?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Haji Mabrur (3): Benarkah Dianjurkan Tinggal 8 Hari di Kota Madinah?
Hadits ini adalah hadits yang lemah,
karena di dalamnya ada seorang perawi yang bernama Nubaith. Dan dia
adalah seorang perawi yang majhul, majhul
‘ain (tidak
diketahui orangnya) dan juga majhul
hal (keadaannya).
Dan keutamaan yang di dapat atas hadits ini menyeluruh di setiap
masjid yang didirikan shalat berjama’ah, di daerah manapun dan tidak
khusus hanya di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Wallahu a’lam.
Sabtu, 26 Syawwal 1432H Dammam KSA
Sumber Penulis: Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc Sumber Artikel Muslim.Or.Id
Pertanyaan: “Saya
pernah mendengar bahwa barangsiapa yang shalat di Masjid Nabawi
sebanyak 40 kali shalat dituliskan baginya keterlepasan dari sifat
munafik, Apakah hadits ini shahih (benar)?”
Jawaban: “Segala
puji hanya bagi Allah Ta’ala, semoga shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, no hadits: 12173, dari Anas
bin Malik radhiyallahu
‘anhu, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَلَّى فِي مَسْجِدِي أَرْبَعِينَ صَلاةً لا يَفُوتُهُ صَلاةٌ
كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنْ النَّارِ ، وَنَجَاةٌ مِنْ الْعَذَابِ ،
وَبَرِئَ مِنْ النِّفَاقِ
Artinya: “Barangsiapa yang shalat di Masjidku sebanyak 40 kali
shalat, ia tidak ketinggalan shalat maka niscaya dituliskan baginya
kelepasan dari api neraka dan keselamatan dari adzab dan terlepas
dari kemunafikan.”
Nubaith adalah seorang perawi yang majhul
hal, karena tidak
ada seorangpun dari para ahli hadits yang menyatakan dia adalah
perawi yang tsiqah (terpercaya),
kecuali Ibnu Hibban dan Al Haitsamy serta Al Mundziry.
Adapun Ibnu Hibban menyatakan tsiqah (terpercaya) karena sebagaimana
yang diketahui oleh para ahli hadits bahwa Ibnu Hibban sering
menjadikan perawi-perawi yang majhul menjadi
perawi tsiqah (terpercaya).
Adapun Al Haitsamy, pendapatnya berdasarkan pendapat Ibnu Hibban.
Sedangkan Al Mundziry tidak terlalu jelas penyebutannya tentang
Nubaith, bahwa dia adalah perawi yang tsiqah, dan Al Mundziry
sendiri telah keliru dalam pernyataannya, karena Nubaith bukanlah
seorang perawi dari perawi-perawi yang ada di dalam kitab Shahih
Bukhari dan Muslim bahkan bukan perawi yang ada di dalam kitab-kitab
hadits yang enam, yaitu Shahih Bukhari, Muslim, Sunan Abu Daud,
Tirmidzi, Ibnu Majah dan An Nasai.
Dan Nubaith adalah perawi yang majhul
‘ain karena tidak
ada yang meriwayatkan haditsnya kecuali dari jalan Abdurrahman bin
Abi Laila dan Nubaith sendiri hanya meriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu, lalu kapan wafatnya Nubaith juga tidak diketahui,
sehingga memungkinkan dengannya, kita mengetahui apakah ia
benar-benar bertemu dengan Anas bin Malik atau tidak. Lihat kitab Silsilat
Al Ahadits Adh Dha’ifah, no. 364.
Oleh sebab inilah Al Albani di dalam kitab Silsilat
Al Ahadits Adh dha’ifah, no. 364 menyatakan hadits ini “Lemah”
bahkan dalam kitab Dha’ifut
Targhib, no hadits: 755 bahwa hadits tersebut mungkar (istilah
di dalam ilmu hadits yang maksudnya adalah: hadits yang lemah
menyelisihi hadits yang shahih).
