?ِ?ْ?ِ ????ِ ???َّ?ْ??ِ ???َّ?ِ??ِ
Kategori : Bahasan Utama
Segala puji bagi Allah, Rabb pemberi berbagai nikmat. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Suatu hal yang membuat kami rancu adalah ketika mendengar hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang secara tekstual jika kami perhatikan menunjukkan masih bolehnya makan ketika adzan shubuh.
Hadits tersebut adalah hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ وَالإِنَاءُ عَلَى
يَدِهِ فَلاَ يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِىَ حَاجَتَهُ مِنْهُ
Hadits ini seakan-akan bertentangan dengan ayat,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ
الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا
الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah Ta’ala membolehkan makan sampai terbitnya fajar shubuh saja, tidak boleh lagi setelah itu. Lantas bagaimanakah jalan memahami hadits yang telah disebutkan di atas?
Alhamdulillah, Allah memudahkan untuk mengkaji hal ini dengan melihat kalam ulama yang ada.
Berhenti Makan Ketika Adzan Shubuh
Para ulama menjelaskan bahwa barangsiapa yang yakin akan terbitnya fajar shodiq (tanda masuk waktu shalat shubuh), maka ia wajib imsak (menahan diri dari makan dan minum serta dari setiap pembatal). Jika dalam mulutnya ternyata masih ada makanan saat itu, ia harus memuntahkannya. Jika tidak, maka batallah puasanya.
Adapun jika seseorang tidak yakin akan munculnya fajar shodiq, maka ia masih boleh makan sampai ia yakin fajar shodiq itu muncul. Begitu pula ia masih boleh makan jika ia merasa bahwa muadzin biasa mengumandangkan sebelum waktunya. Atau ia juga masih boleh makan jika ia ragu adzan dikumandangkan tepat waktu atau sebelum waktunya. Kondisi semacam ini masih dibolehkan makan sampai ia yakin sudah muncul fajar shodiq, tanda masuk waktu shalat shubuh. Namun lebih baik, ia menahan diri dari makan jika hanya sekedar mendengar kumandang adzan. Demikian keterangan dari ulama Saudi Arabia, Syaikh Sholih Al Munajjid hafizhohullah.[2]
Pemahaman Hadits
Adapun pemahaman hadits Abu Hurairah di atas, kita dapat melihat dari dua kalam ulama berikut ini.
Pertama: Yahya bin Syarf An Nawawi rahimahullah.
Dalam Al Majmu’, An Nawawi menyebutkan,
“Kami katakan bahwa jika fajar terbit sedangkan makanan masih ada di mulut, maka hendaklah dimuntahkan dan ia boleh teruskan puasanya. Jika ia tetap menelannya padahal ia yakin telah masuk fajar, maka batallah puasanya. Permasalah ini sama sekali tidak ada perselisihan pendapat di antara para ulama. Dalil dalam masalah ini adalah hadits Ibnu ‘Umar dan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhum bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ بِلالا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ ، فَكُلُوا
وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ
Adapun hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمْ النِّدَاءَ وَالإِنَاءُ عَلَى
يَدِهِ فَلا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ
وكان المؤذن يؤذن إذا بزغ الفجر
Kedua: Ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahullah.
Ibnul Qayyim rahimahullah
Catatan: Adzan saat shubuh di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu dua kali. Adzan pertama untuk membangunkan shalat malam. Adzan pertama ini dikumandangkan sebelum waktu Shubuh. Adzan kedua sebagai tanda terbitnya fajar shubuh, artinya masuknya waktu Shubuh.
Pendukung dari Atsar Sahabat
Ada beberapa riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Hazm rahimahullah.
ومن طريق الحسن: أن عمر بن الخطاب كان يقول: إذا شك
الرجلان في الفجر فليأكلا حتى يستيقنا
ومن طريق ابن جريج عن عطاء بن أبى رباح عن ابن عباس
قال: أحل الله الشراب ما شككت، يعنى في الفجر
وعن، وكيع عن عمارة بن زاذان عن مكحول الازدي قال:
رأيت ابن عمر أخذ دلوا من زمزم وقال لرجلين: أطلع الفجر؟ قال أحدهما: قد طلع، وقال
الآخر: لا، فشرب ابن عمر
Setelah Ibnu Hazm (Abu Muhammad) mengomentari hadits Abu Hurairah yang kita ingin pahami di awal tulisan ini lalu beliau membawakan beberapa atsar dalam masalah ini, sebelumnya beliau rahimahullah mengatakan
هذا كله على أنه لم يكن يتبين لهم الفجر بعد، فبهذا
تنفق السنن مع القرآن
Sikap Lebih Hati-Hati
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah ditanya, “Apa hukum Islam mengenai seseorang yang mendengar adzan Shubuh lantas ia masih terus makan dan minum?”
Jawab beliau, “Wajib bagi setiap mukmin untuk menahan diri dari segala pembatal puasa yaitu makan, minum dan lainnya ketika ia yakin telah masuk waktu shubuh. Ini berlaku bagi puasa wajib seperti puasa Ramadhan, puasa nadzar dan puasa dalam rangka menunaikan kafarot. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al Baqarah: 187).
Jika mendengar adzan shubuh dan ia yakin bahwa muadzin mengumandangkannya tepat waktu ketika terbit fajar, maka wajib baginya menahan diri dari makan. Namun jika muadzin mengumandangkan adzan sebelum terbit fajar, maka tidak wajib baginya menahan diri dari makan, ia masih diperbolehkan makan dan minum sampai ia yakin telah terbit fajar shubuh. Sedangkan jika ia tidak yakin apakah muadzin mengumandangkan adzan sebelum ataukah sesudah terbit fajar, dalam kondisi semacam ini lebih utama baginya untuk menahan diri dari makan dan minum jika ia mendengar adzar. Namun tidak mengapa jika ia masih minum atau makan sesuatu ketika adzan yang ia tidak tahu tepat waktu ataukah tidak, karena memang ia tidak tahu waktu pasti terbitnya fajar.
Sebagaimana sudah diketahui bahwa jika seseorang berada di suatu negeri yang sudah mendapat penerangan dengan cahaya listrik, maka ia pasti sulit melihat langsung terbitnya fajar shubuh. Ketika itu dalam rangka kehati-hatian, ia boleh saja menjadikan jadwal-jadwal shalat yang ada sebagai tanda masuknya waktu shubuh. Hal ini karena mengamalkan sabda Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tinggalkanlah hal yang meragukanmu. Berpeganglah pada hal yang tidak meragukanmu.” Begitu juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang selamat dari syubhat, maka selamatlah agama dan kehormatannya.” Wallahu waliyyut taufiq.”[7]
Syaikh Sholih Al Munajjid hafizhohullah mengata
Demikian sajian singkat dari kami untuk meluruskan makna hadits di atas. Tulisan ini sebagai koreksi bagi diri kami pribadi yang telah salah paham mengenai maksud hadits tersebut. Semoga Allah memaafkan atas kelalaian dan kebodohan kami.
Semoga Allah senantiasa menambahkan pada kita sekalian ilmu yang bermanfaat. Alhamdulillahillad
Disusun di Panggang-Gunung Kidul, 20 Ramadhan 1431 H (30/08/2010)
Sumber Artikel Muslim.Or.Id
??ْ?َ?ْ?ُ ?ِ?َّ?ِ ?َ?ِّ
??ْ?َٰ?َ?ِ??
author;
Rachmat Machmud. Flimban
Posting Komentar