?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Aqidah Makna Tauhid
Pada artikel kali ini kita akan memahami MAKNA TAUHID
Makna Tahid saya kutib dari Blog : www.muslim.or.id
Makna Tahid saya kutib dari Blog : www.muslim.or.id
Tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fi’il wahhada-yuwahhidu (dengan
huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu saja. Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Makna ini tidak tepat kecuali diikuti
dengan penafian. Yaitu menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita
jadikan satu saja, kemudian baru menetapkannya” (Syarh Tsalatsatil Ushul,
39).
Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah
menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar dengan segala
kekhususannya (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39). Dari makna ini sesungguhnya
dapat dipahami bahwa banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa
jadi berupa Malaikat, para Nabi, orang-orang shalih atau bahkan makhluk Allah
yang lain, namun seorang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai
satu-satunya sesembahan saja.
Pembagian Tauhid
Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang
dilakukan para ulama sejak dahulu hingga sekarang, mereka menyimpulkan bahwa
ada tauhid terbagi menjadi tiga: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan
Tauhid Al Asma Was Shifat.
Yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyyah adalah
mentauhidkan Allah dalam kejadian-kejadian yang hanya bisa dilakukan oleh
Allah, serta menyatakan dengan tegas bahwa Allah Ta’ala adalah Rabb, Raja, dan
Pencipta semua makhluk, dan Allahlah yang mengatur dan mengubah keadaan mereka.
(Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Meyakini rububiyah yaitu
meyakini kekuasaan Allah dalam mencipta dan mengatur alam semesta, misalnya
meyakini bumi dan langit serta isinya diciptakan oleh Allah, Allahlah yang
memberikan rizqi, Allah yang mendatangkan badai dan hujan, Allah menggerakan
bintang-bintang, dll. Di nyatakan dalam Al Qur’an:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَجَعَلَ
الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ
“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan
bumi dan Mengadakan gelap dan terang” (QS. Al An’am: 1)
Dan perhatikanlah baik-baik, tauhid rububiyyah ini diyakini
semua orang baik mukmin, maupun kafir, sejak dahulu hingga sekarang. Bahkan
mereka menyembah dan beribadah kepada Allah. Hal ini dikhabarkan dalam Al
Qur’an:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
“Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang
kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan mereka?’, niscaya mereka akan
menjawab ‘Allah’ ”. (QS. Az Zukhruf: 87)
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
“Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang
kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan langit dan bumi serta
menjalankan matahari juga bulan?’, niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’ ”.
(QS. Al Ankabut 61)
Oleh karena itu kita dapati ayahanda dari Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam bernama Abdullah, yang artinya hamba Allah. Padahal ketika
Abdullah diberi nama demikian, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tentunya
belum lahir.
Adapun yang tidak mengimani rububiyah Allah adalah kaum
komunis atheis. Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “Orang-orang komunis
tidak mengakui adanya Tuhan. Dengan keyakinan mereka yang demikian, berarti
mereka lebih kufur daripada orang-orang kafir jahiliyah” (Lihat Minhaj
Firqotin Najiyyah)
Pertanyaan, jika orang kafir jahiliyyah sudah menyembah dan
beribadah kepada Allah sejak dahulu, lalu apa yang diperjuangkan oleh
Rasulullah dan para sahabat? Mengapa mereka berlelah-lelah penuh penderitaan
dan mendapat banyak perlawanan dari kaum kafirin? Jawabannya, meski orang kafir
jahilyyah beribadah kepada Allah mereka tidak bertauhid uluhiyyah kepada Allah,
dan inilah yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat.
Tauhid Uluhiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam
segala bentuk peribadahan baik yang zhahir maupun batin (Al Jadid Syarh
Kitab Tauhid, 17). Dalilnya:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada
Engkaulah Kami meminta pertolongan” (Al Fatihah: 5)
Sedangkan makna ibadah adalah semua hal yang dicintai oleh
Allah baik berupa perkataan maupun perbuatan. Apa maksud ‘yang dicintai Allah’?
Yaitu segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, segala
sesuatu yang dijanjikan balasan kebaikan bila melakukannya. Seperti shalat, puasa,
bershodaqoh, menyembelih. Termasuk ibadah juga berdoa, cinta, bertawakkal, istighotsah dan isti’anah.
Maka seorang yang bertauhid uluhiyah hanya meyerahkan semua
ibadah ini kepada Allah semata, dan tidak kepada yang lain. Sedangkan orang
kafir jahiliyyah selain beribadah kepada Allah mereka juga memohon, berdoa,
beristighotsah kepada selain Allah. Dan inilah yang diperangi Rasulullah, ini
juga inti dari ajaran para Nabi dan Rasul seluruhnya, mendakwahkan tauhid uluhiyyah.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا
اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Sungguh telah kami utus Rasul untuk setiap uumat dengan
tujuan untuk mengatakan: ‘Sembahlah Allah saja dan jauhilah thagut‘” (QS.
An Nahl: 36)
Syaikh DR. Shalih Al Fauzan berkata: “Dari tiga bagian
tauhid ini yang paling ditekankan adalah tauhid uluhiyah. Karena ini
adalah misi dakwah para rasul, dan alasan diturunkannya kitab-kitab
suci, dan alasan ditegakkannya jihad di jalan Allah. Semua itu adalah agar
hanya Allah saja yang disembah, dan agar penghambaan kepada selainNya
ditinggalkan” (Lihat Syarh Aqidah Ath Thahawiyah).
