Kisah Putra dan Putri Nabi Muhammad SAW
Tulis /Salin Ulang : Rachmat
Machmud
Sepanjang hidup, Nabi Muhammad SAW diketahui memiliki
beberapa istri. Istri pertamanya bernama Siti Khadijah binti Khuwailid, saudagar
kaya berusia 40 tahun yang dinikahi sebelum beliau diangkat menjadi nabi dan
rasul. Ketika itu usia beliau 25 tahun. Beliau tidak menikah lagi dengan
perempuan manapun sewaktu Khadijah masih hidup. Beberapa lama setelah Khadijah
wafat, beliau baru menikahi Saudah binti Zam’ah. Saat itu usia beliau sekitar 50
tahun. Beliau kemudian menikahi Siti Aisyah binti Abu Bakar Shiddiq, gadis
berusia 9 tahun.
Selanjutnya Nabi Muhammad SAW menikahi Hafsah binti Umar
bin Khattab, Ummu Habibab binti Abi Sufyan, Hindun binti Abi Umaiyah, dan Zainab
binti Jahsyin. Zainab binti Jahsyin adalah istri pertama beliau yang meninggal
dunia setelah beliau wafat. Beliau juga menikahi Juwairiyah binti Haris dan
Shafiyyah binti Hayy. Adapun perempuan yang terakhir dinikahi beliau bernama
Maimunah binti Haris. Kesemua istri beliau lazim dijuluki ummul mukminin, yakni
ibu-ibu orang yang beriman.
Dari pernikahannya dengan Siti Khadijah, Nabi Muhammad SAW
dikaruniai enam putra dan putri, yakni Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Umi
Kalsum, dan Fatimah. Anak pertama beliau bernama Qasim, yang dilahirkan sebelum
Muhammad SAW menjadi nabi. Atas dasar nama anak pertamanya itu, Nabi Muhammad
SAW kemudian digelari Abu Qasim atau Bapaknya Qasim. Namun, tidak banyak cerita
tentang kehidupan Qasim, sebab ia meninggal dunia pada usia 2 tahun. Selain itu,
putra beliau yang wafat ketika masih kecil adalah Abdullah. Abdullah dilahirkan
dan meninggal dunia di Mekkah. Abdullah juga diberi nama Thayyib dan Thahir
lantaran lahir setelah beliau jadi nabi.
Siti Khadijah melahirkan Zainab, anak ketiganya, ketika
usia Nabi Muhammad SAW 30 tahun. Ruqayyah lahir sewaktu Nabi Muhammad SAW
berumur 33 tahun, kemudian lahirlah Umi Kalsum. Adapun Fatimah dilahirkan di
Mekkah pada 20 Jumadil Akhir, tahun kelima dari kerasulan Ayahnya. Dari seluruh
ummul mukminin, hanya Siti Khadjiah yang memberikan keturunan. Uniknya, putra
dan putri beliau meninggal dunia sebelum beliau wafat, kecuali Fatimah. Nabi
Muhammad SAW dan Siti Khadijah sangat sayang terhadap anak-anaknya.
Zainab
Mendapat Kado Spesial
Zainab, putri pertama Nabi Muhammad SAW, dipinang saat
usianya menginjak remaja. Zainab menikah dengan Abil ‘Ash bin Rabi’. Nabi
Muhammad SAW dan Siti Khadijah datang untuk memberikan doa. Siti Khadijah juga
melepaskan kalung batu onyx Zafar yang dipakainya, kemudian menggantungkannya ke
leher Zainab sebagai kado pengantin paling spesial. Tak sembarang orang bisa
memiliki benda yang sangat berkilau dan berharga pada zamannya itu, kecuali
orang yang kaya raya. Usai menikah, Zainab diboyong ke rumah keluarga Abil ‘Ash.
Zainab meyakini ketika suatu hari mendengar berita bahwa
Ayahnya telah menerima wahyu dari Allah SWT untuk hijrah dari Mekkah ke Madinah.
Padahal, sang suami tidak mempercayainya. Suami Zainab termasuk dalam barisan
orang-orang yang memusuhi Nabi Muhammad SAW. Zainab kemudian memutuskan masuk
Islam dan menceraikan Abil ‘Ash. Zainab hijrah bersama Ayah dan kaum muslimin.
