangan
jejak, menyebar para pencari jejak hingga di mulut gua. Ketika itu Abu Bakr
berkata sebagaimana disebutkan dalam hadits Anas bin Malik: “Wahai Rasulullah,
seandainya salah seorang dari mereka melihat ke bawah, niscaya mereka melihat
kita.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
‘ala alihi wa sallam bersabda:
مَا ظَنُّكَ بِاثْنَيْنِ اللهُ
ثَالِثُهُمَا
“Bagaimana menurutmu dengan dua
orang di mana Allah adalah yang ketiganya. Jangan bersedih sesungguhnya Allah
bersama kita.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Di dalam Shahih Al-Bukhari
disebutkan bahwa Abdullah bin Abi Bakr selalu bermalam di gua bersama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan Abu Bakr.
Dia seorang pemuda yang cerdik. Sebelum fajar dia sudah berkumpul kembali di
tengah-tengah orang-orang kafir Quraisy mendengarkan berita dari mereka dan
menyampaikannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa
sallam dan Abu Bakr.
Sementara salah seorang bekas budak
yang dimerdekakan Abu Bakr, ‘Amir bin Fuhairah senantiasa menggembalakan
kambingnya di sekitar gua dan memerahkan susunya untuk Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan Abu Bakr. Demikianlah hal
ini berjalan selama tiga malam.
Kisah Suraqah bin Malik
Setelah berusaha mencari dan menyebar
ke seluruh pelosok Makkah, mereka tidak juga menemukan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan Abu Bakr. Akhirnya, mereka
menyebarkan sayembara, siapa yang berhasil membawa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan Abu Bakr hidup atau mati, akan diberi
hadiah. Sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam
dan Abu Bakr mulai meninggalkan Makkah menyisiri tepi pantai menuju Madinah.
Sesampainya di daerah Bani Mudlij,
seseorang melihat mereka dan melapor kepada Suraqah bin Malik bin Ju’syum. Tapi
berita ini ditolak oleh Suraqah. Namun, dia memerintahkan budaknya membawa kuda
dan tombaknya keluar dari belakang rumah serta menunggunya di balik gunung.
Setelah itu, dia memacu kudanya
mengejar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan Abu
Bakr. Abu Bakr melihatnya dan berkata: “Ya Rasulullah, lihat Suraqah bin Malik
menyusul kita.” Maka Rasulullah pun berdoa. Akhirnya Suraqah beberapa kali
terjungkal dari kudanya. Kemudian dia menyerah dan meminta Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan Abu Bakr berhenti.
Setelah berbicara dengan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam, Suraqah meminta dituliskan
kesepakatan. Dan ini tetap dipegangnya sampai pada waktu Fathu Makkah. Kemudian
dia menyerahkan tambahan perbekalan kepada rombongan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam, namun keduanya mengatakan: “Tidak. Tapi
alihkan perhatian para pengejar dari kami.”
Maka setelah itu Suraqah setiap kali
bertemu dengan para pencari jejak rombongan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa ‘ala alihi wa sallam selalu mengatakan: “Saya sudah mencari berita dan
tidak terlihat yang kalian cari.”
Demikianlah, awalnya dia berusaha
menangkap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan
Abu Bakr, pada akhirnya dia menjadi pelindung mereka.
Kisah Ummu Ma’bad
Ibnul Qayyim menceritakan: “Rombongan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam melanjutkan
perjalanan dan singgah di kemah Ummu Ma’bad, yang tinggal di padang pasir
memberi makan dan minum para kelana yang singgah di tempat itu.”
Rombongan singgah di sana dan
menanyakan apa gerangan yang dimilikinya. Ummu Ma’bad mengatakan tidak ada
kecuali kambing yang jauh dari tempat gembalaan. Selanjutnya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam minta izin untuk memerah
susunya. Ummu Ma’bad pun mengizinkan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
‘ala alihi wa sallam mengusap kambing-kambing tersebut dan menyebut nama
Allah lalu berdoa. Maka memancarlah susu kambing itu yang kemudian ditampung di
sebuah bejana. Kemudian beliau menyuruh Ummu Ma’bad minum, setelah itu para
shahabatnya baru kemudian beliau sendiri. Setelah semua puas, beliau memenuhkan
bejana itu kembali dan meninggalkannya di sana, kemudian melanjutkan perjalanan.
Tak lama kemudian, Abu Ma’bad suami
Ummu Ma’bad pulang dan terheran-heran melihat bejana yang penuh dengan air susu.
Dia bertanya dari mana ini? Ummu Ma’bad mengatakan bahwa baru saja singgah
seorang lelaki penuh berkah dengan sifat demikian dan demikian. Mendengar
keterangan isterinya, Abu Ma’bad segera meyakini bahwa itulah orang yang
dicari-cari Quraisy. Dan dia bertekad seandainya punya kesempatan akan
menemuinya.
Tiba di Madinah
Orang-orang Anshar yang telah
mendengar berita keluarnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa
sallam dari kota Makkah pun berusaha menyambutnya. Setiap hari dari pagi
hingga matahari menyengat, mereka menunggu kedatangan rombongan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam di pinggiran kota. Namun sampai
beberapa hari belum juga tampak.
Baru pada hari ke-12 bulan Rabi’ul
Awwal, mereka keluar menunggu seperti biasa. Dan ketika matahari sudah mulai
terik, mereka bersiap untuk kembali ke rumah masing-masing. Seorang Yahudi yang
ketika memanjat rumahnya untuk suatu keperluan melihat bayangan dari jauh dan
tidak dapat menahan dirinya. Dengan lantang dia berteriak bahwa yang
ditunggu-tunggu sudah datang.
Mendengar hal ini, orang-orang Anshar
bergegas menyandang senjata mereka dan menuju ke pinggiran kota menyambut
rombongan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam. Kaum
muslimin bertakbir gembira dengan kedatangan rombongan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam ini. Mereka mengucapkan
sambutan dan salam hormat menurut syariat Islam. (Bersambung)
??ْ?َ?ْ?ُ ?ِ?َّ?ِ ?َ?ِّ
??ْ?َٰ?َ?ِ??
author;
Rachmat Machmud. Flimban
Posting Komentar