Perhatikanlah, sungguh aneh jika ada sekelompok ummat Islam
yang sangat bersemangat menegakkan syariat, berjihad dan memerangi orang kafir,
namun mereka tidak memiliki perhatian serius terhadap tauhid uluhiyyah. Padahal
tujuan ditegakkan syariat, jihad adalah untuk ditegakkan tauhid
uluhiyyah. Mereka memerangi orang kafir karena orang kafir tersebut tidak
bertauhid uluhiyyah, sedangkan mereka sendiri tidak perhatian terhadap tauhid uluhiyyah??
Sedangkan Tauhid Al Asma’ was Sifat adalah
mentauhidkan Allah Ta’ala dalam penetapan nama dan sifat
Allah, yaitu sesuai dengan yang Ia tetapkan bagi diri-Nya dalam Al Qur’an dan Hadits Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam. Cara bertauhid asma wa sifat Allah ialah dengan
menetapkan nama dan sifat Allah sesuai yang Allah tetapkan bagi diriNya dan
menafikan nama dan sifat yang Allah nafikan dari diriNya, dengan tanpa tahrif,
tanpa ta’thil dan tanpa takyif (Lihat Syarh
Tsalatsatil Ushul). Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
“Hanya milik Allah nama-nama yang husna, maka memohonlah
kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya” (QS. Al A’raf: 180)
Tahrif adalah memalingkan makna ayat atau hadits tentang
nama atau sifat Allah dari makna zhahir-nya menjadi makna lain yang
batil. Sebagai misalnya kata ‘istiwa’ yang artinya ‘bersemayam’
dipalingkan menjadi ‘menguasai’.
Ta’thil adalah mengingkari dan menolak sebagian
sifat-sifat Allah. Sebagaimana sebagian orang yang menolak bahwa Allah berada
di atas langit dan mereka berkata Allah berada di mana-mana.
Takyif adalah menggambarkan hakikat wujud Allah.
Padahal Allah sama sekali tidak serupa dengan makhluknya, sehingga tidak ada
makhluk yang mampu menggambarkan hakikat wujudnya. Misalnya sebagian orang
berusaha menggambarkan bentuk tangan Allah,bentuk wajah Allah, dan lain-lain.
Adapun penyimpangan lain dalam tauhid asma wa sifat Allah
adalah tasybih dan tafwidh.
Tasybih adalah menyerupakan sifat-sifat Allah
dengan sifat makhluk-Nya. Padahal Allah berfirman yang artinya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah. Sesungguhnya
Dia Maha Mendengar Lagi Maha Melihat” (QS. Asy Syura: 11)
Kemudian tafwidh, yaitu tidak menolak nama atau
sifat Allah namun enggan menetapkan maknanya. Misalnya sebagian orang yang
berkata ‘Allah Ta’ala memang ber-istiwa di atas ‘Arsy namun kita tidak tahu
maknanya. Makna istiwa kita serahkan kepada Allah’. Pemahaman
ini tidak benar karena Allah Ta’ala telah mengabarkan sifat-sifatNya dalam
Qur’an dan Sunnah agar hamba-hambaNya mengetahui. Dan Allah telah
mengabarkannya dengan bahasa Arab yang jelas dipahami. Maka jika kita
berpemahaman tafwidh maka sama dengan menganggap perbuatan
Allah mengabarkan sifat-sifatNya dalam Al Qur’an adalah sia-sia karena tidak
dapat dipahami oleh hamba-Nya.
Pentingnya mempelajari tauhid
Banyak orang yang mengaku Islam. Namun jika kita tanyakan
kepada mereka, apa itu tauhid, bagaimana tauhid yang benar, maka sedikit sekali
orang yang dapat menjawabnya. Sungguh ironis melihat realita orang-orang yang
mengidolakan artis-artis atau pemain sepakbola saja begitu hafal dengan nama,
hobi, alamat, sifat, bahkan keadaan mereka sehari-hari. Di sisi lain seseorang
mengaku menyembah Allah namun ia tidak mengenal Allah yang disembahnya. Ia
tidak tahu bagaimana sifat-sifat Allah, tidak tahu nama-nama Allah, tidak
mengetahui apa hak-hak Allah yang wajib dipenuhinya. Yang akibatnya, ia tidak
mentauhidkan Allah dengan benar dan terjerumus dalam perbuatan syirik. Wal’iyydzubillah.
Maka sangat penting dan urgen bagi setiap muslim mempelajari tauhid yang benar,
bahkan inilah ilmu yang paling utama. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
berkata: “Sesungguhnya ilmu tauhid adalah ilmu yang paling mulia dan
paling agung kedudukannya. Setiap muslim wajib mempelajari, mengetahui, dan
memahami ilmu tersebut, karena merupakan ilmu tentang Allah Subhanahu
wa Ta’ala, tentang nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan hak-hak-Nya atas
hamba-Nya” (Syarh Ushulil Iman, 4).
Dikutip dari Sumber Artikel www.muslim.or.id dan Sumber
Penulis: Yulian Purnama
Semoga Artikel kali
bermanfaat, dan jangan lupa sebelum pindah ke lain artikel untuk meninggalkan
komentar Anda!
??ْ?َ?ْ?ُ ?ِ?َّ?ِ ?َ?ِّ
??ْ?َٰ?َ?ِ??
author;
Rachmat Machmud. Flimban
Posting Komentar