Kepergian Zainab tidak membuat Abil ‘Ash sedih. Abil ‘Ash bersama kawan-kawannya
tetap saja memusuhi dan memerangi Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya.
Satu waktu Abil ‘Ash tertangkap oleh pasukan kaum muslimin.
Mendengar kabar itu, Zainab segera meminta bantuan kepada Ayahnya untuk
melepaskan Abil ‘Ash. Nabi Muhammad SAW menemui pimpinan kaum muslimin. Tidak
berapa lama Abil ‘Ash dilepaskan dan dipertemukan dengan Zainab. Abil ‘Ash ingin
tinggal satu atap lagi dengan Zainab. Tetapi Zainab tidak mau sebelum Abil ‘Ash
memeluk Islam. Akhirnya Abil ‘Ash masuk Islam dan Nabi Muhammad SAW
mengembalikan Zainab kepadanya setelah melalui akad nikah baru.
Zainab meninggal dunia pada tahun 8 Hijriah di samping
suaminya. Ummu Aiman, Ummu Athiyah, Ummu Salamah, dan Saudah binti Zam’ah
termasuk orang-orang yang akan memandikan jenazahnya. Kepada mereka, Nabi
Muhammad SAW berpesan, “Basuhlah dia (Zainab) dalam jumlah yang ganjil, 3 atau 5
kali atau lebih jika kalian merasa lebih baik begitu. Mulailah dari sisi kanan
dan anggota-anggota wudhu. Mandikan dia dengan air dan bunga. Bubuhi sedikit
kapur barus pada air siraman yang terakhir. Jika kalian sudah selesai,
beritahukanlah kepadaku.” Setelah dimandikan, Rasulullah SAW memberikan
selimutnya untuk mengkafani jenazah Zainab.
Anugerah Untuk Utsman bin
Affan
Ruqayyah lahir sesudah kakaknya, Zainab. Ia dipinang oleh
‘Utbah bin Abu Lahab. Abu Lahab terkenal sebagai tokoh yang sangat membenci Nabi
Muhammad SAW. Tak lama setelah pernikahan itu, Rasulullah SAW menerima wahyu.
Melihat sikap Abu Lahab yang terus memusuhi Islam, pernikahan mereka disudahi.
Ruqayyah kemudian menikah lagi dengan Utsman bin Affan. Selang beberapa waktu
setelah menikah, keduanya bersama rombongan hijrah ke Habasyah (Ethiopia) demi
menghindari fitnah dan menyelamatkan agamanya.
Utsman bin Affan beserta rombongan kembali lagi ke Mekkah.
Kedatangan Ruqayyah disambut kesedihan, sebab Ibunya telah wafat. Berikutnya
Ruqayyah dan suaminya bersama kaum muslimin pindah dari Mekkah ke Madinah.
Selama hijrah, Ruqayyah tidak menemukan kesulitan-kesulitan. Ia selalu setia
mendampingi dan mendukung perjuangan suaminya. Setelah tinggal di Madinah,
Ruqayyah terserang penyakit demam hingga akhirnya meninggal dunia. Nabi Muhammad
SAW tidak mengetahui menjelang meninggalnya, sebab beliau sedang terlibat dalam
Perang Badar.
Sepeninggal Ruqayyah, Utsman bin Affan dinikahkan oleh Nabi
Muhammad SAW dengan Umi Kalsum, adik Ruqayyah, pada tahun 3 Hijriyyah. Padahal,
saat itu Utsman bin Affan tengah mengalami masa berkabung yang panjang.
Kepergian istri yang amat dicintainya menyisakan duka dan kesedihan. Sebelumnya,
Umi Kalsum pernah menikah dengan ‘Utaibah bin Abu Lahab. Namun, karena ‘Utaibah
menolak masuk Islam dan lebih senang memilih memerangi Islam, keduanya pun
bercerai.
Utsman bin Affan bisa tersenyum kembali berkat kehadiran
Umi Kalsum. Bagi Utsman, hidup bersama Umi Kalsum sama membahagiakannya ketika
ia menjadi suami Ruqayyah. Sayangnya usia perkawinan keduanya tidak langgeng.