Beliau juga mengatakan di dalam kitab beliau “Hajjatun Nabiyyi
shallallahu ‘alaihi wasallam”, hal: 185:
“أن من بدع زيارة المدينة النبوية التزام زوار المدينة الإقامة فيها
أسبوعا حتى يتمكنوا من الصلاة في المسجد النبوي أربعين صلاة ، لتكتب
لهم براءة من النفاق وبراءة من النار”
Termasuk perbuatan bid’ah saat ziarah ke kota Madinah Nabawiyyah
adalah keharusan para penziarah untuk menetap di sana selama
seminggu sehingga memungkinkan bagi mereka untuk shalat di masjid
Nabawi 40 kali shalat, agar dituliskan bagi mereka keterlepasan dari
sifat munafik dan siksa neraka
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata:
“Adapun apa yang tersebar di masyarakat bahwa seorang penziarah (kota
Madinah) hendaklah ia berdiam (maksudnya di kota Madinah-pent)
selama 8 hari sehingga dapat shalat 40 kali, maka seperti ini
meskipun diriwayatkan di dalamnya sebagian hadits: “Barangsiapa yang
shalat didalamnya sebanyak 40 kali shalat, maka niscaya dituliskan
baginya lepas dari api neraka dan keselamatan dari adzab dan
terlepas dari kemunafikan”, akan tetapi hadits ini adalah hadits
yang lemah menurut para pakar peneliti hadits, tidak bisa dijadikan
sandaran, karena di dalam hadits ini telah menyendiri seorang perawi
yang tidak dikenal dengan hadits dan periwayatan, dan telah
dikuatkan oleh orang yang tidak disandarkan penguatannya jika ia
menyendiri periwayatannya, jadi yang jelas bahwa hadits yang di
dalamnya ada keutamaan 40 shalat di dalam masjid nabawi adalah
hadits yang lemah tidak bisa dijadikan sandaran, dan berziarah tidak
mempunyai batasan yang tertentu dan jika menziarahinya selama 1 jam
atau dua jam atau sehari atau dua hari atau lebih banyak daripada
itu maka tidak mengapa”. Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, juz
17/hal:406.
Dan hadits yang lemah ini sudah ditutupi oleh sebuah hadits yang
derajatnya hasan diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, no hadits: 241,
tentang keutamaan selalu menjaga akan takbiratul ihram bersama
jama’ah, dari shahabat Anas bin Malikradhiyallahu ‘anhu,
beliau berkata: “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِي جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ
التَّكْبِيرَةَ الأُولَى كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَتَانِ بَرَاءَةٌ مِنْ
النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنْ النِّفَاقِ”.
Artinya: “Barangsiapa
yang shalat untuk Allah selama 40 hari di dalam jama’ah, ia
mendapati takbir yang pertama, maka niscaya dituliskan baginya dua
keterlepasan, lepas dari neraka dan lepas dari kemunafikan”. Dihasankan
oleh Imam Al Albani di dalam kitab Shahihut Tirmidzi, no hadits:
200.
Dan berdasarkan atas ini maka barangsiapa yang selalu menjaga shalat
selama 40 hari, ia mendapati takbiratul ihram bersama jama’ah maka
niscya dituliskan baginya dua keterlepasan,lepas dari neraka dan
lepas dari kemunafikan, baik itu di masjid Nabawi atau Mekkah atau
selain keduanya dari masjid-masjid yang ada.
Sebelum diakhiri tulisan ini, perlu diingatkan akan beberapa keadaan
yang semestinya tidak terjadi, yaitu sebagian para penziarah kota
Madinah yang berkeyakinan bahwa selama di kota Madinah mengerjakan
40 kali shalat di Masjid Nabawi, setelah merampungkan jumlah
shalatnya sebanyak 40 kali shalat, maka sebagian mereka tidak mau
lagi menghadiri shalat berjamaah di Masjid Nabawi dengan keyakinan
di atas tadi, yaitu sudah selesai 40 kali shalat!
Padahal shalat di masjid Nabawi mendapatkan pahala 1000 shalat
dibandingkan masjid lain selain masjid Al Haram Mekkah.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم-
قَالَ « صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ
فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ ».
Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu meriwayatkan
bahwa Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallambersabda: “Satu
shalat di masjidku ini lebih utama dari 1000 shalat dari masjid
lainnya kecuali masjid Al Haram”. HR.
Bukhari dan Muslim.
Akibat keyakinan diatas, sebagian para penziarah kota Madinah yang
notabenenya kebanyakan mereka adalah para jamaah haji baik sebelum
atau sesudah pelaksanaan ibadah haji, telah melewatkan keutamaan
yang tidak di dapatkan kecuali di Masjid Nabawi.
Sabtu, 26 Syawwal 1432H Dammam KSA
Sumber Penulis: Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc Sumber Artikel Muslim.Or.Id
??ْ?َ?ْ?ُ ?ِ?َّ?ِ ?َ?ِّ
??ْ?َٰ?َ?ِ??
author;
Rachmat Machmud. Flimban
Posting Komentar