Enam tahun kemudian, Umi Kulsum pulang kerahmatullah. Kepergian Umi Kulsum
kembali menorehkan kesedihan di hati Utsman. Bahkan, kesedihannya dirasakan Nabi
Muhammad SAW yang duduk di atas kuburnya sambil menangis berlinang air mata.
Utsman bin Affan digelari zun nurain, artinya yang mempunyai dua cahaya. Sebab,
ia telah menikahi dua putri Nabi Muhammad SAW.
Fatimah Penerus Keturunan
Nabi Muhammad SAW
Fatimah adalah putri bungsu kesayangan Nabi Muhammad SAW.
Diberi nama Fatimah karena Allah SWT sudah menjamin menjauhkannya dari api
neraka pada hari kiamat nanti. Ia besar dalam suasana keprihatinan dan kesusahan.
Ibundanya wafat ketika usianya terlalu muda dan masih memerlukan kasih sayang
seorang Ibu. Sejak itu, ia yang dikenal pintar dan cerdas mengambil alih tugas
mengurus rumah tangga seperti memasak, mencuci dan mempersiapkan keperluan
Ayahanya. Dibalik kesibukan sehari-hari, ternyata ia wanita yang ahli ibadah.
Siang hari ia selalu berpuasa dan membaca Al-Quran, sementara malamnya tak
ketinggalan shalat tahajjud dan berzikir.
Pada usia 18 tahun, Fatimah dinikahkan dengan pemuda yang
sangat miskin hidupnya. Untuk membayar maskawin atau mahar saja, pemuda bernama
Ali bin Abi Thalib itu tidak mampu, sehingga harus dibantu oleh Nabi Muhammad
SAW. Prosesi pernikahannya berjalan dalam suasana yang amat sederhana.
Usai
menikah, Fatimah sering ditinggalkan oleh suaminya yang pergi berperang hingga
berbulan-bulan. Namun Fatimah tetap ridho. Ia tipe wanita salehah dan mandiri
yang selalu bekerja, mengambil air, memasak serta merawat anak-anaknya, tanpa
mau berkeluh kesah karena kemiskinannya. Ia pandai menjaga harga diri dan wibawa
suami dan keluarganya. Selain itu, ia menghabiskan waktunya untuk beribadah
kepada Allah SWT.
Sebagai bukti sayangnya terhadap Fatimah, Nabi Muhammad SAW
menyatakan, “Fatimah adalah bagian dariku. Siapa yang menyakitinya berarti
menyakitiku. Siapa yang membuatnya gembira, maka ia telah membahagiakanku.”
Fatimah dikenal paling dekat dan paling lama hidupnya bersama Nabi Muhammad SAW.
Ia juga meriwayatkan banyak hadis dari Ayahnya. Fatimah meninggal dunia 6 bulan
setelah Nabi Muhammad SAW wafat, tepatnya hari Selasa bulan Ramadhan tahun 11
Hijriyah dalam usia 28 tahun. Fatimah dimakamkan di pekuburan Baqi’, Madinah.
Dari pernikahannya dengan Ali bin Abi Thalib, Fatimah
dikaruniai 6 anak, yaitu Hasan, Husein, Muhsin, Zaenab, Umi Kalsum, dan Ruqayyah.
Namun, Muhsin meninggal dunia pada waktu masih kecil. Dengan demikian, Nabi
Muhammad SAW tidak mempunyai keturunan kecuali dari Fatimah. Keturunan beliau
hanya menyebar dari garis kedua cucunya, yakni Hasan dan Husein, yang kemudian
disebut ahlul bait (pewaris kepemimpinan) Nabi Muhammad SAW.***
----------------------------------------------
Tanggapan Komentar.
Bicara masalah keberadaan
‘ahlul bait’ atau keturunan nabi, maka disatu pihak ada kaum yang
mengklaim bahwa merekalah yang satu-satunya berhak ‘mewarisi’ mahkota atau tahta
keturunan ‘ahlul bait’. Ee pihak kaum yang satunya juga tak mau kalah bahwa
merekalah yang pihak pewaris tahta keturunan ‘ahlul bait’.
Dalil kedua pihak ini,
sama-sama merujuk pada peran dan keberadaan dari Bunda Fatimah, anak Saidina
Muhammad SAW bin Abdullah, sebagai ‘ahlul bait’ yang sesungguhnya dan sering
dianggap oleh sebagian besar umat Muslim sebagai pewaris ‘keturunan nabi atau
rasul’.
Jika kita merujuk pada Al Quran, yakni S. 11:73, 28:12 dan
33:33 maka Bunda Fatimah ini tinggal ‘satu-satu’-nya dari beberapa saudara
kandungnya. Benar, jika beliau inilah, salah satu pewaris dari tahta ahlul bait.
Sementara saudara kandungnya yang lainnya, tidak ada yang hidup dan berkeluarga
yang berumur panjang.
Begitu juga, terhadap saudara kandung Saidina Muhammad SAW
juga berhak sebagai ‘ahlul bait’, tapi sayang saudara kandungnya juga tidak ada
karena beliau adalah ‘anak tunggal’. Apalagi kedua orangtua Saidina Muhammad
SAW, yang juga berhak sebagai ‘ahlul bait’, tetapi sayangnya kedua orangtuanya
ini tak ada yang hidup sampai pada pengangkatan Saidina Muhammad SAW bin
Abdullah sebagai nabi dan rasul Allah SWT.
Kembali ke masalah Bunda Fatimah, karena tinggal
satu-satunya sebagai pewaris tahta ‘ahlul bait’, maka timbullah masalah baru,
bagaimana pula status dari anak-anak dari Bunda Fatimah yang bersuamikan Saidina
Ali bin Abi Thalib, keponakan dari Saidina Muhammad SAW, apakah anak-anaknya
juga berhak sebagai ‘pewaris’ tahta ahlul bait?.
Dengan meruju pada ketiga ayat di atas, maka karena Bunda
Fatimah adalah berstatus sebagai ‘anak perempuan’ dari Saidina Muhammad SAW, dan
dilihat dari sistim jalur nasab dengan dalil QS. 33:4-5, maka perempuan tidak
mempunyai kewenangan untuk menurunkan nasabnya. Kewenangan menurunkan nasab
tetap saja pada kaum ‘laki-laki’, kecuali terhadap Nabi Isa As. yang bernasab
pada bundanya, Maryam.
Dari uraian tersebut di atas, maka dapat kita simpulkan
bahwa menurut konsep Al Quran, bahwa kita tidak mengenal sistim pewaris nasab
dari pihak perempuan, artinya sistim nasab tetap dari jalur laki-laki. Otomatis
Bunda Fatimah walaupun beliau adalah ‘ahlul bait’, tidak bisa menurunkan
nasabnya pada anak-anaknya dengan Saidina Ali bin Abi Thalib. Anak-anak dari
Bunda Fatimah dengan Saidina Ali, ya tetap saja bernasab pada nasab Saidina Ali
saja.
Kesimpulan akhir, bahwa tidak ada pewaris tahta atau
mahkota dari AHLUL BAIT, mahkota ini hanya sampai pada Bunda Fatimah anak
kandung dari Saidina Muhammad SAW. Karena itu, kepada para pihak yang
memperebutkan mahkota ahlul bait ini kembali menyelesaikan perselisihan fahamnya.
Inilah mukjizat dari Allah SWT kepada Nabi-Nya, Muhammad SAW, sehingga tidak ada
pihak hamba-Nya, manusia yang mempunyai status istimewa dihadapan Allah SWT,
selain hamba pilihan-Nya, nabi, rasul dan hamba-Nya yang takwa, muttaqin.
semoga Allah SWT mengampuni saya.
--------------------------------------------------------------------------------------
APAKAH ADA KETURUNAN AHLUL BAIT?
Dlm Al Quran yang menyebut ‘ahlulbait’, rasanya ada 3 (tiga)
ayat dan 3 surat.
1. QS. 11:73: Para Malaikat itu berkata: “Apakah kamu
merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan
keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait. Sesungguhnya Allah Maha
Terpuji lagi Maha Pemurah”.
Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya, maka makna
‘ahlulbait’ adalah terdiri dari isteri dari Nabi Ibrahim.
2. QS. 28:12: Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada
perempuan-perempuan yang mau menyusukan(nya) sebelum itu; maka berkatalah
Saudara Musa: ‘Maukahkamu aku tunjukkan kepadamu ‘ahlulbait’ yang akan
memeliharanya untukmu, dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?
Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya, maka makna
‘ahlulbait’ adalah meliputi Ibu kandung Nabi Musa As. atau ya Saudara kandung
Nabi Musa As.
3. QS. 33:33: “…Sesungguhnya Allah bermaksud hendak
menghilangkan dosa dari kamu ‘ahlulbait’ dan membersihkan kamu
sebersih-bersihnya”.
Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya QS. 33: 28,
30 dan 32, maka makna para ahlulbait adalah para isteri Nabi Muhammad SAW.
Sedangkan ditinjau dari sesudah ayat 33 yakni QS. 33:34, 37
dan 40 maka penggambaran ahlulbaitnya mencakup keluarga besar Nabi Muhammad SAW.
para isteri dan anak-anak beliau.
Jika kita kaitkan dengan makna ketiga ayat di atas dan
bukan hanya QS. 33:33, maka lingkup ahlul bait tersebut sifatnya menjadi
universal terdiri dari:
- Kedua orang tua Saidina Muhammad SAW, sayangnya kedua
orang tua beliau ini disaat Saidina Muhammad SAW diangkat sbg ‘nabi’ dan rasul
sudah meninggal terlebih dahulu.
- Saudara kandung Saidina Muhammad SAW, tapi sayangnya
saudara kandung beliau ini, tak ada karena beliau ‘anak tunggal’ dari Bapak
Abdullah dengan Ibu Aminah.
- Isteri-isteri beliau.
- Anak-anak beliau baik perempuan maupun laki-laki. Khusus
anak lelaki beliau yang berhak menurunkan ‘nasab’-nya, sayangnya tak ada yang
hidup sampai anaknya dewasa, sehingga anak lelakinya tak meninggalkan keturunan.
Bagaimana tentang pewaris tahta ‘ahlul bait’ dari Bunda
Fatimah?. Ya jika merujuk pada QS. 33:4-5, jelas bahwa Islam tidaklah mengambil
garis nasab dari perempuan kecuali bagi Nabi Isa Al Masih yakni bin Maryam.
Lalu, apakah anak-anak Bunda Fatimah dengan Saidina Ali
boleh kita anggap bernasabkan kepada nasabnya Bunda Fatimah?. ya jika merujuk
pada Al Quran maka anak Bunda Fatimah dengan Saidina Ali tidaklah bisa
mewariskan nasab Saidina Muhammad SAW.
Kalaupun kita paksakan, bahwa anak Bunda Fatimah juga ahlul
bait, karena kita mau mengambil garis dari perempuannya (Bunda Fatimah), maka
untuk selanjutnya yang seharusnya pemegang waris tahta ahlul bait diambil dari
anak perempuannya seperti Fatimah dan juga Zainab, bukan Hasan dan Husein sbg
penerima warisnya.
Dengan demikian sistim nasab yang diterapkan itu tidan
sistim nasab berzigzag, setelah nasab perempuan lalu lari atau kembali lagi ke
nasab laki-laki, ya seharusnya diambil dari nasab perempuan seterusnya.
Bagaimana Saidina Ali bin Abi Thalib, anak paman Saidina
Muhammad SAW, ya jika merujuk pada ayat-ayat ahlul bait pastilah beliau bukan
termasuk kelompok ahlul bait. Jadi, anak Saidina Ali bin Abi Thalib baik anak
lelakinya mapun perempuan, otomatis tidaklah dapat mewarisi tahta ‘ahlul bait’.
Kesimpulan dari tulisan di atas, maka pewaris tahta ‘ahlul
bait’ yang terakhir hanya tinggal bunda Fatimah. Berarti anaknya Saidina Hasan
dan Husein bukanlah pewaris tahta AHLUL BAIT.